Cari Blog Ini

Selasa, 30 Juni 2015

Tentang BERCANDA DENGAN MENYEMBUNYIKAN BARANG MILIK SAUDARANYA SESAMA MUSLIM

Tidak dibenarkan menurut agama seseorang bercanda dengan mengambil harta atau barang milik saudaranya, lalu dia sembunyikan di suatu tempat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ صَاحِبِهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا وَإِنْ أَخَذَ عَصَا صَاحِبِهِ فَلْيَرُدَّهَا عَلَيْهِ
“Janganlah salah seorang kalian mengambil barang temannya (baik) bermain-main maupun serius. Meskipun ia mengambil tongkat temannya, hendaknya ia kembalikan kepadanya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim. Asy-Syaikh al-Albani menyatakan hasan dalam Shahih al-Jami’)
Sisi dilarangnya mengambil barang saudaranya secara serius itu jelas, yaitu itu adalah bentuk pencurian. Adapun larangan mengambil barang orang lain dengan bergurau karena hal itu memang tidak ada manfaatnya, bahkan terkadang menjadi sebab timbulnya kejengkelan dan tersakitinya pemilik barang tersebut. (Aunul Ma’bud 13/346—347)

Sumber: Asy Syariah Edisi 089

Tentang BERMAIN-MAIN DENGAN MENGACUNGKAN ATAU MENODONGKAN SENJATA ATAU BENDA BERBAHAYA LAINNYA KEPADA SAUDARA SESAMA MUSLIM

Terkadang, ada orang yang bercanda dengan mengacungkan (menodongkan) senjatanya (pisau atau senjata api) kepada temannya. Hal ini tentu sangat berbahaya karena bisa melukai, bahkan membunuhnya. Sering terjadi, seseorang bermain-main menodongkan pistolnya kepada orang lain. Ia menyangka pistolnya kosong dari peluru, namun ternyata masih ada sehingga mengakibatkan kematian orang lain. Akhirnya dia pun menyesal karena ternyata masih tersisa padanya “peluru setan” yang mematikan. Namun, apa mau dikata, nyawa orang lain melayang karena kedunguannya. Ini akibat menyelisihi bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda, “Janganlah salah seorang kalian menunjuk kepada saudaranya dengan senjata, karena dia tidak tahu, bisa jadi setan mencabut dari tangannya, lalu dia terjerumus ke dalam neraka.” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikian pula sabda beliau (yang artinya), “Barang siapa mengacungkan besi kepada saudaranya, para malaikat akan melaknatnya, meskipun ia saudara kandungnya.” (HR. Muslim dan at- Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Larangan mengacungkan senjata kepada saudara ini bersifat umum, baik serius maupun bercanda. Sebab, manusia menjadi target setan untuk dijerumuskan kepada kebinasaan. Dengan sedikit saja tersulut kemarahan, seseorang bisa tega membunuh saudaranya dengan senjata itu. Adapun mengacungkan senjata kepada orang zalim yang menyerangnya dan akan membunuhnya, merampas hartanya, atau melukai kehormatannya, boleh bagi seseorang untuk menakut-nakutinya dengan senjata supaya terhindar dari kejahatannya. Apabila upaya menakut-nakuti ini berhasil, selesailah masalahnya. Namun, bila orang zalim itu tetap menyerang, ia boleh melakukan perlawanan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Barang siapa menyerang kamu, seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (al- Baqarah: 194)

Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita dari bercanda dengan senjata kecuali karena khawatir dari (godaan) setan kepada orang yang beriman. Setan telah mengarahkan perangkapnya kepada orang yang beriman agar terjerumus dalam perkara yang menyeretnya kepada neraka dan kemurkaan Allah Subhanahu wata’ala. Demi menutup jalan yang berbahaya ini, kita dilarang bercanda yang bisa menimbulkan kejelekan dan menakut-nakuti muslimin atau bahkan mengakibatkan hilangnya nyawa. Betapa banyak petaka yang kita saksikan karena candaan yang seperti ini. Misalnya, seseorang bercanda dengan berteriak keras dari belakang punggung saudaranya yang sedang santai atau di sisi telinganya sehingga dia terkejut. Semisal ini pula adalah mengejutkan seseorang dengan memuntahkan peluru di atas kepala saudaranya untuk menakut-nakuti. Demikian pula mengejutkan orang dengan membunyikan klakson mobil sekeras-kerasnya ketika lewat di sisinya sehingga berdebar-debar jantungnya dan hampir copot. Ada juga mainan ular-ularan yang mirip ular sungguhan yang dilemparkan kepada orang lain yang tidak mengetahuinya. Ia sangka itu ular sungguhan sehingga terkejut dan takut tidak kepalang. Sungguh, candaan yang tersebut di atas dan semisalnya telah banyak menyisakan kepiluan dan trauma yang mendalam.” (lihat Ishlahul Mujtama’ hlm. 36—37)

Sumber: Asy Syariah Edisi 089

Tentang PERCERAIAN

SOLUSI SEBELUM JATUH TALAK
 
Soal:
Islam tidaklah menetapkan talak atau perceraian selain sebagai solusi akhir untuk menyelesaikan pertikaian antara suami istri. Sebelumnya Islam pasti memberikan jalan agar pasangan yang bertikai bisa berbaikan kembali. Mohon dijelaskan kepada kami solusi tersebut.
 
Jawab:
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Baz rahimahullah menjawab sebagai berikut.
Allah ‘azza wa jalla mensyariatkan ishlah atau menyelesaikan problem yang ada di antara suami istri dengan menempuh cara-cara yang dapat merukunkan kembali hubungan di antara keduanya sehingga perceraian bisa dihindarkan. Cara-cara yang dimaksud (apabila yang bermasalah pihak istri, misalnya si istri berbuat durhaka) adalah nasihat, pemboikotan, dan pukulan yang ringan, ketika dua cara yang pertama tidak bermanfaat.
Hal ini berdasar firman Allah ‘azza wa jalla,
“Istri-istri yang kalian khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.” (an-Nisa’: 34)
Apabila masalahnya datang dari kedua belah pihak, suami dan istri, caranya adalah mengirim dua hakam (yang bertindak sebagai pemutus perkara di antara kedua suami istri). Satu dari keluarga suami dan satu dari keluarga istri. Dua hakam ini akan membicarakan bagaimana cara menyelesaikan pertikaian yang ada di antara suami istri tersebut.
Hal ini berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla,
“Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, kirimlah seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki (suami) dan hakam dari keluarga istri. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri tersebut.” (an-Nisa: 35)
Apabila usaha-usaha yang dilakukan tidak bermanfaat dan tidak membawa perbaikan, justru pertikaian terus berlanjut, disyariatkan kepada suami untuk menjatuhkan talak dan diizinkan kepada istri untuk meminta khulu’ atau menebus dirinya dengan harta, jika suaminya tidak mau melepaskannya selain dengan cara si istri menebus dirinya. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (al-Baqarah: 229)
Berpisah dengan cara baik-baik tentu lebih disenangi daripada pertikaian dan perselisihan yang berkelanjutan dan tiada berujung, yang berarti maksud dan tujuan disyariatkannya pernikahan tidak tercapai. Karena itulah, Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Jika keduanya bercerai, Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya.” (an-Nisa: 130)
Ada hadits sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Tsabit bin Qais al-Anshari radhiallahu ‘anhu melepas istrinya yang tidak sanggup hidup bersamanya. Si istri tidak bisa mencintainya dan bersedia mengembalikan kebun yang dahulu menjadi mahar pernikahannya dengan Tsabit. (HR. al-Bukhari dalam Shahih-nya)
(Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah fil ‘Aqaid wal ‘Ibadat wal Mu’amalat wal Adab, hlm. 951—952)

KAPAN TALAK ITU SAH
HIKMAH TALAK

Soal:
Kapan seorang istri sah ditalak oleh suaminya? Apakah hikmah dari pembolehan talak?
 
