Cari Blog Ini

Minggu, 11 Januari 2015

Tentang TIDUR SEBELUM ISYA

Hukum Tidur di Antara Waktu Maghrib dan Isya

Segala puji bagi Allah yang telah mengkaruniakan kita semua taufiq dan hidayah-Nya untuk senantiasa dapat mengikuti tuntunan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh bahagianya kita bisa senantiasa menggunakan waktu dan umur kita untuk banyak beramal sesuai dengan bimbingan al-Quran dan as-Sunnah.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tuntunan syariat Islam dalam menghukumi kebiasaan sebagiam manusia yang senang tidur di antara waktu maghrib dan isya.

Telah datang dalam hadits Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤَخِّرُ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ، وَيَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا، وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا«الحديث
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengakhirkan shalat isya` hingga sepertiga malam, dan beliau tidak menyukai tidur sebelum isya` dan berbincang-bincang sesudahnya. [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, bahkan perbedaan pandangan ini sudah terjadi di zaman para shahabat :

Pendapat pertama:
Tidur di antara waktu maghrib dan isya adalah makruh. Ini adalah pendapat Umar, Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, ‘Athaa bin Abi Rabah, Mujahid dan Thaawus. Mereka berdalil denga zhahir hadits Abu Barzah al-Aslami.

Pendapat kedua: 
Jika sekedar tidur ringan, tidak sampai terlelap maka tidak mengapa. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ‘Urwah bin Zubeir, Ibnu Siiriin dan al-Hakam.

Pendapat yang terpilih adalah pendapat pertama dengan zhahir hadits Abu Barzah yang menunjukan bahwa hal itu makruh. Namun jika memang dia merasa letih sekali dan tidak mampu menahan rasa kantuknya maka tidaklah mengapa, namun hendaknya dia meminta tolong seseorang untuk membangunkannya jika telah masuk waktu shalat isya sehingga tidak terlewatkan untuk shalat berjama’ah atau bisa juga menggunakan jam weker atau alarm untuk membangunkannya, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu ‘Umar dan Abu Musa, mereka pernah tidur setelah maghrib dan mewakilkan seseorang untuk membangunkannya jika telah tiba waktu isya. Wallahu a’lam.

Berikut perkataan ulama seputar permasalahan kita:

Berkata Ibnu Hajar rahimahullah: “Berkata at-Tirmidzi: ‘Para ahli ilmu tidak menyukai tidur sebelum shalat isya dan sebagian mereka memberikan rukhsah (keringanan) dalam hal ini khusus di bulan Ramadhan saja.’ Nukilan rukhsah mereka ini dikaitkan dengan kebanyakan riwayat, yaitu jika dia memiliki orang yang bisa membangunkannya atau dia memiliki kebiasaan bahwa tidurnya tidak akan terlelap hingga lewat awal waktu shalat dengan sebab tidur. Ini bagus, kita katakan bahwa sebab larangan ini karena kuatir akan terlewatkan waktu shalat. Ath-Thahawi membawa rukhsah ini jika (tidurnya) sebelum masuk waktu isya, sedangkan yang dimakruhkan jika (tidurnya) setelah masuk waktu shalat isya. [Fathul Bari: 2/49]

Berkata al-Imam an-Nawawi rahimahullah: “Berkata para ulama, alasan dimakruhkannya tidur sebelum isya karena membuat terlewatkannya waktu shalat dikarenakan kepulasan tidur atau terlewatkan waktu shalat yang telah ditentukan dan yang utama (awal waktu), dan juga (dengan sebab tidur tersebut) membuat manusia bermalas-malasan sehingga meninggalkan shalat Jama’ah. [Syarah an-Nawawi: 5/146]

Berfatwa asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah: “Tidur antara waktu maghrib dan isya serta bincang-bincang setelah shalat isya makruh. Sudah sepantasnya bersabar sampai dia mengerjakan shalat isya ketika cahaya merah (di langit) sudah hilang. Akan tetapi jika kamu ingin mengakhirkan shalat dan kamu akan mengerjakannya sebelum pertengahan malam maka tidaklah mengapa. Yang jadi pegangan adalah pertengahan malam, sedangkan batasan ukuran malam berbeda-beda, maka harus dia mengerjakan shalat sebelum pertengahan malam. Meskipun demikian makhruh bagimu tidur antara maghrib dan isya jika kamu mampu yang demikian itu. Apabila kamu bisa tidur di antara waktu asar dan maghrib maka itu lebih utama daripada tidur setelah maghrib, karena tidur setelah maghrib makruh. [Fatawa Nur ‘Alad Darbi: 7/52 no. 31]

Berkata asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah: “Yang demikian itu, karena tidur sebelum isya menyebabkan kemalasan jika bangun untuk shalat, terkadang bisa terlelap sehingga dengannya bisa mengakhirkan shalat dari waktu yang diperintahkan. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyukai tidur sebelum waktu isya dengan tujuan agar seseorang dalam keadaan semangat (ketika menjalankan shalat). Adapun rasa kantuk maka hal ini datang bukanlah dari keinginannya, sehingga tidak bermudarat baginya. [Syarah Riyadush Shalihin: 6/498]

Demikianlah pembahasan ini kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi saudara-saudaraku sekalian. Wallahul muwaffiq.

