Allah Ta’ala berfirman:
لاَ تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” [QS. Al-Mujaadalah: 22]
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
"Barangsiapa tampak padanya meninggalkan kewajiban atau berbuat kemungkaran secara terang-terangan, maka dia berhak untuk di hajr (boikot) dan tidak perlu diberi salam sebagai bentuk hukuman padanya sampai ia bertaubat." [Majmu' Fatawa: 23/252]
Allah Azza Wajalla berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺮْﻛَﻨُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻇَﻠَﻤُﻮﺍ ﻓَﺘَﻤَﺴَّﻜُﻢُ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (QS. Huud: 113)
Berkata Al-Allamah Al-Qurthubi rahimahullah dalam Al-Jami’ dalam menjelaskan makna ayat tersebut:
“Ayat ini menunjukkan dihajr-nya orang-orang kafir, pelaku maksiat dari kalangan ahli bid’ah dan selain mereka, karena sesungguhnya bersahabat dengan mereka ada kalanya kekufuran atau kemaksiatan, sebab persahabatan itu tidaklah terjalin melain karena kecintaan.”
Allah Azza Wajalla juga berfirman,
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻳْﺖَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺨُﻮﺿُﻮﻥَ ﻓِﻲ ﺁﻳَﺎﺗِﻨَﺎ ﻓَﺄَﻋْﺮِﺽْ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺨُﻮﺿُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺣَﺪِﻳﺚٍ ﻏَﻴْﺮِﻩِ ﻭَﺇِﻣَّﺎ ﻳُﻨْﺴِﻴَﻨَّﻚَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻘْﻌُﺪْ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮَﻯ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡِ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa, maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat.” (QS. Al-An’am: 68)
Berkata Imam Ath-Thabari rahimahullah dalam tafsirnya:
“Dalam ayat ini terdapat dalil yang jelas tentang larangan duduk bersama dengan ahlul bathil dari berbagai jenis, ahli bid’ah, orang fasik, tatkala mereka tenggelam dalam kebatilannya.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu, Ka’ab berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang (kaum muslimin) untuk berbicara dengan kami tiga orang (Ka’ab bin Malik, Murarah bin ar-Rabi’ dan Hilal bin Umayyah) yang tidak berangkat (berperang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perang Tabuk). Maka manusia pun menjauhi kami dan mereka menampakkan perubahan terhadap kami hingga aku merasakan pada diriku bahwa aku tidak tinggal di bumi yang aku ketahui selama ini. Kami merasakan itu selama 50 malam.”
Berkata Imam Ath-Thabari rahimahullah, “Kisah Ka’ab bin Malik merupakan asal dalam menghajr pelaku maksiat.”
Berkata Imam Al-Baghawi rahimahullah dalam Syarhus Sunnah tatkala memberi komentar riwayat ini: “Terdapat dalil menghajr ahli bid’ah selama-lamanya.”
Imam Bukhari menyebutkan bab dalam Shahih-nya dalam kitab Al-Adab, bab: "Apa yang dibolehkan dari menghajr pelaku maksiat." Lalu Beliau menyebutkan potongan hadits Ka’ab. Berkata Al-Hafizh dalam Al-Fath, “Yang diinginkan dari judul bab ini adalah: menjelaskan tentang hajr yang boleh, sebab keumuman larangan hajr dikhususkan terhadap orang yang dihajr tanpa sebab yang syar’i, maka dijelaskan di sini sebab yang membolehkan untuk melakukan hajr, yaitu bagi orang yang melakukan maksiat, maka boleh bagi orang yang mengetahuinya untuk menghajrnya, agar dia terbebas darinya.”
Al-Khatthabi rahimahullah berkata dalam Ma’alim as-Sunan ketika memberi komentar pada kisah Ka’ab radhiallahu anhu: “Padanya terdapat ilmu: bahwa diharamkannya menghajr di antara kaum muslimin lebih dari tiga hari itu berlaku pada sesuatu yang terjadi antara dua orang karena sebab marah, atau kurang dalam menunaikan hak-hak pergaulan atau yang semisalnya, bukan sesuatu yang menyangkut masalah agama, sebab menghajr pengekor hawa nafsu dan bid’ah terus berlaku sepanjang waktu dan zaman, selama tidak nampak dari mereka taubat dan kembali kepada agama.”
