Cari Blog Ini

Rabu, 15 Juli 2015

Tentang MANDI SEBELUM BERANGKAT SALAT ID

Diriwayatkan dari Nafi' bahwa shahabat 'Abdullah bin 'Umar radhiyallaahu 'anhuma MANDI terlebih dahulu SEBELUM berangkat di pagi hari menuju Mushalla (tempat shalat 'Id).
HR al-Imam Malik dalam Al-Muwaththa'.

Dalam atsar lain dari Zadzan, seseorang bertanya kepada ‘Ali radhiyallahu 'anhu tentang mandi, maka ‘Ali berkata, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Ia menjawab, “Tidak, mandi yang itu benar-benar mandi.” Ali berkata: “Hari Jum’at, hari Arafah (wuquf), hari Idul Adha, dan hari Idul Fitri.” (HR. Al-Baihaqi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa`)

Diriwayatkan dari Sa'id bin al-Musayyib bahwa ia berkata, "Sunnah di hari Idul Fithr itu ada 3:
- berjalan menuju ke mushalla,
- makan sebelum keluar rumah, dan
- mandi."
HR Al-Firyabi 127/21 dishahihkan oleh Asy-Syaikh al-Albani dalam Al-Irwa' di bawah hadits no. 636.

Al-Imam an-Nawawi menjelaskan kesepakatan para Ulama tentang disunnahkannya mandi sebelum berangkat sholat Ied.

Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum-hukum terkait hari Ied dan sunnah-sunnah pada hari itu.
Beliau menjawab, "Sebagian ulama menyukai bila seseorang MANDI untuk shalat Ied. Karena yang demikian itu diriwayatkan dari sebagian salaf, MANDI pada hari Ied hukumnya MUSTAHAB.
Sebagaimana (mandi) disyariatkan ketika pada hari Jum'at karena manusia berkumpul pada hari itu. Apabila seseorang mandi, maka ini adalah sesuatu yang baik."
(Majmu Fatawa wa Rasail al-'Utsaimin 16/216)

Ibnu Qudamah -rahimahullah- berkata:
“Yang tampak dari ucapannya al-Khuraqi, bahwasannya waktu mandi untuk menunaikan shalat id adalah SETELAH TERBITNYA FAJAR.
al-Qodhi dan al-Amady berkata, “Jika mandinya sebelum fajar, maka tidak sesuai dengan sunnah, oleh karenanya tidak boleh dilakukan sebelum fajar seperti halnya mandi jumat.”
Ibnu Aqil mengatakan, “Penjelasan dari al-Imam Ahmad bahwa mandi tersebut boleh dilakukan sebelum fajar atau setelahnya, karena waktu ‘Id lebih sempit di bandingkan waktu Jumat. Kalau waktunya berpatokan pada Fajar, sangat mungkin akan terluput darinya (kesempatan mandi tersebut), sebab yang diinginkan hanyalah membersihkan (badan untuk shalat ‘Id), maka yang demikian bisa dilakukan di waktu malam karena jaraknya dekat dengan shalat.
Akan tetapi yang afdhal (lebih utama) mandi dilakukan setelah fajar, untuk menghindar dari khilaf (perbedaan pendapat di atas), demikian juga lebih bagus untuk kebersihan karena (jarak mandi) lebih dekat lagi dengan waktu shalat."
(al-Mughni 2/275)

Tentang KEWAJIBAN SALAT ID DAN SALAT JUMAT BAGI MUSAFIR

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan:
“Yang benar tanpa keraguan, adalah pendapat yang pertama. Yaitu Shalat Id tidak disyariatkan bagi musafir, karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam banyak melakukan safar dan melakukan 3 kali umrah selain umrah haji, beliau juga berhaji wada’ dan ribuan manusia menyertai beliau, serta beliau berperang lebih dari 20 peperangan, namun tidak seorangpun menukilkan bahwa dalam safarnya beliau melakukan Shalat Jum’at dan Shalat Id…” (Majmu’ Fatawa, 24/177-178)