Ditulis oleh Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy
9 Rabiul Awal 1436/31 Desember 2014 di kota Ambon Manise

- WA. FORUM KIS

Pelajaran Forum KIS

Tentang TIDUR DI SORE HARI SETELAH SALAT ASAR

HUKUM TIDUR DI SORE HARI SETELAH SHALAT ASAR

Pada kesempatan kali ini, kita akan memberikan faedah tentang hukum tidur di sore hari selepas shalat asar. Karena pernah suatu hari saya tidur-tiduran di suatu masjid, kemudian tiba-tiba ada yang datang menghampiri saya dan mengatakan, ‘wahai saudaraku, tidak boleh kamu tidur di sore hari, nanti kalau kamu tidur di waktu seperti ini maka kamu jadi gila!’ Wah wah ngeri juga ya, akibat dari tidur di waktu sore hari.
Apakah benar apa yang disampaikan bapak tadi, bahwa barangsiapa yang tidur di sore hari, maka ketika bangun tidur dia menjadi gila atau kehilangan akalnya?
Apa pedoman mereka yang melarang tidur di sore hari?

Pedoman mereka adalah sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban rahimahullah dari shahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ نَام بَعْدَ الْعَصْرِ فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ فَلا يَلُومَنَّ إِلا نَفْسَهُ»
“Barangsiapa tidur setelah shalat asar maka akan hilang ingatannya, oleh karena itu janganlah mencela kecuali (celalah) dirinya sendiri.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitabnya adh-Dhu’afa wa al-Majruhin 1/283. Berkata asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam kitabnya adh-Dha’ifah 1/112: Hadits ini lemah.

Berikut fatwa para ulama seputar pembahasan kita:

1. Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah:
“Tidur setelah shalat asar merupakan kebiasaan sebagian manusia, hal tersebut tidaklah mengapa. Hadits-hadits yang menyebutkan padanya larangan tidur setelah shalat asar tidaklah shahih.” [Fatwa no. 17915]

2. Fatwa asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah:
Beliau ditanya: Apakah ada dalan sunnah nabawiyah hadits-hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang larangan tidur setelah shalat asar atau sebelum maghrib?
Beliau menjawab: “Tidak ada larangan padanya sedikit pun, tidak mengapa tidur setelah shalat asar. Kami tidak mengetahui satu hadits pun yang melarangnya. Tidur setelah asar tidaklah dilarang, tidak ada satu hadits pun (yang shahih) yang melarang hal itu.” [www .binbaz .org .sa/audio/noor/042710 .mp3]

3. Fatwa asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah:
“Hal tersebut tidaklah mengapa. Tidaklah perlu dianggap perkataan orang bahwa tidur di waktu Dhuha akan mewariskan kebinasaan kepada pemuda dan tidur di waktu asar akan mewariskan kegilaan. Hal tersebut jangalah dipercaya! Betapa banyak orang-orang yang tidur setelah asar bahkan (ada yang tidur) beberapa saat sebelum matahari terbenam, ternyata mereka termasuk orang-orang yang paling berakal.” [Fatawa Nur ‘Alad Darbi: 24/2]

Ditulis oleh Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy
7 Rabiul Awal 1436/29 Desember 2014 di kota Ambon Manise

WA FORUM KIS

Pelajaran Forum KIS

Tentang TIDUR DI PAGI HARI SETELAH SALAT SUBUH

HUKUM TIDUR DI PAGI HARI SETELAH SHALAT SHUBUH

Di antara hal yang penting untuk kita perhatikan adalah kebanyakan kaum muslimin yang telah diberikan taufiq oleh Allah untuk bisa menjalankan salah satu shalat yang paling berat dikerjakan oleh orang-orang munafiq, yaitu shalat shubuh, ternyata setelah mereka mengerjakan shalat shubuh, kebanyakan mereka kembali ke tempat tidur mereka untuk melanjutkan tidur mereka yang terputus.

