Cari Blog Ini

Jumat, 04 September 2015

Tentang WANITA MENYEMIR RAMBUT

ASY SYEIKH UBAID AL JABIRI HAFIDZOHULLAH

Tanya:
Apa hukum mewarnai rambut dengan beberapa warna selain hitam?

Jawab:
Apabila mewarnai rambut dengan warna yang lain selain hitam, agar bisa berhias dihadapan suaminya kalo dia sudah menikah maka tidak mengapa inSya Allah.

Sumber: http://ar.miraath.net/fatwah/6021

Alih bahasa: Abu Arifah Muhammad Bin Yahya Bahraisy

Berbagi ilmu agama

WA Al Istifadah
WALIS

Tentang MEMILIKI BANYAK ANAK PEREMPUAN

SYAIKH ABDUL AZIZ BIN ABDILLAH BIN BAZ ROHIMAHULLOH

Pertanyaan :
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ ﻓﺼﺒﺮ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﻛﻦ ﻟﻪ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ، ﻫﻞ ﻳﻜﻦ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻟﻮﺍﻟﺪﻫﻢ ﻓﻘﻂ ﺃﻡ ﻣﻌﻪ ﺍﻷﻡ ﻭﻋﻨﺪﻱ ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ؟
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu ia bersabar atas mereka dan memberi mereka makan serta pakaian, maka mereka akan menjadi hijab baginya dari api neraka”
Apakah mereka menjadi hijab dari api neraka bagi ayahnya saja? ataukah ibunya juga? Alhamdulillah saya memiliki tiga orang anak.

