Cari Blog Ini

Jumat, 20 Mei 2016

TRANSKRIP TERJEMAHAN CERAMAH SYAIKH KHOLID ADZ-DZHOFIRI HAFIZHAHULLAH

💐🔊TRANSKRIP TERJEMAHAN CERAMAH SYAIKH KHOLID ADZ-DZHOFIRI HAFIDZHAHULLAH (Bag ke-1)

(23 Shafar 1437 H/ 04 Desember 2015)

<< Telelink dengan Beliau via Telpon pada jam 21.00 waktu Singapura/ 20.00 Waktu Indonesia Bagian Barat >>

(setelah beliau membaca muqoddimah/ Khutbatul Haajah)

Hayyaakumullah (semoga Allah menghidupkan anda sekalian (dalam kebaikan)) wahai saudaraku seluruhnya yang sebagiannya di Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Aku meminta kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala agar mengokohkan kita semua di atas Sunnah. Dan semoga Allah mengumpulkan kita di Jannah (Surga) yang penuh dengan kenikmatan.

Di antara amalan sholih yang disebutkan dalam Kitabullah dan Sunnah Nabi shollallaahu alaihi wasallam yang seseorang bisa mendekatkan dirinya kepada Rabbnya Subhaanahu Wa Ta’ala adalah ilmu, mempelajari ilmu, tafaqquh fiddiin. Karena sesungguhnya hal ini akan menghasilkan pahala yang sangat besar dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Padanya terdapat kebaikan yang banyak, penyebutan yang baik, akibat yang terpuji bagi siapa yang mengikhlaskan niatnya untuk Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. ….

Nash-nash al-Quran dan Sunnah menunjukkan kedudukan ibadah ini dan keutamaannya. Hingga seseorang menjadi Ahlul Ilmi. Ia mempelajari ilmu hingga Allah membukakan untuknya kebaikan yang banyak ketika ia menjadi Ahlul Ilmi. Karena Allah Azza Wa Jalla dengan kemulyaan ilmu menjadikan mereka sebagai pemberi persaksian atas keesaanNya (Tauhid), yaitu Laa Ilaaha Illallaah. Ini adalah persaksian yang terbesar.

Allah Azza Wa Jalla berfirman:

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Allah bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan (yang haq) kecuali Dia, demikian juga bersaksi Malaikat dan orang Ahlul Ilmi (Ulama), menegakkan persaksian itu dengan adil. Tidak ada sesembahan (yang haq) kecuali Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Hikmah (Q.S Aali Imran ayat 18)

Allah menjadikan persaksian Malaikat dan para Ulama terhadap keesaan (Tauhid) Allah. Para Ulama adalah orang-orang yang mengetahui tentang Allah. Orang-orang yang mengetahui tentang agamaNya. Mengetahui tentang RasulNya shollallahu alaihi wasallam. Mereka takut kepada Allah dan terus merasa diawasi oleh Dia. Mereka berhenti pada batasan-batasan Allah. Karena itu Allah mensifatkan mereka adalah Ahlul Khosy-yah (orang-orang yang takut kepada Allah dengan mengetahui keagungan Allah, pent). Mereka takut (khouf) kepada Allah Azza Wa Jalla. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Hanyalah yang takut (dengan mengetahui keagungan) Allah dari para hambaNya adalah para Ulama (Q.S Faathir ayat 28)

Telah dimaklumi bahwa setiap muslim takut kepada Allah. Setiap orang beriman takut kepada Allah. Akan tetapi perasaan takut (khosy-yah) yang sempurna hanyalah milik Ahlul Ilmi. Pimpinan Ahlul Ilmi adalah para Rasul alaihimussholaatu wassalaam. Kemudian yang setelah itu adalah para Ulama sesuai tingkatan mereka. Para Ulama terbaik dari umat ini adalah para Shahabat Nabi alaihissholaatu wassalaam.

Terdapat (nash-nash) tentang keutamaan ilmu, (di antaranya) hadits Muawiyah radhiyallahu anhu dalam Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Muslim) bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan kepadanya, Allah akan faqihkan (pahamkan) ia tentang (ilmu) Dien

Hadits ini menunjukkan bahwa termasuk tanda kebaikan dan tanda kebahagiaan seseorang adalah mendapatkan kefaqihan (pemahaman Dien) dari Allah. Setiap penuntut ilmu yang ikhlas kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala sama saja apakah di Universitas, Ma’had, Markaz, atau halaqoh ilmu melalui radio-radio Salafiyyah, tidak diragukan lagi bahwa ini termasuk yang Allah inginkan pada mereka kebaikan. Maka aku meminta kepada Allah taufiq dan hidayah untukku dan untuk anda sekalian.

<< Bersambung, InsyaAllah…>>

Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

————— ————— —————
((📕)) MAJMU'AH AL ISTIFADAH
💐🔊TRANSKRIP TERJEMAHAN CERAMAH SYAIKH KHOLID ADZ-DZHOFIRI HAFIDZHAHULLAH (Bag ke-2- selesai)

(23 Shafar 1437 H/ 04 Desember 2015)

<< Telelink dengan Beliau via Telpon pada jam 21.00 waktu Singapura/ 20.00 Waktu Indonesia Bagian Barat >>

Menempuh perjalanan menuntut ilmu termasuk penyebab menuju Surga. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala akan memudahkan baginya jalan menuju Surga. Allah akan melindungi dia dari fitnah-fitnah syubuhaat dan syahwaat. Sebagaimana sabda Nabi kita shollallahu alaihi wasallam dari hadits Abud Darda’ yang dikeluarkan Ash-haabus Sunan:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانِ فِي الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. dan sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi para penuntut ilmu sebagai bentuk keridhaan atas perbuatan mereka.  Dan sesungguhnya seluruh yang ada di langit dan di bumi sampai sekalipun ikan di lautan akan memohonkan ampunan bagi orang yang berilmu. Dan sesungguhnya keutamaan seorang ‘Alim terhadap orang yang ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang.

Di akhir hadits tersebut selanjutnya disebutkan bahwa barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka ia telah mengambil warisan para Nabi.

Sebagaimana Nabi alaihissholaatu wassalaam bersabda:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sesungguhnya para Ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham. Yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil dari ilmu itu, maka ia telah mengambil bagian yang sangat banyak

Dan yang menunjukkan akan hal itu disebutkan dalam (atsar) dari Ibnu Mas’ud (*) radhiyallahu Ta’ala anhu bahwa ia datang ke orang-orang di pasar yang sibuk dengan urusan dunia. Maka beliau berkata kepada mereka: Sesungguhnya warisan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sedang dibagikan di masjid. Ambillah bagian darinya! Maka manusia bersegera menuju masjid menyangka bahwa akan ada pembagian (harta) dunia. Mereka masuk ke masjid tidak mendapatkan yang diinginkan hingga kembali ke Ibnu Mas’ud dan berkata kepada beliau: Kami tidak mendapatkan ada pembagian (harta warisan) di masjid. Beliau berkata: Apa yang kalian dapatkan di sana? Kami mendapati di masjid ada kaum yang membaca al-Quran, ada yang mempelajari ilmu, sebagian kaum membaca Sunnah. Maka beliau berkata: Celaka kalian, itu adalah warisan Nabi shollallahu alaihi wasallam. Barangsiapa yang mengambil bagian darinya, ia akan mengambil bagian yang sangat banyak.

Mempelajari dan menempuh jalan dalam menuntut ilmu adalah termasuk ibadah yang terbesar yang semestinya bagi Shohibu Sunnah dan para pencari alhaq mengerahkan segenap upayanya dalam menuntut ilmu dan menggunakan waktunya untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya. Hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam mempelajari aqidah, yang merupakan ilmu yang paling agung, yaitu Tauhid.