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَلَفَ أَنْ لَا يَدْخُلَ عَلَى بَعْضِ أَهْلِهِ شَهْرًا
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersumpah untuk tidak menemui sebagian keluarganya (isteri-isterinya) selama satu bulan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Berkata Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya: “Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menghajr sebagian istrinya 40 hari, Ibnu Umar menghajr anaknya sendiri sampai Beliau meninggal.”
Berkata Al-Allamah Ibnu Muflih rahimahullah dalam Al-Adab Asy-Syar’iyah: “Disunnahkan menghajr pelaku maksiat yang melakukannya dengan terang-terangan baik dengan perbuatan, ucapan atau keyakinannya.” Lalu Beliau menyebutkan pasal: “Tentang menghajr orang kafir, fasiq, ahli bid’ah yang menyeru kepada bid’ahnya yang menyesatkan.”
Imam Baghawi menyatakan, "Telah berlangsung perkara ini (mentahdzir ahlul bid'ah) oleh para shahabat, tabi'in, atba' tabi'in dan para ulama sunnah. Bahwasanya mereka sepakat untuk memusuhi ahlul bid'ah dan menghajr-nya." (Syarhus Sunnah al Baghawi 1/227)
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah:
“Dan di antara obat hati adalah dengan cara MENJAUH dari Ahli Bid'ah, TIDAK MENGUCAP SALAM kepada mereka, serta TIDAK MEMBERIKAN SENYUM kepada mereka.” (Ighatsatul Lahfaan 1/120)
###
Dalil-dalil Dari Amalan Salaf Seputar Permasalahan Hajr
• Dari Said bin Jubair, bahwa kerabat dekat Abdullah bin Mughaffal sedang main ketapel, lantas dia melarang kerabatnya tersebut seraya berkata, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang ini (main ketapel), beliau bersabda: Sesungguhnya itu tidak dapat membunuh hewan buruan dan tidak pula dapat mengalahkan musuh, ia hanya dapat mematahkan gigi dan membutakan mata. Said bin Jubair berkata, Ketika kerabatnya tersebut mengulangi perbuatannya, maka Abdullah bin Mughaffal pun berkata, Aku sampaikan kepadamu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang dari perbuatan ini namun kamu masih mengulanginya lagi, sungguh aku tidak akan mengajakmu berbicara lagi selama-lamanya! [HR. Muslim]
Berkata al-Imam an-Nawawi rahimahullah: Di dalam hadits ini memberikan faedah syariat hajr/boikot kepada ahlul bidah, orang-orang fasiq dan orang-orang yang menyelisihi sunnah dalam keadaan dia mengilmuinya. Boleh menghajr mereka terus-menerus (tanpa ada batasan). Larangan menghajr (saudaranya) lebih dari tiga hari, hanyalah terkait dalam masalah pribadi dan masalah materi duniawi. Adapun menghajr para pelaku kebidahan dan semisal mereka berlaku terus-menerus (tanpa ada batasan). Hadits ini diperkuat dengan hadits kisah Kaab bin Malik dan yang lainnya. [Syarah an-Nawawi: 13/106]
• Dari Salim bin Abdullah, bahwa Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata, Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian ke masjid apabila mereka meminta izin kepadanya. Perawi berkata, Bilal bin Abdullah berkata, Demi Allah, sungguh kami akan melarang mereka. Perawi berkata, Maka Abdullah menghadapnya, lalu mencelanya dengan celaan yang jelek yang aku tidak pernah mendengarnya mencelanya seperti itu sama sekali, seraya dia berkata, Aku mengabarkan kepadamu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tetapi kamu malah (menentang) dengan berkata, Demi Allah, kami akan menghalangi mereka. [HR. Muslim]
Dalam riwayat al-Imam Ahmad: Maka Abdullah tidak mengajaknya bicara (anaknya) hingga beliau meninggal dunia.
