Cari Blog Ini

Rabu, 15 Oktober 2014

Tentang SUNAH SEPUTAR SHALAT JENAZAH

1. Melaksanakannya secara berjamaah.

2. Memperbanyak jamaah shalat.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada satu mayat pun yang dishalati oleh suatu umat dari kaum muslimin yang mencapai jumlah 100 orang, di mana mereka memberikan syafaat kepada si mayat, melainkan mayat tersebut disyafaati.” (HR. Muslim no. 2195)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada seorang muslimpun yang meninggal, lalu 40 orang yang tidak berbuat syirik terhadap Allah sedikit pun menshalati jenazahnya, melainkan Allah memberikan syafaat mereka itu terhadapnya.” (HR. Muslim no. 2196)

3. Makmum membentuk tiga shaf atau lebih.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal lalu ia dishalati oleh tiga shaf kaum muslimin melainkan ia diampuni.” (HR. Abu Dawud no. 3166)

Abu Umamah radhiallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah shalat jenazah bersama tujuh orang, maka beliau menjadikan tiga orang berada dalam satu shaf, dua orang yang lain dalam satu shaf dan dua orang yang tersisa dalam satu shaf.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir 7785 dan Al-Haitsami dalam Al-Majma’ 3/432)

4. Melaksanakannya di mushalla (lapangan tempat shalat), di tempat yang memang khusus disiapkan untuk shalat jenazah. Namun jika melaksanakannya di masjid maka tidak mengapa.

Ibnu Umar radhiallahu anhuma berkata, "Orang-orang Yahudi mendatangkan seorang pria dan wanita yang berzina kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar keduanya dirajam di tempat yang dekat untuk meletakkan jenazah di samping masjid." (HR. Bukhari)

Muhammad bin Abdillah bin Jahsyin berkata, "Kami dulu biasa duduk-duduk di halaman masjid yaitu tempat di mana diletakkan jenazah." (HR. Ahmad dan al-Hakim)

Jabir radhiallahu anhu berkata, "Dan kami meletakkan jenazah itu untuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (shalati) di tempat peletakan jenazah di sisi Maqam Jibril." (HR. al-Hakim)

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, "Lalu beliau shallallahu alaihi wasallam keluar ke mushalla dan menyusun shaf para shahabat lalu bertakbir sebanyak empat kali." (HR. Bukhari dan Muslim)

Aisyah radhiallahu anha berkata, "Tatkala Sa'ad bin Abi Waqqash meninggal dunia, para istri Nabi shallallahu alaihi wasallam menyuruh agar jenazahnya dibawa ke masjid sehingga mereka (para istri Nabi shallallahu alaihi wasallam) dapat menshalatinya. Kemudian sampailah
informasi kepada mereka (para istri
Nabi shallallahu alaihi wasallam) bahwa orang-orang mengecam kejadian tersebut dan mereka berkata: "Ini adalah bid'ah. Sebelumnya tidak pernah jenazah dimasukkan ke dalam masjid." Sikap mereka sampai kepada 'Aisyah, lalu ia berkata, "Betapa tergesa-gesanya mereka mencela kami karena kami memasukkan jenazah ke dalam masjid. Tidaklah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menshalati Suhail bin Baidha' kecuali di ruang dalam masjid." (HR. Muslim. Tambahan: "Ini adalah bid'ah" ada pada riwayat Baihaqi)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa menshalatkan jenazah di masjid maka tidak mengapa." (Lihat ash-Shahihah no. 2352)

5. Bila jenazahnya lelaki, imam berdiri di belakangnya pada posisi kepala. Adapun jika jenazahnya wanita maka imam berdiri pada posisi tengahnya.

Samurah bin Jundab radhiallahu anhu berkata, “Aku pernah menjadi makmum di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika menshalati seorang wanita bernama Ummu Ka’ab yang meninggal karena melahirkan. Nabi shallallahu alaihi wasallam berdiri pada posisi tengah jenazah dan beliau bertakbir empat kali.” (HR. Al-Bukhari no. 1332 dan Muslim no. 2232)

