Shahabat yang mulia bernama Jabir bin Abdillah menuturkan:
“Umar ibnul Khaththab radhiallahu anhu datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan membawa sebuah kitab yang diperolehnya dari sebagian ahlul kitab. Nabi shallallahu alaihi wasallam pun membacanya lalu beliau marah seraya bersabda: “Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yang putih bersih. Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahlul kitab), sehingga mereka mengabarkan al-haq (kebenaran) kepada kalian namun kalian mendustakan al-haq tersebut. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan lalu kalian membenarkan kebatilan tersebut. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihis salam masih hidup niscaya tidaklah melapangkannya kecuali dengan mengikuti aku.”
Hadits ini diriwayatkan Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya 3/387 dan Ad-Darimi dalam muqaddimah kitab Sunan-nya no. 436. Demikian pula Ibnu Abi ‘Ashim Asy-Syaibani dalam kitabnya As-Sunnah no. 50. Hadits ini dihasankan oleh imam ahlul hadits di zaman ini Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam Zhilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah dan Irwa`ul Ghalil no. 1589.
Dalam riwayat Ad-Darimi hadits di atas datang dengan lafadz:
‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu anhu datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan membawa salinan dari kitab Taurat. Ia berkata: “Ya Rasulullah, ini salinan dari kitab Taurat." Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diam, lalu mulailah ‘Umar membacanya dalam keadaan wajah beliau shallallahu alaihi wasallam berubah. Melihat hal itu Abu Bakar berkata kepada ‘Umar: “Betapa ibumu kehilangan kamu, tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?” Umar melihat wajah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (dan ia menangkap perubahan tersebut), maka ia berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kemurkaan Allah dan Rasul-Nya. Kami ridha Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami dan Muhammad sebagai Nabi kami.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihis salam muncul kepada kalian kemudian kalian mengikutinya dan meninggalkan aku, sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus. Seandainya Musa masih hidup dan ia menemui masa kenabianku, niscaya ia akan mengikutiku.”
Diriwayatkan bahwa Ka‘b Al-Ahbar pernah datang menemui Umar ibnul Khaththab radhiallahu anhu, yang ketika itu menjabat sebagai Amirul Mukminin, dengan membawa sebuah mushaf, ia berkata: “Wahai Amirul Mukminin, dalam mushaf ini tertulis Taurat, apakah aku boleh membacanya?”
Umar menjawab: “Jika memang engkau yakin itu adalah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa alaihis salam pada hari Thursina maka silakan membacanya. Dan jika tidak, maka jangan membacanya.” (Syarhus Sunnah 1/271)
Asy-Syaikh Prof. Dr. Rabi‘ bin Hadi Al-Madkhali berkata:
Melihat ‘Umar radhiallahu anhu memegang lembaran yang tertulis Taurat di dalamnya sudah membuat wajah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berubah karena marah. Padahal kitab Taurat merupakan salah satu kitab samawi, Kalamullah yang diturunkan Allah Azza wa Jalla dari langit, meski kemudian diubah-ubah dan diganti Yahudi. Lalu bagaimana kiranya jika beliau shallallahu alaihi wasallam melihat buku-buku yang jelas tidak diturunkan dari langit, malah isinya bertentangan dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah? Bagaimana kira-kira kemarahan beliau bila melihat kita membolak-balik buku tersebut dan membacanya? Apalagi ingin menyelami kebenaran yang katanya ada atau mungkin ada di dalamnya? Tentunya kemurkaan beliau jauh lebih besar lagi. Wallahul mustaan.
Bisa jadi buku-buku yang ditulis ahlul bidah dan pengekor hawa nafsu itu ada setitik atau beberapa titik nilai kebenaran, tapi kebenaran apa yang bisa diharapkan bila ia dibalut dan diselimuti sekian banyak kebatilan? Dan bukankah buku-buku yang selamat dari kebatilan masih banyak, buku-buku yang ditulis ulama Ahlus Sunnah masih menggunung? Kenapa harus mempersulit diri dengan menyelami samudera kebatilan nan pekat karena ingin mendapatkan sebutir kecil mutiara kebenaran?
Ketika Abu Zurah Ar-Razi rahimahullah memperingatkan seseorang dari bukunya Al-Harits Al-Muhasibi dengan menyatakan: “Hati-hati engkau dari buku-buku ini, karena ini merupakan buku-buku bidah dan kesesatan. Wajib bagimu berpegang dengan atsar (hadits atau Sunnah Nabi) karena di dalamnya engkau akan merasa cukup.” Ternyata orang itu berkelit dengan mengatakan: “Dalam buku-buku ini ada ibrah/pelajaran." Apa jawaban Abu Zur’ah rahimahullah? Beliau menegaskan: “Siapa yang tidak mendapatkan ibrah dalam Kitabullah, niscaya tidak ada baginya ibrah dalam buku-buku ini.” (Al-Mizan 2/165)
Memberi peringatan (tahdzir) dari kitab-kitab yang di dalamnya terdapat kebidahan dan kesesatan, memang termasuk manhaj as-salafus shalih dengan mencontoh Rasul yang mulia shallallahu alaihi wasallam ketika mengingkari perbuatan ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu anhu. Tahdzir ini dimaksudkan sebagai penjagaan terhadap manhaj kaum muslimin dari kemudharatan dan bahaya yang dikandung dalam buku-buku tersebut. Dan tidak termasuk perbuatan zhalim bila seorang muslim menasehati saudaranya untuk menjauhi buku-buku yang demikian karena ingin menghindarkan kemudharatan yang akan didapatkannya, dengan semata ia menyebutkan kejelekan buku tersebut tanpa menyinggung kebaikannya.
(Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi Naqdir Rijal, wal Kutub wath Thawa`if, hal. 128)
Asy-Syaikh Prof. Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata menukilkan ucapan Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah: “Setiap buku yang berisi penyelisihan terhadap As-Sunnah tidak boleh dilihat dan dibaca. Bahkan yang diizinkan dalam syariat adalah menghapus dan memusnahkannya.”
Kemudian Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan: “Para shahabat telah membakar seluruh mushaf yang menyelisihi mushaf Utsman karena kekhawatiran mereka akan timbulnya perselisihan di tengah umat. Maka bagaimana bila mereka melihat buku-buku ini yang menciptakan perselisihan dan perpecahan di kalangan umat?"
Ibnul Qayyim berkata lagi: “Maksud dari semua ini adalah buku-buku yang mengandung kedustaan dan bidah wajib untuk dimusnahkan dan dipunahkan. Bahkan memusnahkannya lebih utama daripada menghancurkan alat-alat laghwi dan musik serta bejana-bejana yang berisi khamr. Karena bahaya buku-buku ini lebih besar daripada bahaya alat-alat musik. Dengan demikian tidak ada ganti rugi terhadap buku-buku tersebut sebagai-mana tidak ada ganti rugi dari penghancuran bejana-bejana khamr.” (Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah fi Naqdir Rijal, wal Kutub wath Thawa`if, hal. 134)
Berkata Imam Ibnu Abdil Barr di dalam Jami Bayanil Ilmi 2/117:
قال مالك: لا تجوز الإجارات في شيء من كتب الأهواء، والبدع والتنجيم وذكر كتبا ثم قال: كتب أهل الأهواء والبدع عند أصحابنا هي كتب أصحاب الكلام من المعتزلة وغيرهم، وتفسخ الإجارة في ذلك
Imam Malik berkata: Tidak boleh sewa-menyewa (menghadiahkan/jual-beli) sedikit saja dari buku-buku ahlil ahwa wal bida maupun astrologi. Lalu beliau menyebutkan beberapa contoh buku-buku itu. Kemudian kata beliau: Yang dimaksud buku-buku ahlil ahwa wal bida menurut para sahabat kami adalah buku-buku ahli kalam dari kalangan mutazilah dan yang lain. Dan batal (tidak sah) sewa-menyewa dalam hal ini.
Berkata Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisy di dalam Lumatul Itiqad:
ومن السنة: هجران أهل البدع ومباينتهم، وترك الجدال والخصومات في الدين، وترك النظر في كتب المبتدعة والإصغاء إلى كلامهم
Termasuk tuntunan As Sunnah adalah menghajr ahli bidah dan menjauhinya, tidak berdebat dan berbantahan dengan mereka dalam perkara agama, tidak melihat kitab-kitab ahli bidah dan mendengarkan perkataan mereka.
Al-Imam Ibnu Muflih rahimahullah berkata: “Asy-Syaikh Muwaffaquddin rahimahullah menyebutkan larangan dari melihat buku-buku ahlul bidah. Beliau mengatakan:
وكان السلف ينهون عن مجالسة أهل البدع والنطر في كتبهم والاستماع لكلامهم
“Adalah generasi salaf melarang dari bermajelis dengan ahlul bidah, melarang melihat buku-buku mereka, dan mendengar ucapan mereka.” (Al-Adabus Syar’iyyah, 1/251)
Berkata Imam Ibnul Qoyyim di dalam Ath Thuruqul Hukmiyyah Fis Siyaasatisy Syariyyah hal 282: Demikian pula tidak ada tanggungan (ganti rugi) dari membakar dan memusnahkan buku-buku yang menyesatkan. Al Marwazy berkata, Aku bertanya kepada Imam Ahmad: Saya meminjam buku-buku yang mengandung beberapa perkara yang jelek. Apakah anda memandang untuk saya robek-robek atau saya bakar? Beliau menjawab: Naam. Nabi صلى الله عليه وسلم melihat Umar membawa suatu kitab yang dia salin dari Taurat dan dia terkagum oleh kesesuaiannya dengan Al Quran, maka memerahlah wajah Nabi صلى الله عليه وسلم. Akhirnya Umar membawanya ke cerobong api lalu ia lemparkan kitab itu ke sana. Lalu bagaimana seandainya Nabi صلى الله عليه وسلم melihat kitab-kitab yang ditulis sepeninggal beliau yang sebagiannya menentang apa yang ada di dalam Al Quran dan As Sunnah? Wallahul mustaan.
