Cari Blog Ini

Sabtu, 20 Juni 2015

Tentang BATALNYA PUASA KARENA MENELAN LUDAH, DAHAK, ATAU INGUS

Berkata Fadhilatus Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi rohimahulloh:
Boleh menelan ludah akan tetapi makruh mengumpulkannya kemudian menelannya, dan adapun dahak apabila telah sampai ke mulut maka wajib baginya untuk tidak menelannya sama saja apakah yang berasal dari dalam perut atau dada ataupun dari kepala sebagaimana hal itu telah ditetapkan oleh sebagian fuqoha Hanabilah dan ini yang dikuatkan oleh Al-Allamah Ibnu Baaz rohimahulloh dengan ucapannya:
Ini -yakni dahak- wajib atas lelaki dan wanita untuk membuangnya dan mengeluarkannya serta tidak menelannya.

Aku katakan (Abdullah bin Muhammad An-Najmi):
Dan syaikh kami Ahmad bin Yahya An-Najmi rohimahulloh telah mengatakan: Dan sebagian fuqoha telah menyebutkan perbedaan antara dahak yang berasal dari dada dengan dahak yang berasal dari kepala, maka mereka menjadikan dahak yang berasal dari dada tidaklah merusak puasa sedangkan dahak yang berasal dari kepala mereka menilainya dapat merusak puasa, akan tetapi ketika diteliti kami menilai bahwa keduanya bersumber dari jasad insan dan TIDAK MEMBATALKAN PUASA kecuali jika dia berasal dari luar tubuhnya.
وبالله التوفيق
Dan sebagian ulama mengatakan bahwa hal itu bukan termasuk makan dan bukan pula minum dan bukan juga termasuk pada makna keduanya sehingga tidak memberikan dampak atas puasa (seseorang) akan tetapi yang lebih hati-hati ialah meludahkannya dan tidak menelannya sebagai bentuk keluar dari perselisihan (pendapat).
ومستحبّ الخروجُ يا فتى. من الخلاف حسبما قد ثبتا
Dan dianjurkan keluar wahai anak muda, dari perselisihan (pendapat) sebatas apa yang telah pasti (yang diambil).

Sumber:
70 Mas`alah Muhimmah Fi As-Shiyam halaman 8-9 masalah ke-7

Alih Bahasa:
Muhammad Sholehuddin Abu Abduh عَفَا اللّٰهُ عَنْهُ

Salafy .or .id

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله

Pertanyaan:
ما حكم بلع الريق للصائم؟
Apa hukum menelan ludah bagi orang yang sedang berpuasa?

Jawaban:
لا حرج في بلع الريق، ولا أعلم في ذلك خلافاً بين أهل العلم؛ لمشقة أو تعذر التحرز منه، أما النخامة والبلغم فيجب لفظهما إذ وصلتا إلى الفم، ولا يجوز للصائم بلعهما لإمكان التحرز منهما بخلاف الريق. وبالله التوفيق
Tidak mengapa menelan ludah dan saya tidak mengetahui adanya perbedaan di kalangan ahlul ilmi tentang masalah tersebut. Hal itu dikarenakan sulit atau tidak mungkin untuk menghindarinya.
Adapun dahak dan riyak, maka wajib mengeluarkannya bila telah sampai di mulut dan orang yang berpuasa tidak boleh menelannya karena masih memungkinkan untuk menjaga diri darinya berbeda halnya dengan ludah. Dan taufik itu hanyalah di tangan Allah.

Sumber:
www .binbaz .org .sa/node/543

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

###

Soal:
Apakah puasa batal disebabkan menelan ingus yang terasa di tenggorokan karena sedang sakit flu?

Jawab:
Ingus (dahak) yang langsung turun kekerongkongan lalu ditelan tidak membatalkan puasa karena tidak bisa dihindari. Berbeda halnya jika turun ke mulut, harus diludahkan. Jika turun ke mulut lantas ditelan, akan membatalkan puasa, menurut pendapat yang rajih. (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)
 
Sumber: Asy Syariah Edisi 081

###

Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh: Menelan dahak TIDAK membatalkan puasa.

