Cari Blog Ini

Sabtu, 20 September 2014

Tentang MAINAN ANAK-ANAK BERUPA BONEKA, GAMBAR, ATAU PATUNG MAKHLUK BERNYAWA

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan: Penanya yang bernama Sulaiman mengatakan: “Saya memohon penjelasan tentang hukum mainan anak-anak yang berupa boneka baik yang untuk anak kecil maupun yang sudah besar, yang berbentuk pengantin atau hewan. Semoga Anda mendapatkan pahala."

Asy-Syaikh:

Yang benar tidak boleh untuk memberi mainan kepada anak-anak berupa gambar atau semacam patung makhluk yang bernyawa, terlebih lagi gambar-gambar modern yang ada di zaman ini yang persis menyerupai manusia yang bisa bergerak dengan tenaga listrik, dan terkadang bisa bicara atau tertawa dengan tenaga listrik dan teknologi tertentu yang menjadikannya seakan-akan hewan atau manusia sungguhan. Jadi fitnah yang ditimbulkannya jelas lebih besar, sehingga anak-anak dan selain mereka harus dijauhkan darinya.

###

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin

Pertanyaan: Apakah benar pendapat sebagian ulama yang mengecualikan mainan anak-anak/boneka dari gambar yang diharamkan?

Jawab:

“Pendapat yang mengecualikan mainan anak-anak/boneka dari gambar yang diharamkan adalah pendapat yang benar. Namun perlu diperjelas, boneka seperti apakah yang dikecualikan tersebut? Apakah boneka yang dulu pernah ada (seperti yang dimainkan oleh Aisyah dengan sepengetahuan Nabi), yang modelnya tidaklah detail, tidak ada matanya, bibir dan hidung sebagaimana boneka yang dimainkan oleh anak-anak sekarang? Ataukah keringanan/pengecualian dari pengharaman tersebut berlaku umum pada seluruh boneka anak-anak, walaupun bentuknya seperti yang kita saksikan di masa sekarang ini? Maka dalam hal ini perlu perenungan dan kehati-hatian. Sehingga seharusnya anak-anak dijauhkan dari memainkan boneka-boneka dengan bentuk detail seperti yang ada sekarang ini. Dan cukup bagi mereka dengan model boneka yang dulu (tidak detail).”
(Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin no. 327, 2/275)

###

Yang Dikecualikan Dari Gambar
Dikecualikan dari larangan mengambil gambar ini adalah mainan anak-anak atau yang biasa kita sebut boneka yang terbuat dari bulu atau wol dan kain. Dengan dalil hadits Rubayyi bintu Mu’awwidz, beliau berkisah: “Nabi mengirim utusan pada pagi hari ‘Asyura (10 Muharram) ke kampung-kampung Anshar untuk mengumumkan:
مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيَتِمْ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ
Barang siapa berpagi hari (hari ini) dalam keadaan tidak berpuasa hendaklah ia sempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa) dan siapa yang berpagi hari dalam keadaan puasa maka hendaknya ia terus berpuasa. Rubayyi’ berkata: Kami pun puasa pada hari ‘Asyura tersebut dan melatih anak-anak kami untuk puasa. Kami membuatkan untuk mereka mainan boneka dari wol. Bila salah satu dari mereka menangis minta makan, kami memberikan mainan tersebut kepadanya, sampai saatnya berbuka.” (HR. al-Bukhari no. 1859 dan Muslim no. 2725)
Demikian juga kisah ‘Aisyah yang memiliki boneka-boneka dari wol. Termasuk yang dikecualikan juga adalah uang, KTP, paspor, SIM, dan semacamnya maka boleh dikarenakan darurat. (Fatawa Nur ‘Ala Darb libni Baz pertanyaan no. 135 hal. 303)
 
Fatwa ‘Ulama Tentang Boneka
Asy-Syaikh Muhammad bin Saleh al-Utsaimin  pernah ditanya:
Di sana ada berbagai macam boneka yang terbuat dari kapas yang memiliki kepala, dua tangan dan dua kaki. Bahkan ada pula yang menyerupai manusia dengan sempurna. Di antaranya ada yang bisa berbicara, menangis atau berjalan. Maka apa hukum membuat atau membeli boneka tersebut untuk anak-anak perempuan untuk pengajaran dan hiburan bagi mereka?
Beliau menjawab: “Adapun boneka yang tidak sempurna bentuknya menyerupai manusia/makhluk hidup dan hanya berbentuk anggota tubuh dan kepala yang tidak begitu jelas maka tidak diragukan lagi kebolehannya, dan ini termasuk jenis mainan yang dimainkan oleh ‘Aisyah. Adapun bila boneka itu bentuknya detail (seperti Barbie) sangat mirip dengan manusia sehingga seakan kita melihat sosok manusia terlebih jika bisa bergerak atau bersuara maka terjadi keraguan dalam diriku untuk membolehkannya. Karena boneka tersebut menyerupai makhluk Alloh secara sempurna, sedangkan yang dimainkan ‘Aisyah tidaklah demikian bentuknya. Dengan demikian menghindarinya lebih utama. Namun saya juga tidak bisa memastikan keharamannya karena anak kecil itu diberikan keringanan yang tidak diberikan kepada orang dewasa dalam perkara seperti ini. Disebabkan anak kecil itu memang tabiatnya suka bermain, mereka tidak dibebani satu macam ibadahpun. Jika seseorang ingin berhati-hati dalam hal boneka yang seperti ini, maka hendaknya ia lepas kepalanya atau ia lumerkan di atas api kemudian menekannya sehingga hilang bentuk wajahnya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin 329, 2/277-278)