Abu Ghalib Al-Khayyath rahimahullah berkisah:
Aku pernah menyaksikan Anas bin Malik radhiallahu anhu menshalati jenazah seorang lelaki, ia berdiri di bagian yang bersisian dengan kepala jenazah. Ketika jenazah tersebut telah diangkat, didatangkan jenazah seorang wanita dari Anshar, maka dikatakan kepada Anas, "Wahai Abu Hamzah, tolong shalatilah." Anas pun menshalatinya dan ia berdiri pada posisi tengah jenazah. Di antara kami ketika itu ada Al-’Ala` bin Ziyad Al-’Adawi (tabi’in tsiqah, termasuk ahli ibadah dan qurra` penduduk Bashrah). Ketika melihat perbedaan berdirinya Anas tersebut, ia berkata, "Wahai Abu Hamzah, apakah demikian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdiri sebagaimana engkau berdiri ketika menshalati jenazah laki-laki dan ketika menshalati jenazah wanita?" Anas menjawab, "Iya.” (HR. Abu Dawud no. 3194)

6. Bertakbir 4 kali di dalam shalat. Diperbolehkan bertakbir lebih dari 4 kali, sehingga apabila imam bertakbir lebih dari 4 kali maka makmum wajib mengikutinya.

Abdullah bin Zubair radhiallahu anhuma berkata, "Nabi shallallahu alaihi wasallam menshalatkan jenazah Hamzah radhiallahu anhu lalu beliau bertakbir sembilan kali." (HR. Thahawi)

Musa bin Abdillah bin Yazid berkata, "Sesungguhnya Ali menshalatkan Abu Qatadah radhiallahu anhu dengan bertakbir sebanyak tujuh kali." (HR. Thahawi dan Baihaqi)

Dari Ali radhiyallahu anhu bahwasanya ia bertakbir terhadap jenazah Sahl bin Hunaif sebanyak 6 kali dan berkata: “Sesungguhnya ia adalah Sahabat yang ikut perang Badr.” (Riwayat Said bin Manshur dan asalnya di riwayat al Bukhari)

Abdi Khair rahimahullah berkata, "Dulu Ali bin Abi Thalib bertakbir enam kali ketika menshalati jenazah ahli Badr. Sedangkan atas jenazah shahabat Nabi yang lain lima kali dan jenazah atas semua manusia empat kali." (HR. Thahawi dan Baihaqi)

Dari Abdurrahman bin Abi Laila beliau berkata: Adalah Zaid bin Arqam radhiyallaahu anhu bertakbir terhadap jenazah-jenazah kami 4 kali, dan ia pernah bertakbir 5 kali terhadap satu jenazah, kemudian aku bertanya kepadanya. Ia mengatakan: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam (pernah) bertakbir demikian. (Riwayat Muslim dan Imam yang Empat)

Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu berkata, "Bertakbirlah kalian di dalam menshalatkannya (jenazah) sebagaimana takbirnya imam-imam (shalat) kalian. Tidak ada batasan dan tidak ada bilangan tertentu dalam hal ini." (Diriwayatkan oleh Thahawi dan Baihaqi)

Al-Imam at-Thohawy berpendapat bahwa jumlah takbir lebih dari 4 itu khusus untuk jenazah orang ‘alim atau yang memiliki keutamaan dalam Islam.

7. Mengangkat kedua tangan pada setiap takbir. *)

8. Membaca surat al-Fatihah dan surat lain setelah takbir pertama secara sirr.

Thalhah bin Abdillah bin ‘Auf berkata:
Aku pernah shalat jenazah di belakang Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, ia membaca Al-Fatihah dan surah lain. Ia mengeraskan (menjahrkan) bacaannya hingga terdengar oleh kami. Ketika selesai shalat, aku memegang tangannya seraya bertanya tentang jahr tersebut. Beliau menjawab, “Hanyalah aku menjahrkan bacaanku agar kalian mengetahui bahwa (membaca Al-Fatihah dan surah dalam shalat jenazah) itu adalah sunnah dan haq (kebenaran).” (HR. Al-Bukhari no. 1335 dan An-Nasa`i no. 1987, 1988)

Abu Umamah bin Sahl radhiallahu anhu berkata, “Yang sunnah dalam shalat jenazah, pada takbir pertama membaca Al-Fatihah dengan perlahan kemudian bertakbir tiga kali dan mengucapkan salam setelah takbir yang akhir.” (HR. An-Nasa`i no. 1989)

9. Bershalawat untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam setelah takbir kedua. Lafadznya sebagaimana lafadz shalawat dalam tasyahhud.