Berkata an-Nawawi rahimahullah: Dalam hadits ini terdapat bolehnya mencerca orang yang memprotes sunnah dan melawan sunnah dengan akalnya. Padanya terdapat pula bolehnya bagi orang tua mencerca anaknya, meskipun sudah besar. [Syarah an-Nawawi: 4/162]
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah: Padanya bolehnya mendidik adab anak dengan cara menghajrnya. [Fathul Bari: 2/349]
• Diriwayatkan dari Abdullah bin Masud, suatu ketika beliau mengamati seseorang yang sedang tertawa saat mengiringi jenazah, maka beliau berkata kepada orang tersebut: Kamu tertawa dalam keadaan mengiringi jenazah, sungguh aku tidak akan mengajakmu berbicara selama-lamanya. [Kitabuz Zuhud lil Imam Ahmad hal. 133]
• Dari Qatadah rahimahullah, ia berkata: Ibnu Sirin pernah menceritakan sebuah hadits dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada seseorang, lalu orang tersebut berkata: Si Fulan pernah berkata begini dan begini, maka Ibnu Sirin berkata: Aku menceritakan hadits dari Nabi sallallahu alaihi wasallam kepadamu, terus kamu malah mengatakan telah berkata si Fulan! aku tidak akan berbicara denganmu selama-lamanya. [HR. Ad-Daarimi]
Demikianlah di antara dalil-dalil dari amalan Salaf seputar masalah hajr. Semoga apa yang kami sampaikan dari dalil-dalil Al-Quran, As-Sunnah dan amalan Salaf tentang disyariatkannya hajr/boikot kepada para pelaku kebidahan, kemaksiatan yang terang-terangan, penentang sunnah dan yang semisal dengan mereka, dapat membuka wawasan kita tentang pentingnya permasalahan ini. Wallaahul muwaffiq.
Ditulis oleh Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy
Pelajaran Forum KIS
###
Asy Syaikh Muhammad bin Hady hafizhahullah
Asy Syaikh Muhammad bin Hady hafizhahullah berkata:
السني الحقيقي: هو الذي لا يغضب لشيء من البدع إذا كانت عنده إذا ذكر المبتدع وطعن فيه وحذر منه، السني يفرح بذلك ما يغضب فإذا غضب فاعلم بأنه ليس بسني، بل هو كذاب، وهذا الذي نعيشه نحن اليوم، هؤلاء إخلاصهم يمتحن بهذا الذي ذكرت لكم، فعلماء السنة هذه طريقتهم، وعلماء السلف هذا هو منهجهم، فمن صار عليه فهو السني والسلفي، ومن خالفه فهو الخلفي كائنا من كان
Seorang sunni (pengikut sunnah) yang sebenarnya adalah seorang yang tidak marah jika ada seseorang yang menyebutkan pelaku kebidahan lalu mencelanya dan memperingatkan (manusia) darinya. Seorang sunni seharusnya merasa senang dengan hal tersebut, ia tidak merasa marah. Namun jika ia marah, maka ketahuilah bahwa ia bukan seorang sunni, bahkan ia adalah seorang pendusta. Inilah yang kami berlakukan padanya hingga hari ini. Ketulusan mereka (terhadap manhaj ahlus sunnah) diuji dengan hal ini, yang telah disebutkan pada kalian. Maka inilah jalannya para ulama sunnah, dan inilah jalannya para ulama salaf. Barangsiapa yang berjalan di atasnya maka ia seorang sunni salafi, dan barangsiapa menyelisihinya maka ia seorang khalafi (orang-orang baru) yang muncul, siapapun dia.
فأنا أوصيكم معشر الإخوان بالإخلاص لله تبارك وتعالى، وأن يكون مقصد العبد في جميع أقواله وأفعاله وتصرفاته ومواقفه أن يكون مقصده وجه الله والدار الآخرة، لا لأجل السلامة من أن يتكلم فلان فيه، ولا لأجل أن يحصل شيئا من الدنيا، وإذا علم الله منه ذلك فهو العليم به قبل أن يخلقه، فوالله إن العاقبة له في الدنيا والآخرة
Maka aku menasehatkan kepada kalian wahai para ikhwah, untuk ikhlas kepada Allah Tabaraka wa taala, dan hendaknya sebagai seorang hamba untuk meniatkan segala bentuk ucapan, perbuatan, tindak tanduknya, dan sikapnya, hendaknya ia lakukan dengan niat mengharap wajah Allah dan negeri akhirat. Bukan kerena mengharap keselamatan dari pembicaraan fulan terhadapnya, tidak pula karena mengharapkan sesuatu dari dunia. Apabila Allah mengetahui dari hamba tersebut (kejujuran manhajnya), maka Allah Maha mengetahui terhadapnya sebelum ia diciptakan. Demi Allah, sungguh balasan yang baik baginya di dunia dan di akhirat.