Kemudian kata Imam Ibnul Qoyyim:
وَالْمَقْصُودُ: أَنَّ هَذِهِ الْكُتُبَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الْكَذِبِ وَالْبِدْعَةِ يَجِبُ إتْلَافُهَا وَإِعْدَامُهَا، وَهِيَ أَوْلَى بِذَلِكَ مِنْ إتْلَافِ آلَاتِ اللَّهْوِ وَالْمَعَازِفِ، وَإِتْلَافِ آنِيَةِ الْخَمْرِ، فَإِنَّ ضَرَرَهَا أَعْظَمُ مِنْ ضَرَرِ هَذِهِ، وَلَا ضَمَانَ فِيهَا، كَمَا لَا ضَمَانَ فِي كَسْرِ أَوَانِي الْخَمْرِ وَشَقِّ زِقَاقِهَا
Maksudnya bahwa buku-buku yang mengandung kedustaan dan bidah itu wajib dimusnahkan dan dilenyapkan. Dan buku-buku itu lebih layak dimusnahkan dari pada memusnahkan alat-alat musik dan nyanyian atau memusnahkan gelas-gelas khamr. Karena bahaya buku-buku itu lebih besar dari pada bahaya alat musik dan khamr. Dan tidak ada tanggungan (ganti rugi) dari memusnahkan buku-buku itu sebagaimana tidak ada tanggungan (ganti rugi) dari memecah gelas-gelas khamr dan membelah botol-botolnya.
Syaikh Muhammad Al Utsaimin berkata dalam Syarah Lumatul Itiqad:
ومن هجر أهل البدع: ترك النظر في كتبهم خوفاً من الفتنة بها، أو ترويجها بين الناس فالابتعاد عن مواطن الضلال واجب
Termasuk dari menghajr ahli bidah adalah tidak melihat kepada buku-buku mereka karena khawatir terfitnah olehnya, atau menyebarkannya di tengah-tengah manusia. Maka menjauhi tempat-tempat kesesatan adalah wajib.
لكن إن كان الغرض من النظر في كتبهم معرفة بدعتهم للرد عليها فلا بأس بذلك لمن كان عنده من العقيدة الصحيحة ما يتحصن به وكان قادراً على الرد عليهم، بل ربما كان واجباً، لأن رد البدعة واجب وما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Akan tetapi jika tujuan dari melihat kepada buku-buku mereka itu adalah untuk mengenali bidah mereka dalam rangka untuk dibantah, maka tidak mengapa hal itu bagi orang yang memiliki aqidah yang shahih yang bisa membentengi diri (dari terpengaruh kesesatannya) dan ia mampu untuk membantah mereka. Bahkan acapkali hukumnya wajib. Karena membantah bidah adalah wajib. Dan perkara yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka perkara tersebut hukumnya wajib.
Syaikh Shalih Al Fauzan ditanya di dalam Al Ajwibah Al Mufidah:
س: ما هو القول الحق في قراءة كتب المبتدعة، وسماع أشرطتهم؟
Pertanyaan: Bagaimana pendapat yang haq dalam hal membaca kitab-kitab ahli bidah dan mendengarkan rekaman-rekaman mereka?
ج: لا يجوز قراءة كتب المبتدعة، ولا سماع أشرطتهم؛ إلا لمن يريد أن يَرُدَّ عليهم ويُبيِّن ضلالهم. أما الإنسان المبتدئ، وطالب العلم، أو العامي، أو الذي لا يقرأ إلا لأجل الاطلاع فقط، لا لأجل الرَّد وبيان حالها؛ فهذا لا يجوز له قراءتها؛ لأنها قد تؤثر في قلبه
Beliau menjawab: Tidak boleh membaca kitab-kitab ahli bidah, tidak boleh pula mendengar rekaman-rekaman mereka, kecuali bagi orang yang bermaksud untuk membantah mereka dan menjelaskan kesesatannya. Adapun seorang yang masih pemula atau thalibul ilmi atau orang awam atau orang yang tidak membaca kecuali dalam rangka mentelaah saja bukan tujuan membantah dan menjelaskan keadaannya, maka yang demikian tidak boleh baginya membaca kitab-kitab itu karena kadang berpengaruh dalam hatinya.
