Cari Blog Ini

Kamis, 28 Mei 2015

Tentang NABI DARI KALANGAN PEREMPUAN

Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak

Allah berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)
Asy-Syaikh Abdurahman As-Sa’di berkata: “Maknanya, engkau bukanlah rasul yang baru (pertama). Kami tidak pernah mengutus sebelummu malaikat, namun yang Kami utus adalah laki-laki sempurna, bukan dari kalangan wanita.”
Ibnu Katsir berkata: “Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah –dan ini dinukilkan oleh Abul Hasan Al-Asy’ari dari mereka– bahwa tidak ada nabi dari kalangan perempuan. Yang ada di kalangan mereka adalah shiddiqah, sebagaimana Allah mengabarkan tentang wanita yang paling mulia, Maryam bintu ‘Imran:
“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan.” (Al-Ma`idah: 75)
Allah menyebutnya sebagai shiddiqah (seorang yang sangat benar) dalam kedudukan yang paling mulia. Kalau seandainya dia adalah nabi, niscaya akan disebutkan dalam rangka memuliakan dan mengagungkannya. Dia adalah shiddiqah berdasarkan nash Al-Qur`an.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Asy-Syaikh Abdurahman As-Sa’di ketika menafsirkan firman Allah:
“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan.” (Al-Ma`idah: 75)
Beliau berkata: “Ini adalah dalil bahwa Maryam bukanlah nabi. Bahkan derajat tertinggi baginya adalah shiddiqah. Cukuplah hal ini sebagai kemuliaan dan keutamaan. Demikian pula seluruh wanita, tidak ada seorangpun dari mereka yang menjadi seorang nabi. Karena Allah menyebutkan bahwa kenabian adalah dari jenis yang paling sempurna yaitu kaum pria. Allah berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka.” (Tafsir As-Sa’di hal. 240)
Ijma’ tentang masalah ini telah dinukil oleh Al-Qadhi Abu Bakr, Al-Qadhi Abu Ya’la, Abul Ma’ali, dan Al-Kirmani serta selain mereka. (Lihat tahqiq Yasin terhadap Syarh Al-Wasithiyyah)

Sumber: Asy Syariah Edisi 041

Tentang PERBEDAAN ANTARA NABI DAN RASUL

Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak

Seluruh rasul adalah nabi. Namun para ulama menjelaskan perbedaan nabi dengan rasul:
1. Sebagian ulama menjelaskan bahwa nabi adalah laki-laki yang diberi wahyu dan tidak diperintah untuk berdakwah. Adapun rasul, diperintah untuk berdakwah.
2. Sebagian ulama menjelaskan bahwa rasul diutus dengan risalah yang baru, sedangkan nabi melanjutkan syariat rasul sebelumnya. Pendapat ini disebutkan oleh Al-Alusi dan dikuatkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani.
3. Syaikhul Islam menyebutkan bahwa rasul adalah seorang yang diberi wahyu oleh Allah dan diutus kepada orang yang menyelisihi perintah Allah. Adapun jika mengamalkan syariat rasul sebelumnya dan tidak diutus kepada kaum tertentu, maka dia adalah nabi bukan rasul.
Kesimpulannya adalah apa yang diucapkan Ibnu Abil ‘Izzi: “Rasul lebih khusus dari nabi. Semua rasul adalah nabi, namun tidak semua nabi adalah rasul.” (Lihat Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah, hal 180, Tanbihat Saniyah, hal. 9)

Sumber: Asy Syariah Edisi 041

###

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin رحمه الله

Pertanyaan: 
أيضاً لدى ناصر دواره من الجمهورية العربية السورية سؤال آخر يقول: ما الفرق بين النبي والرسول؟
Pertanyaan lainnya masih juga dari Nashir Dawaruh dari Republik Arab Suriah. Ia mengatakan: Apakah perbedaan antara nabi dan rasul?

Jawaban:
المشهور عند أهل العلم أن الفرق بينهما أن النبي أوحي إليه بشرع ولم يؤمر بتبليغه، والرسول أوحي إليه بشرع وأمر بتبليغه. هذا هو الفرق عند جمهور أهل العلم، وقيل: إن الفرق أن النبي من لم يأت بشرع جديد، وإنما يكون مبلغاً بشرع من قبله. أي أنه يحكم بشريعة من قبله بدون وحي جديد يوحى به إليه، كما في قوله تعالى: ﴿إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدىً وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ﴾ يحكم بها النبيون بما أسلموا، فهم يحكمون بما في التوراة، فأما إذا أتى بشرع جديد ولو كان تكميلاً لشرع من قبله فإنه يكون رسولاً. ولا يرد على هذا التعريف إلا آدم، فإن آدم كان نبياً وليس برسول؛ لأن أول رسول نوح، وآدم نبي أوحي إليه بشرع فعمل به، فأخذت به ذريته الذين كانوا في عهده
Yang masyhur di sisi para ‘ulama bahwa beda antara keduanya ialah nabi diberi wahyu berupa syari’at dan tidak diperintahkan untuk menyampaikannya, sedangkan rasul diberi wahyu berupa syari’at dan diperintahkan untuk menyampaikannya.
Inilah perbedaan antara nabi dan rasul menurut jumhur ‘ulama. Dan ada yang mengatakan bahwa perbedaannya ialah nabi seorang yang datang tidak dengan membawa syari’at baru, tetapi hanya menyampaikan syari’at nabi sebelumnya.
Yaitu dia berhukum (memutuskan perkara) berdasarkan syari’at nabi sebelumnya tanpa wahyu baru yang diwahyukan kepadanya. Sebagaimana dalam firman Allah ta’ala:
إنا أنزلنا التوراة فيها هدى ونور يحكم بها النبيون الذين أسلموا للذين هادوا والربانيون والأخبار بما استحفظوا من كتاب الله وكانوا عليه شهداء
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Dengan kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi putusan atas perkara orang-orang Yahudi, demikian juga para ‘ulama dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara kitab Allah dan menjadi saksi atasnya.”
Para nabi sebab mereka orang-orang yang berserah diri kepada Allah memberi putusan berdasarkan kitab itu. Mereka memberi putusan dengan apa yang terdapat di dalam Taurat. Adapun bila seseorang itu datang dengan membawa syari’at yang baru meskipun hanya penyempurna bagi syari’at sebelumnya, maka ia adalah seorang rasul.
Dan definisi ini tidaklah tertolak kecuali pada Adam. Karena Adam adalah nabi dan bukan rasul, karena rasul yang pertama adalah Nuh. Adam adalah nabi yang diberi wahyu berupa syari’at sehingga ia beramal dengannya. Kemudian syari’at itu diambil oleh anak keturunannya yang berada di masanya.

Sumber: Silsilah Fatawa Nurun ‘alad Darb> kaset no. 40

Alih bahasa : Syabab Forum Salafy