Jawaban :
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩ ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻦ ﻋﻘﺒﺔ ﺑﻦ ﻋﺎﻣﺮ ﻗﺎﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ ﻓﺼﺒﺮ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻭﺃﻃﻌﻤﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﻣﻦ ﺟﺪﺗﻪ ﻛﻦ ﻟﻪ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ، ﻭﻫﺬﺍ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻓﻀﻞ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺸﺌﻮﻧﻬﻦ؛ ﺭﻏﺒﺔً ﻓﻴﻤﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺈﻥ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺃﺳﺒﺎﺏ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﺍﻟﺴﻼﻣﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ . ﻭﻳﺮﺟﻰ ﻟﻤﻦ ﻋﺎﻝ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﻣﻦ ﺍﻷﺧﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﻌﻤﺎﺕ ﻭﺍﻟﺨﺎﻻﺕ ﻭﻏﻴﺮﻫﻦ ﻣﻦ ﺫﻭﻱ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﻓﺄﺣﺴﻦ ﺇﻟﻴﻬﻦ ﻭﺃﻃﻌﻤﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﺃﻥ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﻣﻦ ﺍﻷﺟﺮ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺣﻖ ﻣﻦ ﻋﺎﻝ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ، ﻭﻓﻀﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﺳﻊ ﻭﺭﺣﻤﺘﻪ ﻋﻈﻴﻤﺔ، ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻣﻦ ﻋﺎﻝ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺃﻭ ﺍﺛﻨﺘﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﻦ ﻓﺄﺣﺴﻦ ﺇﻟﻴﻬﻦ ﻳﺮﺟﻰ ﻟﻪ ﺍﻷﺟﺮ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﻭﺍﻟﺜﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﺰﻳﻞ، ﻛﻤﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻋﻤﻮﻡ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﻭﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﻓﻲ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻷﻗﺎﺭﺏ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ، ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻔﻀﻞ ﻓﻲ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﻓﺎﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺑﻮﻳﻦ ﺃﻭ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﺃﻭ ﺍﻷﺟﺪﺍﺩ ﺃﻭ ﺍﻟﺠﺪﺍﺕ ﺃﻋﻈﻢ ﻭﺃﻛﺜﺮ ﺃﺟﺮﺍً؛ ﻟﻌﻈﻢ ﺣﻖ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻭﺟﻮﺏ ﺑﺮﻫﻤﺎ ﻭﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺇﻟﻴﻬﻤﺎ، ﻭﻻ ﻓﺮﻕ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺑﻴﻦ ﻛﻮﻥ ﺍﻟﻤﺤﺴﻦ ﺃﺑﺎً ﺃﻭ ﺃُﻣًّﺎ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻣﻨﺎﻁ ﺑﺎﻟﻌﻤﻞ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad shohih dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata: aku mendengar Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺛﻼﺙ ﺑﻨﺎﺕ ﻓﺼﺒﺮ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻭﺃﻃﻌﻤﻬﻦ ﻭﺳﻘﺎﻫﻦ ﻭﻛﺴﺎﻫﻦ ﻣﻦ ﺟﺪﺗﻪ ﻛﻦ ﻟﻪ ﺣﺠﺎﺑﺎً ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu ia bersabar atas mereka dan memberi mereka makan dan minum serta pakaian dari hasil usahanya, maka mereka akan menjadi hijab baginya dari api neraka pada hari kiamat.” [HR. al-Imam Ahmad dalam musnad asy-Syamiyyin dari hadits ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani no. 61762 dan Ibnu Majah dalam kitab al-Adab, bab Birrul Walid wal Ihsan ilal Banat no. 3659]
Hadits ini menunjukkan keutamaan berbuat baik kepada anak perempuan dan mengurusi kondisi mereka, dengan mengharap ganjaran di sisi Alloh azza wa jalla. Sesungguhnya hal tersebut adalah diantara sebab seseorang dimasukkan ke surga dan diselamatkan dari neraka.
Dan diharapkan pula bagi orang yang mengasuh/menanggung selain anak perempuan kandung, seperti saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, dan yang selainnya yang membutuhkan, lalu ia berbuat baik kepada mereka dengan memberinya makan, minum dan pakaian, diharapkan mereka juga akan mendapatkan ganjaran seperti yang disebutkan oleh Nabi shollallohu alaihi wa sallam tentang orang yang mengasuh tiga orang anak perempuan. Dan keutamaan Alloh itu luas dan rahmat-Nya sangatlah besar.
Demikian pula orang yang mengasuh seorang atau dua orang anak perempuan atau selain itu, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, diharapkan mereka juga akan mendapatkan ganjaran dan pahala yang besar, sebagaimana hal tersebut ditunjukkan oleh keumuman ayat-ayat dan hadits-hadits tentang berbuat baik kepada orang faqir dan miskin dari kalangan kerabat dan selain mereka.
Dan jika keutamaan ini adalah dalam hal berbuat baik kepada anak perempuan, maka sesungguhnya berbuat baik kepada kedua orang tua atau salah seorang dari mereka atau kakek atau nenek, ganjarannya akan lebih besar dan lebih banyak karena besarnya hak orang tua dan wajibnya berbakti dan berbuat baik kepada keduanya. Dan tidak ada bedanya dalam hal tersebut apakah yang berbuat baik itu sebagai ayah ataukah ibu atau yang selainnya, karena hukumnya (ganjarannya) tergantung pada perbuatannya. Wallohu waliyyut taufiiq.

www.binbaz.org.sa/node/3425

Syabab Ashhabus Sunnah
www.ittibaus-sunnah.net
ASHHABUS SUNNAH

WA Al Istifadah
WALIS

Tentang BERDOA KETIKA BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma menyampaikan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sabda beliau, “Seandainya salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengucapkan:
بِسمِ اللهِ اللُّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيطاَنَ مَا رَزَقتَناَ
“Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezkikan pada kami,”
lalu Allah tetapkan lahirnya anak dari hubungan keduanya, niscaya setan tidak akan membahayakan si anak selama-lamanya. (HR. Al-Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 3519)

Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata tentang bahaya yang disebutkan dalam hadits, “Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah setan tidak dapat merasuki anak yang lahir tersebut (terjaga dari kesurupan jin –pent.). Ada yang mengatakan setan tidak akan menusuk anak tersebut saat lahirnya sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang hal ini[1]. Tidak ada seorangpun yang membawa pengertian bahaya dalam hadits di atas kepada keumuman yang berupa penjagaan dari seluruh kemadaratan, was-was dan penyimpangan[2].” (Al-Ikmal, 4/610)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah menyebutkan adanya berbagai pendapat tentang maksud penjagaan si anak dari bahaya yang ditimbulkan setan seperti dinyatakan dalam hadits. Ada yang memaknakan, setan tidak apat menguasai si anak karena berkah tasmiyah (ucapan bismillah). Bahkan si anak termasuk dalam sejumlah hamba-hamba yang Allah nyatakan:
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, tidak ada kekuasaanmu atas mereka (engkau tidak bisa menguasai mereka) terkecuali orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang sesat/menyimpang.” (Al-Hijr: 42)
Ada pula yang mengatakan setan tidak akan menusuk perut si anak. Namun pendapat ini jauh dari kebenaran, karena bertentangan dengan zahir hadits yang menyebutkan:
كُلَّ بَنِي آدَمَ يَطْعُنُ الشَّيطَانُ فِي جَنْبَيهِ بِإِصْبِعَيْهِ حِينَ يُولَدُ، غَيرَ عِيسَى بْنِ مَريَمَ ذَهَبَ يَطعُنُ فَطَعَنَ فِي الْحِجَابِ
Ada yang berpendapat, setan tidak dapat membuatnya kesurupan. Ada pula yang berpandangan, setan tidak dapat membahayakan tubuh si anak. Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah berkata, “Dimungkinkan setan tidak dapat memadaratkan si anak pada agamanya juga.” Akan tetapi pendapat ini juga dipermasalahkan, karena tidak ada manusia yang maksum (terjaga dari dosa). Kata Ad-Dawudi tentang makna setan tidak akan memadaratkan si anak adalah, “Setan tidak dapat memfitnah si anak dari agamanya hingga ia keluar dari agamanya kepada kekafiran. Bukan maksudnya si anak terjaga dari berbuat maksiat.”
Ada pula yang berpandangan, setan tidak akan memadaratkan si anak dengan menyertai ayahnya menggauli ibunya, sebagaimana riwayat dari Mujahid, “Seorang lelaki yang berhubungan intim dengan istrinya dan ia tidak mengucapkan bismillah, setan akan meliliti saluran kencingnya lalu ikut menggauli istrinya bersamanya. Mungkin ini jawaban yang paling dekat.” Dalam hadits ini ada beberapa faedah. Di antaranya, hadits ini mengisyaratkan setan itu terus menyertai anak Adam, tidak terusir darinya kecuali dengan berzikir kepada Allah.” (Fathul Bari, 9/285-286)

Catatan kaki:

[1] Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
كُلَّ بَنِي آدَمَ يَطعُنُ الشَّيطَانُ فِي جَنْبَيهِ بِإِصْبِعَيْهِ حِينَ يُولَدُ، غَيرَ عِيسَى بْنِ مَريَمَ ذَهَبَ يَطعُنُ فَطَعَنَ فِي الْحِجَابِ
“Setiap anak Adam ditusuk oleh setan dengan dua jemarinya pada dua rusuk si anak Adam saat ia dilahirkan kecuali Isa ibnu Maryam. Setan ingin menusuknya ternyata setan menusuk pada hijab/tabir penghalang.” (HR. Al-Bukhari no. 3286)
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu juga, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ماَ مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلاَّ يَمَسُّهُ الشَّيطَانُ حِيْنَ يُوْلَدُ فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيطَانِ، غَيرَ مَريَمَ وَابْنِهَا. ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيرَةَ: وِإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِl
“Tidak ada seorang pun dari anak Adam yang lahir melainkan setan menyentuhnya (menusuknya) saat ia lahir. Maka bayi yang baru lahir itu pun menjerit karena tusukan setan tersebut, selain Maryam dan putranya. Kemudian Abu Hurairah membaca ayat: “Dan sesungguhnya aku melindungkan dia (Maryam) dan anak turunannya kepada-Mu dari setan yang terkutuk.” (Ali ‘Imran: 36)
Disebabkan tusukan setan inilah, bayi yang baru lahir menangis karena rasa sakit yang didapatkannya. (Fathul Bari, 9/573)

[2] Maksudnya tidak ada satu ulama pun yang berpendapat si anak terjaga dari seluruh bahaya sehingga tak satupun bahaya dapat menyentuhnya.