Hendaknya ia membaca Kitabut Tauhid dan penjelasan-penjelasan (syarh) Ulama tentangnya, dan juga kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sesuai tingkatan keilmuan yang sesuai baginya. Hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam mempelajari hadits seperti Arbain anNawawiyyah, mengambil faidah darinya. Membaca kitab-kitab Mustholah (hadits) dan dalam fiqh…juga mempelajari ilmu-ilmu alat. Ilmu itu sangat luas. Jika engkau mengerahkan seluruh bagian darimu, ilmu itu akan memberikan sebagian darinya.

Kita hendaknya mengetahui bahwa ilmu adalah penyebab keselamatan dari fitnah-fitnah pada kehidupan kaum muslimin. (Ilmu) meredam (fitnah) syahwat, juga fitnah syubuhaat berupa hawa nafsu dan kebid’ahan. Fitnah-fitnah syu
buhat dari orang-orang kafir. Ilmu menjadikan seseorang mengetahui tentang Allah dan agamaNya. Hal itu menjadi sebab ia selamat dari fitnah-fitnah. Hingga (jika ia berilmu) bisa menjadi penyebab yang menghilangkan fitnah-fitnah dari manusia. Sebagaimana yang telah disebutkan tentang hadits tentang keutamaan para Ulama:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus (dari dada manusia) akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan Ulama. Hingga jika tidak tersisa orang alim lagi, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Mereka ditanya kemudian berfatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Ahlul Ilmi yang menempuh jalan al-haq (kebenaran) akan memperingatkan dari fitnah-fitnah tersebut. Demikian juga para penyeru pada kesesatan (justru akan berusaha menyebarkan fitnah-fitnah itu).
Di antara penyebab mendapatkan ilmu adalah ikhlas karena Allah. Maka wajib bagi kita untuk mengikhlaskan menuntut ilmu karena Allah. Jangan kita menuntut ilmu untuk berdebat dengan manusia. Jangan menuntut ilmu karena mencari pujian manusia hingga mereka berkata bahwa orang ini berilmu atau pandai baca al-Quran (Qori’). Harusnya kita menuntut ilmu karena Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.

Aku tutup dengan kalimat ini…Ucapan al-Imam Yahya bin Abi Katsir rahimahullah: “Ilmu tidaklah bisa didapatkan dengan tubuh yang santai (bermalas-malasan)”. Maka kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Terus berusaha mengisi waktu dan umur kita untuk menghilangkan ketidaktahuan dalam diri kita. Ini adalah termasuk tujuan dan ibadah yang paling agung. Aku meminta kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala agar Dia memberikan taufiq kebaikan kepada kita, dan agar Dia menolong kita untuk senantiasa mengikuti petunjuk Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, dan semoga Allah menjadikan kita sebagai para penuntut ilmu…dan agar Allah menjadikan amalan kita ikhlas untuk mengharapkan WajahNya Yang Mulya. Aku meminta kepada Allah taufiq dan kekokohan kepadaku dan kepada anda sekalian.

Allaahu A’lam, washollallaahu wasallama ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad

📚📝Catatan Kaki dari penerjemah:

(*) Syaikh Kholid hafidzhahullah menyebutkan bahwa itu adalah ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, sedangkan dalam atsar riwayat atThobaroniy disebutkan bahwa itu adalah Abu Hurairah radhiyallahu anhu.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَرَّ بِسُوْقِ الْمَدِيْنَةِ فَوَقَفَ عَلَيْهَا فَقَالَ يَا أَهْلَ السُّوْقِ مَا أَعْجَزَكُمْ قَالُوْا وَمَا ذَاكَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ ذَاكَ مِيْرَاثُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقْسَمْ وَأَنْتُمْ هَا هُنَا أَلَا تَذْهَبُوْنَ فَتَأْخُذُوْنَ نَصِيْبَكُمْ مِنْهُ قَالُوْا وَأَيْنَ هُوَ قَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجُوْا سُرَاعًا وَوَقَفَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ لَهُمْ حَتَّى رَجَعُوْا فَقَالَ لَهُمْ مَا لَكُمْ فَقَالُوْا يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَدْ أَتَيْنَا الْمَسْجِدَ فَدَخَلْنَا فِيْهِ فَلَمْ نَرَ فِيْهِ شَيْئًا يُقْسَمُ فَقَالَ لَهُمْ أَبُوْ هُرَيْرَةَ وَمَا رَأَيْتُمْ فِي الْمَسْجِدِ أَحَدًا قَالُوْا بَلَى رَأَيْنَا قَوْمًا يُصَلُّوْنَ وَقَوْمًا يَقْرَؤُوْنَ الْقُرْآنَ وَقَوْمًا يَتَذَاكَرُوْنَ الْحَلَالَ وَالْحَرَامَ فَقَالَ لَهُمْ أَبُوْ هُرَيْرَةَ وَيْحَكُمْ فَذَاكَ مِيْرَاثُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya beliau melewati pasar Madinah, kemudian berhenti. Beliau berkata: Wahai orang-orang di pasar, apa yang membuat kalian lemah (tidak bersemangat)? Orang-orang di pasar itu berkata: Ada apa wahai Abu Hurairah? Abu Hurairah menyatakan: Itu warisan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dibagikan, tapi kalian ada di sini. Tidakkah kalian pergi ke sana dan mengambil bagian kalian darinya? Mereka berkata: Di mana itu (pembagiannya)? Abu Hurairah menyatakan: Di masjid. Maka mereka segera pergi dengan cepat. Abu Hurairah berdiri menunggu
mereka. Hingga mereka kembali dan Abu Hurairah berkata: Apa yang terjadi pada kalian? Mereka berkata: Wahai Abu Hurairah, kami telah mendatangi masjid kemudian masuk ke dalamnya, kami tidak melihat ada sesuatupun yang dibagikan. Abu Hurairah berkata kepada mereka: Tidakkah engkau melihat ada orang di masjid? Mereka berkata: Ya. Kami melihat ada kaum yang sholat, ada kaum yang membaca al-Quran, ada kaum yang mempelajari halal dan haram. Maka Abu Hurairah berkata kepada mereka: Celaka kalian, itulah warisan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam (riwayat atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Awsath, dihasankan Syaikh al-Albaniy dalam Shahih atTarghib wat Tarhiib)

Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

————— ————— —————
((📕)) MAJMU'AH AL ISTIFADAH » http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html || Channel telegram » http://bit.ly/1MY9qnP
مجموعة الاستفادة

🔲🔲🔲((🔴))🔲🔲🔲

TATA CARA MERAPATKAN SHAF MENURUT PENJELASAN SYAIKH IBN UTSAIMIN

📗TATA CARA MERAPATKAN SHAF MENURUT PENJELASAN SYAIKH IBN UTSAIMIN

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan:

Para Sahabat Nabi –semoga Allah meridhai mereka- jika berdiri di dalam shaf, salah seorang dari mereka menempelkan mata kakinya ke mata kaki saudaranya dan pundaknya pada pundak saudaranya yang demikian untuk 2 tujuan:

Tujuan pertama: benar-benar meluruskan (shaf)

Tujuan kedua: menutup celah (antar makmum).

Bukanlah menempelkan mata kaki dengan mata kaki sebagai tujuan inti. Tetapi ada tujuan yang lain, yaitu benar-benar lurus dan rapat. Atas dasar ini, nampak jelaslah bahwa apa yang dilakukan sebagian manusia saat ini yang melebarkan (jarak) antar dua kakinya dan membengkokkan kaki supaya mata kaki saling bersentuhan (dengan makmum di sampingnya), ini tidak ada asalnya.

Para Sahabat tidaklah mengatakan: Seseorang (dari kami) melebarkan (jarak) antar kedua kakinya hingga mata kakinya menyentuh mata kaki saudaranya. Tapi mereka (para Sahabat) berkata: Sesungguhnya mereka saling rapat hingga salah seorang dari mereka mata kakinya menyentuh  mata kaki saudaranya.