Jawab:
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Baz rahimahullah menjawab sebagai berikut.
Seorang istri dianggap telah ditalak ketika suaminya menjatuhkan talak kepadanya, dalam keadaan si suami adalah seorang yang berakal. Dia sadar melakukannya tanpa ada paksaan. Tidak ada pada dirinya penghalang yang menghalangi jatuhnya talak, seperti penyakit gila, mabuk, dan semisalnya. Sementara itu, ketika talak dijatuhkan, si istri dalam keadaan suci, tidak sedang haid, yang dalam masa suci tersebut suaminya belum pernah menggaulinya, ataupun dalam keadaan si istri hamil atau telah berhenti haid. Apabila istri yang ditalak dalam keadaan haid, nifas, atau sedang suci namun suaminya pernah menggaulinya dalam masa suci tersebut, tidaklah jatuh talak menurut pendapat yang paling sahih dari dua pendapat ulama. Berbeda halnya apabila qadhi/hakim syar’i menghukumi talak tersebut sah atau teranggap. Sebab, keputusan hakim akan menghilangkan perselisihan yang terjadi dalam masalah-masalah ijtihadiah.
Demikian pula apabila suami berpenyakit gila, dipaksa, atau sedang mabuk, talak yang dijatuhkannya tidak teranggap, menurut pendapat yang paling benar dari dua pendapat yang ada.
Demikian pula ketika suami sedang marah besar yang membuatnya kehilangan akal, tidak memikirkan madarat yang akan muncul dari perceraian tersebut, talak tidak teranggap. Sebab kemarahannya jelas, disertai dengan pembenaran dari si istri yang ditalak bahwa suaminya memang mengucapkan talak karena sangat marah, atau adanya saksi yang jelas yang diterima persaksiannya tentang hal tersebut.
Dalam keadaan-keadaan seperti ini. talak yang diucapkan tidaklah jatuh. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: الصَّغِيْرُ حَتَّى بَيْلُغَ، وَالنَّائِمُ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَالْمَجْنُوْنُ حَتَّى يَفِيْقَ
“Pena diangkat dari tiga orang: anak kecil hingga dia baligh, orang yang tidur sampai dia terbangun, dan orang gila sampai dia sadar dari gilanya/waras kembali.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih dalam Irwaul Ghalil no. 297)
Firman Allah ‘azza wa jalla,
Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia akan beroleh kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal kalbunya tetap tenang dalam keimanan (maka dia tidaklah berdosa). Akan tetapi, orang yang melapangkan dadanya kepada kekafiran maka kemurkaan Allah menimpanya dan untuknya azab yang besar.” (an-Nahl: 106)
Apabila orang yang dipaksa berbuat kekafiran saja tidak kafir apabila kalbunya tetap tenang dalam keimanan, orang yang dipaksa untuk menalak istrinya tentu lebih utama dinyatakan talaknya tidak teranggap, apabila tidak ada faktor lain yang mendorongnya untuk mentalak istrinya selain paksaan tersebut.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ طَلاَقَ وَلاَ عِتَاقَ فِي إِغْلاَقٍ
“Tidak ada talak, tidak pula pemerdekaan budak dalam keadaan pikiran tertutup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, dinyatakan sahih oleh al-Hakim, dinyatakan hasan dalam Shahih Ibni Majah)
Sekumpulan ulama, di antaranya al-Imam Ahmad rahimahullah, menafsirkan kata al-ighlaq (dalam hadits di atas) dengan al-ikrah (pemaksaan) dan kemarahan yang sangat.
Utsman ibnu Affan radhiallahu ‘anhu dan sekumpulan ulama lainnya memfatwakan tidak jatuhnya talak orang yang mabuk (yang pikirannya berubah karena mabuk), walaupun di sisi lain dia berdosa (karena telah menghilangkan akalnya dengan mabukmabukan).
Adapun hikmah dibolehkannya talak, jelas sekali. Sebab, seorang suami terkadang tidak ada kecocokan dengan istrinya atau si istri sering membuatnya marah karena sebab tertentu. Bisa jadi, si istri lemah akalnya, kurang agamanya, jelek adabnya, atau semisalnya. Allah ‘azza wa jalla memberikan jalan keluar bagi si suami dengan menalak istri tesebut dan mengeluarkannya dari tanggung jawabnya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Jika keduanya bercerai, Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya.” (an-Nisa: 130)
(Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah fil ‘Aqaid wal ‘Ibadat wal Mu’amalat wal Adab, hlm. 952—953)

Sumber: Asy Syariah Edisi 098

Minggu, 28 Juni 2015

Tentang INGIN TENAR DAN TERKENAL

Berkata Ibrahim bin Adham Rohimahulloh:
“Seseorang yang cinta kemasyhuran berarti dia tidak jujur kepada Allah.” (Siyar ‘Alam Nubala’)

Al-Baihaqi Rohimahulloh berkata:
"Ketahuilah, fondasi dari suatu kedudukan adalah senang tersebarnya reputasi, cinta ketenaran, dan kemasyhuran, padahal itu merupakan bahaya yang sangat besar. Adapun keselamatan itu terdapat pada lawannya, yakni menjauhi ketenaran." (an-Nubadz gi Adabi Thalabil Ilmi)

###

Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz hafizhahullah
[Menteri Urusan Agama Kerajaan Arab Saudi]

Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata:
لَوْ تَعْلَمُوْنَ ذُنُوْبِيْ مَا وَطِئَ عَقِبِيْ اثْنَانِ
“Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku, tidak akan ada orang yang mau berjalan di belakangku (mengikutiku) walaupun cuma dua orang.” (Lihat: Siyar A’lamin Nubala, I/495)
Ada orang-orang yang terkenal, sebagian mereka ada yang terkenal karena dia seorang qari’ Al-Qur’an, dia terkenal karena bagusnya bacaannya dan karena kemerduan suaranya, sehingga manusia banyak yang mendatanginya. Di antara mereka ada yang merupakan seorang ulama yang dia terkenal karena ilmu, fatwa, wara’ dan kesalehannya, sehingga banyak manusia yang mendatanginya. Di antara mereka ada yang sebagai seorang dai yang dia terkenal karena apa yang dia kerahkan dan dia upayakan untuk manusia, sehingga banyak dari mereka yang mendatanginya disebabkan karena Allah memberi mereka hidayah kepada kebenaran melalui perantaraan dia. Ada juga seseorang yang terkenal karena dia seorang yang menunaikan amanah, ada yang terkenal karena suka melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dan seterusnya.
Ketenaran merupakan kedudukan yang sangat rawan untuk menggelincirkan seseorang. Oleh karena inilah Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu mewasiatkan untuk dirinya sendiri yang menjelaskan keadaan beliau dan menjelaskan apa yang wajib untuk dilakukan –katakanlah– oleh siapa saja yang memiliki pengikut, beliau mengatakan:
لَوْ تَعْلَمُوْنَ ذُنُوْبِيْ مَا وَطِئَ عَقِبِيْ اثْنَانِ وَلَحَثَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِيْ
“Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku, tidak akan ada orang yang mau berjalan di belakangku (mengikutiku) walaupun cuma dua orang, dan niscaya kalian akan menaburkan debu di kepalaku.”
Wajib atas siapa saja yang memiliki ketenaran atau dia termasuk orang yang menjadi idola manusia, untuk senantiasa menganggap rendah dirinya di tengah-tengah mereka, dan hendaknya dia menampakkan hal itu namun bukan agar dimuliakan oleh mereka. Tetapi dia melakukannya semata-mata agar mendapatkan kemuliaan di sisi Allah Jalla wa Ala. Dan poros dari hal itu adalah keikhlasan, karena sungguh di antara manusia ada yang terkadang merendahkan dirinya di hadapan manusia agar dia nampak atau menonjol (agar dianggap sebagai orang yang tawadhu’) di antara mereka. Yang semacam ini termasuk perbuatan syaithan.
Di antara mereka ada yang merendahkan dirinya di tengah-tengah manusia dalam keadaan Allah Jalla wa Ala mengetahui hatinya bahwa dia jujur dalam hal tersebut. Dia melakukannya karena takut perjumpaan dengan Allah Jalla wa Ala, dan dia takut terhadap hari ketika apa yang tersembunyi dalam dada diberi balasan setimpal, dan hari ketika semua yang ada di dalam hati dibongkar. Dan ketika itu tidak ada sedikitpun yang tersembunyi dari ilmu Allah.

Forum Salafy Indonesia

Jumat, 26 Juni 2015

Tentang KEWAJIBAN BERPUASA BAGI ORANG YANG LEMAH FISIKNYA SEPERTI ORANG YANG LANJUT USIA DAN ORANG YANG SAKIT MENAHUN

Orang yang lemah untuk melakukan puasa dalam jangka waktu panjang yang tidak bisa diharapkan lagi kekuatannya seperti lanjut usia, sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya dalam waktu dekat seperti kanker, maka yang demikian ini tidak terkena kewajiban puasa dikarenakan ketidakmampuannya sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Allah tidaklah membebani satu jiwa kecuali dengan apa yang dia mampu.” (al-Baqarah: 286)
Akan tetapi wajib baginya untuk memberi makan kepada fakir miskin sebanyak hari puasa yang ditinggalkannya.
(Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 20/225-238)
Wallahu a’lam bish shawab.  

Penulis:
Abu ‘Abdirrahman Muhammad Rifqi

Sumber:
Buletin Al Ilmu Edisi No. 31/VIII/XIII/1436 H

Tentang KEWAJIBAN BERPUASA BAGI ORANG GILA, ORANG YANG PINGSAN ATAU KEHILANGAN KESADARAN, DAN ORANG YANG PIKUN

Orang gila, yaitu orang yang hilang akal, maka dia tidak terkena kewajiban puasa sampai dia sadar dan tidak sah puasanya kalau ia berpuasa. Kalau dia terkadang sadar dan terkadang gila maka wajib puasa baginya ketika dalam keadaan sadar. Namun apabila pada pertengahan hari penyakit gilanya kambuh maka puasanya tetap sah, karena dari awal dia sudah berniat puasa dalam keadaan sadar. Sehingga tidak wajib baginya untuk mengqadha hari tersebut. Demikian pula sama hukumnya dengan orang yang pingsan pada pertengahan hari. Dan sebaliknya apabila orang yang gila telah sadar pada pertengahan hari maka wajib baginya berpuasa pada sisa waktu hari tersebut dan tidak wajib mengqadha hari tersebut.