Dikutip dari Majalah Asy-Syariah Online edisi 057. Penulis: al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah حفظه الله. Link artikel: http://asysyariah.com/membentengi-rumah-dari-setan-bagian-3/

Tentang AMAR MARUF NAHI MUNKAR KEPADA LAWAN JENIS YANG BUKAN MAHRAM

SYAIKH IBNU UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan:
Baarokallohu fiikum,
Ukhti Ummu Abdillah dari Kuwait bertanya: Kalau ada dari kerabat laki-lakiku yang dia bukan mahramku dalam keadaan dia tidak shalat, saya tidak pernah berbincang dengan dia dan saya hanya memberi salam saja kalau masuk ke rumah mereka dengan mengatakan “Assalamu’alaikum”. Saya tidak duduk-duduk dengannya dan tidak berbincang dengannya. Saya malu dengan dia sampai-sampai saya tidak pernah bertanya “Bagaimana keadaanmu dan keadaan anak-anakmu?” Apakah saya berdosa jika saya tidak menasihati dia untuk menjaga shalat dikarenakan keadaanku sebagaimana yang aku sebutkan, yaitu aku malu dengannya? Jazaakumullahu khoir.

Jawaban:
Wajib bagi setiap muslim secara umum untuk saling menasihati antara sesama mereka.
Akan tetapi, seorang wanita yang menasihati laki-laki sangat dikhawatirkan timbulnya fitnah.
Kalau dibuka celah seperti ini, maka nasihat tersebut, jika berasal dari wanita yang lemah agamanya, akan menjurus ke perkara yang lebih jauh, yaitu adanya perbincangan wanita dan pria (yang bukan mahram) dengan alasan ingin menasihati.
Akan tetapi, laki-laki yang anda sebutkan sebagai kerabat Anda, tetapi dia bukan mahram dan Anda biasa berkunjung ke rumahnya dan memberi salam kepada mereka jika masuk ke rumahnya, maka aku berharap tidak ada fitnah ketika Anda menasihatinya. Jika memang menasihatinya dengan cara berbicara langsung tidak menimbulkan fitnah, maka ini baik. Akan tetapi, jika memungkinkan untuk menulis untuknya tulisan yang berisi nasihat untuk melakukan kebaikan dan engkau mengingatkan dia dengan ancaman Allah jika dia meninggalkan shalat, maka ini lebih baik.
Adapun seseorang yang meninggalkan shalat, maka dia haruslah di-hajr (boikot) dan tidak diberi salam dan tidak boleh berkunjung kepadanya kecuali dalam rangka memberi nasihat dikarenakan seseorang yang meninggalkan shalat -semoga Allah melindungi kita- adalah murtad dari Islam dan tidak ada penghormatan baginya.

Sumber: http://binothaimeen.net/content/10634

Alih bahasa : Syabab Forum Salafy

http://forumsalafy.net/pendapat-syaikh-utsaimin-tentang-murtadnya-orang-yang-meninggalkan-shalat/

Tentang SALON DAN SPA KHUSUS MUSLIMAH

PERTANYAAN
Bismillah.
Semoga Ustadzah dalam keadaan sehat.
Ana pernah diberitahu bahwa seorang muslimah tidak boleh ke SPA (tempat perawatan kecantikan tubuh bagi wanita) untuk mengelakkan dari fitnah.l
Tapi kalau di Singapura ini, ada satu SPA yang khusus untuk muslimah, pekerjanya semua wanita Melayu Islam.
Apakah boleh kami pergi untuk mendapat perawatan sepenuhnya di SPA?
Ana mengetahui lebih baik perawatan tersebut dilakukan di rumah, tetapi kalau di SPA berbagai macam perawatan bisa kita dapatkan, seperti mandi susu, lulur dan sebagainya.
Mohon penjelasan Ustadzah hafizhakillah.