###
Ibrahim an Nakha'i berkata, "Kami dahulu jika ingin mendatangi seseorang yang akan kami ambil ilmunya, pertama yang kami lihat adalah akhlak, perilaku dan shalatnya. Kemudian baru kami ambil ilmunya." (At Tamhid-Ibnu Abdilbar 1/47)
Abdurrahman ibn Mahdi menyatakan bahwa ada tiga orang yang tidak boleh diambil ilmunya, salah satunya, "Shahibu Bid'ah yang menyeru kepada bid'ahnya." (Syarah 'Ilal at Tirmidzi 1/110)
Imam Malik juga menyatakan ada empat orang yang tidak boleh diambil ilmunya, di antaranya, "Jangan mengambil dari shahibu ahwa yang mendakwahkan manusia kepada hawa nafsunya." (At Tamhid-Ibnu Abdilbar 1/66)
Sufyan ats Tsauri berkata, "Barang siapa yang mendengar (sesuatu ilmu) dari mubtadi' niscaya Allah tidak memberikan manfaat terhadap apa yang dia dengar." (Al Jamiul Akhlaq ar Rawi-Khatib al Baghdadi 1/138)
###
Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafidzahullah
Beliau berkata:
ليست العبرة بالإنتساب أو فيما يظهر، بل العبرة بالحقائق وبعواقب الأمور، والأشخاص الذين ينتسبون إلى الدعوة يجب أن ينظر فيهم: أيـــــن درســـــوا؟ ومَن أيـــن أخــذوا العــــــلم؟ وأيــن نشــأوا؟ ومــــا هي عقيدتـــهم؟ وتنظر أعمالهم وآثارهم في الناس وماذا أنتجوا من الخير؟ ومــاذا ترتب على أعمالهم من الإصلاح؟ يجب أن تدرس أحوالهم قبل أن يغتر بأقوالهم ومظاهرهم
Yang menjadi tolak ukur bukanlah nisbat (penyadaran) bukan pula apa yang terlihat saja. Namun yang menjadi tolak ukur ialah realita dan akibat.
Dan orang-orang yang pantas untuk disandarkan kepadanya dakwah harus dilihat darinya perkara-perkara berikut:
- Di mana dia belajar?
- Dari siapa dia mengambil ilmu?
- Di mana dia tumbuh?
- Apa aqidahnya?
- Anda lihat tingkah laku dan pengaruhnya terhadap manusia serta apa yang ia hasilkan berupa kebajikan?
- Apa hasil dari perbaikan yang dilakukannya?
Wajib bagi Anda untuk mengetahui keadaan mereka sebelum Anda terlena dengan ucapan mereka dan amalan mereka yang tampak.
هذا أمر لابد منه خصوصاً في هذا الزمــــــــان الذي كَــثـُــرَ فيــه دعـــــــاة الفتنـــــة، وقد وصف الرسول صلى الله عليه وسلم دعــاةالفتنــة بأنهـــم: من جــــلدتنا ويتكلمـــــون بألسنتنــــــا
Hal seperti ini harus dilakukan, terlebih khusus pada zaman ini di mana banyak dai-dai pegusung fitnah. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mensifati dai-dai pegusung fitnah tersebut, bahwa mereka, ˝Berasal dari kulit kita dan mereka berbicara dengan bahasa kita.˝
Sumber: Al Ijabaatul Muhimmah hal 47-48.
MAJMU'AH ITTIBA'US SALAF 1436/2015
###
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah
Sesungguhnya tidak boleh mengambil ilmu dari ahli bid’ah sama sekali, walaupun dalam bidang yang tidak berkaitan dengan bid’ahnya. Misalnya kita menjumpai seorang mubtadi’ yang bagus dalam bidang ilmu Bahasa Arab, balaghah, nahwu dan sharaf.
Jika ada yang bertanya apakah kita akan duduk bermajelis dengannya dan belajar kepadanya pada bidang ilmu yang dia menguasainya dengan baik itu atau yang dia sebarkan itu?! Yang nampak dari perkataan Syaikh (wallahu a’lam siapa yang beliau maksud –pent) kita tidak boleh bermajelis dengannya, karena hal itu akan menyebabkan dua kerusakan:
Kerusakan pertama adalah tertipunya orang itu sendiri dengan keadaan dirinya karena dia akan menyangka bahwa dia di atas kebenaran.
Sedangkan kerusakan kedua adalah tertipunya manusia dengan orang itu, karena melihat para penuntut ilmu berdatangan kepadanya dan belajar kepadanya. Padahal orang awam itu tidak bisa membedakan antara ilmu nahwu dan akidah.
Oleh karena inilah maka kami memandang bahwa seseorang tidak boleh duduk bermajelis mengambil ilmu kepada ahli bid’ah secara mutlak, walaupun keadaannya hingga seseorang misalnya tidak menjumpai ilmu Bahasa Arab, balaghah dan sharaf, kecuali pada ahli bid’ah itu, maka Allah akan memberikan kebaikan untuknya. Karena dengan kita mendatangi mereka dan bolak-balik ke tempat mereka tidak diragukan lagi hal itu akan menyebabkan mereka tertipu dengan diri mereka sendiri dan manusia pun akan ikut tertipu dengan mereka.
Alih bahasa: Abu Almass
Selasa, 18 Jumaadal Ula 1435 H
###
Asy Syaikh Shalih Fauzan bin Abdillah al Fauzan حفظه الله
Pertanyaan:
هل يجوز طلب العلم من أهل البدعة وقراءة كتبهم لعدم وجود كتب أهل السنة في بلدي؟
Apakah diperbolehkan menuntut ilmu dari ahlul bidah dan membaca kitab-kitab mereka dikarenakan di negeri saya tidak didapati kitab-kitab ahlu sunnah?
