Cari Blog Ini

Sabtu, 19 September 2015

Tentang MELETAKKAN SUTROH (PEMBATAS SALAT) KETIKA SALAT DI MASJID

FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH NOMER 2613
قد كان الصحابة رضي الله عنهم يبتدرون سواري المسجد ليصلوا إليها النافلة، وذلك في الحضر في المسجد، لكن لم يعرف عنهم أنهم كانوا ينصبون أمامهم ألواحا من الخشب لتكون سترة في الصلاة بالمسجد، بل كانوا يصلون إلى جدار المسجد وسواريه، فينبغي عدم التكلف في ذلك، فالشريعة سمحة، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه، ولأن الأمر بالسترة للاستحباب لا للوجوب، لما ثبت من أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى بالناس بمنى إلى غير جدار
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Para sahabat radhiyallahu `anhum ketika masuk masjid langsung menuju tiang untuk salat sunnah menghadap tiang tersebut. Hal itu mereka lakukan ketika salat di masjid. Akan tetapi, dikalangan para sahabat tidak dikenal orang yang meletakkan kayu di hadapannya sebagai pembatas ketika salat di masjid. Mereka hanya diketahui salat menghadap tembok dan dinding. Oleh karena itu, kita tidak perlu menyusah-nyusahkan diri dalam hal ini. Syariat Islam sungguh memberikan berbagai kelapangan. Tidaklah seseorang memberat-beratkan diri dalam beragama melainkan ia akan dikalahkan oleh dirinya sendiri. Perlu diketahui bahwa perintah untuk meletakkan pembatas hanyalah sunnah, bukan wajib. Ini berdasarkan hadits, "Nabi Shallallhu `Alaihi wa Sallam salat bersama orang-orang di Mina tanpa ada dinding (di hadapan beliau)." Dalam hadits ini tidak disebutkan bahwa beliau meletakkan pembatas. Hal ini juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma yang berkata, "Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam salat di lapangan terbuka dan tidak ada sesuatu pun di hadapan beliau."
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Anas Abu Zulfa

WHATSAPP AL-UKHUWWAH

Tentang WAHABI

ASY-SYAIKH ‘ABDUL ‘AZIZ BIN ‘ABDILLAH BIN BAZ RAHIMAHULLAH

Tanya :

“Sebagian orang menyebut ulama-ulama Saudi Arabia sebagai ulama-ulama "Wahabi". Apakah Anda rela dengan penyebutan ini?”

Jawab :

Ini adalah julukan terkenal untuk ulama-ulama Tauhid, ulama-ulama di negeri Najd (sebuah kota kecil dekat Riyadh Saudi Arabia, pen). Mereka (para penuduh tersebut) menisbahkannya kepada ASY-SYAIKH AL-IMAM MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB rahmatullah ‘alaihi. Karena beliau BERDAKWAH MENGAJAK KEPADA AGAMA ALLAH pada paroh kedua abad ke-12 hijriyah. Beliau berupaya serius dalam menjelaskan tauhid dan menjelaskan bahaya syirik kepada umat manusia, hingga melalui beliau Allah memberikan hidayah kepada manusia dalam jumlah yang sangat besar. Umat manusia masuk dalam Tauhidullah, dan meninggalkan berbagai bentuk syirik akbar yang sebelumnya mereka berada di atasnya, baik berupa penyembahan kepada kubur, bid’ah-bid’ah yang terkait kuburan, maupun penyembahan kepada pohon-pohon dan batu-batu , serta sikap ekstrim dalam mengkultuskan orang-orang shalih. Jadilah dakwah beliau adalah dakwah TAJDIDIYYAH (PEMBAHARUAN) ISLAMIYYAH yang sangat besar. Dengan dakwah tersebut Allah memberikan manfaat kepada kaum muslimin di Jazirah Arabia dan negeri-negeri lainnya – semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas –  dan jadilah para pengikut beliau dan orang-orang yang berdakwah kepada apa yang beliau dakwahkan serta tumbuh di atas dakwah ini di negeri Najd disebut sebagai “WAHABI”. Sehingga gelar ini menjadi sebutan bagi setiap orang yang berdakwah kepada Tauhid, melarang dari Syirik dan bergantung kepada kuburan-kuburan atau pohon-pohon dan batu-batu, serta memerintahkan untuk ikhlash (memurnikan peribadahan) hanya untuk Allah satu-satunya.

Disebutkan dengan julukan “WAHABI”, SEBENARNYA INI ADALAH JULUKAN YANG MULIA, menunjukkan bahwa barangsiapa yang dijuluki dengan gelar tersebut maka dia adalah Ahli Tauhid, dan termasuk Ahli Ikhlash, dan termasuk orang-orang yang melarang dari kesyirikan, melarang dari penyembahan kepada kuburan-kuburan, pohon-pohon, batu-batu, dan patung-patung serta berhala.

Inilah asal usul penamaan dan julukan ini. Yaitu merupakan penisbatan kepada asy-Syaikh al-Imam MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB BIN SULAIMAN BIN ‘ALI AT-TAMIMI AL-HANBALI, seorang da’i ke jalan Allah 'Azza wa Jalla. Beliau tumbuh di negeri Najd, belajar di negeri Najd, kemudian melakukan perjalanan ke Makkah, Madinah, Iraq,  dan Ahsa’ untuk mengambil ilmu dari para ‘ulama Ahlus Sunnah di negeri-negeri tersebut. Kemudian beliau kembali ke negeri Najd, beliau mendapati kondisi umat yang berada dalam kungkungan kejahilan (kebodohan), peribadatan kepada kuburan-kuburan dan sikap ghuluw (ekstrim) terhadapnya, kesyirikan kepada Allah Ta’ala, memanggil-manggil / berdo’a kepada orang mati, beristighatsah kepada orang mati, dan membangun di atas kuburan. Maka beliau pun berdakwah ke jalan Allah, membimbing umat dan melarang mereka dari berbuat syirik, menjelaskan tauhid kepada umat yang itu merupakan hak Allah atas hamba-hamba-Nya sekaligus agama yang diserukan oleh para rasul ‘alahish shalatu was salam. 

Maksud dari penjelasan ini semua adalah : bahwa julukan dan gelar tersebut adalah julukan bagi setiap orang yang berdakwah kepada Tauhid dan mengingkari Syirik. Sebagian orang-orang bodoh menyebutnya dengan julukan WAHABI. Itu akibat kebodohan mereka tentang hakekat sebenarnya dan mereka tidak berilmu tentangnya.

Hakekat sebenarnya adalah sebagaimana telah kami sebutkan. Bahwa ini adalah DAKWAH YANG BESAR :
- mengajak kepada Tauhid,
- mengajak untuk berittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, dan
- tidak bertaklid serta fanatik buta,
- meninggalkan bid’ah dan khurafat,
- meninggalkan syirik dan bergantung kepada orang-orang mati, pohon, dan bebatuan. Bahkan meninggalkan bergantung kepada para nabi dan orang-orang shalih.

Jadi dakwah ini adalah dakwah yang MEMERANGI SYIRIK, mengajak kepada TAUHID dan IKHLASH untuk-Nya. Beriman dengan makna Laailaaha Illallah dan merealisasikannya, juga merealisasikan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, berpegang teguh dengan Sunnah dan jalan beliau, serta istiqomah di atas itu semua.
INILAH DAKWAH ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN ‘ABDIL WAHHAB Rahimahullah.

(Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, hal. 23)

Majmu'ah Manhajul Anbiya