Sumber: Tanbiihaat Syahri Ramadhon

Tentang BATALNYA PUASA KARENA GHIBAH, MENGADU DOMBA, MENCELA, BERDUSTA, ATAU BERKATA KOTOR

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله

Pertanyaan:
هل اغتياب الناس يفطر في رمضان؟
Apakah meng-ghibah manusia akan membatalkan puasa?

Jawaban:
الغيبة لا تفطر الصائم وهي ذكر الإنسان بما يكره. وهي معصية؛ لقول الله عز وجل: وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضاً. وهكذا النميمة والسب والشتم والكذب، كل ذلك لا يفطر الصائم وغيره، وهي تجرح الصوم وتنقص الأجر؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل، فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه)) رواه الإمام البخاري في صحيحه، ولقوله صلى الله عليه وسلم: ((الصيام جنة، فإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث ولا يصخب فإن سابه أحد أو قاتله فليقل إني صائم)) متفق عليه، والأحاديث في هذا المعنى كثيرة
Perbuatan ghibah tidaklah membatalkan puasa. Tetapi ghibah yaitu menyebutkan seseorang dengan apa yang tidak disukainya adalah perbuatan maksiat. Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
ولا يغتب بعضكم بعضا
Dan janganlah sebagian kalian melakukan ghibah terhadap sebagian yang lainnya. (Surat al-Hujurat: 12)
Demikian juga namimah, mencela, mengejek, maupun berdusta, semua itu tidaklah membatalkan puasa maupun yang lainnya. Hanya saja perbuatan tersebut akan mencacati amalan puasa dan mengurangi pahalanya. Hal berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was salam:
من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, perbuatan dusta, dan sikap bodoh, maka sungguh Allah tidak butuh terhadap sikapnya yang meninggalkan makan dan minumnya.
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari di dalam Shahih-nya. (HR al-Bukhari di ash-Shaum bab man lam yada qaulaz zuur no. 1903)
Juga sabda Nabi shallallahu alaihi was salam:
الصيام جنة، فإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث ولا يصخب فإن سابه أحد أو قاتله فليقل إني صائم
Puasa itu perisai, Maka jika pada hari puasa salah seorang di antara kalian, janganlah dia berbuat rafats (berkata kotor/jorok) maupun yashkhab (mencela/melaknat). Dan bila seseorang mencela atau memeranginya, maka katakanlah Sesungguhnya aku sedang berpuasa.
Muttafaqun alaih. (HR al-Bukhari di ash-Shaum bab hal yaquluvinni shaaim idza syitum no. 1904)
Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak jumlahnya.

Sumber: 
www .binbaz .org .sa/node/550

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Tentang ORANG YANG JUNUB

Apa yang Dimaksud dengan Junub/Janabah?

Jawab:
Janabah secara bahasa artinya jauh.
Secara istilah, janabah adalah keadaan seseorang setelah mengeluarkan mani atau berhubungan seksual, yang mengharuskan mandi wajib.
Makna janabah secara bahasa tersebut memiliki keterkaitan dengan makna secara istilah, karena seseorang yang mengalami junub/janabah sebelum mandi ia berada ‘jauh’ dari tempat –tempat peribadatan sholat.

Apa Saja yang Tidak Boleh Dilakukan Oleh Orang yang Junub?