Orang tua yang sudah pikun dan tidak mampu membedakan antara perkara yang baik dan buruk maka dia tidak terkena kewajiban puasa dan tidak perlu membayar fidyah karena dia termasuk orang yang tidak terkena beban syariat seperti anak kecil yang belum baligh. Apabila dia terkadang pikun dan terkadang mampu membedakan antara perkara yang baik dan buruk maka wajib puasa baginya ketika mampu membedakan antara perkara yang baik dan buruk.

(Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 20/225-238)

Penulis:
Abu ‘Abdirrahman Muhammad Rifqi

Sumber:
Buletin Al Ilmu Edisi No. 31/VIII/XIII/1436 H

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz  رحمه الله

Pertanyaan:
مريض أدرك بعض شهر رمضان ثم أصابه فقدان للوعي ولا يزال، هل يقضي عنه أبناؤه لو توفي؟ بارك الله فيكم
Seorang yang sedang sakit mendapati sebagian bulan Ramadhan lalu hilang kesadarannya dan tetap dalam kondisi demikian, apakah anak-anaknya harus membayarkan qadha puasanya seandainya ia meninggal? Semoga Allah memberkahi anda.

Jawaban:
بسم الله والحمد لله، ليس عليه القضاء إذا أصابه ما يذهِب عقله أو ما يسمى بالإغماء، فإنه إذا استرد وعيه لا قضاء عليه، فمثله مثل المجنون والمعتوه، لا قضاء عليه، إلا إذا كان الإغماء مدة يسيرة كاليوم أو اليومين أو الثلاثة على الأكثر فلا بأس بالقضاء احتياطاً، وأما إذا طالت المدة فهو كالمعتوه لا قضاء عليه، وإذا رد الله عقله يبتدئ العمل، ولا على أبنائه – لو مات – أن يقضوا عنه، نسأل الله العافية والسلامة
Bismillah, segala puji hanya milik Allah. Tidak ada kewajiban qadha baginya bila ia tertimpa sesuatu yang menghilangkan akal (kesadaran)nya atau yang disebut dengan pingsan. Karena bila hilang kesadarannya, maka tidak ada kewajiban qadha baginya. Kecuali bila ia pingsan dalam waktu yang relatif singkat seperti sehari, dua hari, atau paling banyaknya tiga hari, maka tidak mengapa melakukan qadha dalam rangka berhati-hati.
Adapun bila pingsan (tidak sadarkan diri) dalam waktu yang relatif panjang maka ia diberi hukum layaknya orang gila (kurang waras), tidak ada kewajiban qadha baginya. Apabila Allah telah mengembalikan akalnya, maka ia kembali memulai amalannya. Dan bagi anak-anaknya, tidak ada kewajiban untuk membayarkan qadha puasanya. Hanya kepada Allah kita memohon kesehatan dan keselamatan.

Sumber:
www .binbaz .org .sa/node/464

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Tentang KEWAJIBAN BERPUASA BAGI ORANG YANG MENANGANI KEDARURATAN

Orang yang perlu untuk tidak berpuasa dikarenakan adanya keperluan darurat yang memerlukan kekuatan fisik seperti menolong seseorang yang akan tenggelam, terbakar, binasa dan lain sebagainya. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan pertolongan kecuali dengan kekuatan fisik yang mengharuskan baginya untuk makan dan minum maka boleh baginya untuk tidak berpuasa bahkan wajib hukumnya untuk tidak berpuasa dalam kondisi demikian dikarenakan menolong seorang dari ancaman kebinasaan hukumnya adalah wajib sebagaimana dikatakan dalam kaidah, “Tidak akan sempurna kewajiban kecuali dengan suatu perkara maka suatu perkara itupun hukumnya wajib.”
Sehingga orang yang demikian wajib mengqadha dari hari yang ditinggalkannya tersebut.
(Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 20/225-238)
Wallahu a’lam bish shawab.  

Penulis:
Abu ‘Abdirrahman Muhammad Rifqi

Sumber:
Buletin Al Ilmu Edisi No. 31/VIII/XIII/1436 H

Tentang ANAK-ANAK IKUT BERPUASA

Anak kecil yang belum baligh maka dia tidak terkena kewajiban puasa sampai dia baligh, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Pena diangkat (tidak terkena kewajiban syariat) pada 3 golongan: orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia mimpi basah (baligh) dan orang gila sampai dia sadar.” (HR. Abu Dawud no. 4403)
Apabila si anak telah baligh pada pertengahan hari maka wajib baginya berpuasa pada sisa waktu hari tersebut dan tidak wajib mengqadha dari waktu yang sebelumnya.
Akan tetapi boleh bagi orang tua memerintahkan anaknya untuk berpuasa sebagai bentuk latihan dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala hingga mudah baginya untuk berpuasa ketika dia sudah baligh. Sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat yang melatih anak-anak mereka untuk berpuasa. Sampai dikisahkan tatkala anak-anaknya menangis karena lapar maka diberikanlah mainan yang terbuat dari bulu kepada anak-anak tersebut hingga lupa dari rasa laparnya. Dan kebanyakan orang tua pada masa sekarang mereka lalai dan tidak melatih anak-anaknya untuk berpuasa. Bahkan didapati sebagian mereka melarang anaknya untuk berpuasa dalam keadaan si anak sangat ingin berpuasa. Orang tua beralasan dengan pelarangan tersebut adalah karena sayang kepadanya (masih kecil). Justru bentuk kasih sayang yang sebenarnya adalah mendidik dan mengenalkan kepada mereka tentang kewajiban-kewajiban syariat seperti melatih untuk berpuasa. Kecuali apabila si anak tidak mampu berpuasa maka tidak mengapa bagi orang tua untuk melarangnya.

Penulis:
Ustadz Muhammad Rifqi

Sumber:
Buletin Al Ilmu Edisi No. 31/VIII/XIII/1436 H

Tentang ZAKAT HARTA PIUTANG

Soal:
Harta piutang (uang yang kita pinjamkan kepada orang lain) apakah wajib dikeluarkan zakatnya?

Jawab:
Piutang ada rinciannya menurut pendapat yang rajih :
1. Pada orang yang mampu melunasi dan amanah dalam melunasi utang, wajib dikeluarkan zakatnya apabila mencapai nishab dan telah melewati satu periode (haul).
2. Pada orang yang tidak mampu melunasi, atau mampu tetapi tidak amanah (menunda-nunda pembayarannya), tidak terkena zakat. Namun, jika suatu ketika terlunasi juga, wajib dikeluarkan zakatnya untuk tahun itu saja (saat terlunasi). (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)

Sumber: Asy Syariah Edisi 081

Tentang WANITA MEMAKAI PENUTUP WAJAH

Soal:
Apa hukum memakai cadar bagi muslimah?

Jawab:
Cadar yang dimaksud adalah penutup wajah, selain jilbab yang dikenakan oleh seorang wanita. Jilbab berbeda dengan cadar. Seorang muslimah yang telah baligh diwajibkan memakai jilbab yang besar. Adapun cadar, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama mewajibkannya bagi muslimah. Adapun sebagian yang lain menyatakan tidak wajib hukumnya, namun sunnah. Perbedaan pendapat ini cukup kuat. Namun, perlu diketahui bahwa perbedaan pendapat ini berlaku pada seorang muslimah yang sudah baligh. Adapun bagi anak-anak, yakni yang belum baligh, maka sudah barang tentu tidak ada kewajiban bagi mereka untuk mengenakan cadar. (al-Ustadz Qomar Suaidi)

Sumber: Asy Syariah Edisi 081

Tentang SIAPA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

Soal:
Bolehkah zakat fitrah dibagikan kepada selain fakir miskin? Misalnya, dibagikan kepada delapan ashnaf. Mengingat takmir masjid di tempat kami mendapatkan jatah zakat fitrah.

Jawab:
Terdapat perbedaan pendapat dalam masalah ini, tetapi yang benar zakat fitrah hanya khusus untuk fakir miskin. Takmir masjid tidak berhak mendapatkan, walaupun menurut pendapat yang mengatakan zakat fitrah untuk delapan golongan. (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)

Sumber: Asy Syariah Edisi 081

###

Kepada Siapa Zakat Fithrah diberikan?
Asy-Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah menjawab:
"Zakat Fithrah tidak diberikan kecuali kepada satu pihak saja, yaitu kaum FAQIR."
(Majmu Fatawa wa Rasa'il 18/259)

Majmu'ah Manhajul Anbiya

###

Bolehkah memberikan Zakat Fithrah kepada pekerja non-muslim?
Asy-Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah menjawab:
"TIDAK BOLEH memberikan zakat KECUALI kepada orang faqir dari kalangan muslimin saja."
(Majmu Fatawa wa Rasa'il 18/258)

Majmu'ah Manhajul Anbiya

Tentang BATALNYA PUASA KARENA MENGHIRUP AROMA DARI MAKANAN ATAU WEWANGIAN

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz  رحمه الله

Pertanyaan:
ما حكم شم العطر أو الطعام أثناء الصيام؟
Apa hukum mencium minyak wangi atau makanan di saat berpuasa?

