Terdapat riwayat dalam Ash-Shahihain dan kitab-kitab hadits selain keduanya, menyebutkan hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Apabila anjing minum dari bejana salah seorang dari kalian, hendaklah ia mencuci bejana tadi sebanyak tujuh kali.” (HR. Al-Bukhari no. 172 dan Muslim no. 279)
Dalam riwayat Muslim ada tambahan:
“Cucian yang pertama dicampur dengan tanah.”
Pencucian yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan najisnya air liur anjing dan pendapat inilah yang rajih (kuat) sebagaimana dipegangi Abu Hanifah, Ats-Tsauri, satu riwayat dari Ahmad, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya. Pendapat ini dikuatkan pula oleh Asy-Syaukani di dalam kitab-kitabnya.
Di sana ada pula pendapat yang lain. Sebagian ahlul ilmi berpendapat bahwa seluruh tubuh anjing itu najis. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dengan berdalil hadits yang telah disebutkan di atas. Mereka mengatakan: “Karena air liur itu keluar dari mulut anjing (yang dia itu najis) maka seluruh tubuhnya lebih utama lagi untuk dihukumi kenajisannya.”
Dan yang lainnya mengatakan air liur anjing bukan najis. Adapun perintah mencucinya adalah sekedar perkara ta‘abbudiyah (ibadah) bukan karena kenajisannya. Ini merupakan pendapat yang dipegangi Al-Imam Malik dan yang lainnya.
ِ
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah secara marfu’ disebutkan:
“Sucinya bejana kalian kalau anjing meminum darinya adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali. Cucian pertamanya dengan tanah.” (HR. Muslim)
Sabda Nabi ’sucinya’ menunjukkan sebelumnya dia adalah najis.
Sedangkan dalam riwayat dari Abdullah bin Mughaffal disebutkan:
“Kalau anjing meminum dari bejana kalian maka cucilah bejananya sebanyak tujuh kali (dengan air) dan pada cucian yang kedelapan campurlah airnya dengan tanah.” (HR. Muslim)
Wallahu a'lam.