Jawaban:
الحمد لله أهل السنة موجودون وكتبهم موجودة ولكن يحتاج منك إلى طلب وإلى حرص ولا تعتمد على أهل البدع وكتب المبتدعة، لا تعتمد عليها لأنها كالغذاء المسموم القاتل
Alhamdulillah ahlu sunnah senantiasa ada, demikian juga kitab-kitab ahlu sunnah senantiasa ada, hanya saja butuh kesungguhan dari anda untuk mencarinya, maka jangan engkau bersandar pada ahlul bidah dan kitab-kitab mereka, karena itu bagaikan racun yang mematikan.
Sumber:
alfawzan .af .org .sa/node/14440
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Forum Salafy Indonesia
###
asy-Syaikh Al-Allamah Ubaid al-Jabiri hafizhahullah
Penanya berkata:
Fadhilatus Syaikh, saya persaksikan kepada Allah bahwa saya mencintai Anda karena Allah. Saya ingin mendengar jawaban dari anda atas pertanyaan berikut:
Bagaimana sikap yang benar terhadap kitab-kitab yang ditulis oleh orang-orang yang telah menyimpang dari kebenaran, setelah dahulu mereka berada di atasnya dan di atas manhaj salafush shalih. Perlu diketahui bahwa kitab-kitab ini bermanfaat dalam pembahasannya. Apakah boleh bagi seorang peneliti untuk mengambil faedah darinya dengan disertai menjelaskan keadaan penulis kitab-kitab tersebut?
Jawab:
Hal ini akan berbeda tergantung siapa yang melihat (membaca). Jika yang meneliti (membacanya) itu adalah seorang yang memiliki ilmu dan fiqh, serta kemampuan yang mencukupi baginya untuk membedakan mana shahih dan mana yang berpenyakit (batil), maka TIDAK MENGAPA.
Adapun jika seorang pemula, masih baru mulai menuntut ilmu, maka kitab-kitab seperti itu TIDAK BOLEH tersebar di tengah mereka. Tidak boleh pula dinukilkan dari para penulis kitab-kitab itu kepada mereka (para penuntut ilmu yang masih pemula). Sesungguhnya pada orang-orang yang berada di atas sunnah dari generasi terdahulu dan sekarang, dalam kitab-kitab mereka sudah sangat mencukupi. Wa lillaahil hamd.
Sumber:
ar .miraath .net/fatwah/10984
Alih bahasa:
Abu Said Abdurrahman
Majmuah Manhajul Anbiya
###
Syaikh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul حفظه الله
Pertanyaan:
أحسن الله إليكم شيخنا إذا كان عندي بعض الكتب و الرسائل و الأشرطة لأشخاص كانوا على الجادة ثم ضلوا الطريق وقد حذر منهم العلماء مثل الشيخ ربيع و الشيخ الفوزان و الشيخ عبيـد وغيرهم حفظهم الله ؛ فهل لي الإستفادة منها ؟ علماً بأني اقتـنيت هذه الأشياء قبل مخالفتهم للمنهج السوي ! وجزاكم الله خيرا لعلي أضرب لك مثالا : إبراهيم الرحيلي و يحيى الحجوري ؟
Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, jika saya memiliki kitab-kitab, artikel dan kaset orang-orang yang dulunya di atas kebenaran kemudian menyimpang, sedangkan para ulama telah mentahdzir mereka seperti Syaikh Rabi', Syaikh al-Fauzan, Syaikh 'Ubaid dan ulama yang lainnya جفظهم الله, bolehkah saya mengambil faedah darinya? Sekedar informasi, semuanya ini saya miliki sebelum penyelisihan mereka terhadap manhaj yang lurus. Semoga Allah تعالى membalas Anda dengan kebaikan! Barangkali saya contohkan: Ibrahim Ruhaili, Yahya al-Hajuri?
Jawaban:
السلامة غنيمة، القضية بعد التحذير منهم تقتضي البعد عنهم ومجانبتهم حتى لا يعود الإنسان إلى الإعجاب بهم وبطريقتهم فيورثه ذلك مجانبة طريق السنة. وتذكر أن من ترك شيئاً لله عوضه الله خيراً منه، اتركها جانباً وعلم عليها بقلمك أنها لأصحاب بدع، حتى لا يغتر بها من يجدها في مكتبتك بين كتبك، وتذكر أن سبب اتباع أبي ذر الهروي للأشعرية أنه شاهد شيخه الدارقطني يسلم على الباقلاني ويعظمه
Keselamatan itu sebuah (ghanimah) keuntungan, perkara
setelah tahdzir terhadap mereka itu berkonsekuensi menjauhi mereka sampai seorang tidak kagum dengan mereka dan jalan mereka, karena rasa kagum tersebut akan menyebabkan menjauh dari jalan sunnah. Disebutkan bahwa barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah تعالى, akan Allah نعالى ganti dengan yang lebih baik darinya. Tinggalkanlah dia sejauh-jauhnya dan berilah tanda atasnya dengan penamu bahwa dia ahli bid'ah, sehingga dengannya tidak tertipu orang yang mendapatinya diantara kitab-kitabmu di perpustakaanmu. Dan disebutkan bahwasannya sebab Abu Dzar al-Harawi menjadi pengikut Asy'ari karena melihat gurunya ad-Daruquthni memberi salam kepada al-Baqilani dan mengagungkannya.