Ya subhanallah! Jika selepas mengerjakan shalat shubuh mereka kembali tidur, maka sungguh mereka telah terhalangi dari kebaikan yang agung, seperti keutamaan dzikir pagi sore, rizqi, barakah, taklim pagi dan bahkan dengan itu mereka telah menyelesihi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya, yang mana kebiasaan mereka seusai shalat shubuh mereka duduk-duduk untuk berdzikir atau membaca al-Quran sampai matahari naik setinggi tombak, sebagaimana hal ini dikabarkan Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, beliau ditanya oleh Simak bin Harb:
أَأَنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: نَعَمْ كَثِيرًا، كَانَ لَا يَقُومُ مِنْ مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ الصُّبْحَ، أَوِ الْغَدَاةَ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ، وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِي أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ، فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ
“Mungkin Anda pernah duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam?” Dia menjawab: “Ya, dan hal itu pada banyak kesempatan. Beliau Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah beranjak dari tempat shalatnya ketika subuh atau pagi hari hingga matahari terbit, jika matahari terbit, maka beliau beranjak pergi. Para sahabat seringkali bercerita-cerita dan berkisah-kisah semasa jahiliyahnya, lantas mereka pun tertawa, namun beliau hanya tersenyum.” [HR. Muslim]

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengkabarkan bahwa keberkahan umat ini diberikan pada waktu pagi hari, beliau bersabda:
اللهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
“Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada ummatku di waktu pagi mereka.” [HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani]

Berikut kami sampaikan beberapa perkataan para Salaf tentang makruhnya (dibencinya) tidur di pagi hari selepas shalat shubuh;
1.
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُ قَالَ: كَانَ الزُّبَيْرُ يَنْهَى بَنِيْهِ عَنِ التَّصَبُّحِ ؛ وَهُوَ النَّوْمُ فِي الصَّبَاحِ
Dari ‘Urwah bin Zuber, beliau berkata: “Dahulu az-Zuber melarang anak-anaknya dari at-Tashabbuh (yaitu tidur di pagi hari).” [Mushannaf Ibnu Abi Syaebah no. 25442]
2.
قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مِنْ الْجَهْلِ النَّوْمُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ
Berkata ‘Ali radhiyallahu ‘anhu: “Di antara bentuk kejahilan adalah tidur di pagi hari.” [Al-Adabusy Syar’iyyah: 3/162]
3.
إِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا رَأَى ابْنًا لَهُ نَائِمًا نَوْمَةَ الصُّبْحَةِ فَقَالَ لَهُ : قُمْ أَتَنَامُ فِي السَّاعَةِ الَّتِي تُقَسَّمُ فِيهَا الْأَرْزَاقُ
Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas pernah melihat salah satu anaknya tidur di pagi hari, maka beliau mengatakan kepadanya: “Bangunlah, apakah engkau tidur di waktu yang mana padanya rizqi (Allah) sedang dibagi-bagikan!” [Al-Adabusy Syar’iyyah: 3/161]

Wahai saudaraku!
Dari apa yang telah kami sebutkan, semoga memberikan motivasi kepada kita dalam membagi dan memanfaatkan waktu sesuai dengan yang diridhai Allah ‘Azza wa Jalla. Janganlah kau sia-siakan waktu untuk banyak tidur, apalagi engkau tidur di waktu yang dibenci untuk kita tidur padanya. Seorang muslim yang cerdik adalah dia pandai dalam membagi waktu dan memanfaatkannya, karena waktu dan umur yang Allah berikan kepada kita, semua akan dimintai pertanggung jawabannya.
Semoga Allah memberikan kepada kita semua taufiq dan hidayah-Nya, untuk senantiasa semangat dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya. Barakallahu fikum.

Ditulis oleh Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy
6 Rabiul Awal 1436/28 Desember 2014 di kota Ambon Manise

Pelajaran Forum KIS (Kajian Ilmiyyah Salafiyyah)

Catatan:
Setelah kita bahas hukum tidur setelah shalat shubuh dan telah kita sebutkan hukumnya, bahwa para Salaf tidak menyukai hal tersebut, karena pagi hari setelah shalat fajar adalah waktu yang penuh barakah, dibagikannya rizqi, waktu untuk berdzikir, waktu yang tepat untuk menambah hafalan al-Quran dan hafalan hadits dan amalan kebaikan yang lainnya. Akan tetapi jika benar-benar dia mengantuk dan butuh istirahat setelah shalat shubuh maka tidaklah mengapa, karena sepantasnya seseorang memperhatikan kebutuhan dirinya, sebab badan ini punya hak untuk beristirahat, namun jangan sampai istirahatnya menyebabkan dia meninggalkan kewajiban yang harus dia kerjakan.