10. Berdoa secara khusus untuk si mayat secara sirr setelah takbir ketiga.

Allahummaghfir lahu warhamhu, wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ mudkhalahu. Waghsilhu bil maa-i wats-tsalji wal-barad. Wa naqqihi minadz-dzunuubi wal-khathaayaa kamaa yunaqqats-tsaubul-abyadhu minad-danas. Wa abdilhu daaran khairan min daarihi, wa zaujan khairan min zaujihi. Wa adkhilhul-jannata wa a’idz-hu min ‘adzaabil-qabri wa min ‘adzaabin-naar.
“Ya Allah, ampuni dan rahmatilah dia. Lindungilah dia dari perkara yang tidak baik dan maafkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, lapangkanlah tempat masuknya. Basuhlah ia (dari bekas-bekas dosa) dengan air, salju dan es. Sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahannya sebagaimana engkau mensucikan pakaian putih dari noda. Gantikanlah untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, dan istri yang lebih baik dari istrinya. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dia dari adzab kubur dan dari adzab neraka.” (HR. Muslim no. 2229, 2231)

Allahummaghfir lihayyinaa wa mayyitinaa, wa syaahidinaa wa ghaa-ibinaa, wa shaghiirinaa wa kabiirinaa, wadzakarinaa wa untsaanaa. Allahumma man ahyaitahu minnaa fa ahyihi ‘alal Islaam, wa man tawaffaitahu minnaa fa tawaffahu ‘alal imaan. Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa tudhillanaa ba’dahu.
“Ya Allah, ampunilah orang yang masih hidup di antara kami dan orang yang sudah meninggal, orang yang hadir dan orang yang tidak hadir, anak kecil di antara kami dan orang besar, laki-laki dan wanita kami. Ya Allah siapa yang engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam dan siapa yang engkau wafatkan di antara kami maka wafatkanlah dia di atas iman. Ya Allah janganlah engkau haramkan bagi kami pahalanya dan jangan engkau sesatkan kami sepeninggalnya.” (HR. Ibnu Majah no. 1498)

11. Bila mayat itu anak kecil, maka disenangi untuk mendoakan kedua orang tuanya (di dalam shalat) agar mendapatkan ampunan dan rahmah.

12. Berdoa setelah takbir keempat/terakhir sebelum salam

Abdullah bin Abi Aufa radhiallahu anhu berkata, “Aku menyaksikan Nabi shallallahu alaihi wasallam (ketika shalat jenazah) beliau bertakbir empat kali, kemudian (setelah takbir keempat) beliau berdiri sesaat –untuk berdoa–.” (HR. Al-Baihaqi 4/35)

13. Salam dua kali, ke kanan dan ke kiri, sebagaimana salam di dalam shalat fardhu. Diperbolehkan hanya salam satu kali ke kanan.

14. Mengucapkan salam secara sirr (pelan), baik ia imam ataupun makmum.

15. Tidak boleh menshalatkan orang-orang kafir dan orang-orang munafik.

16. Adapun orang-orang fajir dan fasiq maka tetap dishalatkan. Hanya saja bagi tokoh masyarakat dan tokoh agama seyogianya tidak menshalatkannya, untuk memberikan hukuman dan pelajaran kepada orang-orang yang semacam mereka.

Abu Qatadah radhiallahu anhu berkata, "Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apabila diundang untuk menshalati jenazah beliau menanyakan tentang orang itu. Jika disebut-sebut dengan kebaikan maka beliau berdiri dan menshalatinya. Tetapi jika disebut-sebut dengan selain itu maka beliau katakan kepada keluarganya: "Uruslah oleh kalian" dan beliau tidak menshalatinya." (HR. Ahmad dan al-Hakim)

*) Lihat postingan Tentang MENGANGKAT TANGAN DI SETIAP TAKBIR PADA SALAT JENAZAH DAN SALAT ID