JAWABAN
Mandi SPA di salon kecantikan ada sedikitnya dua fitnah:
1. Kemungkinan, yang keluar masuk tempat SPA bukan semuanya wanita baik-baik, bisa juga dan besar kemungkinan wanita yang menjual diri menjadi pelanggan tetap di SPA. Bagaimana mungkin wanita berhijab ikut masuk ke tempat tersebut?
Maka fitnahnya besar.
2. Jika salon SPA khusus wanita muslimah, ternyata masih ada maksiat yang melanggar syari'at, yakni ketika mandi lulur dan semisalnya, bukankah pekerjanya menggosok dan menyentuh hampir seluruh tubuh kita?
Bahkan di daerah yang tidak boleh dilihat dan disentuh, -afwan- seperti daerah panggul bagian bawah, bukankah ini aurat? Tidak boleh dilihat apalagi disentuh dan bahkan digosok-gosok?
Itulah fitnahnya, bahkan itulah maksiatnya.
Jangankan kita yang masih hidup, bukankah memandikan jenazah tidak boleh tampak auratnya?
Juga tidak boleh menggosok dengan tangan telanjang sehingga langsung menyentuh kulit jenazah, tapi harus memakai 'glove' (meskipun yang terakhir ini ada khilaf).
Maka apalagi memandikan orang yang masih hidup, tentu larangannya lebih kuat.
Allahu a'lam wa barakallahu fiik.

Kamis, 5 Dzulqa'dah 1436 H / 20 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

Tentang MEMBELI BARANG YANG DILELANG BANK ATAU PEGADAIAN

PERTANYAAN
Bismillah. Assalamu'alaikum Ustadzah. Allah yahfazhuk.
Ana ingin bertanya, bolehkah kita membeli barang yang telah dilelang oleh Pegadaian?
Jazaakumullah khairan.

JAWABAN
Wa'alaikumussalam warahmatullah.
Tidak boleh berhubungan mu'amalah dengan Pegadaian, juga termasuk tidak boleh membeli barang yang dilelang di Pegadaian, karena Pegadaian sarat dengan RIBA.
Barakallahu fiik.

Kamis, 5 Dzulqa'dah 1436 H / 20 Agustus 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

Tentang MENINGGALKAN SALAT BERJAMAAH DI MASJID KARENA SEKOLAH ATAU KULIAH

ASY SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Tanya:
Saya adalah salah seorang pelajar yang dikirim untuk menempuh pendidikan di Amerika Serikat, dan sesuatu yang diketahui bersama bahwa hari Jum’at adalah hari belajar, dan pada hari ini berbenturan antara jam pelajaran dengan shalat Jum’at yang ditegakkan di masjid di sebuah kota kecil, yaitu jam setengah dua. Dan tidak memungkinkan bagiku untuk menggabungkan antara jam pelajaran dengan shalat Jum’at pada waktu yang bersamaan, dan perlu diketahui bahwa di sana tidak ada pengganti untuk pelajaran ini, dan ini merupakan pelajaran pokok dalam program ini. Dan saya pernah memmperoleh ijin dari guru mata pelajaran ini, akan tetapi dia mengatakan padaku, “Lain kali saya tidak akan mengijinkanmu, karena hal ini mempengaruhi tingkat belajarmu.”
Apa yang harus saya lakukan? Berikanlah faedah kepadaku, mudah-mudahan Allah memberikan faedah kepadamu.

Jawab:
Saya berpendapat, apabila dia mendengar adzan maka wajib baginya untuk menghadiri shalat Jum’at berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(QS: Al-Jumuah Ayat: 9)
Apabila Allah Ta’ala memerintahkan untuk meninggalkan jual beli padahal jual beli terkadang termasuk kebutuhan yang sangat mendesak, ataupun menurut pendapat yang paling shahih merupakan kebutuhan manusia, demikian pula dalam kegiatan belajar ini, dia harus meninggalkannya kemudian menghadiri shalat Jum’at.
Adapun apabila masjidnya jauh, maka ia tidak diharuskan mendatanginya apabila memberatkan baginya untuk mendatangi tempat shalat Jum’at.

Sumber:
Majmu’ Fatawa wa Rasa-il asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 16/52

Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma’had Ibnul Qoyyim, Balikpapan