Akan tetapi sebagian manusia tidak cermat dalam memahami nash-nash sehingga mengetahui apa yang dimaksud. Tidak mungkin seseorang mengklaim bahwa makna (yang benar) adalah hendaknya seseorang melebarkan (jarak) kakinya sehingga jarak bagian atas tubuh (antar makmum) akan berjauhan. Ini tidak mungkin. Tidak ada seorangpun yang mengatakan demikian (al-Liqaa’ asy-Syahri (4/224))

🇸🇦Teks Asli:

كان الصحابة رضي الله عنهم إذا قاموا في الصف يلصق أحدهم كعبه بكعب صاحبه ومنكبه بمنكبه وذلك لغرضين: الغرض الأول: تحقيق المساواة. والغرض الثاني: سد الفرج. وليس إلصاق الكعب بالكعب مقصوداً لذاته، بل هو مقصود لغيره، وهو تحقيق المساواة والتراص، وبناءً على ذلك: يتبين أن ما يفعله بعض الناس الآن من كونه يفرج بين رجليه ويحنف الرجل من أجل أن تتلاصق الكعاب لا أصل له، فالصحابة لم يقولوا: كان الرجل يفرج بين رجليه حتى يمس كعب صاحبه، بل قالوا: إنهم يتراصون حتى إن أحدهم ليمس كعبه كعب صاحبه. لكن بعض الناس لا يتأنى في فهم النصوص حتى يعرف المراد، وإلا فلا يمكن أن يدعي أحد أن المعنى: أن الرجل يفرج رجليه، ويبقى أعلى البدن متباعداً، هذا غير ممكن، ولا أحد يقول بهذا (اللقاء الشهري 4-224)

Alih bahasa : Abu Utsman Kharisman

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

————— ————— —————
((📕)) MAJMU'AH AL ISTIFADAH » http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html || Channel telegram » https://telegram.me/alistifadah
((📌)) مجموعة الاستفادة

🔲🔲🔲((🔴))🔲🔲🔲

Yang sunnah dalam sholatnya dua orang ketika berjamaah

🔵 Yang sunnah dalam sholatnya dua orang ketika berjamaah 🌿

🔆 Berkata Al allamah Ibnu Utsaimin رحمه الله :

🎋 Yang sunnah, hendaknya makmum itu berdiri disebelah kanannya orang yang sholat (imam),
🎋 Dan pada keadaan demikian maka keduanya berdiri sejajar.
🎋 Tidaklah imam itu berdiri lebih maju dari pada si makmum
🎋 Karena keduanya pada keadaan ini teranggap seperti satu shaf, dan satu shaf itu harus sejajar (sama).

✏ahmad sufyan

🇸🇦 أخبار مكة __✒
⭕ 16 shafar 1437 H

〰〰〰〰〰〰〰〰
‏📝 السنة في صلاة اﻹثنين جماعة ؟

▪قال العلاّمة ابن عثيمين :

- السنة أن يكون المأموم على يمين المصلي .
- وفي هذه الحال يكون وقوفهما متساويا .
- ولا يكون اﻹمام متقدما على المأموم .

لأنهما في هذه الحال يكونان صفا واحدا ، والصف الواحد يكون متساويا .

[لقاء الباب المفتوح ١٦]

————— ————— —————
((📕)) MAJMU'AH AL ISTIFADAH » http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html || Channel telegram » https://telegram.me/alistifadah
((📌)) مجموعة الاستفادة

🔲🔲🔲((🔴))🔲🔲🔲

Ibroh lebih dipentingkan dari sekedar wawasan

☑️ IBROH LEBIH DIPENTINGKAN DARI SEKEDAR WAWASAN 💡
----------------
#abdulaziz_arrajihi
#tafsir_alkahfi
#ibroh_ayat
-----------------

Syaikh Abdul Aziz arRajihi hafidzohullah memberikan pengantar sebelum beliau menjelaskan ayat 22-26 dari surat alKahfi:

الأصل في القصص القرآني أن تؤخذ منه العبرة والفائدة، أما الخوص فيما لا فائدة فيه كعدد أصحاب الكهف وأسمائهم واسم كلبهم فليس هذا من العلم الضروري، ولا ينبغي الخوض فيه بلا علم.

"Asal dalam memahami berbagai kisah yang disebutkan dalam alQuran adalah MENJADIKANNYA SEBAGAI 💎PELAJARAN DAN FAIDAH.
Adapun memperdalam pembahasan dalam hal-hal yang tidak memberikan faidah padanya seperti pembahasan mengenai berapa jumlah pemuda ash-habulkahfi, siapa saja nama-nama mereka, apa nama anjing mereka*; yang seperti ini bukanlah termasuk ilmu yang mendesak maupun harus diketahui, dan tidaklah diperbolehkan terlalu mendetail padanya tanpa sandaran ilmu."

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Kita yang menukilkan perlu ingat; betapa jenis wawasan semacam inilah yang lebih dipentingkan para pegiat dakwah yang berafiliasi ke kelompok, ormas, atau tokoh tertentu (baca: hizbiyyun). Pembahasan yang mereka buru dan mendapat tempat di hati mereka adalah berkisaran tambahan wawasan yang seringkali tidak menyentuh konsekwensi amal (hati, lisan dan anggota badan).
Maka Ahlussunnah harus membedakan diri dari mereka karena takut karena Allah, dan jika ada wawasan yng diperoleh justru lebih menguatkan pelajaran yang bisa mereka petik untuk diamalkan.
اللم وفقنا لصالح الأخلاق و الأعمال ...

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
alih bahasa dan publikasi kembali
Abu Abdirrahman Sofian عفى الله عنه ولوالديه ولجميع المسلمين

📡 WA al I'tishom | Paiton | 29 Shofar 1437 H |

※※※※※※※※※※※※※※※※
🅾 MAJMU'AH AL ISTIFADAH 🅾
※※※※※※※※※※※※※※※※

Ⓜ مجموعة الاستفادة
🌍 http://bit.ly/tentangwalis
▶ Telegram http://bit.ly/alistifadah JOIN

🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌

Taubatnya orang yang murtad

📗TAUBATNYA ORANG YANG MURTAD

Pertanyaan ke-2 pada fatwa no 18146 (al-Lajnah ad-Daaimah) :

💬❓Pertanyaan: Jika seorang muslim membatalkan keislamannya, dan setelah waktu yang tidak lama ia memohon ampunan kepada Rabb-nya. Apakah dalam kondisi semacam ini ia memperbaharui taubatnya dan mengucapkan 2 kalimat syahadat?

💡Jawaban:

Taubatnya orang yang murtad tergantung keadaannya. Jika ia melakukan hal yang diharamkan yang membuat dia menjadi murtad, maka ia harus meninggalkan (hal yang diharamkan itu) diiringi perasaan menyesal atas apa yang terjadi di masa lalu, serta bertekad kuat dengan jujur untuk tidak mengulanginya. Jika ia meninggalkan hal yang wajib dikerjakan, maka (taubatnya adalah) dengan mengerjakan kewajiban itu diiringi perasaan menyesal atas apa yang telah terjadi di masa lalu, serta bertekad kuat dengan jujur untuk tidak mengulanginya. Jika (murtadnya) adalah karena ucapan tertentu, maka taubatnya adalah dengan meninggalkan (ucapan) itu diiringi penyesalan atas apa yang lalu dan bertekad kuat dengan jujur untuk tidak mengulanginya.

Seseorang yang meninggalkan sholat, taubatnya adalah dengan mengerjakan sholat diikuti penyesalan atas sikap ia meninggalkannya di masa lalu dan tekad kuat yang jujur untuk tidak mengulangi (perbuatan meninggalkan sholat itu).

Sedangkan orang yang menganggap halal suatu perbuatan haram yang telah disepakati keharamannya dan telah dipahami dalam Dien secara dharuri (sangat masyhur diketahui oleh orang awam, tanpa butuh melihat pada dalil, pent) taubatnya adalah dengan meyakini keharamannya dengan menyesali apa yang telah lalu dan tekad yang jujur untuk tidak mengulanginya.