Tentang MENGIRINGI JENAZAH BAGI LAKI-LAKI DAN WANITA

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ﺣَﻖُّ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﺧَﻤْﺲٌ؛ ﺭَﺩُّ ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡِ، ﻭَﻋِﻴَﺎﺩَﺓُ ﺍﻟْﻤَﺮِﻳﺾِ، ﻭَﺍﺗِّﺒَﺎﻉُ ﺍﻟْﺠَﻨَﺎﺋِﺰِ، ﻭَﺇِﺟَﺎﺑَﺔُ ﺍﻟﺪَّﻋْﻮَﺓِ، ﻭَﺗَﺸْﻤِﻴﺖُ ﺍﻟْﻌَﺎﻃِﺲِ
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: membalas salam, menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah, memenuhi undangan, dan menjawab orang yang bersin.”
Dalam riwayat Muslim:
ﺣَﻖُّ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﺳِﺖٌّ. ﻗِﻴﻞَ: ﻣَﺎ ﻫُﻦَّ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻘِﻴﺘَﻪُ ﻓَﺴَﻠِّﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺩَﻋَﺎﻙَ ﻓَﺄَﺟِﺒْﻪُ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺍﺳْﺘَﻨْﺼَﺤَﻚَ ﻓَﺎﻧْﺼَﺢْ ﻟَﻪُ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻋَﻄَﺲ ﻓَﺤَﻤِﺪَ ﺍﻟﻠﻪَ ﻓَﺴَﻤِّﺘْﻪُ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻣَﺮِﺽَ ﻓَﻌُﺪْﻩُ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎﺕَ ﻓَﺎﺗَّﺒِﻌْﻪُ
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam." Ditanyakan, “Apa saja wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Bila engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, bila dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, bila dia meminta nasihat maka berilah dia nasihat, bila dia bersin lalu memuji Allah maka jawablah, bila dia sakit maka jenguklah, dan bila dia mati maka ikutilah (jenazahnya‏).”

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menyaksikan jenazah sampai dishalatkan (mengikutinya dari tempat keluarga/rumah si mayat sampai menshalatinya di tempat jenazah tersebut dishalatkan), maka ia mendapatkan satu qirath. Dan siapa yang menyaksikan jenazah sampai dimakamkan (mengikutinya dari tempat keluarganya hingga selesai pemakamannya), maka ia mendapat dua qirath.”
Ditanyakan kepada beliau: “Apakah dua qirath itu?” Beliau menjawab, “Semisal dua gunung yang besar.”
(HR. Al-Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 2186)

Dalam riwayat Muslim (no. 2192) disebutkan: “Siapa yang keluar bersama jenazah dari rumah jenazah tersebut dan menshalatinya, kemudian mengikutinya sampai dimakamkan maka ia mendapatkan dua qirath dari pahala. Masing-masing qirath semisal gunung Uhud. Dan siapa yang menshalatinya kemudian kembali (tidak mengikutinya ke pemakaman) maka ia mendapat pahala semisal gunung Uhud.”

Ummu ‘Athiyyah radhiallahu 'anha berkata, “Kami dilarang (dalam satu riwayat: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang kami) untuk mengikuti jenazah namun tidak ditekankan (larangan tersebut) terhadap kami.” (HR. Al-Bukhari no. 1278 dan Muslim no. 2163, 2164)

Al-Imam Ibnul Daqiqil ‘Ied rahimahullah berkata:“Hadits ini mengandung dalil dibencinya wanita mengikuti jenazah, namun tidak sampai pada keharaman. Demikian yang dipahami dari ucapan Ummu ‘Athiyyah radhiallahu 'anha (namun tidak ditekankan larangan tersebut terhadap kami) karena ‘azimah menunjukkan ta`kid (penekanan).” (Ihkamul Ahkam fi Syarhi ‘Umdatil
Ahkam, kitab Al-Jana`iz, hal. 199)

Dengan demikian, keutamaan mengikuti jenazah seperti ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah hanya berlaku untuk lelaki secara khusus. Wallahu a'lam.

Tentang MENGINGKARI THAGHUT

Dakwah semua Rasul yang diutus Allah adalah menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah 'Azza wa Jalla dan mengkufuri thaghut. Allah berfirman:
ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺑَﻌَﺜْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺭَﺳُﻮﻻً ﺃَﻥِ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕَ
Dan telah kami utus seorang Rasul pada setiap umat (untuk menyeru): "Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut." (An-Nahl: 36)
Thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah.

Kufur kepada thaghut merupakan syarat sah iman, sehingga tidak sah iman seseorang hingga mengingkari thaghut. Allah berfirman:
ﻓَﻤَﻦْ ﻳَﻜْﻔُﺮْ ﺑِﺎﻟﻄَّﺎﻏُﻮﺕِ ﻭَﻳُﺆْﻣِﻦْ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻓَﻘَﺪِ ﺍﺳْﺘَﻤْﺴَﻚَ ﺑِﺎﻟْﻌُﺮْﻭَﺓِ ﺍﻟْﻮُﺛْﻘَﻰ
Barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka dia telah berpegang dengan tali yang kokoh. (Al-Baqarah: 256)
Al ‘urwah al wutsqa artinya iman. Ada juga yang mengatakan artinya adalah kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah berkata: “Tokoh thaghut ada lima:
1. Iblis la’natullah ‘alaih,
2. orang yang disembah dan dia ridha diperlakukan demikian,
3. orang yang menyeru orang lain agar menyembah dirinya [1],
4. orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib [2], dan
5. orang yang berhukum selain dengan hukum Allah [3].”