WhatsApp Salafy Indonesia

###

Fadhilatu asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
"Apakah disyariatkan shalat ied bagi seorang musafir?"
Beliau menjawab:
"TIDAK DISYARI'ATKAN SHALAT IED BAGI MUSAFIR, sebagaimana tidak disyariatkan shalat Jum'at baginya.
Namun, jika musafir tersebut berada di daerah yang di situ dilaksanakan Shalat Ied, maka ia pun diperintahkan untuk melaksanakan shalat ied bersama kaum muslimin."
(Majmu' Fatawa wa Rasail al-Utsaimin 16/236)

Majmu'ah Manhajul Anbiya

Tentang QADHA SALAT ID

Al-Imam Al-Bukhari membuat bab dalam Shahih-nya berjudul: “Bila tertinggal shalat Id maka shalat 2 rakaat, demikian pula wanita dan orang-orang yang di rumah dan desa-desa berdasarkan sabda Nabi: ‘Ini adalah Id kita pemeluk Islam’.”

Adalah ‘Atha` (seorang tabi’in) bila ketinggalan Shalat Id beliau shalat dua rakaat.

Bagaimana dengan takbirnya? Menurut Al-Hasan, An-Nakha’i, Malik, Al-Laits, Asy-Syafi’i dan Ahmad dalam satu riwayat, shalat dengan takbir seperti takbir imam. (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/169)

###

Al-Lajnah ad-Da'imah li al-Buhuts al-'Ilmiyyah wa al-Ifta'
(Fatwa no 2328)

Pertanyaan:
Pada pagi Hari Raya Idul Fithri yang dibarakahi, ketika kami sampai di tempat shalat Id, kami mendapati imam telah selesai shalat dan berada di penghujung khutbah.
Kemudian hadirin yang belum melaksanakan shalat (terlambat) meminta kepada salah satu dari mereka untuk mengimami shalat dan jumlah mereka lebih dari 50 orang, maka dia shalat mengimami mereka dua rakaat dalam keadaan imam sedang berkhutbah. Setelah shalat terjadilah diskusi diantara mereka, sebagian mengatakan shalatnya tidak sah dan sebagian yang lain mengatakan shalatnya sah.
Kami memohon kebaikan Anda untuk memberikan jawaban tentang sah atau tidaknya shalat tersebut.
Semoga Allah memberikan taufiq kepada Anda pada setiap kebaikan. was salamu alaikum.

Jawab:
Shalat dua hari raya (Shalat 'Id) hukumnya Fardhu Kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya dalam jumlah yang cukup maka gugurlah dosa dari yang lainnya.
Pada gambaran yang ditanyakan, maka kewajiban telah diemban oleh jamaah yang shalat duluan, yang imam berkhutbah kepada mereka.
Adapun orang-orang yang terlewatkan darinya (terlambat) dan ingin mengqadha'nya maka HAL ITU DISUKAI (MUSTAHAB).
(Caranya:) Hendaknya dia shalat sesuai dengan tata cara Shalat 'Ied, namun tanpa khutbah setelahnya.
Ini adalah pendapat al-Imam Malik, asy-Syafi'i, Ahmad, dan An-Nakha'i, serta selain mereka dari para ulama'.
Dalilnya adalah sabda Nabi shallallhu alaihi wa sallam:
"Jika kalian mendatangi shalat (berjama'ah) maka berjalanlah dengan tenang dan pelan, apa yang kalian dapati (dari gerakan imam, pen) maka ikutilah, adapun apa yang terlewatkan maka qadha'lah."
Dan riwayat dari Anas bin Malik radhiallahuanhu; Dahulu jika beliau terlewatkan (terlambat) dari shalat id berjama'ah bersama imam, maka beliau mengumpulkan keluarga dan maulanya (mantan budak yang sudah dimerdekakan), kemudian Abdullah bin Abu Utbah seorang maulanya mengimami mereka shalat dua rakaat, bertakbir pada kedua rakaat tersebut.
Bagi orang yang menghadiri shalat id dalam kondisi imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia mendengarkan khutbah terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan qadha' shalat. Sehingga (dengan itu) terkumpul dua maslahat.
Wa billahi at-Taufiq. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa Aalihi wa shahbihi wa Sallam.

Majmu'ah Manhajul Anbiya

###

Al-‘Allaamah asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullah

Soal:
Hukum Bagi yang Tidak Mengetahui Kabar Hari Raya Kecuali Setelah Matahari Tergelincir

Beliau menjawab:
Apabila mereka tidak mengetahui (kabar) hari raya (Idul Fitri/Adha) kecuali setelah tergelincirnya matahari (masuk waktu zhuhur), maka mereka (wajib) berbuka puasa dan keluar menunaikan shalat Idnya pada esok harinya. Demikian pula shalat Idul Adha, mereka keluar menunaikannya pada esok harinya dan tidak boleh menyembelih qurbannya kecuali setelah shalat Id, karena menyembelih hewan qurban itu mengikuti shalatnya. Adapun yang sudah terkenal dari sebagian madzhab, mereka menyembelihnya meskipun matahari telah tergelincir. Pendapat pertama (yang kami sebutkan) lebih terjaga dari kehati-hatian. [Majmu’ Fatawa asy-Syaikh al-Utsaimin 16/229-230]

Tentang KHUTBAH ID

Al Ustadz Qamar Su'aidy Lc hafizhahullah

Dahulu Nabi mendahulukan shalat sebelum khutbah.

“Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: Aku mengikuti Shalat Id bersama Rasulullah, Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Utsman maka mereka semua shalat dahulu sebelum khutbah.” (Shahih, HR Al-Bukhari Kitab ‘Idain Bab Al-Khutbah Ba’dal Id)

Dalam berkhutbah, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berdiri dan menghadap manusia tanpa memakai mimbar, mengingatkan mereka untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala. Bahkan juga beliau mengingatkan kaum wanita secara khusus untuk banyak melakukan shadaqah, karena ternyata kebanyakan penduduk neraka adalah kaum wanita.

Jamaah Id dipersilahkan memilih duduk mendengarkan atau tidak, berdasarkan hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam:
Dari ‘Abdullah bin Saib ia berkata: Aku menyaksikan bersama Rasulullah Shalat Id, maka ketika beliau selesai shalat, beliau berkata:
ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﺍﻟﺴَّﺎﺋِﺐِ ﻗَﺎﻝَ ﺷَﻬِﺪْﺕُ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍﻟْﻌِﻴﺪَ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻗَﻀَﻰ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺨْﻄُﺐُ ﻓَﻤَﻦْ ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﻠِﺲَ ﻟِﻠْﺨُﻄْﺒَﺔِ ﻓَﻠْﻴَﺠْﻠِﺲْ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﻥْ ﻳَﺬْﻫَﺐَ ﻓَﻠْﻴَﺬْﻫَﺐ
“Kami berkhutbah, barangsiapa yang ingin duduk untuk mendengarkan khutbah duduklah dan barangsiapa yang ingin pergi maka silahkan.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no. 1155)

Namun alangkah baiknya untuk mendengarkannya bila itu berisi nasehat-nasehat untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala dan berpegang teguh dengan agama dan Sunnah serta menjauhi bid’ah.

Berbeda keadaannya bila mimbar Id berubah menjadi ajang kampanye politik atau mencaci maki pemerintah muslim yang tiada menambah di masyarakat kecuali kekacauan. Wallahu a’lam.

WhatsApp Salafy Indonesia
forumsalafy .net

###

Al Ustadz Abu utsman Kharisman

Setelah sholat Ied disyariatkan khutbah Ied sekali (tidak dua kali seperti dalam khutbah Jumat).
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرَ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
Dari Abu Said al-Khudry -radhiyallahu anhu- beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam keluar pada hari Iedul Fithri dan Iedul Adha ke musholla (tanah lapang Ied). Pertama kali yang dilakukan adalah sholat kemudian berbalik berdiri menghadap manusia, sedangkan para manusia duduk di shaf-shaf mereka. Nabi memberikan nasehat, wasiat, dan perintah. Jika beliau mau untuk mengutus pasukan atau memerintahkan sesuatu, beliau akan lakukan, kemudian beliau berpaling (selesai dari khutbah). (H.R al-Bukhari)
Sebaiknya Imam juga menyelipkan dalam khutbah Ied-nya nasehat khusus bagi wanita. Sebagaimana yang dilakukan Nabi shollallahu alaihi wasallam. (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Sholih al-Fauzan)

Salafy .or .id