Taubatnya orang yang berdoa kepada selain Allah seperti berdoa (meminta) kepada orang yang telah meninggal atau yang lainnya adalah dengan meninggalkan perbuatan itu dan mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah, diiringi perasaan menyesal atas apa yang telah lalu dan tekad yang jujur untuk tidak akan mengulanginya.

Wabillaahit Taufiq wa shollallaahu alaa Nabiyyinaa Muhammad wa Aalihi wa shohbihi wa sallam

Al-Lajnah ad-Daaimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Iftaa’

Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil : Abdul Aziz Aalusy Syaikh
Anggota: Abdullah bin Ghudayyan
Anggota: Sholih al-Fauzan
Anggota: Bakr Abu Zaid

🇸🇦Teks Asli:

السؤال الثاني من الفتوى رقم ( 18146 )
س 2 : إذا نقض المسلم إسلامه ، وبعد مدة قليلة استغفر ربه . فهل في هذه الحالة يشترط عليه أن يجدد توبته ويقول الشهادتين ؟
ج 2 : توبة المرتد على حسب حاله ، فإن كان بفعل شيء محرم يوجب الردة ، فبتركه مع الندم على ما مضى منه ، والعزم الصادق أن لا يعود فيه ، وإن كان بترك شيء واجب فبفعله مع الندم على ما مضى ، والعزم الصادق أن لا يعود فيه ، وإن كان بقول شيء ، فتوبته بترك ذلك مع الندم على ما مضى منه ، والعزم الصادق أن لا يعود فيه . فتارك الصلاة توبته بفعلها مع الندم على ما مضى منه ، والعزم الصادق أن لا يعود فيه ، والمستبيح لفعل المحرمات المجمع على تحريمها ، والمعلوم من الدين بالضرورة ، توبته باعتقاد تحريمها ، مع الندم على ما مضى منه ، والعزم الصادق أن لا يعود فيه ، وتوبة من يدعو غير الله من الأموات وغيرهم يكون بترك ذلك وإخلاص العبادة لله تعالى ، مع الندم على ما مضى منه والعزم الصادق أن لا يعود فيه .
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو ... عضو ... عضو ... نائب الرئيس ... الرئيس
بكر أبو زيد ... صالح الفوزان ... عبد الله بن غديان ... عبد العزيز آل الشيخ ... عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

————————————————————————
🅾 MAJMU'AH AL ISTIFADAH 🅾

Ⓜ مجموعة الاستفادة
🌍 http://bit.ly/tentangwalis
▶ Telegram http://bit.ly/alistifadah JOIN

🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗🔗

Apakah ucapan seorang sahabat adalah hujjah?

📗Apakah Ucapan Seorang Sahabat adalah Hujjah?

Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menyatakan  :

" إذا كان الصحابي من الفقهاء المعروفين بالفقه فإن قوله حجة بشرطين : 
الشرط الأول : ألا يخالف قول الله ورسوله ؛ فإن خالف قول الله ورسوله وجب طرحه والأخذ بما قال الله ورسوله ....
الشرط الثاني : ألا يخالف قول صحابي آخر ؛ فإن خالف قول صحابي آخر وجب النظر في الراجح ؛ لأنه ليس قول أحدهما أولى بالقبول من الآخر " . 
انتهى من "لقاء الباب المفتوح" (59 /24) .

Jika seorang Sahabat Nabi adalah seorang yang faqih yang dikenal kefaqihannya, maka ucapannya adalah hujjah dengan 2 syarat:

Syarat pertama: tidak menyelisihi Firman Allah dan Sabda RasulNya. Jika menyelisihi Firman Allah dan sabda RasulNya wajib membuang (ucapan) itu dan mengambil ucapan Allah dan RasulNya
........
Syarat kedua: tidak menyelisihi ucapan Sahabat Nabi yang lain. Jika menyelisihi ucapan Sahabat lain wajib melihat pada yang rajih karena antar  ucapan dua Sahabat tidak ada satupun yg harus diprioritaskan (karena kedua-duanya kedudukannya sama-sama Sahabat, pent)(Liqoo' alBaab alMaftuuh (59/24))

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

————— ————— —————
((📕)) MAJMU'AH AL ISTIFADAH » http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html || Channel telegram » http://bit.ly/alistifadah
مجموعة الاستفادة

🔲🔲🔲((🔴))🔲🔲🔲

BANTAHAN TERHADAP ARTIKEL BERJUDUL: “INILAH SEJARAH YANG BENAR TENTANG AWAL PERAYAAN MAULID NABI”

💐📗BANTAHAN TERHADAP ARTIKEL BERJUDUL: “INILAH SEJARAH YANG BENAR TENTANG AWAL PERAYAAN MAULID NABI” (Bag ke-1)

✅Pendahuluan

Para Ulama telah sepakat bahwa peringatan Maulid Nabi shollallahu alaihi wasallam tidak pernah dilakukan di masa Nabi, para Sahabat, Tabi’in, maupun Atbaaut Tabi’in.
Berikut ini akan disebutkan nukilan ucapan Ulama Syafiiyyah yang menunjukkan hal itu:

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolaaniy rahimahullah menyatakan:

أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة...

Asal perbuatan (memperingati) Maulid (Nabi) adalah bid’ah yang tidak pernah ternukil dari Salafus Sholih seorangpun dari 3 kurun generasi (awal)…(al-Haawiy lil Fataawa lis-suyuuthiy (1/282)).

Al-Imam as-Sakhowiy rahimahullah menyatakan:

أصل عمل المولد الشريف لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة، وإنما حدث بعدها بالمقاصد الحسنة...

Asal perbuatan (memperingati) Maulid yang mulia tidaklah ternukil dari Salafus Sholih seorangpun pada 3 kurun generasi yang utama. (Peringatan Maulid itu) hanyalah dilaksanakan setelah (3 kurun itu) dengan tujuan yang baik … (al-Maulidur Rowiy fil Maulidin Nabawiy karya Mula Ali Qoriy halaman 12)

Kami kutipkan di sini sesuai substansi pembahasan inti bahwa kedua Ulama Syafiiyyah itu sepakat bahwa peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilaksanakan pada 3 generasi terbaik (Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Atbaut Tabi’in). Generasi Atbaut Tabi’in adalah hingga tahun 220 Hijriyah. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaany rahimahullah menyatakan:

واتفقوا على أن آخر من كان من أتباع التابعين ممن يقبل قوله من عاش إلى حدود العشرين ومئتين

Para Ulama sepakat bahwa akhir Atbaaut Tabiin yang bisa diterima ucapannya adalah yang masa kehidupannya hingga batasan tahun 220 (Hiriyah)(Fathul Baari karya Ibnu Hajar al-Asqolaany (7/6)).

Sebagian Ahli sejarah menyatakan bahwa Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam meninggal di tahun 11 Hijriyah. Sebagian lagi menyatakan: 12 Hijriyah. Anggaplah kita ambil tahun 12 Hijriyah, berarti selama 208 tahun tidak pernah ada dan tidak pernah terpikir oleh 3 generasi terbaik umat ini untuk mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam.

Benar, tidak pernah terpikir oleh mereka, padahal berbagai kejadian dan pertempuran-pertempuran (jihad) banyak terjadi di masa itu, tapi tidak pernah ada yang berinisiatif untuk memperingati hari kelahiran Nabi dengan alasan membangkitkan kembali semangat juang kaum muslimin. Padahal mereka adalah orang-orang yang kecintaannya kepada Nabi melebihi kecintaan orang-orang setelahnya.

