Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah
Tanya:
“Di desa kami ada mikrofon besar, bolehkah digunakan untuk mencari barang hilang, baik berupa barang berharga, hewan ternak, atau kehilangan anak kecil, maupun yang lainnya. Apakah ini termasuk dalam hadits mulia, yang maknanya: Barangsiapa yang mencari barang hilang di masjid maka katakanlah: ‘semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.’ Apakah juga termasuk dalam larangan ini menggantungkan/menempelkan kertas di pintu masjid atau di dinding berisi pengumuman barang hilang, tanpa mengucapkannya secara lisan?”
Jawab:
“Mencari barang hilang dengan mikrofon di dalam masjid HUKUMNYA TIDAK BOLEH. Meskipun tujuannya adalah kebaikan dan manfaat, namun selama itu dilakukan di dalam masjid MAKA HUKUMNYA TETAP TIDAK BOLEH, karena tercakup dalam keumuman hadits. Yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
من سمع رجلا ينشد ضالته في المسجد فليقل: لا ردها الله عليك
“Barangsiapa mendengar seseorang mencari-cari barang hilang di masjid, maka katakanlah: Allah tidak mengembalikan barang tersebut kepadamu.” (HR. Muslim 568)
Ini adalah hadits yang shahih. Karena memang masjid tidaklah dibangun untuk kepentingan itu.
Demikian juga hadits:
إذا رأيتم من يبيع أو يبتاع في المسجد فقولوا لا أربح الله تجارتك
“Apabila kalian melihat seseorang menjual atau membeli di masjid, maka katakanlah: Allah tidak akan menjadikan untung pada perdaganganmu!” (HR. at-Tirmidzi 1321)
Jadi, masjid itu bukan dibangun untuk jual beli, atau mencari barang hilang. Masjid dibangun hanyalah untuk peribadatan kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya.
Namun apabila mikrofon itu berada di luar masjid –seperti di rumah atau semisalnya– maka tidak mengapa.
Adapun menulis pengumuman di kertas, apabila ditempel di dinding di luar masjid, maka tidak mengapa. Adapun apabila DI DALAM MASJID, maka TIDAK BOLEH. Karena pengumuman di kertas itu menyerupai ucapan, di samping itu akan menyibukkan orang itu melihat-lihat kembali pengumuman di kertas itu dan membacanya.
Allah-lah pemilik taufiq.
Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah (30/89-90)
Majmuah Manhajul Anbiya