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=143439
Abu Zulfa Anas
WHATSAPP AL-UKHUWWAH
WA Al Istiqomah
WALIS
###
Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Hady Al-Madkholy -حفظه الله-
PERTANYAAN:
هذا يسأل يقول: هو في فرنسا في المسجد الذي هو فيه - في حيه- كتب لبعض المخالفين ويسأل هل يجوز إتلافها
Ada pertanyaan. Dia berkata, dia dari Prancis yang mana ia tinggal di Masjid yang di dalamnya terdapat buku-buku karya sebagian orang-orang yang menyimpang, dan bertanya: Apakah boleh memusnahkannya?
JAWAB:
إذا كانت هذه الكتب على غير مذهب أهل السنة كالمعتزلة وكالجهميةوعموم المعطلة والمشبهة والممثلة أو الروافض والصوفية ونحو هؤلاء من الفرق القديمة أو التحزبات الجديدة من إخوان وتبليغ وقطبيين وخوارج سمهم بما شئت مثل هذه لا يجوز أن تبقى في المكتبة يطلع عليها عامة المطلعين
Apabila buku-buku tersebut bukan buku yang berada di atas (Manhaj) Ahlus Sunnah seperti: Mu'tazilah, Jahmiyyah, mayoritas Mu'athilah, Musyabbihah, Mumatsilah, Rafidhah, Shufiyyah dan yang semisalnya dari kelompok-kelompok sesat lampau, atau kelompok-kelompok fanatikus baru seperti Ikhwanul Muslimin (IM), Jama'ah Tabligh (JT), Quthbiyyin dan Khawarij, terserah kalian mau menamakan (kelompok) mereka itu dengan nama apa..., (maka) yang seperti ini:
TIDAK DIPERBOLEHKAN kamu membiarkannya berada tersimpan di Perpustakaan (sehingga dikhawatirkan) buku-buku tersebut akan dibaca oleh seluruh orang (awam) yang melihatnya.
وإنما تؤخذ ويقفل عليها للباحثين المختصين إذا أرادوا التوثيق والرجوع إليها والنقل عن هذه الكتب
Akan tetapi buku-buku tersebut diambil dan dikunci (terpisah) untuk (dibaca hanya oleh) orang-orang yang memiliki kemampuan untuk meneliti --jika mereka ingin mendokumentasi, merujuk atau menukil dari buku-buku tersebut-- (dalam rangka membantah penyimpangannya).
Sumber:
ar .miraath .net/fatwah/10608
Abu Kuraib bin Ahmad Bandung حفظه الله [FBF-1]
WA Forum Berbagi Faidah [FBF]
###
Fatwa Al-Lajnah ad-Daimah
Tanya:
ما هي أحسن الكتب الدينية لمن يريد أن يكون دينه سليما، ويلقى الله وهو عنه راض؟ فقد كثرت الكتب وكنت أحيانا أشعر بحيرة كما قال الشاعر: تكاثرت الضباء على خراش فما يدري خراش ما يصيد
Apakah kitab diniyyah yang terbaik untuk dipelajari bagi yang menginginkan agamanya selamat dan berjumpa dengan Allah dalam keadaan Dia ridha kepadanya? Karena banyak kitab-kitab yang beredar dan terkadang aku merasa bingung.
Jawab:
عليك بكتاب الله عز وجل، ففيه الهدى والنور، وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم، وما يبينهما من كتب التفسير وشرح الأحاديث، وتعلم ذلك على أهل العلم، كل في اختصاصه، واحرص على العمل بما علمت، فإن من عمل بما علم أورثه الله علم ما لم يعلم، ونوصيك أيضا بالصحيحين، وبلوغ المرام، وعمدة الحديث للشيخ عبد الغني بن عبد الواحد المقدسي، ومنتقى الأخبار، وزاد المعاد لابن القيم، والعقيدة الواسطية لشيخ الإسلام ابن تيمية رحمهما الله وجميع علماء المسلمين، وكتاب التوحيد وفتح المجيد وكشف الشبهات
Wajib atasmu mempelajari Kitabullah ‘Azza wa Jalla (al-Qur’an), padanya terdapat hidayah dan cahaya.
Wajib juga atasmu mempelajari Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Kemudian (pelajarilah) kitab-kitab yang menjelaskan al-Qur’an dan as-Sunnah tersebut, yaitu Kitab-kitab Tafsir dan Kitab-kitab Syarh hadits. Mempelajari kitab-kitab tersebut adalah kepada PARA ‘ULAMA, masing-masing sesuai bidangnya. Bersemangatlah kamu untuk mengamalkan ilmumu. Karena sesungguhnya barangsiapa yang mengamalkan ilmunya, maka Allah akan wariskan padanya ilmu yang belum dia ketahui.