Pada kesempatan ini, sekedar kita ingat kembali keutamaan 3 generasi tersebut, untuk menyadarkan kita bahwa seharusnya mereka menjadi patokan dan teladan kita dalam beragama:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (Nabi dan para Sahabatnya) kemudian yang setelahnya (tabiin) kemudian yang setelahnya (Atbaut Tabiin) kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya (orang-orang yang banyak berdusta dan tidak bisa dipercaya) (H.R al-Bukhari dan Muslim)

لاَ تَزَالُونَ بِخَيْرٍ مَا دَامَ فِيكُمْ مَنْ رَآنِي وَصَاحَبَنِي , وَاللهِ لاَ تَزَالُونَ بِخَيْرٍ , مَا دَامَ فِيكُمْ مَنْ رَأَى مَنْ رَآنِي , وَصَاحَبَ مَنْ صَاحَبَنِي , وَاللهِ لاَ تَزَالُونَ بِخَيْرٍ , مَا دَامَ فِيكُمْ مَنْ رَأَى مَنْ رَأَى مَنْ رَآنِي , وَصَاحَبَ مَنْ صَاحَبَ مَنْ صَاحَبَنِي

Kalian senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian ada orang yang melihatku dan menjadi sahabatku (Sahabat Nabi). Demi Allah kalian senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian ada orang yang melihat orang yang melihatku dan menjadi Sahabat dari Sahabatku (Tabi’in). Demi Allah, kalian senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian ada orang yang melihat orang yang melihat orang yang melihatku dan menjadi Sahabat dari Sahabat para Sahabatku (Atbaaut Tabi’in) (H.R Ibnu Abi Syaibah dan al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan sanadnya hasan dalam Fathul Bari).

Setiap perbuatan kebaikan terkait ibadah yang sangat memungkinkan dilakukan di masa para Sahabat Nabi ridhwaanullahi ‘alaihim ‘ajmaiin namun itu tidak dilakukan –bahkan tidak terpikirkan oleh mereka untuk mengerjakannya-, maka sesungguhnya itu bukanlah bagian dari Dienul Islam ini.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :

...لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ...

…Kalau seandainya itu adalah kebaikan, niscaya mereka tidak akan mendahului kita dalam hal itu…(Q.S al-Ahqoof ayat 11)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan dalam tafsirnya:

وأما أهل السنة والجماعة فيقولون في كل فعل وقول لم يثبت عن الصحابة: هو بدعة؛ لأنه لو كان خيرا لسبقونا إليه، لأنهم لم يتركوا خصلة من خصال الخير إلا وقد بادروا إليها

Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah mereka mengatakan pada setiap perbuatan dan ucapan yang tidak ada dari para Sahabat Nabi, maka itu adalah bid’ah. Karena jika hal itu (ucapan atau perbuatan itu) baik, niscaya mereka (para Sahabat Nabi) akan mendahului kita dalam hal itu. Karena mereka (para Sahabat Nabi) tidaklah meninggalkan satu saja perilaku kebaikan kecuali mereka adalah yang terdepan dalam mengerjakannya (Tafsir Ibn Katsir dalam menafsirkan surat al-Ahqoof ayat 11).

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

...وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ...

...dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan…(Q.S al-An’aam ayat 153)

Mujahid rahimahullah (seorang Tabi’i) menafsirkan makna “jalan-jalan” itu adalah kebid’ahan dan syubuhat (lihat Tafsir atThobariy). Sehingga makna ayat itu adalah Allah melarang kita mengikuti jalan kebid’ahan dan syubuhat. Perlu diingat bahwa penafsiran dari Mujahid sering dijadikan acuan oleh al-Imam asy-Syafi’i, Ahmad, bahkan al-Bukhari dalam Shahihnya.

Sahabat Nabi Hudzaifah bin al-Yaman –semoga Allah meridlainya- berkata:

كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْ بِهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فلاَ تَتَعَبَّدُوْا بِهَا ؛ فَإِنَّ الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخِرِ مَقَالاً ؛ فَاتَّقُوا اللهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ ، خُذُوْا طَرِيْقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُم

“Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan peluang berbicara (dalam Dien) bagi orang yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah).

Umar bin Abdil Aziz rahimahullah menyatakan:

أوصيك بتقوى الله , والإقتصاد في أمره , واتباع سنة رسوله وترك ما أحدث المحدثون بعده مما قد جرت سنته وكفوا مؤونته. واعلم أنه لم يبتدع إنسان قط بدعة إلا قد مضى قبلها ما هو دليل عليها وعبرة فيها. فعليك بلزوم السنة, فإنها لك بإذن الله عصمة. واعلم أن من سن سنة قد علم ما في خلافها من الخطأ والزلل والتعمق والحمق. فإن السابقين الماضين على علم توقفوا. وببصر ناقد كفوا

Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, sederhana dalam menjalankan perintahNya, mengikuti Sunnah RasulNya dan meninggalkan hal-hal yang diada-adakan oleh orang-orang setelahnya. Padahal telah berjalan Sunnah beliau dan mereka telah tercukupi kebutuhannya. Ketahuilah, bahwa tidaklah seseorang melakukan suatu kebid’ahan apapun kecuali telah berlalu sebelumnya (Sunnah) yang menjadi dalil yang menentangnya dan ibroh (pelajaran) di dalamnya. Wajib bagimu berpegangteguh dengan Sunnah. Karena (Sunnah) itu dengan idzin Allah adalah sebagai penjagaan. Ketahuilah bahwa barangsiapa yang mencontohkan suatu Sunnah, ia telah mengetahui bahwa yang menyelisihi Sunnah itu adalah kesalahan, ketergelinciran, terlalu masuk (dalam hal yang tidak perlu, pent), dan kebodohan. Karena (para Sahabat Nabi) terdahulu, mereka berhenti di atas ilmu dan menahan diri (untuk tidak berbuat sesuatu) berdasarkan pandangan yang tajam (riwayat Ibnul Jauziy dalam kitab Siiroh wa Manaaqib Umar bin Abdil Aziz al-Kholifah az-Zaahid halaman 84)

Sesungguhnya menjelaskan al-haq dan memerangi kebid’ahan adalah jihad dan bagian dari keimanan. Kebid’ahan adalah mengerjakan (ibadah) yang tidak diperintahkan. Berjihad memerangi kebid’ahan sesuai kemampuan adalah bagian keimanan. Minimal, jika tidak mampu dengan tangan atau lisan, kita membencinya dalam hati. Itu adalah selemah-lemahnya iman. Inilah yang diwasiatkan oleh teladan kita yang mulya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam dalam haditsnya:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ

Dari Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tidaklah ada seorang Nabipun yang Allah utus kepada umatnya sebelumku kecuali dari umatnya ada Hawawiyyun (para penolong) dan Sahabat-Sahabat (Nabi tersebut) yang mengambil (ajaran) Sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian akan datang setelahnya generasi yang mengucapkan hal yang tidak diperbuat dan mengerjakan hal yang tidak diperintahkan (mengerjakan bid’ah, pent). Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan tangannya maka ia adalah orang yang beriman. Barangsiapa yang berjihad dengan lisannya maka ia adalah orang yang beriman. Barangsiapa yang berjihad dengan hatinya maka itu adalah orang yang beriman. Tidak ada keimanan lagi (yang sempurna) di belakang itu meski sebesar biji sawi (H.R Muslim dalam Kitabul Iman Bab ke-20 hadits no 80)

Jika kita tidak mampu untuk mengingkari kebid’ahan dengan lisan dan tulisan kita. Minimal kita membencinya dalam hati. Jangan justru menjadi pembela dan pendukungnya. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan taufiq kepada kaum muslimin..

<< InsyaAllah bersambung….>>

(Abu Utsman Kharisman)

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

※※※※※※※※※※※※※※※※※
🅾 WA AL ISTIQOMAH || WALIS 🅾
※※※※※※※※※※※※※※※※※

Ⓜ مجموعة الاستفادة
🌍 http://bit.ly/tentangwalis
▶ Telegram http://bit.ly/alistifadah JOIN

🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗
💐📗BANTAHAN TERHADAP ARTIKEL BERJUDUL: “INILAH SEJARAH YANG BENAR TENTANG AWAL PERAYAAN MAULID NABI” (Bag ke-2-selesai)

✅Awal Mula Penyelenggaraan Maulid Nabi

Telah jelas dari paparan di atas bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam belum pernah dilakukan pada masa-masa 3 generasi terbaik umat ini. Lalu, sejak kapan penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi?

