Cari Blog Ini

Jumat, 19 September 2014

Tentang PERNIKAHAN DINI

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

Di antara faedah-faedah dari pernikahan dini adalah memperoleh anak-anak yang akan menjadi penyejuk mata. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮْﻥَ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻨَﺎ ﻭَﺫُﺭِّﻳَّﺎﺗِﻨَﺎ ﻗُﺮَّﺓَ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ
“Dan orang-orang yang berdoa: ‘Wahai Rabb kami, karuniakanlah kepada kami penyejuk mata dari istri-istri dan anak-anak kami.” (QS. Al-Furqaan: 74)

Jadi istri dan anak-anak merupakan penyejuk mata, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan atau mengabarkan bahwa dengan pernikahan akan diraih penyejuk mata. Maka ini termasuk hal-hal yang membangkitkan semangat seorang pemuda dan memantapkannya untuk menikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengabarkan bahwa anak-anak merupakan setengah dari perhiasan kehidupan dunia sebagaimana firman-Nya :
﴿ﺍﻟْﻤَﺎﻝُ ﻭَﺍﻟْﺒَﻨُﻮْﻥَ ﺯِﻳْﻨَﺔُ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ﴾
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Al-Kahfi: 46)

Jadi dengan keberadaan anak-anak akan menjadi perhiasan bagi kehidupan dunia, dan tabiat manusia adalah menyukai perhiasan. Sebagaimana dia mencari harta, demikian juga dia menginginkan anak-anak karena mereka setara dengan harta dari sisi keberadaan mereka sebagai perhiasan kehidupan dunia. Ini di dunia. Kemudian di akhirat anak-anak yang shalih manfaat mereka akan mengalir kepada ayah-ayah mereka. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎﺕَ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﺍﻧْﻘَﻄَﻊَ ﻋَﻨْﻪُ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻦْ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ: ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻦْ ﺻَﺪَﻗَﺔٍ ﺟَﺎﺭِﻳَﺔٍ، ﺃَﻭْ ﻋِﻠْﻢٍ ﻳُﻨْﺘَﻔَﻊُ ﺑِﻪِ، ﺃَﻭْ ﻭَﻟَﺪٍ ﺻَﺎﻟِﺢٍ ﻳَﺪْﻋُﻮ ﻟَﻪُ.
“Jika anak Adam meninggal maka terputuslah amalnya kecuali dari 3 hal: shadaqah jariyah (yang manfaatnya masih berlangsung –pent), ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kebaikan untuknya.” (Lihat: Shahih Muslim no. 1631 –pent)
Jadi anak-anak memiliki sekian banyak maslahat yang besar di kehidupan dunia dan setelah mati.

Demikian juga pada pernikahan dini dan keberadaan anak-anak merupakan usaha memperbanyak umat Islam dan memperbanyak masyarakat Islam. Dan seseorang yang diharapkan darinya adalah ikut andil dalam membentuk masyarakat Islam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ﺗَﺰَﻭَّﺟُﻮﺍ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻣُﻜَﺎﺛِﺮٌ ﺑِﻜُﻢُ ﺍﻟْﺄُﻣَﻢَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ.
“Nikahilah, karena sesungguhnya aku akan membanggakan jumlah kalian di hadapan umat-umat lain pada hari kiamat nanti.” (Lihat: Silsilah Ash-Shahihah no. 1784 –pent)

Jadi pernikahan akan memberikan maslahat yang besar, di antaranya yang telah kami sebutkan. Jika engkau menjelaskan berbagai kelebihan dan maslahat ini kepada para pemuda, maka hal itu akan menyebabkan berbagai masalah di hadapannya yang menjadi penghalang untuk menikah akan lenyap.

Adapun jika ada yang mengatakan bahwa pernikahan dini akan menyibukkan seseorang dari meraih ilmu dan belajar, maka ini adalah perkara yang tidak bisa diterima. Bahkan yang benar adalah sebaliknya. Hal itu karena selama dengan pernikahan akan diraih berbagai kelebihan yang telah kami sebutkan, di antaranya adalah ketenangan, ketentraman, lapangnya hati, dan adanya penyejuk mata, maka ini termasuk hal-hal yang akan membantu penuntut ilmu untuk meraih ilmu. Karena jika hatinya tenang dan pikirannya bersih dari kegelisahan, maka hal ini akan membantunya untuk meraih ilmu.