الآن نسمع الهجمة الشرسة القوية على سور الإسلام والسنة الحصين الذي حمي به الإسلام، وأهل الإسلام، حميت به السنة وأهلها، هجوم على هذا الصور لتكسيره هذا الصور العظيم: هو هجران أهل البدع، في هذه الآونة نسمع الكلام الشديد عن هذه المسألة
Sekarang kita mendengar adanya penyerangan yang buruk dan kuat kepada benteng islam dan sunnah yang kokoh, yang dengannya islam dan pengikut islam terjaga, juga dengannya sunnah dan pengikut sunnah terjaga. Ia menyerang kepada benteng ini untuk meremukkannya. Benteng yang kokoh ini adalah HAJR (pemboikotan) terhadap pengikut kebidahan. Pada masa ini kita mendengar ucapan (penentangan) yang keras terhadap permasalahan ini.
وللأسف ممن ينتسب إلى السنة بعضهم يقول اليوم لا يمكن أن يطبق الهجر، إذا متى؟ يوم ينفخ في الصور؟
Dan yang lebih menyedihkan lagi, ucapan ini keluar dari orang-orang yang menisbatkan kepada sunnah. ia mengatakan bahwa tidak mungkin kita menerapkan HAJR pada hari ini. Jika demikian kapan (akan diterapkan)? Apakah harus menunggu sampai ditiupnya sangkakala?
متى يطبق الهجر؟ إذا نفخ في الصور هذا كلام باطل
Kapan HAJR diterapkan? Jika telah ditiup sangkakala. Maka ini adalah ucapan yang batil.
وآخر وهو يتلبس بالسنة ويتظاهر بها، يُنكر أن يكون الهجر فوق ثلاث لأهل الأهواء في السنة، أو في دين الإسلام ينكر ذلك، يقول: ما يهجر المبتدع فوق ثلاث لجهله أو لهواه
Sebagian yang lain ada yang berpakaian dengan sunnah dan menampakkan dengannya, tetapi ia mengingkari hajr lebih dari tiga hari kepada pengikut hawa nafsu dalam perkara sunnah maupun agama islam, ia mengingkarinya. Ia mengatakan tidak akan meng-hajr pelaku kebidahan lebih dari tiga hari, hal ini disebabkan karena kebodohannya maupun karena hawa nafsu.
وأما اليوم أنا أقول: لهواه. كنت قبل ذلك لجهله، لكنه بعد أن عرف وأوقف على إجماع أهل السنة في هذه المسأله أجمعوا على هجر أهل البدع والأهواء حتى يتوبوا وبقي على هذا لقول هذا هوى
Adapun pada hari ini aku katakan: karena hawa nafsunya. Sebelumnya aku katakan karena kebodohannya, tetapi setelah datang pengetahuan dan pemahaman bahwa ahlus sunnah telah bersepakat pada permasalahan ini, yaitu mereka telah bersepakat atas hajr kepada pengikut kebidahan dan hawa nafsu hingga mereka bertaubat, maka yang tersisa dari ucapan semisal ini hanyalah hawa nafsu belaka.
والمؤسف ليس هو هذا، المؤسف من يوجد يدافع عنه، وليته إذ دافعه هؤلاء المدافعون عن هذا الدعي سلم منهم أهل السنة، بل ذهبوا يطعنون في أهل السنة، فيا محنة الإسلام والسنة ويا غربة أهل السنة بين هؤلاء والله الموعد
Yang menyusahkan bukanlah orang yang demikian keadaannya, tetapi yang menyusahkan adalah orang yang memaksa untuk membelanya (KEBIDAHAN dan pelakunya). Sekiranya orang-orang yang membela ini jika membela dai tersebut selamat darinya para pengikut sunnah, akan tetapi mereka justru pergi untuk mencela para pengikut sunnah. Duhai bencana bagi islam dan sunnah, duhai asingnya pengikut sunnah di antara mereka ini, dan hanya kepada Allah tempat meminta janji.