Para ulama menerangkan bahwa mengkufuri thaghut terwujud dengan enam perkara yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an:
1. Meyakini batilnya peribadatan kepada selain Allah.
2. Meninggalkannya dan meninggalkan peribadahan kepada selain Allah dengan hati, lisan, dan anggota badan.
3. Membencinya dengan hati dan mencercanya dengan lisan. Cercaan dengan lisan yaitu dengan cara menunjukkan dan menerangkan bahwa sesembahan selain Allah adalah batil dan tidak bisa memberikan manfaat.
4. Mengkafirkan pengikut dan penyembah thaghut.
5. Memusuhi mereka dengan zhahir dan batin, dengan hati dan anggota badan.
6. Menghilangkan sesembahan-sesembahan selain Allah dengan tangan, jika ada kemampuan.

Keenam perkara ini telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim alaihissalam dan kita diperintahkan untuk meneladani beliau. Allah berfirman:
ﻗَﺪْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻟَﻜُﻢْ ﺃُﺳْﻮَﺓٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻓِﻲ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣَﻌَﻪُ
”Telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya.” (Al-Mumtahanah: 4)
1. Nabi Ibrahim alaihissalam meyakini batilnya peribadahan kepada selain Allah. Allah berfirman:
ﻭَﺍﺗْﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻧَﺒَﺄَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ. ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﺄَﺑِﻴﻪِ ﻭَﻗَﻮْﻣِﻪِ ﻣَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ. ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﺃَﺻْﻨَﺎﻣًﺎ ﻓَﻨَﻈَﻞُّ ﻟَﻬَﺎ ﻋَﺎﻛِﻔِﻴﻦَ . ﻗَﺎﻝَ ﻫَﻞْ ﻳَﺴْﻤَﻌُﻮﻧَﻜُﻢْ ﺇِﺫْ ﺗَﺪْﻋُﻮﻥَ. ﺃَﻭْ ﻳَﻨْﻔَﻌُﻮﻧَﻜُﻢْ ﺃَﻭْ ﻳَﻀُﺮُّﻭﻥَ
Bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapak dan kaumnya, "Apakah yang kalian sembah?" Mereka berkata, "Kami menyembah patung dan kami akan terus mengibadahinya." Maka Ibrahim berkata, "Apakah (patung-patung tersebut) mendengar ketika kalian berdoa? Apakah dia bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat?” (Asy-Syua’ara`: 69-73)
2. Beliau meninggalkan serta menjauhi sesembahan mereka kemudian hijrah kepada Allah. Allah berfirman:
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧِّﻲ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻲ ﺳَﻴَﻬْﺪِﻳﻦِ
(Ibrahim) berkata: "Aku akan pergi kepada Rabbku, dan Dia akan memberikan hidayah kepadaku.” (Ash-Shaffat: 99)
Allah berfirman tentang Ibrahim:
ﺇِﻧَّﻨِﻲ ﺑَﺮَﺍﺀٌ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ. ﺇِﻻَّ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻓَﻄَﺮَﻧِﻲ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺳَﻴَﻬْﺪِﻳﻦِ
“Aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dzat yang telah menciptakanku karena sungguh Dia akan memberikan hidayah kepadaku.” (Az-Zukhruf: 26-27)
Allah juga berfirman tentang Ibrahim:
ﻭَﺃَﻋْﺘَﺰِﻟُﻜُﻢْ ﻭَﻣَﺎ ﺗَﺪْﻋُﻮﻥَ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺃَﺩْﻋُﻮ ﺭَﺑِّﻲ
“Aku akan menjauhi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku.” (Maryam: 48)
3. Nabi Ibrahim alaihissalam membenci sesembahan mereka dengan hatinya dan menjelekkannya dengan lisan, sebagaimana Allah kabarkan bahwa Ibrahim berkata:
ﺃُﻑٍّ ﻟَﻜُﻢْ ﻭَﻟِﻤَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ
”Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah.” (Al-Anbiya`: 67)
4. Nabi Ibrahim alaihissalam mengingkari mereka dan mengabarkan bahwa mereka adalah kafir serta mengumumkan bahwa ia berlepas diri dari mereka, sebagaimana Allah kabarkan:
ﻛَﻔَﺮْﻧَﺎ ﺑِﻜُﻢْ ﻭَﺑَﺪَﺍ ﺑَﻴْﻨَﻨَﺎ ﻭَﺑَﻴْﻨَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻌَﺪَﺍﻭَﺓُ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻀَﺎﺀُ ﺃَﺑَﺪًﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺣْﺪَﻩُ
“Kami ingkar terhadap kalian, dan telah tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, hingga kalian beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
5&6. Nabi Ibrahim alaihissalam memusuhi mereka dan menghancurkan sesembahan mereka. Allah berfirman:
ﻓَﺠَﻌَﻠَﻬُﻢْ ﺟُﺬَﺍﺫًﺍ ﺇِﻻَّ ﻛَﺒِﻴﺮًﺍ ﻟَﻬُﻢْ
(Ibrahim) menjadikannya hancur berkeping-keping kecuali patung yang terbesar. (Al-Anbiya`: 58)