Jawaban:
شم الطعام لا بأس والعطر لا بأس إلا البخور لا يتنشق؛ لأنه له قوة يذهب إلى الدماغ أما شم الأطياب الأخرى ولاسيما إذا دعت الحاجة إليها لا بأس ليس من المفطرات، لكن إذا كان له قوة شديدة تركه أحسن وأما البخور نفسه العود فلا يتبخر لا يتنشق منه الصائم؛ لأن بعض أهل العلم يرى أنه يفطر فلا ينبغي أن يتنشقه الصائم وهكذا الأطياب المسحوقة  جزاكم الله خيراً
Mencium makanan dan minyak wangi tidaklah mengapa. Kecuali bukhur (wewangian yang dibakar), maka jangan dihirup. Karena bukhur memiliki aroma kuat yang sampai ke otak. Adapun mencium wewangian yang lain terlebih bila memang dibutuhkan, maka tidak mengapa dan bukan termasuk pembatal puasa. Akan tetapi bila memiliki aroma yang sangat kuat, maka meninggalkannya itu lebih utama.
Adapun bukhur itu sendiri adalah uud (kayu gaharu), maka orang yang berpuasa jangan membakarnya dan jangan menghirupnya. Karena sebagian ulama memandangnya dapat membatalkan puasa. Jadi sudah sepantasnya orang yang berpuasa tidak menghirupnya. Demikian juga dengan wewangian-wewangian yang berbentuk bubuk lainnya. Semoga Allah membalas kebaikan kepada kalian semua.

Sumber: 
www .binbaz .org .sa/node/18663

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

###

Menghirup bukhur (asap gaharu) dengan sengaja dalam keadaan tahu: Membatalkan puasa. Adapun sekedar mencium aroma bukhur tanpa sengaja menghirupnya, maka tidak membatalkan. (asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh)

Memakai minyak wangi dan menghirupnya: Tidak membatalkan puasa. (asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahumalloh)

Sumber: Tanbiihaat Syahri Ramadhon

Alih Bahasa: al Ustadz Syafi’i al Idrus Hafidhohulloh

Faedah dari Majmu’ah Manaabir al-Kitab was Sunnah dengan sedikit perubahan.

Forum Ahlussunnah Ngawi

Tentang MENCICIPI MAKANAN KETIKA BERPUASA

Mencicipi makanan/masakan tidaklah membatalkan puasa, akan tetapi tidak boleh menelannya, dan tidak melakukannya kecuali memang dibutuhkan.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dalam sebuah atsar, “Tidak apa-apa bagi seseorang untuk mencicipi cuka dan lainnya yang akan dia beli.” (Atsar ini dihasankan asy-Syaikh al-Albani di al-Irwa’ no. 937)

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz  رحمه الله

Pertanyaan:
هل يجوز تذوق ملح الطعام وأنا صائمة، وهو لا يروح إلى الحلق بل في طرف اللسان؟
Apakah boleh mencicipi garam pada makanan di saat sedang berpuasa yaitu tidak sampai melewati kerongkongan bahkan hanya di ujung lidah saja?

Jawaban:
لا حرج في ذلك، لا حرج أن المرأة تذوق الطعام، أو الرجل الطباخ لا حرج، كونه يذوقه هل هو مالح هل هو طيب ثم يلفظه لا يبتلع شيء لكن يذوقه ثم يلقيه لا بأس في ذلك، لا في حق المرآة ولا في حق الرجل الطباخ، لا حرج في هذا بحمد لله
Tidak mengapa yang demikian. Tidak mengapa seorang wanita mencicipi makanan ataupun koki laki-laki. Yang demikian tidak mengapa. Keadaannya merasakan makanan, apakah asin atau sudah lezat, kemudian melepehnya kembali tanpa menelan apapun, akan tetapi hanya mencicipi kemudian melepehnya, maka yang demikian tidak mengapa. Sama apakah itu pada hak tukang masak laki-laki maupun perempuan. Hal itu tidak mengapa walhamdulillah.

Sumber:
www .binbaz .org .sa/node/18701

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Kamis, 25 Juni 2015

Tentang BERPUASA KETIKA SAKIT

Dalam hal ini (sakit yang bisa diharapkan kesembuhannya dalam waktu dekat) ada 3 keadaan baginya:
- Apabila berpuasa tidak memberatkan dan tidak pula membahayakan dirinya maka wajib baginya berpuasa.
- Apabila berpuasa terasa memberatkan namun tidak membahayakan maka yang lebih utama adalah berbuka berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (tidak berpuasa) maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (al-Baqarah: 185). Dalam hal ini makruh hukumnya berpuasa karena dia telah meninggalkan keringanan yang diberikan oleh Allah Ta’ala dan juga karena telah menyiksa dirinya sendiri.
- Apabila berpuasa akan membahayakan dirinya maka wajib baginya untuk berbuka berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kalian menjatuhkan diri-diri kalian sendiri ke dalam jurang kebinasaan.” (al-Baqarah: 195)
Apabila dokter telah menetapkan kepada seseorang bahwa dengan puasa akan menyebabkan sakit dan akan semakin lama kesembuhannya maka boleh baginya untuk berbuka dalam rangka menjaga kesehatan dan menjaga diri dari sakit.

Penulis:
Ustadz Muhammad Rifqi

Sumber:
Buletin Al Ilmu Edisi No. 31/VIII/XIII/1436 H

###

Soal:
Jika kita sedang berpuasa tiba-tiba sakit diare, apakah menahan untuk terus berpuasa dengan keadaan perut sakit itu lebih baik daripada membatalkannya? Mengingat hari ini adalah awal sepuluh hari terakhir puasa (masuk malam lailatul qadar).

Jawab:
Jika diare Anda ringan dan tubuh Anda tidak terpengaruh dengan puasa, wajib tetap berpuasa. Jika diare membuat tubuh Anda terasa lebih enak tanpa puasa, afdhal berbuka. Jika Anda lemas dan berat menjalankan puasa, makruh berpuasa. Jika puasa akan memudaratkan Anda, haram berpuasa. (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)

Sumber: Asy Syariah Edisi 081

Tentang JUAL BELI ROKOK

Imam Ahlussunnah Syaikh ‘Allaamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz semoga Allah merahmati beliau

Pertanyaan:
ما حكم شرب الدخان؟ وهل هو حرام أم مكروه ؟ وما حكم بيعه والاتجار فيه؟
Apa hukum merokok? Apakah hal tersebut haram ataukah makruh?  Dan apa hukum menjual serta memperdagangkannya?

Jawab: 
الدخان محرم؛ لكونه خبيثا ومشتملا على أضرار كثيرة، والله سبحانه وتعالى إنما أباح لعباده الطيبات من المطاعم والمشارب وغيرها، وحرم عليهم الخبائث، قال الله سبحانه وتعالى: يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ
Rokok hukumnya haram, karena rokok itu buruk dan mengandung banyak kerusakan. Allah subhanahu wa ta’ala hanya membolehkan bagi hambaNya perkara-perkara yang baik berupa makanan, minuman, dan selainnya dan Allah mengharamkan atas hambaNya perkara-perkara yang buruk.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Mereka bertanya kepadamu, apakah yang dihalalkan bagi mereka. Katakanlah: Yang dihalalkan bagi kalian adalah yang baik-baik.” (Surat Al Maidah ayat 4)
وقال سبحانه في وصف نبيه محمد صلى الله عليه وسلم: يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
Demikian juga dengan firmanNya, ketika menyifati Nabi shollallohu ‘alaihi wa salam: “…yang menyuruh mereka berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.” (Surat Al A’raf ayat 157)
والدخان بأنواعه كلها ليس من الطيبات بل هو من الخبائث وهكذا جميع المسكرات كلها من الخبائث، والدخان لا يجوز شربه ولا بيعه ولا التجارة فيه؛ لما في ذلك من المضار العظيمة والعواقب الوخيمة
Rokok dengan berbagai jenisnya tidak termasuk dari kebaikan, bahkan dia termasuk dari keburukan, dan demikian juga dengan semua yang memabukkan itu adalah bagian dari keburukan.
Tidak boleh merokok, menjualnya ataupun memperdagangkannya, karena di dalamnya terdapat kerusakan yang besar dan akibat-akibat yang jelek.
والواجب على من كان يشرب أو يتجر فيه البدار بالتوبة والإنابة إلى الله سبحانه وتعالى، والندم على ما مضى، والعزم على ألا يعود في ذلك ، ومن تاب صادقا تاب الله عليه كما قال عز وجل: وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Maka wajib bagi seseorang yang merokok atau memperdagangkannya untuk segera bertaubat dan kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala, menyesali atas apa yang telah dilakukan, dan bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya.
Barang siapa bertaubat dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan mengampuninya, sebagaimana firmanNya: “…dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Surat An Nur ayat 31)
وقال سبحانه: وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
Dan juga firmanNya: “Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertaubat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (Surat Thaha ayat 82)
وقال النبي صلى الله عليه وسلم: التوبة تجب ما كان قبلها
Dan telah bersabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa salam: “Taubat akan menghapuskan dosa-dosa  yang telah lalu.”
وقال عليه الصلاة والسلام: التائب من الذنب كمن لا ذنب له
Dan juga sabda beliau shollallohu ‘alaihi wa salam: “Orang yang bertaubat dari dosa, seperti orang yang tidak memiliki dosa.”