هذا البلاء الذي نزل في الآونة الأخيرة بالسلفيين، ما هَمنا لو تكلم فيه البدعي ما ضرنا ذلك، لكن كونه يتكلم فيه من ينتسب إلى السنة فينسفه نسفا هذا الذي أصبح ضررا على أهل السنة وأبناء السنة
Cobaan ini yang turun di akhir zaman kepada salafiyyin, tidaklah menyusahkan kami. Meskipun pengikut kebidahan berbicara pada permasalahan hajr ini, hal itu tidaklah memadharatkan kami. Tetapi yang terjadi adalah orang yang menisbatkan kepada sunnah yang berbicara pada permasalahan ini, lalu ia justru merobohkannya hingga benar-benar roboh. Inilah yang menjadi madharat bagi pengikut sunnah dan anak-anak para pengikut sunnah.
إن البعد عن أهل الأهواء لا يكفي فيه مجرد البعد بل لا بد مع البغض أيضا لأهل الأهواء
Sesungguhnya menjauh dari pengikut hawa nafsu tidaklah cukup hanya sekedar menjauhinya (secara dzahir saja), bahkan semestinya diiringi dengan rasa benci terhadap pengikut hawa nafsu.
بوّب أبو داود رحمه الله في كتاب، في كتاب السنةِ منه باباً فقال: باب هجر أهل الأهواء وبغضهم، ثم ساق تحته الأحاديث: أوثق عرى الإيمان ونحوه
Abu Dawud -rahimahullah- telah membuat sebuah bab di dalam “Kitabus Sunnah”. Beliau berkata: “Bab hajr terhadap pengikut hawa nafsu dan kebencian pada mereka”, kemudian menyebutkan di bawahnya beberapa hadits yang mengokohkan sisi keimanan dan yang semisalnya.
فالهجر الحقيقي الكامل مع البعد لا بد أن يكون بالقلب، فإن المرء قد يبتدع من المبتدع خوفا على مصلحة دنيوية وإلا قلبه معه
Maka hajr yang benar dan yang sempurna di samping menjauh secara dzahir juga disertai dengan menjauhnya hati (membenci ahlul bidah). Karena terkadang seorang yang berbuat bidah dari kalangan pengikut kebidahan, hanyalah didasari rasa takut akan kemaslahatan duniawiyah. Kalaupun tidak berarti hatinya telah bersamanya (ridho terhadap kebidahan tersebut).
والدليل على ذلك أنه أول ما تسمح له الفرصة تجده مع المبتدع رجع إليه، فهذا كذاب وقد كشفه الله، فإذاً لا بد مع البعد والهجر لا بد من البغض له، وبهذا الهجر والبعد والبغض لأهل البدع حُمية السنة وحُمي أهل السنة
Dalil yang menunjukkan akan hal ini bahwasannya ia adalah orang yang pertama kali memberi kesempatan pada pengikut kebidahan, engkau mendapatinya bersama pelaku kebidahan dan kembali kepadanya. Maka ini adalah kedustaan, dan sungguh Allah telah menyingkapnya. Jika demikian, semestinya bersamaan dengan menjauhi dan meng-hajr juga disertai dengan rasa benci kepadanya. Dengan meng-hajr, menjauhi, dan benci kepada pengikut kebidahan inilah, sunnah dan pengikut sunnah akan terjaga.
والآن نسمع أن الهجر لا يمكن أن يطبق اليوم. وآخر يقول: ما يوجد مبتدع يهجرون كما وجد في العهد الأول في عصر السلف
Tetapi sekarang kita mendengar bahwa hajr tidak mungkin diterapkan pada hari ini, sebagian yang lain mengatakan bahwa pada hari ini tidak didapati orang yang berbuat bidah sebagaimana didapati pada masa awal, yaitu pada zaman salaf.