Sebagian Ahli Sejarah Islam dan Ulama menyebutkan bahwa yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi adalah pemerintahan al-Mu’izz lidiinillah pada tahun 362 Hijriyah (sebagian referensi menyebut 361 Hijriyah). Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Bakhit al-Muthi’iy seorang mufti Mesir terdahulu dalam kitabnya berjudul Ahsanul Kalaam fiimaa yata’allaqu bissunnah wal bid’ah minal ahkaam halaman 44-45. Al-Muizz li diinillah ini adalah keturunan Bani Ubaid al-Fathimiyyun. Ia yang pertama memprakarsai peringatan 6 Maulid: Maulid Nabi, Maulid Ali bin Abi Tholib, Maulid Fathimah, Maulid al-Hasan, Maulid al-Husain, Maulid Khalifah pada saat itu.
Ini juga diperkuat oleh penjelasan al-Maqriziy dalam kitabnya al-Mawaa-‘idzh wal I’tibar, demikian juga Ali Mahfudzh dalam kitabnya al-Ibdaa’ fi Madhaaril Ibtidaa’ halaman 126. Termasuk juga dikuatkan oleh Hasan as-Sandubiy dalam Tarikh al-Ihtifaal bi Maulidin Nabi. Juga tidak ketinggalan Ali al-Jundiy dalam kitabnya Nafkhul Azhaar, dan juga Syaikh Ismail al-Anshariy dalam kitabnya al-Qoulul Fashl fii hukmil Ihtifaal bi maulidi khoyrir Rasul halaman 64 – 72. 

Kemudian ada yang menyanggah pernyataan-pernyataan ini. Ditulislah sebuah artikel berjudul “Inilah Sejarah yang Benar tentang Awal Perayaan Maulid Nabi”. Pada artikel itu dinyatakan: “Pernyataan di atas tidak benar sama sekali. Dan jauh dari fakta kebenarannya”. Kemudian penulis artikel tersebut berusaha memaparkan bukti-buktinya.
Namun, sangat disayangkan, ternyata artikel tersebut sangat jauh dari sisi keilmiyahan. Salah sasaran dalam membantah. Tidak mengena sama sekali. Mengapa demikian?

Karena artikel itu sebenarnya ingin membatalkan argumen bahwa pihak yang pertama kali merayakan Maulid Nabi adalah dinasti Fathimiyyun yang merayakan sejak 362 Hijriyah. Artikel itu ditulis untuk menunjukkan siapa yang pertama kali merayakan Maulid Nabi.

Mestinya, kalau ingin membantah argumen tersebut, penulis bisa menempuh beberapa cara:

Pertama, menyebutkan bukti-bukti yang menunjukkan kesalahan pemaparan fakta itu. Misalkan dengan menyatakan: Tidak benar Dinasti Fathimiyyun memerintah di tahun itu. Semestinya di tahun itu yang memerintah adalah raja ini dan ini.

Kedua, jika tidak dengan cara pertama, harusnya penulis menunjukkan bukti adanya pihak yang memperingati Maulid Nabi sebelum tahun 362 Hijriyah.
Jika dua hal ini tercapai, maka gugurlah argumen yang menyatakan bahwa pihak pertama yang merayakan Maulid Nabi adalah Dinasti Fathimiyyun di tahun sekitar 362 Hijriyah.

Tapi ternyata penulis artikel itu salah sasaran. Ia justru mengemukakan bukti-bukti peringatan Maulid yang semuanya di atas tahun 500 Hijriyah!  Berikut ringkasan beberapa bukti yang dia kemukakan:
1⃣Ibnu Jubair seorang Rohalah (lahir tahun 540 Hijriyah)
2⃣Sulthan Nuruddin Zanki dan Syaikh Umar al-Mulla (wafat tahun 570 Hijriyah).
3⃣Al-Mudzhoffar, penguasa Irbil, atau yang bernama Abu Said Gokburu bin Zainiddin Ali bin Baktakin (sebagian referensi menyebutkan masa kehidupan beliau adalah tahun 549 sampai 630 Hijriyah).

Artinya, tidak bisa menggugurkan argumen bahwa peringatan Maulid awal adalah di sekitar tahun 362 Hijriyah dengan menyebutkan bukti peringatan Maulid di atas tahun 500-an Hijriyah. Karena hal itu berarti peringatan awal Maulid adalah di sekitar tahun 362 Hijriyah kemudian di tahun-tahun berikutnya ada lagi peringatan Maulid lainnya di atas tahun 500 Hijriyah.

Berikut ini kesimpulan yang dipaparkan oleh Syaikh Bakhit al-Muthi’iy seorang mufti Mesir :

من ذلك تعلم أن مظفر الدين إنما أحدث المولد النبوي في مدينة إربل على الوجه الذي وصف فلا ينافي ما ذكرناه من أن أول من أحدثه بالقاهرة الخلفاء الفاطميون من قبل ذلك فإن دولة الفاطميين انقرضت بموت العاضد بالله أبي محمد عبد الله بن الحافظ بن المستنصر في يوم الإثنين عاشر المحرم سنة سبع وستين وخمسمائة هجرية. وما كانت الموالد تعرف في دولة الإسلام من قبل الفاطميين

Dari hal itulah anda mengetahui bahwa Mudzhaffarud Dien mengadakan (peringatan) Maulid Nabi di kota Irbil dalam bentuk seperti yang sudah disebutkan. Ini tidaklah meniadakan apa yang telah kami sebutkan sebelumnya bahwa yang pertama kali mengadakannya di Kairo (Mesir) adalah para Khalifah al-Fathimiyyun sebelum itu. Karena Daulah al-Fathimiyyun baru berakhir dengan kematian al-Adhid billaahi Abu Muhammad Abdullah bin al-Hafidz bin al-Mustanshir dari hari Senin tanggal 10 Muharram di tahun 567 Hijriyah. Sebelum dinasti Fathimiyyun, tidaklah dikenal peringatan Maulid-maulid pada negara Islam (Ahsanul Kalaam fiimaa yata’allaqu bissunnah wal bid’ah minal ahkaam karya Syaikh Muhammad Bakhit al-Muthi’iy hal 70)

Telah dipaparkan di atas bahwa peringatan Maulid Nabi tidaklah dikenal di kalangan Ulama Salaf (pada 3 generasi terbaik), maka tidaklah menjadikan sesuatu yang bid’ah menjadi Sunnah semata-mata banyaknya orang yang melakukan atau adanya raja yang adil yang melakukannya. Suatu perbuatan kemunkaran tidaklah menjadi kebaikan, meski ia dilakukan oleh orang yang baik. Karena setiap manusia tidaklah ma’shum (terjaga dari kesalahan).

Al-Imam al-Auza-iy rahimahullah –seorang Ulama dari kalangan Atbaaut Tabi’in - menyatakan:

عليك بآثار من سلف ، وإن رفضك الناس ، وإياك وآراء الرجال ، وإن زخرفوا لك بالقول

Wajib bagimu untuk berpegang teguh dengan atsar (ucapan, perbuatan, contoh) dari (Ulama) Salaf. Meskipun manusia meninggalkanmu. Hati-hati engkau (jauhilah) pemikiran-pemikiran manusia (setelahnya yang baru, pent) meskipun mereka memperindah pemikiran-pemikiran baru itu dengan ucapan-ucapan (manis)(riwayat al-Ajurriy dalam asy-Syari’ah)

Al-Fudhail bin Iyaadl –rahimahullah- menyatakan:

اتبع طرق الهدى ولا يضرك قلة السالكين، وإياك وطرق الضلالة ولا تغتر بكثرة الهالكين

Ikutilah jalan-jalan petunjuk, tidaklah memudharatkanmu sedikitnya orang yang menempuh jalan itu. Dan hati-hatilah dari jalan-jalan kesesatan, dan jangan tertipu dengan banyaknya orang yang binasa di jalan itu (dinukil oleh al-Imam anNawawiy dalam al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (8/275))

Banyaknya kaum muslimin yang menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi tidaklah kemudian menjadikan hal itu sebagai Sunnah yang baik diikuti. Pada setiap masa selalu saja ada Ulama Ahlussunnah yang tampil mengingkari hal itu. Seperti al-Imam asy-Syathibiy, Ibnu Taimiyyah (yang digelari sebagai Syaikhul Islam oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy dalam Fathul Baari), Ibnul Qoyyim, Syaikh Muhammad bin Ibrohim, Syaikh Bin Baz, dan Ulama-Ulama Ahlussunnah setelahnya.  