Sumber:
Almuntaqo karya Ibnu Baz rohimahullah, Majmu’ (82/19)

Alih Bahasa: Syabab Forum Salafy Indonesia

Forum Salafy Indonesia

###

Soal:
Bismillah. Bagaimanakah hukum orang yang kerja di pabrik rokok atau jual beli rokok?

Jawab:
Yang benar, rokok diharamkan. Oleh karena itu, tidak boleh kerja di pabrik rokok atau jual beli rokok, karena kedua hal tersebut termasuk bentuk kerja sama dalam maksiat. Perhatikanlah bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, yang memberi riba, juru tulis, dan dua saksi akad riba. (HR. Muslim dari Jabir).
Yang pertama jelas dilaknat karena diam mengambil (memakan riba). Adapun yang memberi riba dilaknat karena dia memberi riba pada akad yang dilakukannya bersama pemakan riba tersebut, padahal dia yang dizalimi. Namun, ia ikut terlaknat karena terlibat sehingga akad riba itu terjadi. Begitu pula halnya saksi dan juru tulis akad riba tersebut. (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)

Sumber: Asy Syariah Edisi 081

Tentang BEKERJA DI PABRIK ROKOK

Soal:
Bismillah. Bagaimanakah hukum orang yang kerja di pabrik rokok atau jual beli rokok?

Jawab:
Yang benar, rokok diharamkan. Oleh karena itu, tidak boleh kerja di pabrik rokok atau jual beli rokok, karena kedua hal tersebut termasuk bentuk kerja sama dalam maksiat. Perhatikanlah bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, yang memberi riba, juru tulis, dan dua saksi akad riba. (HR. Muslim dari Jabir).
Yang pertama jelas dilaknat karena diam mengambil (memakan riba). Adapun yang memberi riba dilaknat karena dia memberi riba pada akad yang dilakukannya bersama pemakan riba tersebut, padahal dia yang dizalimi. Namun, ia ikut terlaknat karena terlibat sehingga akad riba itu terjadi. Begitu pula halnya saksi dan juru tulis akad riba tersebut. (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)

Sumber: Asy Syariah Edisi 081

Tentang BATALNYA PUASA KARENA MEROKOK

Soal:
Apakah merokok membatalkan puasa?

Jawab:
Ya, merokok membatalkan puasa. (al-Ustadz Muhammad as-Sarbini)
 
Sumber: Asy Syariah Edisi 081

Tentang DAGING ULAR

Soal:
Apa hukum seseorang yang makan daging ular?

Jawab:
Makan ular adalah perbuatan haram, karena ular termasuk binatang yang haram dimakan, karena diperintahkan dibunuh dan merupakan predator.
(al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini)

Sumber: Asy Syariah Edisi 095

Selasa, 23 Juni 2015

Tentang UANG PENSIUN

Soal:
Seseorang yang sudah tidak bekerja lagi mendapatkan gaji tiap bulan sampai bulan keempat. Bolehkah ia mempergunakan uang gaji tersebut?

Jawab:
Jika dari pemerintah atau perusahaan sebagai subsidi, diperbolehkan. Namun, apabila bukan subsidi, tetapi gaji bulanan atas pekerjaan kita (yang ternyata kita sudah tidak bekerja), tidak boleh diambil. Jika dari asuransi, dirinci lagi. Jika dari uang gaji kita yang dipotong tiap bulan, boleh diambil sejumlah nominal gaji saja; tetapi jika dari selain itu, lebih baik tidak diambil karena bukan hak kita.
(al-Ustadz Muhammad Afifuddin)

Sumber: Asy Syariah Edisi 083

Tentang BEKERJA DI KANTOR PAJAK

Soal:
Apa penyebab haramnya bekerja di kantor pajak?

Jawab:
Pajak dihukumi haram, karena:
1. Memakan harta sesama muslim dengan cara yang batil.
2. Tidak berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, dan pemahaman salaf.
3. Tasyabbuh perbuatan orang-orang kafir dan pemerintah zalim.
4. Pajak di zaman salaf diterapkan terhadap orang kafir, bukan terhadap muslim. Selain itu, terdapat hadits yang menunjukkan bahwa pajak termasuk dosa besar. Lihat halaman 41 majalah edisi ini pada akhir hadits yang menyebutkan kisah wanita Ghamidiyah yang meminta agar dirinya dirajam karena telah berzina.
Ada kitab khusus yang membahas tentang pajak, ditulis oleh Fahd Nahsyali al-‘Adani, dan diberi pendahuluan oleh asy-Syaikh Muhammad al-Imam.
(al-Ustadz Muhammad Afifuddin)

Sumber: Asy Syariah Edisi 083

Tentang MEMBAYAR PAJAK

Soal:
Bagaimana hukum orang yang membayar pajak karena terpaksa? Sebab, kita akan diberi sanksi kalau tidak membayar.

Jawab:
Dengan kondisi seperti di negara kita, mau tidak mau kita harus membayar pajak. Oleh karena itu, lakukan demi meredam fitnah; sedangkan dosanya ditanggung oleh pihak yang mewajibkan.
(al-Ustadz Muhammad Afifuddin)

Sumber: Asy Syariah Edisi 083

Tentang IBU YANG TIDAK MAU MEMBERIKAN ASI KEPADA ANAKNYA

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan bahwa dalam mimpi beliau melihat azab sebagian pelaku maksiat. Di antara yang beliau lihat,
ثم انطلق بي، فإذا أنا بنساء ينهش ثديهن الحيات، قلت: ما بال هؤلاء؟! قيل: هؤلاء اللاتي يمنعن أولادهن ألبانهن
“Kemudian aku dibawa pergi. Tiba-tiba aku melihat para wanita yang buah dadanya dilahap oleh ular-ular. Aku bertanya, ‘Ada apa dengan mereka itu?’ Dijawab, ‘Mereka adalah para wanita yang menghalangi anak-anak mereka dari air susu mereka’.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, dan dinyatakan sahih oleh al-Allamah al-Albani dalam Shahihul Mawarid (no. 1509).

Al-Albani memberi keterangan,
فيه تنبيه قوي على تحريم ما تفعله بعض الزوجات من إرضاعهن أولادهن الإرضاع الصناعي، من غير عذر شرعي، محافظة منهن على نهود أثدائهن تشبهاً منهن بالكافرات أو الفاسقات
“Dalam hadits ini ada peringatan yang keras tentang haramnya perbuatan sebagian ibu yang memberi susu kepada anak mereka dengan susu buatan, tanpa ada alasan yang syar’i. Mereka melakukan hal itu untuk menjaga buah dada mereka agar tetap kencang. Hal ini mereka lakukan karena tasyabbuh (menyerupai) perbuatan para wanita kafir dan fasik.”

Oleh karena itu, hendaknya para wanita bersemangat menyusui anak-anak mereka dengan ASI, semampu mereka.

Sumber:
www .sahab .net/forums/index .php?showtopic=152370#entry712365

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Tentang BUKA PUASA BERSAMA

Fatwa Lajnah Daimah

Pertanyaan: 
سمعت من بعض الإخوة أن الإفطار الجماعي – أكان ذلك في شهر رمضان أو في صيام النافلة – بدعة. فهل هذا صحيح؟
Saya mendengar dari sebagian ikhwah bahwa acara buka bersama baik di bulan Ramadhan atau pada puasa sunnah adalah perkara bidah.
Apakah ini benar?

Jawaban:
لا بأس بالإفطار جماعيًّا في رمضان وفي غيره، ما لم يعتقد هذا الاجتماع عبادة؛ لقوله تعالى:  لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا، لكن إن خيف بالإفطار جماعيًّا في النافلة الرياء والسمعة لتميز الصائمين عن غيرهم كره لهم بذلك
Tidak mengapa untuk berbuka bersama baik pada bulan Ramadhan atau selainnya, selama tidak meyakininya sebagai sebuah ibadah.
Sebagaimana firman Allah:
Tidak ada dosa bagi kalian untuk makan bersama-sama ataupun secara terpisah.
Akan tetapi, untuk puasa sunnah, jika dikhawatirkan timbulnya riya dan sumah yang membedakan antara orang-orang yang berpuasa dan tidak dengan adanya buka bersama tersebut, maka ini dimakruhkan.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Wabillahi taufiq wasallallohu ala nabiyina muhammad wa ala alihi wasahbihi wasallam.

Lajnah daimah lilbuhuts ilmiyah wal ifta.
Ketua:
- Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Anggota:
- Abdul Aziz alu Syaikh,  
- Bakr Abu Zaid,  
- Abdullah Gudyan,  
- Sholeh al Fauzan
(Fatwa no: 15.616 jilid: 9 Hal: 35)

Sumber: 
www .alifta .net/fatawa/fatawaDetails .aspx?BookID=3View=PagePageNo=4PageID=13573

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Tentang SALAT TARAWIH EMPAT RAKAAT DENGAN SEKALI SALAM

Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah

Pertanyaan: 
Ini pertanyaan dari situs Miratsul Anbiya:
هل تجوز صلاة التراويح بتسليمة واحدة أربع ركعات يعني أربع ركعات ويسلم بتسليمة؟
Bolehkah shalat tarawih empat rakaat dengan sekali salam?