وثالث يقول: الهجر إذا كان فيه مصلحة للمهجور فنعم وإلاّ فلا
Dan yang ketiga mengatakan bahwa hajr, jika padanya terdapat maslahat terhadap orang yang di-hajr maka iya (ia di-hajr), jika tidak maka tidak di-hajr.
يعني كأن إنما نريد الرجل الذي هجرناه أما مصلحتنا نحن الحفاظ على أبنائنا، على أبناء السنة والطريقة السلفية وزجرهم عن مخالطة المبتدع فلا يضلون بسببه، هذا باب آخر لا يلتفت إليه، وهذا إما منشأه الجهل وإما منشأه الهوى أو كلاهما. فيا معشر الإخوان احذروا هذا، واحذروا من يقول هذا القول، واقرؤوا في كتب أئمة السنة لله الحمد هي بين أيدينا، مسندة موجودة وهذه السنة لأحمد ولعبد الله بن أحمد، والسنة لابن أبي عاصم، والشريعة للآجوري، وشرح أصول الاعتقاد لللالكائي، والإبانة لابن بطة، وغيرها من كتب سنن العقائد
Yakni, seakan-akan yang kami inginkan hanyalah meng-hajr seseorang saja. Adapun bagi kami maslahatnya adalah kami telah menjaga anak-anak kami, anak-anak pengikut sunnah, dan menjaga jalannya para salaf, serta menghalangi mereka dari kontaminasi pelaku kebidahan sehingga mereka tidak tersesat dengan sebab hal tersebut. Ini adalah bab yang lain, bukan berpaling kepadanya. Dan perkataan tersebut bisa jadi bersumber dari kebodohan, bisa jadi bersumber dari hawa nafsu, atau bahkan dari keduanya. Maka wahai para ikhwah, berhati-hatilah dari hal ini, hati-hatilah dari orang yang mengatakan perkataan ini. Bacalah kitab-kitab para imam sunnah, segala puji bagi Allah kitab-kitab ini ada di tangan kita. Berbagai musnad tersedia, di antaranya as-Sunnah karya Imam Ahmad dan karya Abdullah bin Ahmad, as-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim, asy-Syariah karya al-Ajurri, Syarh Ushul Itiqad karya al-Lalikai, al-Ibanah karya Ibnu Baththah, dan yang selainnya dari kitab-kitab sunan tentang permasalahan aqaid (keyakinan).
Sumber:
bayenahsalaf .com/vb/showthread .php?t=5388
Alihbahasa: Syabab Forum Salafy
###
Asy Syaikh Ubaid bin Abdillah al Jabiry hafizhahullah
Pertanyaan:
السؤال بارك الله فيكم السؤال الثالث عشر، يقول: ما هو ضابط الولاء والبراء مع أهل البدع؟
Pertanyaan ketiga belas: Bagaimana ketentuan wala (loyalitas) dan baro (kebencian) terhadap ahli bidah?
Jawaban:
أهل البدع يختلفون؛
Ahli bidah berbeda-beda keadaannya:
فمنهم الداعية إلى بدعته الجَلْد؛ فهذا له حالتان
1. Ahli bidah yang berperan sebagai dai yang mengajak kepada kebidahannya. Maka ini memiliki dua keadaan:
إحداهما: أن تكون قوة الشوكة والصولة والكِفَّة الراجحة لأهل السنة فإنهم يغلظون القول فيهم ويهجرونهم ولا كرامة عين
- Ahli Sunnah memiliki kekuatan dan kemampuan yang lebih dominan. Maka mereka harus bersikap keras dan tegas di dalam membantah mereka serta memboikot mereka. Tidak ada penghormatan bagi ahli bidah.
أما إذا كانت المسألة عكسية فالصَوْلة والجولة والكفة وقوة الشوكة للمبتدعة فيكتفي أهل السنة برد البدع ولا يهجرون، نعم لك أن تهجره هجرًا وقائيًا في هذا الحال فلا تزوره ولا تستزيره وإذا لقيته مع ناس سَلّم عليه نعم وحتى لو لم تلقه مع ناس وكنت تخشى سطوته سَلِّم عليه ثم اذهب، وإذا مدّ يده إليك صافحه، وإذا دخلت وهو في المجلس صافحه ضمن الآخرين
- Adapun jika keadaan sebaliknya, yaitu ahli bidah yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yang lebih dominan, maka cukup bagi mereka dengan membantah ahli bidah dan tidak memboikot.
