Cari Blog Ini

Jumat, 31 Oktober 2014

Tentang MEMULIAKAN TAMU

Abu Hurairah radhiyallahu anhu menyampaikan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﻟِﻴَﺼْﻤُﺖْ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺟَﺎﺭَﻩُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺿَﻴْﻔَﻪُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau ia diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tamu adalah orang yang singgah di tempat Anda. Misalnya, ada seorang musafir mampir di rumah Anda, ini adalah tamu yang wajib dimuliakan.

Al Imam Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan:
“Makna hadits tersebut adalah bahwa barangsiapa yang berupaya untuk menjalankan syari’at Islam, maka wajib bagi dia untuk memuliakan tetangga dan tamunya, serta berbuat baik kepada keduanya.”

Al Imam An Nawawi berkata:
“Menjamu dan memuliakan tamu adalah termasuk adab dalam Islam dan merupakan akhlak para nabi dan orang-orang shalih.” (Syarh Shahih Muslim)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya bagi pengunjungmu mempunyai hak atasmu.” (HR. Al-Bukhari no. 1873 dan Muslim no. 1157 dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu anhuma)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, ”Tidak ada kebaikan bagi orang-orang yang tidak menjamu tamu.” (HR. Ahmad no. 17455 dari Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu, dishahikan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 7492 dan Ash-Shahihah no. 2434)

Abdurrauf Al-Manawi rahimahullah berkata, ”Maksudnya bagi siapa saja yang tidak menjamu tamu yang bertamu kepadanya jika dia mampu untuk menjamunya.” (Faidhul Qadhir Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir 6/552 no. 9883)

Rasulullah bersabda:
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻵﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺿَﻴْﻔَﻪُ ﺟَﺎﺋِﺰَﺗَﻪُ . ﻗَﺎﻟُﻮﺍ: ﻭَﻣَﺎ ﺟَﺎﺋِﺰَﺗُﻪُ ﻳَﺎﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﻳَﻮْﻡٌ ﻭَﻟَﻴْﻠَﺘُﻪُ ﻭَﺍﻟﻀِّﻴَﺎﻓَﺔُ ﺛَﻼَﺛَﺔُ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓَﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻭَﺭَﺍﺀَ ﺫَﺍﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya yaitu jaizah-nya." Para shahabat bertanya, "Apa yang dimaksud dengan jaizah itu?" Rasulullah menjawab, "Jaizah itu adalah menjamu satu hari satu malam (dengan jamuan yang lebih istimewa dibanding hari yang setelahnya). Sedangkan penjamuan itu adalah tiga hari adapun selebihnya adalah shadaqah.” (Al Bukhari no. 6135 dan Muslim no. 1726 dari Abu Syuraih)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa pada sehari semalam pertama, dihidangkan makanan dan minuman yang kadarnya (kualitasnya) lebih dari kebiasaan yang kita makan, kemudian 2 hari berikutnya hidangannya adalah hidangan yang sesuai dengan kebiasaan. (Syarh Sunan Abi Dawud 19/479)

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, memuliakannya sehari semalam, dan menjamu tamu adalah tiga hari, adapun setelah itu, maka itu adalah shadaqah. Maka tidak dihalalkan baginya untuk bertamu kepadanya sehingga menyakitinya." (HR. Al-Bukhari no. 6019 dan Muslim no. 14 dari Abu Syuraih)
Dalam riwayat lain, para shahabat berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana menyakitinya?" Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, ”Sang tamu tinggal bersamanya, sedangkan ia tidak punya apa-apa untuk menjamu tamunya.” (HR. Muslim no. 4611)

Sulaiman berkata:
ﻧَﻬَﺎﻧَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻥْ ﻧَﺘَﻜَﻠَّﻒَ ﻟِﻠﻀَّﻴْﻒِ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪَﻧَﺎ
“Rasulullah melarang kami memberat-beratkan diri dalam menjamu tamu dari sesuatu yang di luar kemampuan.” (HR. Al Bukhari, Ahmad dan lainnya)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Malam bertamu adalah suatu kewajiban (untuk memuliakannya), maka barangsiapa di waktu pagi ia (tamu) berada di halaman rumahnya, maka itu adalah hutang; jika mau ia boleh menjamu dan jika tidak maka ia boleh membiarkannya.” (HR. Ahmad 4/130 dan Abu Dawud no. 3750 dari Al-Miqdam bin Ma’di Karib radhiyallahu anhu dengan isnad yang shahih)

Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu berkata:
Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda mengutus kami, lalu kami singgah di suatu kaum, namun mereka tidak menjamu kami." Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Jika kalian singgah di suatu kaum, lalu mereka melayani kalian sebagaimana layaknya seorang tamu, maka terimalah layanan mereka. Jika mereka tidak melayani kalian, maka kalian boleh mengambil dari mereka hak tamu yang layak bagi mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 2461 dan Muslim no. 1727)

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:
Ketika utusan Abdul Qais datang menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bertanya kepada mereka, “Kaum manakah ini atau utusan siapakah ini?" Mereka menjawab, “Rabi’ah!” Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Selamat datang wahai para utusan dengan tanpa kehinaan dan tanpa penyesalan.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata:
Pada suatu hari atau suatu malam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pergi keluar rumah, tiba-tiba beliau bertemu dengan Abu Bakar dan Umar. Lalu beliau bertanya, “Mengapa kalian keluar-rumah malam-malam begini?” Mereka menjawab, "Kami lapar, wahai Rasulullah!" Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, aku juga keluar karena lapar seperti kalian. Marilah!” Mereka pergi mengikuti beliau ke rumah shahabat Anshar (Abu Haitsam bin At-Taihan). Namun sayang dia sedang tidak di rumah. Tetapi tatkala istrinya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang, dia mengucapkan, “Marhaban wa Ahlan (selamat datang).” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Kemana si Fulan (Abu Haitsam)?” Isterinya menjawab, "Dia sedang mengambil air tawar untuk kami." Tiba-tiba datanglah orang anshar tersebut dan melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam beserta dua sahabat beliau, maka dia berkata, "Alhamdulillah, tidak ada seorangpun kedatangan tamu yang lebih mulia hari ini dariku." Lalu dia mengambil setandan kurma, di antaranya ada yang masih muda, yang mulai masak, dan yang sudah masak betul. Katanya, "Silakan dimakan ini." Sambil dia mengambil pisau. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah engkau sembelih yang sedang menyusui." Maka dipotongnya seekor kambing, lalu mereka makan kambing, makan kurma setandan, dan minum. Setelah semuanya kenyang dan puas makan dan minum, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, "Demi Dzat yang jiwaku berada dalam Tangan-Nya, kalian akan ditanya pada hari kiamat tentang nikmat yang kalian peroleh ini. Kalian keluar dari rumah karena lapar dan tidak pulang sampai kalian memperoleh kenikmatan ini." (HR. Muslim no. 2030)

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata:
Datang seseorang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian dia berkata, “Sesungguhnya aku orang yang fakir (dan dalam kesulitan hidup).” Maka beliau Shallallahu alaihi wa sallam mengutus utusan kepada sebagian istri beliau, maka istri beliau menjawab, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, saya tidak memiliki kecuali air minum.” Kemudian beliau mengutus ke istri yang lainnya, maka istri tersebut menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga istri-istri beliau semuanya menjawab dengan jawaban yang sama, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, saya tidak memiliki kecuali air minum.” Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Siapa yang akan menjamu tamu ini?” Maka ada seorang Anshar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Dia lalu berangkat bersama dengan tamu tersebut ke rumahnya. Kemudian dia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasulullah ini!” Dalam riwayat yang lain dia berkata kepada istrinya, “Apakah kamu memiliki sesuatu?” Istrinya menjawab, “Tidak, kecuali makan malam anak-anak kita.” Dia berkata, “Beri mereka (anak-anak) sesuatu yang membuat mereka lupa. Apabila mereka ingin makan malam, tidurkanlah mereka. Dan apabila tamu kita telah masuk, matikan pelita dan tampakkanlah bahwa kita telah makan!” Kemudian anak-anak mereka tidur dan tamu tersebut makan, sehingga suami istri tersebut tidur dalam keadaan lapar. Maka tatkala masuk pagi hari, dia datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian beliau bersabda, “Sungguh-sungguh Allah Subhanahu wata’ala takjub dengan perbuatan kalian terhadap tamu tersebut tadi malam.” (Riyadhus Shalihin 569)