✅Tuduhan ‘Menggunting Ucapan al-Maqriziy’

Penulis artikel itu juga menuduh Ahlussunnah menggunting ucapan al-Maqriziy. Sesungguhnya itu hanyalah tuduhan dusta yang tidak berdasar. Berikut penjelasannya:

Pertama, nukilan ucapan al-Maqrizy adalah untuk membuktikan bahwa beliau menyetujui pernyataan bahwa Dinasti Fathimiyyun adalah yang membuat-buat beberapa acara Maulid. Maka nukilan itu sekedar untuk menunjukkan hal itu. Hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan tujuan tersebut, tidak perlu dikutip.

Kedua, sangat jauhnya jarak halaman antara kutipan yang dinukil dengan potongan kalimat yang dituduhkan. Selain itu, pembahasannya sudah berbeda jauh. Ucapan al-Maqriziy yang dinukil dalam sebagian situs Ahlussunnah adalah ada di halaman 118. Sedangkan yang dituduhkan telah digunting pernyataannya ada di halaman 416. Penomoran halaman ini berdasarkan yang terdapat dalam Maktabah Syamilah. Kalimat yang dinukil menceritakan tentang yang terjadi di Mesir, sedangkan kalimat yang dituduhkan adalah membahas tentang yang terjadi di Turki. Sungguh jauh hal tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa anggapan pengguntingan ucapan al-Maqriziy itu hanyalah tuduhan dusta yang dibuat-buat.

✅Kesalahan Berdalil dengan Puasa Senin

Penulis artikel tersebut juga membuat dalil yang mengada-ada tentang dibolehkannya mengadakan peringatan Maulid. Ia berdalil dengan disunnahkannya puasa Senin yang itu bertepatan dengan hari kelahiran Nabi. Sungguh ini suatu pendalilan yang mengada-ada karena beberapa alasan:

Pertama, Tidak ada satu orangpun Ulama Salaf dari kalangan Sahabat Nabi, Tabi’in, maupun Atbaut Tabi’in yang memahami demikian. Terbukti dengan tidak adanya peringatan Maulid Nabi di masa mereka.

Kedua, Alasan yang lebih kuat dalam disunnahkannya puasa Senin adalah karena pada hari Senin dan Kamis amal seseorang diangkat (ditunjukkan) kepada Allah, dan Nabi suka jika saat amalan beliau diangkat menuju Allah, beliau dalam keadaan berpuasa.

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

Ditunjukkan amalan-amalan pada hari Senin dan Kamis, dan aku suka amalanku ditunjukkan dalam keadaaan aku berpuasa (H.R atTirmidzi)

Alasan itu pulalah yang menyebabkan Nabi senang memperbanyak puasa di bulan Sya’ban:

أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Usamah bin Zaid –semoga Allah meridhainya- berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat anda berpuasa pada bulan-bulan lain seperti puasa anda di bulan Sya’ban. Nabi menyatakan: Itu adalah bulan saat manusia lalai. Bulan yang berada di antara Rajab dengan Ramadhan. Pada bulan itu amalan-amalan diangkat menuju Rabb semesta alam. Maka aku suka saat amalanku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa (H.R anNasaai)

Ketiga: Nabi shollallahu alaihi wasallam dalam hadits itu ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau mensyariatkan disunnahkannya puasa hari Senin, itu berlangsung tiap pekan. Berbeda dengan pelaksanaan Maulid Nabi yang dilaksanakan tiap tahun.

Demikian sekilas sanggahan terhadap artikel berjudul: “Inilah Sejarah yang Benar tentang Awal Perayaan Maulid Nabi”.

Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat, pertolongan, dan taufiq-Nya kepada kaum muslimin.

(Abu Utsman Kharisman)

💡💡📝📝💡💡

WA al-I'tishom

※※※※※※※※※※※※※※※※※
🅾 WA AL ISTIQOMAH || WALIS 🅾
※※※※※※※※※※※※※※※※※

Ⓜ مجموعة الاستفادة
🌍 http://bit.ly/tentangwalis
▶ Telegram http://bit.ly/alistifadah JOIN

🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗📌🔗

TIDAK BOLEH MELAKUKAN SHALAT DI 10 TEMPAT BERIKUT

⛔TIDAK BOLEH MELAKUKAN SHALAT DI 10 TEMPAT BERIKUT⛔

(Edisi 1)

1⃣. Kuburan yaitu
suatu tempat yang dimakamkan di dalamnya satu orang manusia.

(Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam bersabda):

"Allah telah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani!! Mereka telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid."(H.R. al-Bukhari dan Muslim)

2⃣. Masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan

(Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam bersabda):

"Sesungguhnya mereka itu (kaum Nasrani) jika ada di tengah-tengah mereka orang yang shalih, lalu orang tersebut mati, mereka bangun masjid di atas kuburannya. Lalu mereka menggambar (menghiasi) di dalamnya gambar-gambar (orang-orang shalih tersebut). Maka mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah pada hari kiamat." (H.R. al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radliyallaahu 'anha)

3⃣. Kandang dan tempat menderumnya unta

(Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam bersabda):

"Shalatlah kalian di kandang kambing dan janganlah kalian shalat di kandang unta."(hadits ini adalah lafazh Ahmad) [Dishahihkan al-Albani rahimahullah pada hadits at-Tirmidzi dengan lafazh yang sama dari Abu Hurairah pent-]

4⃣. Kamar mandi

(Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam bersabda):

"Bumi semuanya adalah masjid (tempat shalat) kecuali pekuburan dan kamar mandi."(H.R. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari Abu Sa'id al-Khudri. Dishahihkan al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jaami' :2767-pent)

5⃣. Semua tempat yang setan berlindung di dalamnya, seperti tempat-tempat kefasikan dan tempat-tempat mesum. Juga gereja-gereja dan biara-biara.

Berdasarkan hadits Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu:

"Kami tertidur bersama Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam. Dan kami tidak terjaga sampai mentari telah terbit. Maka Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam bersabda:
Hendaklah setiap orang membawa pergi binatang tunggangannya. Sebab tempat kita ini ada setan disana." (H.R. Ahmad dalam musnadnya, Muslim, dan an-Nasa'i). Beliau tidak shalat disana.
_______________________

🇸🇦 Edisi Arabic

⛔️لا تجوز الصلاة في أماكن عشرة✋

1⃣ الأول : المقبرة وهي الموضع الذي دفن فيه إنسان واحد

《لعنة الله على اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد》 [رواه البخاري ومسلم]

2⃣ الثاني : المساجد المبنية على القبور

《إن أولئك إذا كان فيهم الرجل الصالح فمات بنوا على قبره مسجدا وصوروا فيه تلك الصور فأولئك شرار الخلق عند الله يوم القيامة》 [أخرجه البخاري ومسلم]

3⃣ الثالث : معاطن الإبل ومباركها

《صلوا في مرابض الغنم ولا تصلوا في أعطان الإبل》 [وهو لفظ لأحمد]

4⃣ الرابع: الحمام

《الأرض كلها مسجد إلا المقبرة والحمام》

5⃣ الخامس : كل موضع يأوي إليه الشيطان كأماكن الفسق والفجور وكالكنائس والبيع

لحديث أبي هريرة رضي الله عنه قال : عرسنا مع نبي الله صلى الله عليه وسلم فلم نستيقظ حتى طلعت الشمس فقال النبي:
《ليأخذ كل رجل برأس رحلته فإن هذا منزل حضرنا فيه الشيطان》 فلم يصل فيه

📚[الثمر المستطاب للعلامة الألباني رحمه الله]

══════ ❁✿❁ ══════
📮 قناة : الإسلام الحق
📬 تابعونا على التليجرام:
📍http://telegramme/aleslam_alhak
📬 تابعونا على الفيسبوك:
📍https://m.facebook.com/aleslam.alhak

📝 Alih Bahasa: Abu 'Abdillah Rahmat

🔎 Muraja'ah: al-Ustadz Abu 'Utsman Kharisman hafizhahahullaah.