Ya, boleh bagi anda untuk memboikotnya secara defensif pada keadaan seperti ini, yaitu jangan kamu mengunjungi dia dan jangan kamu mengundang dia ke rumahmu, namun jika kamu berjumpa dengannya di tengah banyak orang, maka beri salam dia dan walaupun tidak ada orang lain tapi kamu takut dengan kekuatannya, maka boleh kamu salami dia kemudian pergi. Dan jika mengulurkan tangannya maka salami dia, dan jika kamu masuk kesebuah majlis, dan dia ada di situ, maka salami dia bersama orang yang lain.
الثاني: غير الداعية، بدعته في نفسه، فهذا أخف
2. Ahli bidah yang bukan dai dan dia hanya melakukan bidah pada dirinya sendiri.
Maka ini keadaannya lebih ringan.
الصنف الثاني من أهل البِدع، البِدع المُكفّرة: مثل وحدة الوجود والحلول والرَّفض، وأهل الباطنية، فهؤلاء يُهجَرون ولا كرامة عين، ولو أَدَّى الأمر أَنَّك تخرج من قريتك، أو تُصَلِّي في بيتك يكفي، لابد من هجرهم، نعم إن كنت تطمع في نصيحتهم، تقوى على أمرهم بالمعروف والنهي عن المُنكر، وقدرت على إقام الحُجّة فأقم عليه الحُجَّة، لعلَّ الله يهدي بك ضالًّا ويكون لك كما قال صلّى الله عليه وسلّم: مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ اتَّبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
Adapun jenis kedua dari ahli bidah, yaitu yang kebidahannya sampai pada tingkat kekufuran, seperti wihdatul wujud (keyakinan bahwa Allah menyatu dengan makhluknya), Syiah rafidhah, Batiniyah, maka mereka ini diboikot secara total dan tidak ada penghormatan baginya, walaupun anda harus meninggalkan lingkungan anda, atau anda sholat di rumah, maka sudah cukup, harus memboikot mereka.
Tapi kalau anda bertekad untuk menasehati mereka dan anda punya kemampuan untuk amar maruf nahi mungkar kepada mereka, serta mampu menegakkan hujjah kepada mereka, maka lakukanlah, mungkin saja Allah memberi hidayah kepada mereka melalui anda, sehingga anda mendapatkan janji yang disebutkan dalam hadits:
Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang beramal tersebut dengan tanpa mengurangi pahala dia sedikitpun.
Sumber:
ar .miraath .net/fatwah/11420
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Forum Salafy Indonesia
###
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله
Seorang penanya berkata:
كيف يكون التعامل مع الباطنيين وأهل البدع الذين خالطونا في البلاد، إذا كانوا طلاباً أو مدرسين، وإذا كانوا أطباء أو مرضى، وإذا كانوا زملاء في العمل؟
“Bagaimana berinteraksi dengan penganut aliran kebatinan dan ahli bid’ah yang bercampur baur dengan kami di negeri kami, jika mereka adalah para penuntut ilmu atau pengajar, para dokter dan orang sakit, serta mereka adalah rekan kerja?”
Jawab:
من أعلن بدعته وجب هجره، من أعلن بدعته من الغلو في أهل البيت، في علي وفاطمة وأهل البيت، والغلو في الصحابة هذا يهجر؛ لأن عبادة أهل البيت، وغلو في الصحابة بعبادتهم من دون الله كفر وردة عن الإسلام، فمن أظهر بدعته يهجر ولا يوالى، ولا يسلم عليه ولا يستحق أن يكون معلماً ولا غيره، فلا يؤمن جانبه، ومن لم يظهر بدعته ولم يبين شيئاً، وأظهر الإسلام مع المسلمين، يعامل معاملة المسلمين، كما قال صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: لما سئل أي الإسلام أفضل؟ قال: أن تطعم الطعام وتقرئ السلام على من عرفت ومن لم تعرف؛ من أظهر الإسلام فهو أخونا نسلم عليه، ونرد عليه السلام، فمن أظهر الشرك والبدعة، فليس أخانا إن كان مشركاً؛ لأنه كفر، وإن كانت بدعة استحق الهجر عليها حتى يدعها، حتى ينقاد إلى الحق
Siapa saja yang menampakkan kebid’ahannya, wajib untuk dihajr (ditinggalkan). Siapa saja yang menampakkan kebid’ahannya seperti sikap ghulu (berlebihan) terhadap Ali, Fathimah, dan ahli bait, serta ghulu terhadap shahabat, orang ini harus ditinggalkan. Karena ibadah ahli bait, ghulu terhadap shahabat dengan cara beribadah kepada mereka selain Allah adalah kekufuran dan kemurtadan (mengeluarkan) dari agama Islam.