Abu Mas’ud Al Anshari berkata:
Ada seorang laki-laki Anshar bernama Abu Syu’aib, dia mempunyai seorang pelayan tukang daging. Pada suatu hari Abu Syu’aib melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dia tahu dari wajah beliau bahwa beliau sedang lapar, maka Abu Syu’aib berkata kepada pelayannya, ”Celakalah kamu! Siapkanlah hidangan untuk kami, untuk lima orang, aku hendak mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta lainnya sebanyak lima orang." Setelah hidangan tersedia, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun tiba beserta orang lainnya sebanyak lima orang dan seorang lagi mengikuti mereka. Ketika sampai di pintu Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, ”Sesungguhnya lelaki ini mengikuti kami, jika kamu menghendaki, kamu izinkan dia turut makan, dan jika kamu menghendaki, dia akan kembali." Abu Syu’aib berkata, ”Jangan, bahkan aku izinkan baginya wahai Rasulullah!" (HR. Al-Bukhari no. 5434, dan Muslim no. 2036)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika diberi jamuan dan diminta doa untuk penjamunya beliau berdoa:
‏ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻬُﻢْ ﻓِﻰ ﻣَﺎ ﺭَﺯَﻗْﺘَﻬُﻢْ ﻭَﺍﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻭَﺍﺭْﺣَﻤْﻬُﻢْ
“Ya Allah berikanlah keberkahan untuk mereka pada rizqi yang telah Engkau berikan kepada mereka, dan berikanlah ampunan dan rahmat untuk mereka.” (HR. Muslim no. 5449 dari hadits Abdullah Ibnu Busr radhiyallahu anhu)

Tentang KARTU PELANGGAN, DAN MEMBERIKAN DISKON ATAU POIN YANG BISA DITUKAR DENGAN HADIAH KARENA MEMILIKI KARTU PELANGGAN

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan: Sebagian supermarket memiliki kartu yang diberikan kepada pelanggan, ketika berbelanja Anda akan diberi poin sesuai nilai barang yang Anda beli, dari sana poin-poin tersebut akan diganti dengan barang yang mereka tentukan, dan dengan kartu ini Anda bisa mendapatkan harga diskon?

Jawaban:
Ini semua termasuk perjudian sehingga tidak boleh. Jika seorang pelanggan membutuhkan barang hendaklah dia pergi ke pasar. Tinggalkan cara-cara buruk semacam ini, yaitu membeli barang dengan iming-iming siapa yang cepat atau beruntung maka dia akan mendapat hadiah. Tinggalkan, karena itu merupakan perjudian.
Konsumen akan membeli ke mereka dan tidak mau membeli ke selain mereka. Jadi mereka memalingkan manusia dari tempat belanja yang lain, sehingga mereka merugikan orang lain. Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang mencegat orang-orang yang ingin menjual barangnya sebelum sampai ke pasar. Beliau juga melarang orang kota menjualkan barang orang desa. Hal itu bertujuan agar keuntungan bisa didapatkan oleh semua orang yang ada di pasar dan tidak ada seorang pun memiliki kelebihan atas orang lain. Misalnya dengan engkau memberikan berbagai hadiah agar manusia hanya membeli kepadamu dan engkau menyebabkan pembeli tidak mau belanja ke orang lain.
Kemudian barang yang diterima oleh pembeli semacam ini tidak boleh hukumnya, karena itu didapatkan tanpa mengeluarkan apapun. Dia mendapatkannya hanya sebagai imbalan dari kartu tadi yang tujuannya untuk mengarahkan manusia agar berbelanja ke toko mereka atau tempat jualan mereka serta merugikan penjual yang lain. Tidak boleh merugikan orang lain sebagaimana tidak boleh merugikan diri sendiri. Yang semacam ini tidak boleh.

Sumber audio: albaidha[dot]net

Alih Bahasa: Abu Almass