Jawab:
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang junub adalah:
1. Sholat. (Q.S al-Maidah: 6)
2. Thowaf di Baitullah, sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas bahwa thowaf adalah seperti sholat kecuali di dalamnya boleh berbicara.
3. Memegang atau menyentuh mushaf al-Quran, sebagaimana dijelaskan pada pembahasan wudhu’. *)
4. Membaca al-Quran meski tanpa menyentuh mushaf. *)
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa hadits-hadits tentang larangan membaca al-Quran bagi seorang yang junub mengandung kelemahan, namun jika digabungkan bisa dijadikan sebagai hujjah. (Syarh Sunan Abi Dawud li Abdil Muhsin al-Abbad 2/175)
5. Tinggal/berdiam diri di masjid.
Seseorang yang junub dilarang untuk berdiam diri di masjid, kecuali jika sekedar lewat. Seperti yang disebutkan dalam al-Quran:
وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
Dan tidak boleh bagi seorang junub kecuali jika sekedar lewat, sampai ia mandi. (Q.S an-Nisaa’: 43)
Disebutkan dalam hadits:
فَإِنِّي لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ
Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub. (H.R Abu Dawud, dishahihkan Ibnu Khuzaimah, dihasankan Ibnul Qoththon, dilemahkan sebagian Ulama’)
Larangan berdiam diri di masjid bagi wanita haid dan orang yang junub ini adalah pendapat al-Imam Malik dan asy-Syafi’i. (Syarhus Sunnah karya al-Baghowy 2/45)
Namun, diperbolehkan bagi seseorang yang junub untuk berdiam di masjid jika ia berwudhu’.
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَار، قَالَ: رَأَيْتُ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْلِسُونَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمْ مُجْنِبُون؛ إِذَا تَوَضَّئُوا وُضُوءَ الصَّلَاةِ
Dari Atha’ bin Yasaar beliau berkata: Aku melihat para lelaki dari kalangan Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam duduk di masjid dalam keadaan junub jika mereka (terlebih dahulu) berwudhu sebagaimana wudhu’ sholat. (H.R Said bin Manshur)

Apakah Seseorang Ketika Junub Wajib untuk Segera Mandi?

Jawab:
Tidak wajib untuk bersegera mandi jika memang dalam waktu dekat ia tidak melakukan ibadah yang mengharuskan suci, seperti sholat atau membaca al-Quran dan semisalnya.
Contoh: jika seseorang junub setelah sholat Isya’, maka tidak harus baginya untuk bersegera mandi hingga ketika ia akan sholat. Baik sholat sunnah ataupun sholat wajib Subuh.
Nabi shollallahu alaihi wasallam tidak mengharuskan Abu Hurairah untuk bersegera mandi ketika bertemu dengan beliau. Abu Hurairah sendiri merasa tidak suka jika duduk bersama Nabi dalam keadaan tidak suci. Namun, sebenarnya Nabi tidak mengharuskannya. Nabi menyatakan: Subhaanallah, sesungguhnya seorang mukmin tidaklah najis. (H.R al-Bukhari)
Ibnu Hajar al-Asqolaany menyatakan: Di dalam hadits tersebut terdapat dalil bolehnya mengakhirkan mandi dari awal kewajibannya. (Fathul Baari 1/391)
Hanya saja seseorang yang junub jika akan makan atau tidur disunnahkan (sebaiknya) berwudhu’ terlebih dahulu.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam jika beliau junub dan ingin makan atau minum beliau berwudhu sebagaimana wudhu dalam sholat. (H.R Muslim)
Nabi shollallahu alaihi wasallam juga pernah tidur dalam keadaan junub tanpa berwudhu atau mandi. Hal itu menunjukkan boleh.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air (sebelumnya). (H.R Abu Dawud, dishahihkan al-Albany)
Namun, keadaan junub tanpa mandi atau berwudhu’ tersebut semestinya tidak dilakukan sering. Karena Malaikat rahmat menjauh dari seorang yang junub, demikian juga kita akan kehilangan keutamaan tidur dalam keadaan suci.
ثَلَاثَةٌ لَا تَقْرَبُهُمُ الْمَلَائِكَةُ: الْجُنُبُ، وَالْكَافِرُ، وَالْمُتَضَمِّخُ بِالزَّعْفَرَانِ
Ada 3 kelompok yang tidak didekati Malaikat: junub, kafir, dan seorang laki-laki yang memakai (minyak) za’faran. (H.R at-Thobarony dari Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih)

Ditulis oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

wa al itisom

Salafy .or .id

Catatan:
*) Lihat postingan sebelumnya Tentang MEMBACA QURAN KETIKA HAID, JUNUB, BERHADAS BESAR, ATAU BERHADAS KECIL