Tidak berteman dengan orang yang sesat
“Lalu sebagian mereka (penghuni surga) menghadap sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka, ‘Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) memiliki seorang teman. Temanku itu pernah berkata, ‘Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang yang membenarkan hari berbangkit? Apakah bila kita telah meninggal dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, kita benar-benar akan dibangkitkan untuk diberi pembalasan.’
Berkata pulalah ia, ‘Maukah kalian meninjau temanku itu?’ Maka ia meninjaunya, ternyata ia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala.
Ia pun berucap, ‘Demi Allah! Sungguh kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidak karena nikmat Rabbku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret ke neraka.’” (Ash-Shaffat: 50-57)
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (al-A’raaf: 199)
Tatkala Abu Thalib menjelang wafatnya, datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau dapati di sisi pamannya ada Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah ibnil Mughirah. Berkatalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah.’ Namun kata dua teman Abu Thalib kepadanya, ‘Apakah engkau benci dengan agama Abdul Muththalib?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus meminta pamannya mengucapkan kalimat tauhid. Namun dua teman Abu Thalib terus pula mengulangi ucapan mereka, hingga pada akhirnya Abu Thalib tetap memilih agama nenek moyangnya dan enggan mengucapkan Laa ilaaha illallah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Selektif dalam memilih teman dekat
“Seseorang itu menurut agama teman dekat/sahabatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia bersahabat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 927)
Hanya duduk (bermajelis) bersama orang-orang yang senantiasa berzikir mengingat Allah
“Tidak ada satu kaum pun yang bangkit dari sebuah majelis yang mereka tidak berzikir kepada Allah ta’ala dalam majelis tersebut melainkan mereka bangkit dari semisal bangkai keledai-keledai dan majelis tersebut akan menjadi penyesalan bagi mereka.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 77)