Sedangkan tidak menikah maka sesungguhnya hal itulah yang sebenarnya menghalanginya untuk meraih ilmu yang dia inginkan, karena pikirannya galau dan hatinya goncang sehingga tidak tenang atau susah meraih ilmu. Tetapi jika dia menikah, pikirannya tenang, jiwanya damai, ada rumah yang menaunginya, dan seorang istri yang menyenangkan dan membantunya, maka sesungguhnya itu semua termasuk hal-hal yang akan membantu meraih ilmu. Jadi pernikahan dini jika Allah memudahkan dan pernikahan ini harmonis, maka sesungguhnya hal ini termasuk hal-hal yang memudahkan bagi penuntut ilmu untuk menempuh jalan mendapatkan ilmu. Tidak akan menghalanginya sebagaimana yang digambarkan oleh sebagian orang.

Demikian juga ucapan sebagian orang bahwa pernikahan dini akan membebani seorang pemuda untuk mencari nafkah bagi anak-anak dan istrinya dan seterusnya, ini juga tidak bisa diterima. Karena pernikahan akan diiringi oleh barakah dan kebaikan, sebab itu merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan ketaatan semuanya merupakan kebaikan. Jadi jika seorang pemuda menikah dalam rangka menjalankan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan karena berusaha mendapatkan kebaikan yang beliau janjikan serta niatnya benar, maka sesungguhnya pernikahan ini akan menjadi sebab kebaikan baginya.

Adapun masalah rezeki maka itu berada di tangan Allah Azza wa Jalla yang berfirman:
ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺇِﻻَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭِﺯْﻗُﻬَﺎ
“Dan tidak ada satu makhluk yang melata pun kecuali Allah yang menanggung rezekinya.” (QS. Huud: 6)
Jadi Yang memudahkanmu untuk menikah, Dia pula yang akan memudahkanmu untuk mendapatkan rezeki bagi dirimu dan anak-anakmu sebagaimana firman-Nya:
ﻧَﺤْﻦُ ﻧَﺮْﺯُﻗُﻜُﻢْ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻫُﻢْ
“Kamilah yang akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada anak-anak kalian.” (QS. Al-An’aam: 151)

Jadi pernikahan tidak akan membebani seorang pemuda apa yang di luar kemampuannya sebagaimana yang dia gambarkan. Karena pernikahan itu akan diiringi oleh kebaikan dan akan mendatangkan berkah. Pernikahan sendiri merupakan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala (sunnatullah) pada manusia yang tidak bisa tidak tanpanya. Jadi dia bukan merupakan sesuatu yang eksklusif dan tersembunyi, tetapi dia merupakan salah satu pintu kebaikan bagi orang yang baik niatnya.

Adapun alasan yang sering dilontarkan oleh sebagian orang berupa hal-hal yang memberatkan yang diletakkan di jalan menuju pernikahan, maka ini semua sebenarnya akibat tindakan manusia yang buruk. Adapun pernikahan itu sendiri padanya tidak dituntut perkara-perkara tersebut. Sebagai contoh misalnya tingginya mahar dan resepsi yang berlebihan, serta biaya-biaya lainnya. Ini semua adalah hal-hal yang Allah tidak menurunkan keterangan tentangnya. Bahkan yang dituntut dalam pernikahan adalah dengan mempermudahnya. Jadi wajib untuk dijelaskan kepada manusia bahwa perkara-perkara ini yang mereka letakkan di jalan menuju pernikahan adalah perkara-perkara yang hanya akan mengakibatkan berbagai kerusakan bagi anak-anak laki-laki dan perempuan mereka, dan tidak akan membawa kebaikan bagi mereka.

Maka wajib untuk menangani perkara-perkara ini dan memberikan perhatian serius untuk mengatasinya, sampai perkara-perkara tersebut menyingkir dari jalan menuju pernikahan dan pernikahan kembali menjadi sesuatu yang mudah dan gampang agar memberi peran bagi kehidupan. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mengaruniakan kepada kita semuanya berupa taufiq dan hidayah, memperbaiki keadaan kaum Muslimin, memperbaiki para pemuda kaum Muslimin, dan mengembalikan kedudukan dan kemuliaan kaum Muslimin, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kemuliaan bagi mereka di generasi awal umat ini. Kita memohon kepada-Nya agar mengembalikan kemuliaan tersebut dan memperbaiki urusan mereka.
ﻭَﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓُ ﻭَﻟِﺮَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻭَﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﻴْﻦَ ﻻَ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮْﻥَ
“Dan kemuliaan itu hanyalah milik Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman. Hanya saja orang-orang munafiq tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Munaafiquun: 8)

Kita juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi mereka ilmu yang terang benderang dalam urusan agama mereka dan melindungi mereka dari kejahatan musuh-musuh mereka.
ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ، ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ.

Ditranskrip oleh
Ummu Harun Al-Libbiyyah dari kaset yang berjudul Min Musykilaatisy Syabaab wa Kaifa Ilaajuha Fil Islaam

Alih Bahasa: Abu Almass

Tentang MAKAN SAHUR DAN BERBUKA PUASA

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersahurlah kalian, walaupun hanya dengan seteguk air.” (Shahih at-Targhib dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada makan sahur terdapat barokah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang bersahur.” (HR. Ahmad dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahlul Kitab adalah (pada puasa kita) ada makan sahur.” (HR. Muslim dari sahabat ‘Amr bin al ‘Ash radhiyallaahu ‘anhu)

‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Sesungguhnya Bilal radhiyallaahu ‘anhu mengumandangkan adzan pada malam hari, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum radhiyallaahu ‘anhu mengumandangkan adzan, sesungguhnya dia tidak mengumandangkan adzan kecuali setelah terbit fajar.” (HR. al-Bukhari)

Sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu meriwayatkan dari sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Kami makan sahur bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau bangkit untuk melaksanakan shalat shubuh, saya (Anas bin Malik) bertanya kepadanya (Zaid), “Berapa jarak antara adzan dengan sahur?” Zaid menjawab, “Kurang lebih sepanjang bacaan lima puluh ayat.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Yakni ayat yang dibaca tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, dan membacanya tidak terlalu cepat dan tidak pula lambat. (Lihat Fathul Bari)

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik makanan sahur seorang mu’min adalah tamr (kurma).” (HR. Abu Dawud dan lainnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila malam telah datang dan siang telah pergi serta matahari telah terbenam maka sungguh orang yang berpuasa (telah boleh) berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kaum muslimin akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka masih menyegerakan berbuka.” (Muttafaqun ‘alaihi dari sahabat Sahl bin Sa’d radhiyallaahu ‘anhu)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku akan senantiasa di atas sunnahku selama mereka tidak menunda berbukanya sampai munculnya bintang-bintang.” (HR. Ibnu Hibban dari sahabat Sahl bin Sa’d radhiyallaahu ‘anhu)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama ini akan senantiasa tegak selama umat Islam menyegerakan ifthar (berbuka), karena Yahudi dan Nashara mengakhirkannya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka mengucapkan doa:
ﺫَﻫَﺐَ ﺍﻟﻈَّﻤَﺄُ ﻭَﺍﺑْﺘَﻠَّﺖِ ﺍْﻟﻌُﺮُﻭْﻕُ ﻭَﺛَﺒَﺖَ ﺍْﻷَﺟْﺮُ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠﻪ
“Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat dan tercatatlah pahalanya insya Allah.” (HR. Abu Dawud dan al-Hakim dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma)

Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dahulu berbuka sebelum shalat maghrib dengan beberapa ruthab (kurma setengah masak), jika tidak mendapatinya maka dengan tamr (kurma yang sudah masak), jika tidak mendapatinya maka dengan meneguk air beberapa tegukan.” (HR. Abu Dawud)

Tentang MENGERASKAN BACAAN SHALAT, AL-QURAN, DAN DZIKIR KETIKA BERADA DI DALAM MASJID

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya), “Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka dari itu, janganlah sebagian kalian menyakiti yang lain dan janganlah mengeraskan bacaan atas yang lain.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim, asy-Syaikh al-Albani menyatakannya sahih dalam Shahih al-Jami’)