Cari Blog Ini

Minggu, 05 Oktober 2014

Tentang MENYEMPURNAKAN WUDHU

Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam Shahih-nya,
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ: ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ : ﺃَﻟَﺎ ﺃَﺩُﻟُّﻜُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﻳَﻤْﺤُﻮ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﺨَﻄَﺎﻳَﺎ ﻭَﻳَﺮْﻓَﻊُ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺪَّﺭَﺟَﺎﺕِ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ: ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ. ﻗَﺎﻝَ: ﺇِﺳْﺒَﺎﻍُ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮﺀِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﺭِﻩِ ﻭَﻛَﺜْﺮَﺓُ ﺍﻟْﺤُﻄَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺟِﺪِ ﻭَﺍﻧْﺘِﻈَﺎﺭُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ، ﻓَﺬَﻟِﻜُﻢُ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎﻁُ، ﻓَﺬَﻟِﻜُﻢُ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎﻁُ، ﻓَﺬَﻟِﻜُﻢُ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎﻁُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, "Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian dan Allah akan angkat derajat-derajat (kalian)?" Mereka menyatakan, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau mengatakan, "Menyempurnakan wudhu meskipun payah, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ar-ribath, itulah ar-ribath, itulah ar-ribath (yakni tergolong menjaga perbatasan wilayah muslimin).”

###

Asy Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syaikh 
[Menteri Urusan Agama Kerajaan Arab Saudi]

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM BERSUCI

2. Tidak Memperhatikan Wudhu dan Mandi yang Diperintahkan Oleh Syari’at, Serta Meremehkan Urusan Bersuci dan Memahami Hukum-hukumnya

Ini termasuk sikap yang seharusnya dijauhi oleh seorang muslim, karena bersuci, berwudhu, dan mandi (junub) merupakan syarat sahnya shalat bagi orang yang berhadats. Jadi siapa yang meremehkannya, maka shalatnya tidak sah karena dia telah meremehkan sesuatu yang sifatnya wajib dan merupakan syarat.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berkata kepada Laqith bin Shabirah radhiyallahu anhu:
أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ
“Sempurnakanlah wudhu!” Diriwayatkan oleh para penyusun kitab-kitab Sunan dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah. (Lihat: Shahih Sunan Abu Dawud no. 130)

Dan dalam Ash-Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celaka bagi tumit-tumit (yang tidak terbasuh secara sempurna ketika berwudhu) karena akan terkena api neraka.”  (HR. Al-Bukhary no. 60 dan Muslim no. 240)

Hal itu karena tumit merupakan bagian yang terkadang dilupakan, maka hal ini menunjukkan bahwa anggota wudhu selain tumit sama hukumnya, sehingga wajib untuk menyempurnakan wudhu pada semua anggota wudhu. Caranya dengan meratakan air kepada semua anggota wudhu tersebut, kecuali kepala karena cukup dengan diusap saja mayoritas bagiannya bersamaan dengan telinga, karena telinga juga termasuk bagian dari kepala. Hal ini berdasarkan riwayat yang shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Kedua telinga termasuk bagian dari kepala.” (Lihat: Silsilah Ash-Shahihah no. 36)

Jadi sepantasnya bagi seorang muslim untuk mempelajari hukum-hukum wudhu, dan dianjurkan baginya untuk berwudhu sebanyak 3 kali secara sempurna dengan meneladani Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Juga dalam rangka agar mendapatkan keutamaan shalat dengan wudhu yang seperti itu sifatnya. An-Nasa’iy dan Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Utsman radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:
مَنْ أَتَمَّ الْوُضُوْءَ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ، فَالصَّلَوَاتُ الْمَكْتُوبَاتُ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ
“Siapa saja yang menyempurnakan wudhu sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, maka shalat-shalat yang wajib merupakan penghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan pada waktu diantara shalat-shalat tersebut.” (Lihat: Shahih Muslim no. 231)

Hadits-hadits lain yang menjelaskan keutamaan menyempurnakan wudhu yang diantaranya adalah menghapus dosa-dosa kecil masih banyak.

Sumber artikel: Al-Minzhaar Fii Bayaani Katsiirin Minal Akhthaa’isy Syaai’ah

Rabu, 11 Shafar 1436 H

#forumsalafy .net

Tentang MEMBACA BASMALAH SAAT MULAI BERWUDHU

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ketika ditanya, “Apakah mengucapkan tasmiyah (membaca basmalah) itu wajib di dalam berwudhu?”
Beliau menjawab, “ Tasmiyah saat mulai berwudhu tidaklah wajib akan tetapi sunnah karena hadits masalah tasmiyah ini ada pembicaraan di dalamnya. Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata, ‘Tidak ada satu hadits pun yang kokoh dalam masalah ini.’ Padahal telah diketahui oleh semua orang bahwa al-Imam Ahmad rahimahullah termasuk salah seorang imam dalam ilmu hadits dan salah seorang yang mencapai puncak hafalan dalam hadits. Apabila beliau mengatakan [tidak ada satu hadits pun kokoh dalam masalah ini], maka keberadaan hadits tasmiyah menyisakan ganjalan di hati. Apabila penetapan terhadap hadits ini ada pembicaraan tentangnya, maka tidak boleh seseorang mengharuskan/memaksakan orang lain berpegang dengan sesuatu yang tidak pasti datangnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Karena itulah aku memandang tasmiyah dalam wudhu itu sunnah.
Akan tetapi, orang yang menetapkan kokohnya hadits tasmiyah ini wajib untuk berpendapat dengan apa yang dikandung oleh hadits tersebut yaitu bahwa tasmiyah ini wajib karena ucapan Nabi: ﻻَ ﻭُﺿُﻮﺀَ ‏ (tidak ada wudhu) yang sahih maknanya adalah menafikan (meniadakan) sahnya wudhu, bukan menafikan kesempurnaan wudhu.”
(Majmu‘ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 4/116-117)