Jawaban:
لأ، لا يصح ذلك؛ وإن كان قد حصل قبل ليلتين في المسجد النبوي ويحصل أحيانًا، والحق أن الصلاة أربع ركعات بسلاٍم واحد باطلة؛ وذلك لأن عائشة أم المؤمنين-رضي الله تعالى عنها- تقول: ((مَا كَانَ النَّبِيُّ، عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ، يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلا غَيْرِهِ عَنْ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، فَيُصَلِّي أَرْبَعًا فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثًا)) فقولها: ((أَرْبَعًا فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ)) المراد الوصف لهذه الأربع الركعتين فالركعتين؛
Tidak, itu tidak benar/sah, meskipun hal itu terjadi dua malam yang lalu di Masjid Nabawi dan dilakukan sesekali.
Yang benar, shalat (tarawih) empat rakaat dengan sekali salam hukumnya batil (tidak sah).
Sebab, Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu anha mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wasallam tidaklah menambah shalat (malam) pada bulan Ramadhan atau selainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat, jangan engkau tanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat, jangan engkau tanya tentang bagusnya dan lamanya. Setelah itu, beliau shalat 3 rakaat.”
Ucapan Aisyah, “Beliau shalat 4 rakaat, jangan engkau tanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat, jangan engkau tanya tentang bagusnya dan lamanya…,” yang dimaksud dengan 4 rakaat di sini ialah dilakukan 2 rakaat, 2 rakaat.
قد يقول قائل: من أين جئت بهذا؟! نقول له: من حديثها نفسها فإن حديث هذا متفق عليه وحديثها عند مسلم جاءت فيه: (( أربعًا يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ)) فوجب حمل هذا المطلق على المقيد ؛وجب حمل هذا العام على الخاص، فحديث مسلم أربعًا تقول: ((فَلا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ)) فإذا كان يسلم من كل ركعتين فهو تفسير للحديث المطلق فحينئذٍ لابد من التسليم من كل ركعتين؛ وحينئذٍ فيتوافق مع حديث ((صَلاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى)) فعادة الأربع على هذا الوصف يسلم من كل اثنتين وعادة يسلم من كل اثنتين هي قول -صلى الله عليه وسلم- صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى
Jika ada yang bertanya, “Dari mana engkau datangkan (pemaknaan) ini?”
Kita jawab kepadanya,
“Dari hadits Aisyah sendiri. Hadits yang (disebutkan di atas) ini adalah yang muttafaqun alaih (diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim). Adapun hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim menyebutkan, ‘… 4 rakaat, beliau salam setiap 2 rakaat.’
Maka dari itu, yang mutlak (yang diriwayatkan secara muttafaqun alaih) wajib dibawa kepada yang muqayyad (yang diriwayatkan oleh Muslim saja). (Lafadz) yang umum wajib dibawa kepada (lafadz) yang khusus.
Pada riwayat Muslim yang menyebutkan 4 rakaat, Aisyah mengatakan, “…jangan engkau tanya tentang bagusnya dan lamanya, beliau salam setiap 2 rakaat.”
Apabila Nabi shallallahu alaih wasallam salam setiap 2 rakaat, ini adalah tafsir bagi hadits yang (menyebutkan lafadz) mutlak. Oleh karena itu, diharuskan untuk memberi salam setiap 2 rakaat.
Jika demikian, pemahaman ini selaras dengan hadits, “Shalat malam itu 2 rakaat, 2 rakaat.”
Maka, 4 rakaat tersebut dilakukan dengan cara ini, yaitu salam setiap 2 rakaat. Kebiasaan salam setiap 2 rakaat ini adalah sabda beliau shallallahu alaihi wasallam, “Shalat malam dan siang hari 2 rakaat 2 rakaat.”
فلابد أن يسلم من كل اثنتين؛ فإذا قام إلى ذلك يجب عليه أن يرجع ويجلس كما لو قام في الفجر إلى ثالثة، يجب عليه أن يرجع ويجلس ويتشهد ثم يسجد للسهو ثم يسلم
Jadi, harus ada salam setiap 2 rakaat. Apabila seseorang bangkit (setelah 2 rakaat, tidak salam), dia wajib untuk duduk kembali. Hal ini sebagaimana ketika dalam shalat subuh, seseorang bangkit ke rakaat ke-3 maka dia wajib untuk duduk kembali, bertasyahud, kemudian sujud sahwi, baru melakukan salam.
وأما الحديث الذي في أبي داوود أربع بسلام فهذا شاذ مخالف للأحاديث الصحيحة؛ وإذا كان كذلك فرحم الله الإمام أحمد حينما قال: من قام إلى ثالثة في صلاة الليل فهو كمن قام إلى ثالثة في صلاة الفجر   إيش يعني؟! صلاته باطلة إن كان متعمدًا، وإن كان ناسيًا نُبه فيسجد للسهو، يتشهد ويسجد للسهو؛ ولو كان قد وقف يجب عليه أن يرجع ولو كان قد شرع في قراءة الفاتحة يجب عليه أن يرجع ثم يتشهد ويسلم هذا هو الصحيح في هذه المسألة
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (yang menyebutkan) 4 rakaat dengan sekali salam, ini adalah hadits yang syadz, menyelisihi hadits-hadits yang sahih.
Karena masalah ini memang demikian, semoga Allah merahmati al-Imam Ahmad ketika mengatakan, “Barang siapa bangkit ke rakaat ke-3 pada shalat malam, dia seperti bangkit ke rakaat ke-3 pada shalat subuh.”
Apa makna ucapan beliau ini? Shalatnya batal, apabila dia lakukan dengan sengaja. Apabila dia melakukannya karena lupa, dia diingatkan lalu melakukan sujud sahwi. Dia bertasyahud lalu melakukan sujud sahwi. Meskipun sudah berdiri, dia wajib duduk kembali. Walaupun sudah mulai membaca al-Fatihah, dia wajib duduk kembali, kemudian bertasyahud dan salam.
Inilah pendapat yang benar dalam masalah ini.

Sumber: 
ar .miraath .net/fatwah/4063

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Senin, 22 Juni 2015

Tentang WANITA SIBUK MENYIAPKAN MAKANAN DI BULAN RAMADAN

Asy Syaikh Shalih Fauzan bin Abdillah al Fauzan حفظه الله

Pertanyaan: 
الاخت تقول: تقضي المرأة المسلمة غالباً كثير من الوقت في المطبخ مشغولة بإعداد الانواع من الأطعمة فيفوت عليها إغتنام اوقات الشهر ياشيخ، هل من توجيه لها؟ وهل تؤجر في إعداد هذه الاطعمة؟
Seorang saudari bertanya tentang seorang wanita yang menghabiskan waktunya di dapur untuk menyiapkan berbagai jenis makanan sehingga luput darinya kesempatan meraih keutamaan di bulan Ramadhan ini.
Wahai Syaikh, apa nasihat untuk sang wanita ini? Dan apakah dia mendapat pahala dengan menyiapkan makanan?

Jawaban:
نعم هي مأجورة في هذا لأنها تعد الطعام للصائمين وهذا من التعاون على البروالتقوى فهي مأجورةٌ في هذا
Iya.
Dia mendapat pahala dengan perbuatannya menyiapkan makanan karena dia menyiapkan makanan untuk orang-orang yang berpuasa. Dan ini bentuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, maka dia mendapat pahala dengannya.
ولا يمنعها الطبخ والعمل من: التسبيح  والتهليل والتكبير وتلاوة ما تحفظه من القران لا يمنعها هذا الطبخ من ذكر الله عز وجل
Adapun kegiatan memasaknya tidaklah menghalangi dia untuk melakukan beberapa amalan seperti bertasbih, tahlil, takbir, dan membaca Al Quran yang dia hafalkan. Sungguh kegiatan memasaknya tidaklah menghalangi dia dari dzikir kepada Allah.

Sumber: 
www .sahab .net/forums/index .php?showtopic=144522

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

Tentang SALAT TARAWIH

Para pembaca yang berbahagia.
Bulan yang mulia, yang di dalamnya penuh dengan keberkahan sebentar lagi kan tiba. Kaum muslimin di seluruh penjuru dunia mulai mempersiapkan diri menyambut kedatangan bulan nan penuh berkah tersebut. Ya, itulah bulan Ramadan. Alloh melipat gandakan pahala di dalamnya sampai berlipat-lipat banyaknya dan membuka pintu-pintu kebaikan kepada para hamba-Nya yang mengharapkan rahmat, ampunan dan surga Alloh.
Dan di antara pintu-pintu kebaikan yang Alloh bukakan kepada para hamba-Nya pada bulan Ramadan adalah disyariatkannya salat tarawih di malam hari.

Apa itu salat tarawih?
Salat tarawih adalah salat malam (qiyamul lail) yang dilakukan di bulan Ramadhan.

