Pertanyaan: Saya membeli sebuah mobil dan mendapati adanya kerusakan yang parah. Saya lalu menjualnya tanpa memberitahukan cacat tersebut kepada pembeli. Apakah hal ini termasuk al-ghisy (penipuan) atau tidak?
Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab:
Ya. Ini tergolong al-ghisy (penipuan). Dan telah diketahui bahwa al-ghisy adalah perbuatan haram, berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
ﻣَﻦْ ﻏَﺸَّﻨَﺎ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ
“Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongan kami.”
Anda wajib meminta ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan bertaubat kepada-Nya. Hendaknya Anda segera menyampaikan dan memberitahukan kepada pembeli tentang cacat yang ada pada mobil itu, untuk melepaskan beban Anda. Apabila pembeli mengalah terhadap haknya (yakni menerima mobil itu apa adanya, ed.) maka alhamdulillah. Bila tidak, hendaknya Anda membuat kesepakatan dengan pembeli, baik dengan cara memberikan uang yang setara dengan cacat itu, atau mobil itu diambil kembali dan uangnya dikembalikan. Dan bila tidak terjadi kesepakatan, maka ini merupakan perselisihan yang harus diselesaikan hakim. Bila Anda sulit mengetahui (keberadaan) si pembeli, maka bersedekahlah atas namanya sesuai nilai cacat itu.
Hanya Allah subhanahu wa ta’ala-lah yang memberikan taufik. Shalawat dan salam Allah subhanahu wa ta’ala semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabat beliau.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil: Abdur Razzaq ‘Afifi
Anggota: ‘Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud
(Fatawa Al-Lajnah, 13/204, pertanyaan ke-7 dari fatwa no. 1843)
###
Pertanyaan: Apa hukumnya menjual barang, yang seseorang membelinya dari pabrik dalam keadaan maghsyusyah (ada cacat tapi tidak diberitahukan)?
Al-Lajnah menjawab:
Bila dia ingin menjualnya dalam keadaan tahu bahwa barang itu cacat, dia wajib untuk menjelaskannya kepada pembeli bahwa barang itu ada cacatnya. Bila dia tidak menjelaskannya, maka dia berdosa, berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
ﻣَﻦْ ﻏَﺸَّﻨَﺎ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ
“Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongan kami.”
Hanya Allah subhanahu wa ta’ala-lah yang memberikan taufik. Shalawat dan salam Allah subhanahu wa ta’ala semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabat beliau.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil: Abdur Razzaq ‘Afifi
Anggota: ‘Abdullah bin Ghudayyan,
Abdullah bin Qu’ud
(Fatawa Al-Lajnah, 13/205, pertanyaan ke-8 dari fatwa no. 4494)
###
Tanya:
Samahatusy Syaikh, apa nasehat anda kepada para pedagang secara umum? Alangkah baiknya andaikata anda menjelaskan perbedaaan antara memakan dari penghasilan yang halal dan dari penghasilan yang haram. Semoga Allah membalaskan kebaikan bagi anda dan menjadikan ilmu anda bermanfaat.
Jawab:
Nasehat saya kepada para pedagang umumnya agar mereka bertakwa kepada Allah سبحانه و تعالى dan menjalankan transaksi secara jujur dan jelas terhadap apa yang mereka katakan terkait dengan kriteria-kriteria barang yang mereka promosikan dan menjelaskan bilamana terdapat aib (cacat) pada barang-barang mereka tersebut sehingga mudah-mudahan Allah akan memberkahi jual-beli yang mereka lakukan.
Terdapat hadits shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم bahwasanya beliau bersabda:
من أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الذي يحب أن يؤتى إليه
"Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah ketika datang ajalnya, dia dalam kondisi beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Dan, hendaklah pula dia datang kepada manusia (dengan membawa) hal yang dia sendiri suka bila didatangkan (dibawa) kepadanya." (Shahih Muslim, kitab Al-Imarah 1844)
Demikian pula terdapat hadits shahih lainnya bahwasanya beliau صلی الله عليه وسلم bersabda (artinya):
"Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai bagi saudaranya apa-apa yang dia mencintainya bagi dirinya sendiri." (Shahih Al-Bukhari, kitab Al-Iman 13; Shahih Muslim kitab Al-Imarah 1844, kitab Al-Iman 45)
Bilamana seseorang tidak suka diperlakukan oleh orang lain (dalam suatu transaksi) dengan tanpa menjelaskan terlebih dahulu kepadanya, bagaimana mungkin dia sendiri tidak suka hal itu terjadi pada dirinya sementara dia tega hal itu terjadi pada orang selain dirinya?
Kita memohon kepada Allah dan semua saudara kita, kaum Muslimin agar diberi hidayah dan saling menasehati terhadap para hamba Allah, sesungguhnya Dia Maha Kaya lagi Mahamulia, wallahu a'lam. Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad.
(As'ilatun Min Ba'dhi Ba'i-is Sayyarat, Hal.22-23 dari fatwa Syaikh Ibn Baaz رحمه الله تعالى )
Alih bahasa: Al Ustadz Abu 'Abdillah Muhammad Rifa'i Bontang
Sumber: TIS (Thalab Ilmu Syar'i)
Forum Ikhwan Salafiyyin Belajar Ilmu Syar'i
(Dibimbing Oleh: Ustadz Abu Muawiyah Askari hafizhahulloh)
Friday, November 28, 2014