Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Ulama yang mendalam pengetahuannya terhadap hadits telah bersepakat, tidak ada satu pun hadits (sahih) yang tegas menyebutkan pembacaan basmalah secara jahr. Demikian pula, tidak diketahui ada salah satu kitab sunan yang masyhur —seperti Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i— yang membawakan periwayatan basmalah secara jahr. Periwayatan yang menyebutkan secara jahr hanya didapatkan dalam hadits-hadits maudhu’ah (palsu) yang diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dan Al-Mawardi —dalam Tafsir— dan yang serupa dengan beliau berdua, atau disebutkan di beberapa kitab fuqaha yang tidak membedakan antara riwayat yang palsu dan yang tidak.
Ketika Al-Imam Ad-Daraquthni datang ke Mesir, beliau pernah diminta mengumpulkan hadits-hadits yang menyebutkan pembacaan basmalah secara jahr. Beliau pun melakukannya. Ketika beliau ditanya, adakah yang sahih dari hadits-hadits tersebut? Beliau menyatakan, “Adapun dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak didapatkan. Sedangkan atsar dari sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam ada yang sahih dan ada pula yang dhaif (lemah).”
(Majmu’ Fatawa, 22/416,417)
Beliau juga berkata, “Sebenarnya, banyak beredar kedustaan dalam hadits-hadits yang menyebutkan pembacaan basmalah secara jahr karena orang-orang Syi’ah berpendapat bacaan basmalah dijahrkan, padahal mereka dikenal oleh kaum muslimin sebagai kelompok yang paling pendusta di antara kelompok-kelompok sempalan dalam Islam. Mereka memalsukan hadits-hadits dan membuat rancu agama mereka dengan hadits-hadits tersebut. Oleh karena itu, didapatkan ucapan imam Ahlus Sunnah dari penduduk Kufah, seperti Sufyan ats-Tsauri, yang menyatakan bahwa termasuk sunnah adalah mengusap kedua khuf dan meninggalkan membaca basmalah secara jahr. Sebagian mereka juga menyebutkan bahwa Abu Bakr dan Umar lebih berhak menjadi khalifah, lebih utama dan lebih mulia daripada para sahabat yang lainnya, dan ucapan-ucapan yang semisalnya, karena hal-hal tersebut —yaitu tidak mau mengusap khuf, membaca basmalah secara jahr, menganggap ada yang lebih berhak menjadi khalifah, lebih utama, dan lebih mulia daripada Abu Bakr dan Umar— merupakan syiar Rafidhah. Ada pula seorang imam mazhab Syafi’i, Abu Ali ibnu Abi Hurairah, yang meninggalkan jahr ketika membaca basmalah. Ketika ditanya sebabnya, beliau berkata, “Karena membaca basmalah secara jahr telah menjadi syiar orang-orang yang menyelisihi agama.”
(Majmu’ Fatawa, 22/424)
###
Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimy hafizhahullah
Penanya: Di sebagian masjid bacaan basmalah dibaca dengan keras dan di sebagian yang lain dibaca dengan lirih, bagaimana menyikapi perbedaan ini?
Jawaban:
Ini adalah perkara yang diperselisihkan bahkan oleh sebagian shahabat radhiyallahu anhum. Adapun pendapat yang dikuatkan oleh dalil-dalil yang ada adalah dengan tidak mengeraskan bacaan basmalah. Dan siapa yang mengeraskan bacaan maka tidak boleh diingkari lebih dari sekedar menjelaskan dalil bagi pendapat yang rajih (lebih kuat).
Alih bahasa: Abu Almass
###
Al-Lajnah ad-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta
Fatwa no. 2428
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Tanya:
هل الرسول صلى الله عليه وسلم كان يفتتح صلاته بـ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} أو بـ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}؟
Apakah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam memulai (bacaan) shalatnya (setelah do’a istiftah) dengan “Bismillahirrahmanirrahim” ataukah dengan “Alhamdulillahirabbil ‘Alamin”?
Jawab:
لا نعلم دليلا يدل على أنه صلى الله عليه وسلم كان يفتتح قراءته في الصلاة الجهرية ببسم الله الرحمن الرحيم جهرا، والذي دلت عليه الأحاديث الصحيحة أنه كان يفتتحها بالحمد لله رب العالمين جهرا ويسر التسمية. وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Kami tidak mengetahui adanya satu dalil pun yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memulai bacaannya dalam shalat jahriyyah (shalat-shalat yang bacaannya dikeraskan, seperti shalat Maghrib, ‘Isya’, dan Shubuh) dengan mengeraskan “Bismillahirrahmanirrahim”.
Namun yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yang shahih adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memulai bacaannya dengan “Alhamdulillahirabbil ‘Alamin” dan memelankan bacaan basmalah.