Mengapa dinamakan salat tarawih?
Karena salat ini dilakukan dalam keadaan memperpanjang berdiri, ruku dan sujudnya. Dan apabila telah selesai melakukan 4 rakaat yang pertama maka beristirahat. Kemudian melakukan 4 rakaat yang kedua dan setelah itu istirahat kembali. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan salat witir sebanyak 3 rakaat. (asy-Syarhul Mumthi juz 4, hlm. 10)

Manakah yang lebih utama: dilakukan secara berjamaah atau sendiri-sendiri?
Salat tarawih lebih utama dilakukan secara berjamaah berdasarkan perbuatan Rasululloh shallallahu alaihi wasallam. Rasululloh shallallahu alaihi wasallam pada awalnya melakukan salat tarawih berjamaah di masjid bersama para sahabat pada 3 malam pertama bulan Ramadan kemudian pada malam ke 4 dan seterusnya beliau tidak menghadiri salat tarawih berjamaah. Hal ini cukup beralasan dikarenakan besarnya rasa sayang Rasululloh shallallahu alaihi wasallam kepada umatnya yaitu khawatir nantinya salat tarawih akan diwajibkan sehingga akan memberatkan mereka, dalam keadaan waktu itu wahyu masih terus turun kepada beliau. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنِّي خَشيتُ أَن تُفْرَضَ عليكم
Sesungguhnya aku khawatir, (salat tarawih) akan diwajibkan kepada kalian. (HR. al-Bukhori no. 1129 dan Muslim no. 177 dan 761)
Namun akhirnya kekhawatiran tersebut pun hilang bersamaan dengan wafatnya Rasululloh shallallahu alaihi wasallam, setelah Alloh menyempurnakan syariat Islam. Oleh karena itulah pada masa Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab, beliau mengumpulkan kaum muslimin untuk melakukan salat tarawih berjamaah dengan menunjuk Tamim bin Aus ad-Dari dan Ubay bin Kaab sebagai imam. (HR. al-Bukhori no. 2009 dan 2010)

Apakah salat tarawih berjamaah juga disyariatkan kepada para wanita?
Para wanita juga disyariatkan untuk menghadiri salat tarawih berjamaah. *)
Bahkan diperbolehkan untuk menunjuk imam khusus bagi jamaah wanita selain imam bagi jamaah pria. Sebagaimana di masa Umar, beliau menunjuk Ubay bin Kaab sebagai imam bagi jamaah pria dan menunjuk Sulaiman bin Abi Hatsmah bagi jamaah wanita. Demikian pula Ali bin Abi Thalib pernah menjadi imam bagi jamaah wanita. Namun dengan catatan masjidnya adalah luas, sehingga tidak saling mengganggu. (Qiyamu Ramadhan hlm. 21)

Kapan batasan waktu pelaksanaan salat tarawih?
Salat tarawih bisa dimulai setelah salat isya sampai menjelang subuh. Sebagaimana sabda Rasululloh shallallahu alaihi wasallam:
إِنَّ اللهِ زَادَكُم صَلاَة، وَهِيَ الوِتْرُ, فَصَلُّوهَا بَيْنَ صَلاَةِ العِشَاءِ إِلىَ صَلاَةِ الفَجْرِ
Sesungguhnya Alloh menambahkan kepada kalian salat yaitu witir, maka lakukanlah salat kalian antara salat isya sampai salat subuh. (HR. Ahmad, lihat ash Shahihah no. 108 dan al-Irwa 2/158)
Waktu paling utama melakukan salat tarawih adalah pada akhir malam (1/3 malam terakhir) sebagaimana sabda Rasululloh shallallahu alaihi wasallam:
فَإِنَّ صَلاَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذلِكَ أَفْضَلُ
Karena sesungguhnya salat di akhir malam adalah disaksikan (dihadiri oleh para malaikat rahmat), dan yang demikian adalah lebih utama. (HR. Muslim no. 755)

Apabila kita dihadapkan pada 2 masalah: salat tarawih berjamaah di awal malam ataukah salat tarawih sendiri di akhir malam, manakah yang lebih utama?
Salat tarawih berjamaah walaupun dilakukan di awal malam adalah yang lebih utama, karena Rasululloh shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلىَّ مَعَ الإِمَامِ حَتَى يَنٍصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Sesungguhnya seseorang apabila salat (malam) bersama imam sampai selesai maka dia akan mendapatkan pahala salat malam (secara sempurna). (HR. Abu Dawud no. 1375 dan an-Nasai no. 1364)

Berapa jumlah rakaat salat tarawih dan bagaimana caranya?
Rasululloh shallallahu alaihi wasallam biasa melakukan salat malam sebanyak 11 rakaat. **)
Hal ini berdasarkan persaksian  istri beliau sendiri yaitu Aisyah:
كَانَ النَّبيُّ صلّى الله عليه وسلّم لاَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلىَ إِحْدَى عَشْرَة رَكْعةً، يُصلِّي أربعاً؛ فَلاَ تسألْ عَنْ حُسْنهنَّ وُطُولِهنَّ، ثم يُصلِّي أربعاً؛ فلا تسألْ عن حُسْنهنَّ وطُولِهِنَّ، ثم يُصلِّي ثلاثاً
Dahulu Rasululloh shallallahu alaihi wasallam tidaklah menambah (rakaat) baik di bulan Ramadan maupun selainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau melakukan salat 4 rakaat (pertama) maka jangan ditanya tentang bagus dan panjang salatnya. Kemudian beliau melakukan salat 4 rakaat (kedua) maka jangan ditanya tentang bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan salat 3 rakaat. (HR. al-Bukhori no. 1147 dan Muslim no. 125 dan 738)
Dan terkadang beliau shallallahu alaihi wasallam melakukannya 13 rakaat sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas:
كَانَتْ صَلاَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً
Salat (malam) nabi shallallahu alaihi wasallam adalah 13 rakaat. (HR. al-Bukhori no. 1138 dan Muslim no. 764)
Asy-Syaikh al-Albani menjelaskan tentang tata cara salat tarawih 13 rakaat:
Memulai terlebih dahulu dengan salat 2 rakaat yang ringan bacaannya (badiyah isya). Kemudian dilanjutkan dengan salat 11 rakaat.
Atau melakukan salat 8 rakaat dengan tiap 2 rakaat salam kemudian witirnya 5 rakaat.
(Qiyamu Ramadhan hlm. 28)

Apakah pada 4 rakaat pertama dan kedua tersebut masing-masingnya dilakukan dengan 4 rakaat-salam ataukah dilakukan dengan 2 rakaat-salam dan 2 rakaat-salam?
Pendapat yang benar dalam masalah ini wallahu alam adalah pada setiap 4 rakaat dilakukan dengan 2 rakaat-salam dan 2 rakaat-salam. Cara yang demikian adalah berdasarkan hadits Aisyah ketika beliau menjelaskan tata cara salat malam Rasululloh shallallahu alaihi wasallam:
كَان النَّبيُّ صلّى الله عليه وسلّم يُصَلِّي فِي اللَّيْلِ إِحدَى عَشْرَة رَكْعة، يُسلِّمُ من كُلِّ رَكعتين
Dahulu nabi shallallahu alaihi wasallam melakukan salat malam sebanyak 11 rakaat, beliau melakukan salam pada setiap 2 rakaat. (HR. Muslim no. 122 dan 736)
Rasululloh shallallahu alaihi wasallam sendiri juga bersabda:
صلاةُ اللَّيلِ مَثْنَى مَثْنَى
Salat malam adalah 2 rakaat–2 rakaat. (HR. al-Bukhori no. 99 dan Muslim no. 145 dan 749)

Berapa ukuran panjang bacaan pada salat tarawih?
Tidak ada batasan tertentu dalam masalah ini, terkadang Rasululloh membaca surat seukuran 20 ayat atau 50 ayat atau 100 ayat atau 200 ayat dan bahkan beliau pernah membaca al-Baqarah, an-Nisa, Ali-Imran dalam 1 rakaat. ***)
Namun yang paling penting, hendaklah seorang imam melihat kondisi makmum yang salat di belakangnya. Mungkin sebagian mereka ada yang tua usianya, anak kecil, orang lemah, sedang sakit dan punya keperluan, sehingga diperingan bacaannya. Kalau seandainya salat sendiri maka tidak masalah untuk memperpanjang bacaan salatnya. (Qiyamu Ramadhan hlm. 23-25)
Disunnahkan pada witir yang 3 rakaat membaca surat al-Ala di rakaat pertama, surat al-Kafirun di rakaat kedua dan surat al-Ikhlas di rakaat ketiga. (Qiyamu Ramadhan hlm. 30)
         
Dzikir Salat Tarawih
Tidak ada dzikir khusus yang disyariatkan dalam salat tarawih selain dari:
- Doa qunut witir yang dibaca setelah selesai membaca surat dan sebelum ruku. Dan boleh juga dibaca setelah ruku. Bacaannya adalah sebagai berikut:
اللهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَّيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْت رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ
Setelah selesai doa qunut diperbolehkan menambah dengan selawat kepada Rasululloh shallallahu alaihi wasallam.
- Membaca doa di akhir rakaat witir sebelum salam atau setelahnya, bacaannya adalah:
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرَضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلىَ نَفْسِكَ
- Membaca dzikir setelah salam dari rakaat witir yang terakhir, bacaannya adalah:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ اْلمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ
Dzikir ini dibaca sebanyak 3 kali dengan dipanjangkan suaranya dan ditinggikan suaranya pada bacaan yang ketiga. (Qiyamu Ramadhan hlm. 31-33)
 