🍋 TwIS

📆 Jum'at, 19 Rabi'uts Tsani 1437H/ 29 Januari 2017

•••••••••••••••••••
🅾 Majmu'ah AL ISTIFADAH
🌍 http://bit.ly/tentangwalis
▶ Telegram http://bit.ly/alistifadah JOIN
📲 مجموعة الاستفادة

🔐🔆🔐🔆🔐🔆🔐🔆🔐
_______________________
⛔TIDAK BOLEH MELAKUKAN SHALAT DI 10 TEMPAT BERIKUT⛔:
(Bagian kedua)

6⃣.  Di tanah rampasan (secara paksa-pent)

Oleh karena itu shalat di tanah rampasan adalah haram menurut kesepakatan ulama sebagaimana yang dinukilkan oleh an-Nawawi(1)

7⃣. Masjid dhirar(2) di dekat Quba' dan semua masjid yang dibangun dalam rangka menimbulkan kemudharatan dan memecah belah diantara kaum muslimin

Berdasarkan firman Allah Ta'aalaa(artinya):

"Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada kaum mukminin), untuk kekafiran, dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin dan menunggu kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu..."(3)

8⃣. Tempat-tempat yang ditenggelamkan ke dalam bumi dan diadzab. Karena tidak boleh masuk ke dalamnya secara mutlak kecuali dengan menangis dan merasa takut kepada Allah.

Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam ketika beliau melewati daerah al-Hajar(4):

"Janganlah kalian masuk ke rumah-rumah kaum yang diadzab tersebut (yakni penduduk al-Hajar) kecuali kalian dalam keadaan menangis. Jika kalian tidak bisa menangis, maka janganlah kalian masuk ke daerah mereka. Sebab aku kuatir akan menimpa kalian seperti apa yang telah menimpa mereka." Kemudian beliau shallallaahu 'alayhi wa sallam menyelubungi kepala beliau dengan kain burdahnya dalam kondisi beliau berada di atas tunggangannya. Lalu beliau bersegera memacu tunggangannya hingga melewati lembah (al-Hajar) itu.( Diriwayatkan dengan lafazh yang sedikit berbeda oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Umar radliyallaahu 'anhuma-pent).

9⃣. Tempat yang tinggi dimana imam berdiri disana dan tempat tersebut lebih tinggi dari tempat para makmum.

" Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam melarang imam untuk berdiri di atas sesuatu sedangkan manusia berada di belakangnya.Yakni di bawahnya." (Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dari sahabat Abu Mas'ud al-Anshari radliyallaahu 'anhu.  Diriwayatkan pula oleh al-Hakim dari Hudzaifah  radliyallaahu 'anhu. Dishahihkan al-Albani rahimahullah-pent)

🔟. Tempat diantara tiang-tiang yang para makmum berbaris disana.

(Berkata Abdul Hamid bin Mahmud, rawi hadits):

"Kami shalat di belakang salah seorang pimpinan dari pemimpin-pemimpin (pemerintahan). Lalu manusia mendesak kami sehingga kami shalat diantara 2 tiang. Maka Anas bin Malik radliyallaahu 'anhu mengakhirkan (menunda shalat berjama'ah). Ketika kami telah selesai shalat, Anas berkata:
" Dahulu kami menghindar dari ini (shalat diantara 2 tiang) di masa Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam." (H.R. Abu Dawud, An-Nasa'i, At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan Ahmad). Dishahihkan al-Albani rahimahullah-pent.

(Ats-Tsamarul Mustathab karya al-Imam Al-Albani rahimahullah).

Catatan kaki:

1. Beliau adalah al-Imam al-Hafizh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi rahimahullah, salah satu ulama besar madzhab Syafi'iyyah. Pengarang banyak karya tulis. Salah satu karya monumental beliau adalah kitab Riyadhush Shalihin.

2. Masjid dhirar adalah masjid yang dibangun oleh kaum munafikin di masa Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam untuk melancarkan makar kepada beliau dan para sahabat radliyallaahu 'anhum. Masjid tersebut akhirnya dihancurkan oleh Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam setelah Allah menurunkan Q.S. at-Taubah:107.

3. Q.S. at-Taubah:107

4. Daerah tempat tinggal kaum Tsamud, kaum Nabi Shalih. Mereka mendustakan Nabi mereka dan menyembelih unta yang Allah jadikan sebagai bukti kenabian Shalih 'alayhis salam. Mereka diadzab oleh Allah dengan suara yang sangat keras dari langit dan gempa sangat dahsyat dari arah bawah mereka sehingga melayanglah ruh-ruh mereka. Tidak ada satu orangpun tersisa dari mereka. Lihat tafsir al-Qur'an libni Katsir surat al-A'raf:75

══════ ❁✿❁ ══════
⛔️لا تجوز الصلاة في أماكن عشرة✋

6⃣ السادس : الأرض المغصوبة ولذلك كانت الصلاة في الأرض المغصوبة حراما بالإجماع كما نقله النووي

7⃣ السابع : مسجد الضرار الذي بقرب قباء وكل مسجد بني ضرارا وتفريقا بين المسلمين

لقوله تعالى : {والذين اتخذوا مسجدا ضرارا وكفرا وتفريقا بين المؤمنين وإرصادا لمن حارب الله ورسوله من قبل}

8⃣ الثامن : مواضع الخسف والعذاب فإنه لا يجوز دخولها مطلقا إلا مع البكاء والخوف من الله تعالى

لقوله عليه الصلاة والسلام -لما مر بالحجر- : 《لا تدخلوا البيوت على هؤلاء  القوم الذي عذبوا (أصحاب الحجر) إلا أن تكونوا باكين فإن لم تكونوا باكين فلا تدخلوا عليهم فإني أخاف أن يصيبكم مثل ما أصابهم》 ثم قنع رسول الله رأسه بردائه وهو على الرحل وأسرع السير حتى أجاز الوادي

9⃣ التاسع : المكان المرتفع يقف فيه الإمام وهو أعلى من مكان المأمومين

《نهى رسول الله أن يقوم الإمام فوق شيء والناس خلفه - يعني : أسفل منه》 [أخرجه الدارقطني وأخرجه الحاكم]

0⃣1⃣ العاشر : المكان بين السواري يصف فيه المؤتمون

صلينا خلف أمير من الأمراء فأضطرنا الناس فصلينا بين الساريتين -فجعل أنس بن مالك يتأخر- فلما صلينا قال أنس : كنا نتقي هذا على عهد رسول الله [الحديث أخرجه أبو داود والنسائي والترمذي والحاكم وأحمد]

📚[الثمر المستطاب للعلامة الألباني رحمه الله]

══════ ❁✿❁ ══════
📮 قناة : الإسلام الحق
📬 تابعونا على التليجرام:
📍http://telegramme/aleslam_alhak
📬 تابعونا على الفيسبوك:
📍https://m.facebook.com/aleslam.alhak

•••••••••••••••••••
🅾 Majmu'ah AL ISTIFADAH
🌍 http://bit.ly/tentangwalis
▶ Telegram http://bit.ly/alistifadah JOIN
📲 مجموعة الاستفادة

🔐🔆🔐🔆🔐🔆🔐🔆🔐