Maka siapa saja yang menampakkan kebid’ahannya, harus dihajr dan tidak boleh loyal kepadanya, tidak diberi ucapan salam, tidak berhak untuk menjadi pengajar, tidak pula (tugas) yang lainnya. Dia tidak bisa dipercaya.
Dan siapa saja yang tidak menampakkan kebid’ahannya dan tidak memperlihatkan sedikitpun, serta menampakkan keislaman bersama dengan kaum muslimin, dia diperlakukan sebagaimana perlakuan terhadap kaum muslimin. Sebagaimana apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hadits yang shahih, ketika beliau ditanya, “Islam apakah yang paling utama?” Beliau menjawab,
أن تطعم الطعام وتقرئ السلام على من عرفت ومن لم تعرف
“Anda memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang Anda kenal dan tidak Anda kenal.” (Dikeluarkan oleh al-Bukhari pada kitab al-Iman, bab Ith’amith Tha’am Minal Islam, nomor 12)
Siapa saja yang menampakkan keislaman, dia adalah saudara kita, kita mengucapkan salam kepadanya, serta kita membalas salamnya.
Siapa saja yang menampakkan kesyirikan dan kebid’ahan, dia bukan saudara kita jika dia musyrik, karena dia kafir.
Jika itu adalah bid’ah, dia layak untuk dihajr karena kebid’ahan tersebut hingga dia meninggalkan kebid’ahan itu dan tunduk kepada kebenaran.
وهكذا من أظهر المعاصي، كالزنى وشرب الخمر يستحق أن يهجر، وإن كان مسلماً يستحق أن يهجر حتى يتوب إلى الله من شرب الخمر، ومن إظهار ما أظهر من المنكرات
Demikian juga, orang yang menampakkan kemaksiatan seperti zina dan minum khamr, layak untuk dihajr. Jika dia seorang muslim, dia layak untuk dihajr hingga bertaubat kepada Allah dari minum khamr dan dari kemungkaran-kemungkaran yang dia tampakkan.
فإذا كان دخل البلاد بأمان أو عهد، لا بأس أن يعطى العلاج وينصح ويعلم، يدعى إلى الله جل وعلا، أما إن كان حربياً فلا، لا يعطى العلاج، بل يقتل الحربي وهو فيمن يقاتل، والمبتدعة كذلك ما داموا بأمان عندنا، لو عولجوا في المستشفيات وأعطوا الدواء ما داموا تحت الأمان فلا بأس، حتى يقام عليهم حق الله
Jika memasuki suatu negeri dengan jaminan keamanan atau suatu perjanjian, tidak mengapa untuk diberi pengobatan, dinasehati, diajari, dan diajak untuk kembali kepada Allah Jalla Wa’ala.
Adapun jika dia adalah kafir harbi (yang memerangi umat Islam), maka dia tidak (mendapat hak tersebut), tidak diobati. Bahkan orang kafir harbi itu dibunuh, dia adalah orang yang diperintahkan untuk diperangi.
Demikian juga, para ahli bid’ah, selama mereka mendapat jaminan keamanan di sisi kita, seandainya diobati di beberapa rumah sakit dan diberi obat, selama berada di bawah jaminan keamanan, hak tersebut tidak mengapa (diberikan), sampai ditegakkan hak Allah atas mereka.
Sumber:
www .binbaz .org .sa/node/4088
Alih bahasa: Ustadz Abu Bakar Jombang hafizhahullah