Kami juga wasiatkan kepadamu untuk mempelajari:
- ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim),
- Bulughul Maram,
- Umdatul Ahkam karya asy-Syaikh ‘Abdul Ghani bin ‘Abdil Wahid al-Maqdisi,
- Muntaqa al-Akhbar,
- Zadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim,
- al-‘Aqidah al-Wasithiyyah karya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah,
- Kitab Tauhid,
- Fathul Majid,
- Kasyf Syubhat.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Al-Lajnah ad-Daimah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta
Fatwa no. 3534
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Manhaj al-Anbiyaa`
###
Apa kitab-kitab yang Anda sarankan untuk dibaca para penuntut ilmu dan kitab apa yang menjelaskan manhaj salaf?
Jawab:
Saya nasihatkan untuk diri saya dan saudara-saudara saya, yang pertama untuk mempelajari Kitabullah, karena di dalamnya ada petunjuk dan cahaya; itulah pokok ajaran Islam.
Berikutnya, mempelajari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena itu merupakan penjelasan bagi al-Qur’an.
Selanjutnya, mempelajari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan dua kitab shahih (Shahih Bukhari dan Muslim), kitab sunan yang empat (Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah), kitab-kitab Musnad, dan kitab-kitab Jami’ dalam bab hadits.
Saya wasiatkan kepada para penuntut ilmu agar mempelajari tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sahih dari beliau; mempelajari sebagian kitab-kitab induk, dan lebih memfokuskan lagi kitab induk tersebut dalam mempelajarinya. Sebab, kitab induk tersebut mengandung pengajaran terhadap pokok agama, seperti kitab Shahih Bukhari pada Kitabul Ilmi dan Kitabul Iman.
Dalam Kitabul Iman yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya, beliau menyebutkan sekumpulan hadits untuk menerangkan manhaj Ahlus Sunnah dalam hal iman dan amal. Beliau rahimahullah menyebutkan bantahan terhadap golongan Murji’ah, kelompok sesat yang menyelisihi Ahlus Sunnah dalam pokok ajaran ini.
Demikian pula, seseorang hendaknya memfokuskan dalam Kitab al-I’thisam, Kitab Akhbarul Ahad, dan Kitabut Tauhid dari Shahih al-Bukhari. Sebab, pembahasan-pembahasan di dalamnya sangat terkait dengan pokok-pokok agama penting yang wajib kita pelajari setelah kitabullah ‘azza wa jalla.
Hendaknya dia berkonsentrasi pula dalam mempelajari bab sunnah, yakni Aqidah dari kitab Sunan Abi Dawud yang terletak pada akhir kitab. Ini juga merupakan pokok agama yang sangat penting. Yang disebutkan dalam Sunan Abi Dawud dalam bab-bab ini sesuai dengan yang disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari dalam kitabnya. Abu Dawud mengisyaratkan dalam kitab tersebut adanya bid’ah, seperti bid’ah Jahmiyah, Khawarij, dan lainnya. Beliau juga memilah dan menjelaskan perbedaan prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan manhaj atau keyakinan yang menyimpang.
Oleh karena itu, pokok agama dalam bab ini hendaknya dipelajari. Kitab al-Ittiba’ dalam Sunan Ibnu Majah dan kitab Khalqu Af’al al-‘Ibad karya al-Imam al-Bukhari hendaknya dipelajari.
Dengan demikian, seseorang akan mengetahui prinsip-prinsip agung yang menjadi keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan akidah kelompok yang menyimpang dari akidah salafus shalih, semacam akidah Jahmiyah dan lainnya.
Pelajari pula kitab Syarhus Sunnah karya al-Baghawi juz pertama. Juz pertama kitab tersebut lebih ditekankan, karena isinya menekankan masalah akidah dan keyakinan. Demikian pula kitab as-Sunnah karya al-Khallal dan kitab as-Sunnah karya al-Lalika’i rahimahumullah, yakni Syarhu I’tiqad Ahli Sunnah, kitab al-Hujjah karya al-Ashfahani, al-Ibanah karya Ibnu Baththah, dan yang semacamnya.
Setelah itu, buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, karena di dalam kitab mereka ada keterangan yang memuaskan terhadap pokok agama dan cabangnya. Ini adalah perkara ilmu.
Ini adalah perkara ilmiah yang menghidupkan ilmu tersebut. Pelajari al-Qur’an, akidah, manhaj, dan pokok agama, serta cabangnya seolah-olah dipelajari langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan mempelajari buku-buku akidah yang kami sebutkan, seseorang seakanakan mempelajari langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian pula mempelajari seluruh kitab yang kami sebutkan, seolah-olah Anda mempelajarinya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan orang-orang yang berjalan di atas manhaj mereka.
Tidaklah Ibnu Taimiyah menonjol, luas ilmunya, dan mapan dalam menerangkan kebenaran kecuali setelah mempelajari kitab-kitab itu. Kita pun harus mempelajari kitab dan bab dari kitab yang disebutkan di atas.
Berikutnya, kita pelajari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita melihat dan mempelajari kitab fikih, tafsir, dan hadits. Semua adalah kitab penting. Akan tetapi, bab akidah perlu difokuskan lebih khusus; terlebih pada zaman sekarang, yang banyak penyimpangan dalam pokok agama yang dilakukan oleh ahli bid’ah, baik dalam hal pemikiran, politik, tasawuf, atau ahli bid’ah Syiah Rafidhah maupun yang lain. Mereka memiliki banyak kegiatan dan gerakan di masa ini yang sangat mengherankan. Terlebih lagi, mereka memiliki dan menggunakan banyak sarana untuk menyebarkan pemikiran mereka yang rusak.
Bid’ah, khurafat, dan berbagai kekacauan ini dapat kita hancurkan dengan ilmu yang diambil dari kitabullah, sunnah Rasul-Nya, pemahaman salaf, serta dari kitab-kitab yang telah kita sebutkan, yang mengandung ajaran al-Qur’an, hadits, dan pemahaman as-salafus shalih.
Kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar memberi kami dan kalian semua pemahaman yang benar terhadap agama Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang Allah inginkan baginya kebaikan, Allah pahamkan baginya urusan agama.”
(diterjemahkan dari Majmu’ Kutub wa Rasail asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah [15/79—81], oleh al-Ustadz Qomar Suaidi)
http://asysyariah.com/kitab-yang-menjelaskan-manhaj-salaf/
###
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
TANYA:
Bolehkah bagiku -dan aku adalah seorang muslim- melihat Injil dan membacanya, hanya sekedar melihatnya tidak ada tujuan lain?
Apakah keimanan terhadap kitab-kitab samawi itu maknanya adalah beriman bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah, ataukah beriman dengan apa yang ada di dalamnya? Berilah faidah kepada kami semoga Allah memberi faidah kepada anda.
Jawab:
Wajib bagi setiap muslim beriman dengan kitab-kitab tersebut bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah: Taurat, Injil, dan Zabur. Mengimani bahwa Allah menurunkan kitab-kitab kepada para nabi, dan juga menurunkan kepada mereka shuhuf-shuhuf yang di dalamnya terdapat perintah dan larangan, nasehat dan peringatan, berita tentang sebagian perkara-perkara yang terjadi pada masa lampau, surga dan neraka, dan yang semisalnya.
Akan tetapi TIDAK BOLEH MENGAMALKANNYA, karena kitab-kitab tersebut telah disusupi penyelewengan, pergantian, dan perubahan.
Tidak boleh mengambil/memiliki atau membaca dari Taurat, Injil, atau Zabur.
Karena perbuatan ini BERBAHAYA. Dia bisa mendustakan yang haq atau membenarkan kebatilan. Sesungguhnya kitab-kitab tersebut telah diselewengkan dan dirubah, dilakukan padanya penggantian, penyelewengan, diawalkan, dan diakhirkan oleh orang-orang Yahudi, Nasrani dan selainnya. Allah telah mencukupi kita dari kitab-kitab tersebut dengan kitab kita yang agung: yaitu Al-Quran Al-Karim.
Telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau melihat di tangan Umar ada lembaran Taurat, maka beliau pun marah, seraya berkata: “Apakah kamu berada pada keraguan wahai Ibnul Khaththab?!
Sungguh aku telah membawa untuk kalian sesuatu yang putih bersih, seandainya Musa hidup maka tidak ada pilihan baginya kecuali dia harus mengikuti aku.”
Jadi, kami menasehatkan kepada Anda dan yang lainnya agar tidak mengambil sedikitpun darinya, baik dari Taurat, Zabur, maupun Injil.
Janganlah kalian mengambil darinya dan jangan pula membacanya sedikitpun. Bahkan jika kalian mendapatinya, maka hendaklah kalian menguburnya atau membakarnya. Sesungguhnya al-Haq yang ada padanya, maka telah ada syariat yang mencukupkan darinya di dalam kitabullah Al-Quran. Adapun pengubahan dan penyelewengan yang ada pada kitab-kitab tersebut, maka itu mungkar dan batil.
Wajib bagi setiap muslim menjaga diri darinya. Hendaknya menjauh dari menelaahnya, karena dia bisa terjatuh pada membenarkan kebatilan atau mendustakan yang haq.
Maka jalan yang selamat adalah menguburnya atau membakarnya.
Boleh bagi seorang yang berilmu dan memiliki bashirah untuk menelitinya dalam rangka membantah musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Nashrani.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam minta didatangkan Kitab Taurat ketika Yahudi mengingkari syariat rajam, agar beliau alaihish shalatu was salam melihatnya. Merekapun mengakuinya setelah itu (yakni mereka mengakui bahwa mereka telah berdusta).
Maksudnya adalah bahwa para ulama yang mengerti tentang syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam terkadang butuh mentelaah Taurat, Injil, atau Zabur untuk tujuan yang Islami, seperti untuk membantah musuh-musuh Allah, dan menjelaskan keutamaan Al-Quran dan al-haq serta petunjuk yang ada di dalamnya.
Adapun orang awam atau yang semisalnya maka tidak boleh melakukannya sama sekali.
Bahkan ketika mereka memiliki sebagian dari Taurat, Injil, atau Zabur maka yang wajib dilakukannya adalah menguburnya di tempat yang baik atau membakarnya sehingga tidak seorang pun tersesat karenanya.
Sumber:
Fatawa Nur ala ad-Darb, hal. 10-11
Majmuah Manhajul Anbiya