Majmuah Manhajul Anbiya
###
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
tanpa mengeraskan suara, sebagaimana dipahami dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu yang memiliki banyak jalan dengan lafadz yang berbeda-beda, dan semua menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengeraskan suara ketika mengucapkan basmalah. Salah satu jalannya adalah dari Syu’bah, dari Qatadah, dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr dan Umar, membuka (bacaan dengan suara keras) dalam shalat mereka dengan ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.” (HR. Al-Bukhari no. 743 dan Muslim no. 888)
Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullah menyatakan, hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr dan Umar tidak memperdengarkan kepada makmum (orang yang shalat di belakang mereka) ucapan basmalah dengan suara keras saat membaca Al-Fatihah (dalam shalat jahriyah). Mereka membacanya dengan sirr/perlahan. (Subulus Salam 2/191)
Adapun ucapan Anas, “Mereka membuka (bacaan dengan suara keras) dalam shalat mereka dengan Alhamdulillah…” tidak mesti dipahami bahwa mereka tidak membaca basmalah secara sirr. (Fathul Bari, 2/294)
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Makna hadits ini adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, Umar, dan Utsman, mengawali bacaan Al-Qur’an dalam shalat dengan (membaca) Fatihatul Kitab sebelum membaca surah lainnya. Bukan maknanya mereka tidak mengucapkan Bismillahir rahmanir rahim.” (Sunan At-Tirmidzi, 1/156)
Ulama berselisih pandang dalam masalah men-jahr-kan (mengucapkan dengan keras) ucapan basmalah ataukah tidak dalam shalat jahriyah. Sebetulnya, semua ini beredar dan bermula dari perselisihan apakah basmalah termasuk ayat dalam surah Al-Fatihah atau bukan. Juga, apakah basmalah adalah ayat yang berdiri sendiri pada setiap permulaan surah dalam Al-Qur’an selain surah Al-Bara’ah (At-Taubah), ataukah bukan ayat sama sekali kecuali dalam ayat 30 surah An-Naml? Insya Allah pembaca bisa melihat keterangannya pada artikel: Apakah Basmalah Termasuk Ayat dari Surah Al-Fatihah?
Kami (penulis) dalam hal ini berpegang dengan pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa basmalah dibaca dengan sirr. Wallahu a’lamu bish-shawab.
Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah berkata, “Yang diamalkan oleh mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam —di antara mereka Abu Bakr, Umar, Utsman, dan selainnya— dan ulama setelah mereka dari kalangan tabi’in, serta pendapat yang dipegang Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad, dan Ishaq, bahwasanya ucapan basmalah tidak dijahrkan. Mereka mengatakan, orang yang shalat mengucapkannya dengan perlahan, cukup didengarnya sendiri.” (Sunan At-Tirmidzi, 1/155)
Guru besar kami, Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muqbil ibnu Hadi al-Wadi’i rahimahullah, dalam kitab beliau, Al-Jami’us Shahih mimma Laisa fish Shahihain (2/97), menyatakan bahwa riwayat hadits-hadits yang menyebutkan basmalah dibaca secara sirr itu lebih shahih/kuat daripada riwayat yang menyebutkan bacaan basmalah secara jahr.
Adapun Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dan pengikut mazhabnya, juga —sebelum mereka— beberapa sahabat, di antaranya Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Ibnuz Zubair radhiallahu ‘anhum, serta kalangan tabi’in, berpendapat bahwa bacaan basmalah dijahrkan. (Sunan At-Tirmidzi, 1/155)
http://asysyariah.com/shifat-shalat-nabi-bagian-ke-7/
###
Bolehnya Membaca Basmalah Secara Jahr dalam Keadaan Tertentu Karena Maslahat
Samahatusy Syaikh Al-Imam Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
“Riwayat yang menyebutkan basmalah dibaca dengan jahr dibawa kepada (pemahaman) bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjahrkan basmalah untuk mengajari orang yang shalat di belakang beliau (para makmum) apabila beliau membacanya (dalam shalat sebelum membaca Alhamdulillah…). Dengan pemahaman seperti ini, terkumpullah hadits-hadits yang ada. Terdapat hadits-hadits shahih yang memperkuat apa yang ditunjukkan oleh hadits Anas radhiyallahu 'anhu yaitu disyariatkannya membaca basmalah secara sirr.”
(Ta’liq terhadap Fathul Bari, 2/296)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Terkadang disyariatkan membaca basmalah dengan jahr karena sebuah maslahat yang besar, seperti pengajaran imam terhadap makmum, atau menjahrkannya dengan ringan untuk melunakkan hati dan mempersatukan kalimat kaum muslimin yang dikhawatirkan mereka akan lari kalau diamalkan sesuatu yang lebih afdhal. Hal ini sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengurungkan keinginan untuk membangun kembali Baitullah sesuai dengan fondasi Ibrahim karena kaum Quraisy di Makkah pada waktu itu baru saja meninggalkan masa jahiliah dan masuk Islam. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengkhawatirkan mereka dan melihat maslahat yang lebih besar berkenaan dengan persatuan dan keutuhan hati-hati kaum muslimin. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pun lebih memilih hal tersebut daripada membangun Baitullah di atas fondasi Ibrahim 'alaihissalam.
Pernah pula Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu shalat dengan sempurna empat rakaat di belakang Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu dalam keadaan mereka sedang safar. Orang-orang pun mengingkari Ibnu Mas’ud yang mengikuti perbuatan Utsman radhiyallahu 'anhu, karena seharusnya dia shalat dua rakaat dengan mengqashar. Akan tetapi, beliau menjawab dan menyatakan, “Perselisihan itu jelek.”
Oleh karena itu, para imam, seperti Al-Imam Ahmad dan lainnya, membolehkan berpindah dari yang afdhal kepada yang tidak afdhal, seperti menjahrkan basmalah dalam suatu keadaan, menyambung shalat witir, atau yang lainnya, untuk menjaga persatuan kaum mukminin, mengajari mereka As-Sunnah, dan yang semisalnya.”
(Majmu’ Fatawa, 22/437—438)
http://asysyariah.com/bolehnya-membaca-basmalah-secara-jahr-dalam-keadaan-tertentu-karena-maslahat/