###

Asy-syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
Wajib membaca basmalah ketika hendak berwudhu selama dia ingat. Hal ini berdasarkan hadis dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak ada (tidak sah) shalat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak sah wudhu bagi orang yang tidak menyebutkan nama Allah.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya 2/418, Abu Dawud dalam Ath-thaharah (1/75 no. 101), at Tirmidzi dalam Ath-thaharah (1/36 no. 25) serta Ibnu Majah dalam Ath-thaharah (1/140 no.399).
Dan yang benar riwayat ini lemah, maka pendapat yang kuat adalah tidak disyariatkan membaca basmalah di awal wudhu, adapun alasannya:
* Semua hadis tentang membaca basmalah ketika berwudhu adalah lemah/dhoif.
* Lebih dari 20 shahabat nabi shallallahu alaihi wasallam yang meriwayatkan hadis shahih tata cara wudhu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, mereka tidak menyebutkan basmalah di awal wudhu, tidak ada satupun shahabat yang menyebutkannya.
Kewajiban tersebut akan gugur ketika dia lupa membaca basmalah, demikian halnya ketika dia tayammum atau mandi besar.

Sumber: Buku fikih salafy
Penulis: Asy-syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Penerjemah: Abu Abdillah Al-Watesi

ummuyusuf .com

Tentang SUNNAH PADA HARI KETUJUH KELAHIRAN

Samurah bin Jundab radhiallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
”Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka pada hari ketujuh disembelih hewan, dicukur habis rambutnya [1] dan diberikan nama.” (HR. Abu Dawud no. 2838. Berkata Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Al-Jami’ush Shahih (4/233): “Ini hadits shahih”)

Aqiqah adalah nama sembelihan untuk seorang anak yang baru lahir. (Fathul Bari, 9/500)

Dan seseorang yang hendak mengaqiqahi anaknya, hendaknya menangguhkan penamaannya hingga hari ketujuh. Apabila tidak hendak diaqiqahi, maka dia bisa memberikan nama pada anaknya pada hari kelahirannya. (Fathul Bari, 9/500)

Sulaiman bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu mengatakan: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Setiap anak bersama aqiqahnya, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah gangguan darinya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5472)

'Menghilangkan gangguan' yang ada dalam hadits ini mencakup mencukur rambut ataupun menghilangkan segala gangguan yang ada. (Fathul Bari 9/507)

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang lahir anaknya dan ingin menyembelih untuk kelahiran anaknya, hendaknya dia laksanakan, dua ekor kambing yang setara [2] untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan.” (HR. Abu Dawud no. 2842, shahih dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 2467)

Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada mereka:
“Disembelih dua ekor kambing yang setara bagi seorang anak laki-laki dan seekor kambing untuk seorang anak perempuan.” (HR. At-Tirmidzi
no. 1433, shahih dalam Irwa’ul Ghalil no. 1166)

Ummu Kurz radhiallahu ‘anha mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
“Disembelih dua ekor kambing bagi seorang anak laki-laki dan seekor kambing untuk seorang anak perempuan, tidak mengapa kambing jantan ataupun kambing betina.” (HR. Abu Dawud no. 4835, shahih dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 2460, dan Al-Hakim, 4/237, dishahihkan oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam At-Talkhish)

Dikisahkan oleh Buraidah radhiallahu ‘anhu:
“Dulu ketika kami masih dalam masa jahiliyah, apabila lahir anak salah seorang di antara kami, maka dia menyembelih kambing dan mengoleskan darahnya ke kepala bayi itu. Maka ketika Allah datangkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur rambut bayi dan mengolesi kepalanya dengan za’faran (jenis minyak wangi).” (HR. Abu Dawud no. 2843. Asy-Syaikh Al-Albani berkata hadits ini hasan shahih dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

Ini menunjukkan disenanginya mengoleskan za’faran atau jenis wewangian yang lain pada kepala bayi setelah dicukur. (‘Aunul Ma’bud, 8/33)

Footnote

[1] Asy-Syaikh bin Baz رحمه الله dalam 'Fatwa-Fatwa Tarbiyatul Aulad' berpendapat itu hanya untuk bayi laki-laki, tidak untuk bayi perempuan. (Faedah dari Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah)

[2] Maksud 'dua kambing yang sama' pernah dijelaskan oleh Zaid bin Aslam, yaitu dua kambing yang serupa yang disembelih bersamaan, tidak ditunda penyembelihan salah satu dari keduanya. Sedangkan Al- Imam Ahmad menerangkan bahwa maknanya dua kambing yang hampir sama, dan Al-Imam Al-Khaththabi rahimahullah menjelaskan, yaitu setara umurnya.