Footnote:

[1] Termasuk golongan thaghut yang ketiga adalah Fir’aun dan syaikh-syaikh tarekat Sufi yang menyeru pengikutnya untuk menyembah mereka.

[2] Termasuk golongan thaghut yang keempat adalah tukang sihir dan dukun-dukun.

[3] Termasuk golongan thaghut yang kelima adalah para tokoh orang kafir dari kalangan rahib-rahib dan pendeta-pendeta mereka yang telah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Allah berfirman:
ﺍﺗَّﺨَﺬُﻭﺍ ﺃَﺣْﺒَﺎﺭَﻫُﻢْ ﻭَﺭُﻫْﺒَﺎﻧَﻬُﻢْ ﺃَﺭْﺑَﺎﺑًﺎ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ
Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan tukang ibadah mereka sebagai Rabb selain Allah. (At-Taubah: 31)

###

Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

Tanya:

Mohon penjelasan makna Thoghut yang benar

Jawaban:

Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan makna Thaghut dengan merangkum penjelasan para Ulama sebelumnya:
والطاغوت كل ما تجاوز به العبد حده من معبود أو متبوع أو مطاع
Thaghut adalah segala yang diperlakukan melampaui batas dalam hal diibadahi, diikuti, atau ditaati. (I’laamul Muwaqqi’iin (1/50))

Beribadah itu harusnya hanya kepada Allah. Barangsiapa yang menyembah selain Allah maka ia telah menyembah Thaghut. Atau dari sisi perbuatannya ia telah memperlakukan sesuatu yang disembah itu sebagai Thaghut.

Ulama diikuti selama sesuai dengan al-Quran dan Sunnah. Barangsiapa yang mengikuti seorang Ulama secara melampaui batas, ikut pasrah sepenuhnya tidak peduli apakah sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah atau tidak, bahkan ketika jelas menyelisihi al-Quran dan as-Sunnah ia tetap tidak mau tahu, tetap mengedepankan pendapat Ulama tersebut, maka ia telah memperlakukan Ulama itu sebagai Thaghut.

Pemerintah diikuti jika tidak memerintahkan kepada hal yang dilarang Allah. Apabila pemerintah memerintahkan kepada kemaksiatan, kemudian seseorang mengikuti perintah itu dengan sukarela, tidak ada unsur kebencian dan pengingkaran dalam hati, padahal dalam hal yang diperintahkan itu jelas-jelas melanggar al-Quran dan Sunnah Nabi yang diketahuinya, dan sebenarnya ia bisa meninggalkannya dengan mudah, maka ia telah memperlakukan pemimpin itu sebagai Thaghut.

Namun sebaliknya, mentaati pemerintah muslim dalam hal yang tidak bertentangan dengan syariat, atau bahkan sesuatu yang secara asal hukumnya mubah, menjadi wajib ketika diperintahkan oleh pemerintah. Bahkan termasuk ibadah mentaati pemerintah dalam hal itu, yang bisa menyebabkan seseorang masuk Jannah (Surga).
اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
Bertakwalah kepada Allah Tuhan kalian, dan sholatlah 5 waktu, puasalah di bulan kalian (Ramadhan), tunaikan zakat harta, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian masuk Jannah (milik) Tuhan kalian. (H.R atTirmidzi)

Salafy.or.id