Cari Blog Ini

Sabtu, 01 November 2014

Tentang KOTORAN HEWAN YANG NAJIS

Adapun dalam masalah kotoran dan kencing hewan, masih diperselisihkan kalangan ulama. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa kotoran hewan –baik yang dimakan dagingnya maupun tidak– adalah najis, sebagaimana pendapat jumhur ulama dan Syafi’i. Sebagian yang lain berpendapat, yang najis hanya kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya. Sementara pendapat yang lain dari kalangan ulama dan –wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab– ini adalah pendapat yang kuat, pada asalnya semua kotoran hewan suci, kecuali ada nash yang mengatakan najis, maka barulah dikatakan najis. Ini merupakan pendapat Ibnul Mundzir, dan dinukilkan Al-Imam An-Nawawi dalam Majmu’ Syarhil Muhadzdzab bahwa ini adalah perkataan Dawud Azh-Zhahiri, Ibrahim An-Nakha’i, dan Asy-Sya’bi. Pendapat ini juga didukung oleh Al-Imam Asy-Syaukani di dalam kitab-kitab beliau, di antaranya Nailul Authar dan Ad-Daraari.

Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa tidak semua yang kotor pada wujudnya itu najis, kecuali ada nash yang menerangkan kenajisannya. Misalnya tahi cicak, tidak ada nash yang menunjukkan kenajisannya, maka itu bukan najis. Namun bila dikatakan kotoran (sesuatu yang kotor) maka tahi cicak itu memang termasuk kotoran.

Hal lain yang berkaitan dengan masalah ini adalah kencing unta. Seperti kita ketahui, kencing unta adalah kotoran, namun bukan najis. Bahkan ada riwayat dari Anas bin Malik radhiallahu anhu yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk minum air kencing unta, sebagaimana tertera dalam Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari no. 233 dan Shahih Muslim no. 1671) dan lainnya:
“Sekelompok orang dari Bani ‘Akl (Bani ‘Urainah) datang menemui Nabi. Namun mereka merasa tidak betah tinggal di Madinah karena sakit yang menimpa mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun memerintahkan agar didatangkan seekor unta betina yang banyak susunya dan menyuruh mereka minum air kencing dan susunya. Lalu mereka beranjak melakukannya. Ketika telah sehat, mereka membunuh penggembala ternak Nabi shallallahu alaihi wasallam dan meminum susu ternak itu. Datanglah berita tentang peristiwa itu menjelang siang sehingga Rasulullah memerintahkan untuk mengikuti jejak mereka. Pada siang harinya mereka didatangkan ke hadapan Nabi, lalu beliau memerintahkan agar dipotong tangan dan kaki mereka, dicungkil matanya, dan dilemparkan ke tengah padang pasir yang panas. Mereka meminta-minta minum, namun tidak diberi minum.”

Adapun rautsah, maka itu adalah najis. Rautsah adalah tinja kuda, keledai, dan baghal (peranakan dari kuda dan keledai). Ini berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu:
Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa alihi wa sallam mendatangi tempat buang hajat. Maka beliau memerintahkan saya mengambil tiga batu untuknya. Maka saya hanya mendapatkan dua batu dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya mengambil rautsah, maka beliau mengambil kedua batu tersebut dan melemparkan rautsah dan berkata, “Ini adalah riksun (najis).” (HR. Al-Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar