Cari Blog Ini

Kamis, 11 September 2014

Tentang BERDOA DAN MEMOHON PERTOLONGAN KEPADA ALLAH JIKA DIHADAPKAN DENGAN PERMASALAHAN

Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi ‘Umair al-Madkhali hafizhahullah pernah ditanya tentang pertanyaan berikut ini:

Ya Syaikhuna yang mulia, apa yang Anda nasehatkan bagi pemula dalam mencari ilmu jika dihadapkan perselisihan di antara masyayikh ?

Beliau hafizhahullah menjawab: Seorang penuntut ilmu jika dihadapkan pada perselisihan di antara masyayikh, dia harus menuju ahli ilmu yang paling tsiqah (dipercaya) di sisinya, yang paling berpegang dan mengikuti Sunnah. Dia belajar, mengambil faedah, dan beristi’anah kepada Allah lalu kepadanya sehingga mengerti hakikat khilaf yang terjadi. Sehingga syaikh ini yang alim lagi dipercaya dan berpegang dengan al-Quran dan as-Sunnah membantunya dalam memecahkan permasalahan tersebut dengan menjelaskan kepadanya berdasarkan dalil Kitabullah, Sunnah Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam dan manhaj salaf shalih, bahwa yang benar adalah pendapat si fulan, adapun pendapat-pendapat yang lain salah atau batil. Serta dia membawakan dalil-dalil dari firman Allah Ta’ala ,
ﻓﺈﻥ ﺗﻨﺎﺯﻋﺘﻢ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ ﻓﺮﺩﻭﻩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺆﻣﻨﻮﻥ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻷﺧﺮ
“Jika kalian berselisih tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir.” [QS. an-Nisa: 59‏]
Maknanya seorang thalibul ilmu pemula, janganlah dia memposisikan dirinya diterpa angin, sendirian dalam menyelesaikan masalah, serta ditimpa penyakit ghurur (tertipu dengan dirinya sendiri). Jangan!
Pertama kali semestinya dia menempuh apa yang kami katakan bahkan lazim baginya untuk tunduk kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, sambil berdoa
‏ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻓﺎﻃﺮ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ ﻋﺎﻟﻢ ﺍﻟﻐﻴﺐ ﻭﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓ، ﺃﻧﺖ ﺗﺤﻜﻢ ﺑﻴﻦ ﻋﺒﺎﺩﻙ ﻓﻴﻤﺎ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻓﻴﻪ ﻳﺨﺘﻠﻔﻮﻥ، ﺍﻫﺪﻧﻲ ﻟﻤﺎ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﺑﺈﺫﻧﻚ، ﺇﻧﻚ ﺗﻬﺪﻱ ﻣﻦ ﺗﺸﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺻﺮﺍﻃﻚ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻴﻢ ‏
“Ya Allah, Dzat Yang Menciptakan langit-langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui perkara ghaib maupun yang nampak, Engkau yang menghukumi perkara yang diperselisihkan oleh hamba-hamba-Mu. Tunjukkan kepadaku kebenaran dari perkara yang diperselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan hidayah orang yang Engkau kehendaki kepada jalan-Mu yang lurus.”
Wahai ikhwah sekalian, kita dituntut untuk berdoa kepada-Nya setiap hari. Bagaimana kondisi kita sekarang? Bagaimana keadaan kita jika dihadapkan pada permasalahan-permasalahan? Bagaimana jika kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan sementara kita berada pada keadaan yang sangat lemah serta jauh dari ilmu? Sesungguhnya kita sangat butuh untuk bertadharru’ (tunduk beribadah) serta luju (menyerahkan segala sesuatu) kepada Allah.
Namun sungguh disayangkan, sebagian manusia tidak menempuh metode ini. Dia mengikuti apa yang di kepala serta hawa nafsunya. Merajihkan (memilih) dan meninggalkan apa yang dia inginkan. Ini bukanlah metode kaum muslimin. Bukan jalan orang-orang yang jujur lagi menginginkan nasehat bagi dirinya serta umat islam.

Sumber:
Kaset yang berjudul “Asilah fil Manhajis Salaf 2”
Majmu’ Kutub wa Rasail wa Fatawa Fadhilatisy Syaikh al ‘Allamah Rabi bin Hadi Umair al Madkhali hafizhahullah

###

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Apabila seorang hamba merasa dirinya sangat membutuhkan Allah Subhanahu wa ta’ala dan senantiasa berusaha meneliti firman Allah Subhanahu wa ta’ala, sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan ucapan para sahabat, tabi’in, serta para imam kaum muslimin, niscaya akan terbuka baginya jalan petunjuk.” (Majmu’ Fatawa, 5/118‏)
Beliau rahimahullah juga berkata, “Barangsiapa yang telah jelas baginya kebenaran dalam suatu urusan, hendaknya dia mengikutinya. Sedangkan barangsiapa yang masih belum mendapatkan kejelasan hendaknya dia tidak bersikap sampai Allah Subhanahu wa ta’ala menampakkan kejelasan kepadanya. Selayaknya dia meminta pertolongan dalam urusan tersebut dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Termasuk doa yang paling baik dalam urusan tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah dalam Shahih-nya dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa bila Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam terbangun dari tidur malamnya, beliau lalu shalat dan berdoa (dalam doa iftitahnya‏):
ﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺭَﺏَّ ﺟِﺒْﺮَﺋِﻴْﻞَ ﻭَﻣِﻴْﻜَﺎﺋِﻴْﻞَ ﻭَﺇِﺳْﺮَﺍﻓِﻴْﻞَ، ﻓَﺎﻃِﺮَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ، ﻋَﺎﻟِﻢَ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐِ ﻭَﺍﻟﺸَّﻬَﺎﺩَﺓِ، ﺃَﻧْﺘَﺘَﺤْﻜُﻢُ ﺑَﻴْﻦَ ﻋِﺒَﺎﺩِﻙَ ﻓِﻴﻤَﺎ ﻛﺎَﻧُﻮْﺍ ﻓِﻴْﻪِ ﻳَﺨْﺘَﻠِﻔُﻮْﻥَ، ﺍﻫْﺪِﻧِﻲ ﻟِﻤَﺎ ﺍﺧْﺘُﻠِﻒَ ﻓِﻴْﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻚَ، ﺇِﻧَّﻚَ ﺗَﻬْﺪِﻱ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻁٍ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻴْﻢٍ
“Ya Allah, wahai Rabb Jibril, Mikail dan Israfil! Wahai Yang memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya! Wahai Dzat Yang mengetahui yang gaib dan yang tampak! Engkau menghukumi/memutuskan di antara hamba-hamba-Mu dalam perkara yang mereka berselisih di dalamnya. Tunjukilah aku mana yang benar dari apa yang diperselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan hidayah kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.”

Tentang MEMBACA SURAT KABAR, KORAN, ATAU MAJALAH

Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah

| | |

Pertanyaan: Apakah hukum membaca surat kabar, koran, dan majalah dengan tujuan untuk menyaring berita-berita yang beredar di masyarakat? Berita-berita tersebut ada yang tentang Islam, tentang politik, dan tentang wawasan. Agar kita mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita.

Jawaban:

Yang kami nasehatkan adalah agar menjauhinya. Karena mayoritas koran dan majalah digunakan untuk kepentingan poitik, sehingga biasa berdusta demi politik dan menyebarkan berita dajjal untuk kepentingan politik. Sedikit sekali engkau menjumpai koran atau majalah yang memberitakan sesuai dengan fakta. Kemudian setelah ini, umur sangat pendek sehingga seseorang seharusnya tidak memiliki waktu lagi untuk menyia-nyiakannya dengan membaca koran dan majalah. Isinya hanyalah hal-hal yang akan mengeruhkan hatinya dan menyebabkan kegelisahan. Terkadang seseorang akan menjumpai celaan terhadap Islam dan penghinaan terhadap kaum Muslimin, dan yang lainnya. Yang jelas kami tidak mengharamkan membacanya, hanya saja kami menasehati penuntut ilmu agar memfokuskan diri mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun berita-berita yang penting sekali, maka dia tidak akan menyembunyikan dirinya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
ﻭَﻳَﺄْﺗِﻴْﻚَ ﺑِﺎﻟْﺄَﺧْﺒَﺎﺭِ ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﺗُﺰَﻭِّﺩِ
Orang yang tidak engkau suruh akan datang membawa berita kepadamu

Jadi berita-berita yang sangat penting itu tidak akan menyembunyikan dirinya. Dia akan muncul di lapangan dalam waktu yang sangat cepat. Jika membaca semisal majalah Al-Bayan dan majalah As-Sunnah**, maka tidak masalah membaca semacam majalah Islam ini. Adapun majalah-majalah kafir maka seringnya melemparkan syubhat dan hanya akan menghabiskan waktumu dengan sia-sia. Kemudian sesungguhnya orang-orang yang bekerja di media-media dan surat kabar tersebut mayoritasnya suka berdusta dan berbuat kemunafikan. Wallahul musta’an.

Sumber artikel: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3542

** Majalah As Sunnah & Al Bayan adalah majalah hizbiyyah, mungkin ketika Asy-Syaikh berbicara tentang kedua majalah ini, majalah tersebut belum ditahdzir

Tentang BERJABAT TANGAN KETIKA BERTEMU DAN BERPISAH

Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah

| | |

Penanya: Apa hukum jabat tangan ketika meninggalkan majelis?

Asy-Syaikh:
Saya tidak mengetahui dalil tentang hal ini. Jabat tangan dilakukan ketika bertemu. Memang Nabi shallallahu alaihi was sallam ketika melepas komandan pasukan, beliau memegang tangannya. Namun apakah itu merupakan jabat tangan atau hanya sekedar memegangi tangannya untuk berjalan sebentar bersamanya. Karena beliau terkadang melepas orang yang akan bepergian dan berjalan sebentar bersamanya.
Adapun melakukan hal ini secara khusus, maka saya tidak mengetahui adanya dalil yang menunjukkannya ketika berpisah. Riwayat yang ada tentang jabat tangan ketika bertemu adalah:
ﺇِﺫِﺍ ﺍﻟْﺘَﻘَﻰ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤَﺎﻥِ ﻓَﺘَﺼَﺎﻓَﺤَﺎ ﺳَﻘَﻄَﺖْ ﺫُﻧُﻮْﺑُﻬُﻤَﺎ ﺃَﻭْ
ﺧَﻄَﺎﻳَﺎﻫُﻤَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺻَﺎﺑِﻌِﻬِﻤَﺎ .
“Jika dua orang muslim bertemu lalu keduanya berjabat tangan, maka gugurlah dosa-dosa atau kesalahan keduanya dari jari-jari mereka.”
Atau yang semakna dengannya.

Penanya: Apakah ini sampai ke batasan bid’ah?

Asy-Syaikh:
Jika hal itu dilakukan terus-menerus.

Sumber artikel:
http://www.muqbel.net/