Keutamaan Salat Tarawih
- Mendapatkan pengampunan dosa-dosa yang telah lalu.
Rasululloh shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
مَنْ قامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang menegakkan salat malam di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Alloh maka akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. al-Bukhori no. 37 dan 2009, Muslim no. 759)
- Akan digabungkan bersama orang-orang yang jujur dan mati syahid.
Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasululloh shallallahu alaihi wasallam, “Wahai Rasululloh, bagaimana menurutmu apabila aku telah bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Alloh dan engkau adalah utusan Alloh, melakukan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan dan menegakkan salat malam di bulan Ramadan serta menunaikan zakat?” Maka Rasululloh shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ مَاتَ عَلىَ هذَا كَانَ مِنَ الصِّدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan yang demikian maka dia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang jujur dan mati syahid.
(HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, lihat Shahih at-Targhib no. 749)

Penulis: Abu ‘Abdirrahman as-Salafy

Nurussunnah Tegal

*) Lihat postingan sebelumnya Tentang WANITA IKUT SALAT TARAWIH DI MASJID
**) Lihat postingan sebelumnya Tentang JUMLAH RAKAAT SHALAT TARAWIH DAN SHALAT MALAM
***) Lihat postingan sebelumnya Tentang BACAAN PADA SHALAT MALAM DAN SHALAT TARAWIH

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz  رحمه الله 

Pertanyaan:
ما حكم صلاة التراويح في رمضان بالنسبة للرجل المنفرد في بيته، وما عدد ركعاتها؟ جزاكم الله خيراً
Apa hukum shalat tarawih di bulan Ramadhan ditinjau dari sisi laki-laki yang tinggal sendiri di rumahnya dan berapa jumlah rakaatnya? Semoga Allah membalas anda kebaikan.

Jawaban:
قيام رمضان سنة في المساجد، يقول صلى الله عليه وسلم: (من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه)، كونه يقوم رمضان مع إخوانه في المساجد أفضل، وإن صلّى في بيته ولا حرج، وليس لها حدٌ محدود، لكن الأفضل إحدى عشرة أو ثلاثة عشرة، هذا الأفضل، وإن صلّى أكثر، عشرين والوتر، ثلاثين والوتر، أربعين والوتر ما في حرج والحمد لله، لكن أفضلها هو ما فعله النبي صلى الله عليه وسلم، إحدى عشرة أو ثلاث عشرة هذا أكثر ما ورد عنه صلى الله عليه وسلم يسلم من كل ثنتين ويوتر بواحدة، هذا هو الأفضل سواء صلاها في أول الليل، أو في وسط الليل أو في آخر الليل، أو فرقها صلّى بعضها في أوله وبعضها في وسطه، أو بعضها في أوله وبعضها في آخره، كل هذا لا حرج فيه، وهكذا في المساجد إذا صلوها جميعاً في أول الليل أو صلوها في آخر الليل أو بعضها في أول الليل وبعضها في آخر الليل، كل هذا بحمد الله لا حرج فيه، هذا أمر موسع، لأن النبي صلى الله عليه وسلم ما شرط شيئاً، قال: (من قام رمضان) ولما دخلت العشر أحياها كلها عليه الصلاة والسلام، فالأمر في هذا واسع، إذا أحيا العشر كلها من أولها إلى آخرها فهذا أفضل، وإن استراح فيما بينها فلا بأس، وإذا صلّى التراويح في أول الليل أو اتفقوا على أن يصلوها في آخر الليل كل ذلك لا بأس به، والحمد لله
Qiyamu Ramadhan (shalat taraweh) merupakan sunnah di masjid. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من قام إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
Barang siapa menegakkan shalat malam (taraweh) karena iman dan mengharap pahala, niscaya Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Keadaannya menegakkan shalat Ramadhan bersama saudara-saudaranya di masjid itu adalah lebih utama, meskipun bila ia mengerjakannya di rumah maka tidak mengapa.
Dan shalat tersebut tidak memiliki batasan tertentu, tetapi yang lebih utama adalah sebelas atau tiga belas rakaat. Ini yang lebih utama.
Dan jika ia mengerjakan lebih banyak dari itu, dua puluh rakaat dan witir, tiga puluh rakaat dan witir, empat puluh rakaat dan witir, maka tidak mengapa walhamdulillah.
Namun yang lebih utama adalah apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, sebelas atau tiga belas rakaat. Ini yang paling banyak diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau salam di tiap-tiap dua rakaat dan witir dengan sekali (rakaat).
Ini yang lebih utama, baik ia shalat di awal malam, di pertengahan malam, atau di akhir malam. Atau ia mengerjakannya secara terpisah-pisah, sebagiannya dierjakan di awal malam, sebagian lagi di pertengahan malam, dan sebagiannya lagi di akhir malam. Semua ini tidak mengapa.
Demikian juga di masjid. Bila mereka mengerjakannya berjamaah di awal malam atau di akhir malam atau sebagiannya di awal malam dan sebagian lainnya di akhir malam, semua ini walhamdulillah tidak mengapa. Ini merupakan perkara yang luas karena Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak mempersyaratkan apapun. Beliau hanya bersabda:
Barang siapa menegakkan shalat ramadhan.
Dan ketika memasuki sepuluh (terakhir) beliau shallallahu alaihi was salam menghidupkan seluruh malamnya. Maka perkaranya luas dalam masalah ini. Apabila ia menghidupkan sepuluh hari tersebut seluruhnya dari awal sampai akhirnya, maka ini lebih utama.
Namun bila ia istirahat pada sebagian di antaranya maka juga tidak mengapa. Dan bila mereka shalat taraweh di awal malam atau mereka sepakat untuk mengerjakannya di akhir malam, maka semua itu tidak mengapa walhamdulillah.

Sumber:
www .binbaz .org .sa/node/15537

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

###

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz  رحمه الله 

Pertanyaan:
هل يجوز أن أؤخر صلاة التراويح إلى آخر الليل؟
Apakah boleh mengakhirkan shalat tarawih hingga akhir malam?

Jawaban:
نعم، لا بأس إذا تيسر هذا فهو أفضل آخر الليل، إذا تيسر هذا فهو أفضل، آخر الليل أفضل، ولكن المسلمون يصلونها في أول الليل لأنه أنشط لهم وأقرب إلى القيام بها، لأن كثير من الناس لو نام ما قام بها في آخر الليل، فالمقصود أنه إذا تيسر أن تؤدى في آخر الليل فذلك أفضل
Ya, tidak mengapa bila hal itu mudah baginya, maka itu lebih utama di akhir malam. Bila hal itu mudah baginya maka itu lebih utama. Akhir malam itu lebih utama. Akan tetapi kaum muslimin mengerjakannya di awal malam karena itu lebih giat bagi mereka dan lebih mudah untuk menegakkannya. Karena kebanyakan manusia jika sudah tertidur, tidak akan bangun di akhir malam. Sehingga maksudnya bila hal itu mudah ditunaikan di akhir malam, maka yang demikian itu lebih utama.

Sumber:
www .binbaz .org .sa/mat/15453

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

###

Asy Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadii رحمه الله

Pertanyaan:
هناك مسجد يقام فيه صلاة التراويح بعد صلاة العشاء فإذا دخل العشر الأواخر أخر التراويح إلى نصف الليل ويقال له صلاة التهجد فهل يجوز شرعاً أن تقام صلاة التراويح وهي التي بعد العشاء والتهجد الذي في نصف الليل نظراً للدعوة؟
Ada masjid yang ditegakkan padanya shalat tarawih setelah shalat isya. Ketika memasuki 10 hari terakhir Ramadhan, shalat tarawih diundur dan dimulai pada pertengahan malam, dan disebut shalat tahajud. Apakah dibolehkan menurut syariat shalat tarawih yang dikerjakan setelah isya dan tahajud pada pertengahan malam, mempertimbangkan dakwah?

Jawaban:
مسألة يجوز يجوز هذا، لكن الأفضل هو الإقتصار على ما جاء عن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم أنه ما زاد على إثنتي عشرة ركعة في رمضان ولا في غير رمضان
Masalah bolehnya, hal ini boleh. Akan tetapi, yang afdhal ialah mencukupkan dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau (melakukan shalat malam) tidak lebih dari 11 rakaat pada bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan.
وبعد هذا أيضاً صلاة آخر الليل مشهودة كما في صحيح مسلم أن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم قال: من خشي ألا يقوم آخر الليل فليصلِ أوله، ومن طمع أن يقوم آخر الليل فليصلِ آخره؛ فإن صلاة آخر الليل مشهودة، أي تشهدها الملائكة، فالصلاة آخر الليل أفضل مع أنها جائزة في أول الليل
(Masalah) berikutnya, shalat di akhir malam itu disaksikan (oleh malaikat), sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa khawatir tidak bisa bangun pada akhir malam, hendaknya dia shalat pada awal malam. Adapun yang bisa melakukannya di akhir malam, hendaknya dia kerjakan pada akhir malam. Sebab, shalat pada akhir malam itu disaksikan (yakni oleh malaikat).”
Jadi, shalat pada akhir malam lebih utama, meskipun boleh hukumnya dikerjakan pada awal malam.

Sumber:
www .muqbel .net/fatwa .php?fatwa_id=4458

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia