Cari Blog Ini

Minggu, 14 September 2014

Tentang WANITA PERGI KE LUAR NEGERI ATAU LUAR DAERAH DAN TINGGAL DI SANA TANPA DISERTAI MAHRAMNYA

Fadhilatusy Syaikh Shalih ibnu Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan:
Seorang wanita muslimah menikah dengan seorang lelaki yang sebelumnya tidak dikenalnya. Lelaki itu bekerja di Jerman. Ia meminta kepada ayah si wanita agar memperkenankan dirinya menikahi si wanita. Si wanita itu pun menyetujui pinangan tersebut. Usai pernikahan, si wanita ikut ke Jerman bersama lelaki yang kini telah menjadi suaminya. Setelah hidup berdampingan dengan suaminya, tersingkaplah bagi si istri bahwa suaminya ini tidak mengerjakan shalat dan tidak puasa. Bahkan pernah suaminya memaksanya agar memasakkan makanan untuknya di siang hari Ramadhan. Selain itu si suami terbiasa mengerjakan perbuatan mungkar lainnya. Si istri telah berupaya untuk memperbaiki keadaan suaminya akan tetapi tidak ada pengaruhnya. Itu semua mendorong si istri menuntut cerai dari suaminya dan pada akhirnya terjadilah perceraian. Apakah si wanita itu memang pantas menuntut cerai dari suami yang berperilaku demikian?
Kemudian, setelah perceraian si wanita pergi ke Belgia bersama beberapa tetangganya dahulu. Ia bekerja di Belgia untuk menghidupi dirinya dan ayahnya yang fakir. Ia tinggal sendirian bersama satu keluarga di sana. Ia cuma tinggal serumah dengan mereka. Adapun makan dan tidurnya sendirian, tidak bergabung dengan mereka. Keluarga tersebut memberikan kebebasan kepadanya untuk mengamalkan perintah agama berupa shalat, puasa, dan selainnya. Apakah tinggalnya si wanita seorang diri di negeri asing bersama satu keluarga di sana teranggap menyelisihi agama?

Jawab:

“Pertama kali, kami bersyukur wahai penanya, dengan berpegangnya engkau terhadap agama ini serta semangatmu untuk melaksanakan syiar-syiar agama ini.
Adapun pertanyaanmu tentang perceraianmu dengan suami ketika engkau melihat ia tidak berpegang dengan agama, ia tidak mengerjakan shalat dan tidak puasa, maka itu memang wajib engkau lakukan. Engkau tidak boleh terus hidup bersama suami tersebut bila ia tetap demikian keadaannya. Karena, orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, ia kafir. [1]
Tidak boleh seorang muslimah tetap dalam ikatan pernikahan dengannya. Engkau telah berbuat kebaikan dengan berpisah dari suami yang jelek tersebut dan engkau meninggalkannya karena ingin menyelamatkan agamamu.
Pertanyaanmu tentang kepergianmu ke Belgia seorang diri dan tinggalmu di sana bersama keluarga yang bukan mahrammu, maka ini tidak boleh.
Pertama: Safar seorang wanita tanpa mahram adalah tidak boleh. [2]
Kedua: Si wanita tinggal bersama keluarga yang bukan mahramnya dan bersama orang-orang yang bukan mahramnya, ini haram bagi seorang muslimah.
Yang aku nasihatkan kepadamu, kembalilah ke negeri asalmu, atau ayahmu pergi menyertaimu bila memang engkau ingin safar ke Belgia atau ke negeri lain. Adapun bila engkau safar sendirian, tinggal sendirian atau bersama satu keluarga yang bukan mahrammu, maka ini perkara yang tidak diakui oleh Islam. Allah tidak ridha karena wanita itu aurat, dan ia tidak boleh safar tanpa mahram, atau tinggal bersama satu keluarga yang di situ ada laki-laki yang bukan mahramnya, karena hal itu akan menyeret dirinya kepada fitnah, dan orang lain pun akan terfitnah dengannya. Wallahu a’lam.

[Majmu’ Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan, 1/337-338]

Footnote:

[1] Ulama sepakat tentang kafirnya orang yang menentang kewajiban shalat. Namun, dalam hal hukum orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, karena malas atau menggampang-gampangkannya, tanpa bermaksud menentang kewajibannya, maka ada perbedaan pendapat di kalangan mereka antara yang mengafirkan dan tidak mengafirkan.

[2] Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
ﻟَﺎ ﻳَﺨْﻠُﻮَﻥَّ ﺭَﺟُﻞٌ ﺑِﺎﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻭَﻣَﻌَﻬَﺎ ﺫُﻭ ﻣَﺤْﺮَﻡٍ، ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺴَﺎﻓِﺮِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻊَ ﺫِﻱ ﻣَﺤْﺮَﻡٍ؛ ﻓَﻘَﺎﻡَ ﺭَﺟُﻞٌ، ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺇِﻥَّ ﺍﻣْﺮَﺃَﺗِﻲ ﺧَﺮَﺟَﺖْ ﺣَﺎﺟَّﺔً، ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﺍﻛْﺘُﺘِﺒْﺖُ ﻓِﻲ ﻏَﺰْﻭَﺓِ ﻛَﺬَﺍ ﻭَﻛَﺬَﺍ، ﻗَﺎﻝَ: ﺍﻧْﻄَﻠِﻖْ ﻓَﺤُﺞَّ ﻣَﻊَ ﺍﻣْﺮَﺃَﺗِﻚَ
Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita melainkan harus disertai mahramnya dan janganlah seorang wanita bersafar (pergi keluar daerah) melainkan bersama mahramnya pula. Ada seorang lelaki berdiri bertanya, wahai Rasulullah! Istriku hendak berhaji, sementara aku ditugaskan untuk berjihad. Maka beliau menjawab, kembalilah dan berhajilah bersama istrimu. (HR. al-Bukhari no. 3006 dan Muslim no. 1341, dari sahabat Ibnu Abbas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar