Cari Blog Ini

Kamis, 26 Maret 2015

Tentang MENJADIKAN JEDDAH SEBAGAI MIQOT

Tanya: Apakah Jeddah bisa menjadi miqat sebagai pengganti Yalamlam, karena sebagian ulama membolehkannya?

Jawab:
Dalil dalam menentukan miqat adalah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma: "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menentukan Dzul Hulaifah sebagai miqat bagi penduduk Madinah, Al-Juhfah bagi penduduk Syam, Qarnul Manazil bagi penduduk Najd, dan Yalamlam bagi penduduk Yaman. Miqat-miqat itu bagi penduduk negeri itu, dan selain mereka yang melewatinya untuk pergi haji atau umrah. Dan orang yang kurang dari jarak itu maka dia berihram dari tempat dia memulai, sampai penduduk Makkah berihram dari Makkah."
Juga dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha: "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menentukan Dzatu 'lrqin sebagai miqat bagi penduduk Irak." (HR. Abu Dawud dan An-Nasai)
Abu Dawud dan Al-Mundziri mendiamkan riwayat ini, sedangkan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis mengatakan: "Hadits itu merupakan riwayat Ibnul Qasim, dari 'Aisyah. Al-Mu'afa bin 'Imran menyendiri dalam meriwayatkannya dari Aflah, dari Ibnul Qasim, dan Al-Mu'afa dapat dipercaya."
Miqat-miqat ini berlaku bagi penduduk daerah tersebut, atau penduduk daerah lain yang melaluinya untuk pergi haji atau umrah. Adapun orang yang tinggal di dalam batas itu maka berihram dari tempat dia memulai ihramnya, sampaipun penduduk Makkah berihram dari Makkah. Namun orang yang hendak melakukan umrah sementara dia berada dalam wilayah tanah Al-Haram, maka dia keluar ke daerah yang halal (di luar batas Al-Haram) lalu melakukan ihram dari situ. Sebagaimana hal ini terjadi pada 'Aisyah dengan perintah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Abdurrahman bin Abu Bakr radhiyallahu 'anhuma, saudara laki-laki 'Aisyah, agar keluar bersama 'Aisyah radhiyallahu 'anha ke Tan'im untuk melakukan umrah. Hal ini terjadi setelah haji wada'. *)
Dan di antara miqat-miqat yang telah disebutkan adalah Yalamlam. Sehingga barangsiapa yang melewatinya untuk pergi haji atau umrah, baik penduduk Yalamlam atau bukan, maka ia berihram darinya. Bagi orang yang berada di pesawat udara, dia wajib untuk berihram ketika sejajar dengan miqat. Sebagaimana wajib pula bagi yang naik kapal laut untuk berihram apabila sejajar dengan miqatnya. Jeddah merupakan miqat bagi penduduk Jeddah dan orang yang tinggal di sana apabila ingin haji atau umrah. Adapun menjadikan Jeddah sebagai miqat pengganti Yalamlam maka tidak ada dalilnya. Sehingga barangsiapa yang melewati Yalamlam dalam keadaan dia tidak berihram maka wajib membayar dam. Demikian juga orang-orang yang melewati miqat yang lain untuk pergi haji atau umrah. Karena miqatnya adalah Yalamlam, sementara jarak antara Makkah dan Yalamlam lebih jauh daripada jarak antara Makkah dan Jeddah.
Allah-lah yang memberi taufiq. Semoga shalawat dan salam-Nya tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.

Al-Lajnah Ad-Da'imah lil Buhutsil 'llmiyyah wal Ifta' (Panitia Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia)
Ketua: Abdul 'Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil: Abdurrazzaq 'Afifi

Dinukil dari Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah (11/125-127, no. 2279).
Lihat pula pembahasan yang semakna dalam Taisirul 'Allam (2/13-14) dan Fatawa Arkanul Islam karya Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin (hal. 512 dan 518).

Demikianlah, hendaknya hal ini menjadi perhatian bagi setiap jamaah haji yang menginginkan kebaikan untuk dirinya. Solusinya mudah, yaitu dengan kita memulai memakai ihram sebelum naik pesawat atau ketika berada di atas pesawat. Kemudian bila sudah sejajar dengan miqat, kita berniat ihram dan bertalbiyah. Selama anda berpegang dengan kebenaran, janganlah malu. Tidak usah peduli dengan cemoohan orang dan omongan mereka, karena ini adalah masalah serius: masalah ibadah.

*) Ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Lihat postingan Tentang Umrah dari Tanim

Tentang AMALAN DI KOTA MADINAH KETIKA BERANGKAT HAJI ATAU UMROH

Amalan di Kota Madinah
(Oleh: Al Ustadz Qomar ZA, Lc.)

Perlu diketahui bahwa amalan di kota Madinah ini tidak ada kaitannya dengan manasik haji sama sekali, bahkan itu merupakan amalan tersendiri sehingga yang tidak hajipun disyariatkan mengamalkannya demikian pula tentunya apabila jama'ah haji tidak melakukannya maka sah-sah saja hajinya.
Di antara amalan yang dilakukan di kota Madinah adalah:
1. Memperbanyak sholat di Masjid Nabawi karena pahalanya sangat besar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Satu kali sholat di masjidku ini lebih baik daripada seribu sholat di selainnya kecuali Masjidil Haram. [HR Al Bukhori dan Muslim dari Abu Huroiroh -semoga Allah meridhoinya-]
Sehingga semakin banyak sholat di sana maka akan semakin baik.
2. Berkunjung ke masjid Quba dan sholat sunnah di sana karena dulu Nabi sering melakukannya.
3. Berziarah ke makam Nabi shallallahu'alaihi wa sallam.
4. Berziarah ke makam/kuburan Baqi' karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.
5. Berziarah kuburan syuhada' Uhud karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.

Berziarah Kubur
Sebelum kami jelaskan adab ziarah kubur maka perlu diketahui bahwa ziarah kubur dibagi menjadi tiga macam:
1. Ziarah sunnah. Yaitu ziarah dengan cara yang sesuai syariat, tidak menyengaja melakukan safar/bepergian jauh untuknya, memperhatikan adab-adabnya dan dengan tujuan mengingatkan akhirat serta mendo'akan ahli qubur.
2. Ziarah bid'ah. Yaitu yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi, contohnya mengusap-usap kuburan dengan tujuan ngalap berkah atau sholat di kuburan atau tawasul dengan ahli kubur atau meyakini bahwa dengan berdo'a di tempat itu lebih mustajab atau menyengaja melakukan safar untuk itu.
3. Ziarah syirik. Yaitu bilamana peziarah berdo'a kepada ahli kubur tersebut, minta kekayaan, kesembuhan, kesuksesan dan sejenisnya.

Adab Berziarah Kubur
Agar ziarah kubur kita termasuk ziarah yang sunnah dan agar terhindar dari ziarah yang bid'ah lebih-lebih yang syirik maka semestinya kita mengetahui adab-adab ziarah dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya, itulah yang akan kami paparkan berikut ini secara ringkas.
1. Ziarah disyari'atkan atau disunnahkan untuk mengambil pelajaran dan mengingatkan akhirat, dengan syarat jangan mengucapkan ucapan-ucapan yang membuat murka Allah ketika berziarah, seperti berdo'a kepada selain Allah, menangisi mayit dengan suara keras dan sejenisnya.
2. Syariat ziarah kubur berlaku bagi pria dan wanita -menurut madzhab yang terkuat-.
3. Hanya saja bagi wanita tidak boleh sering-sering melakukannya karena ada larangan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
4. Mengucapkan salam kepada Ahli kubur, di antara yang dicontohkan:
ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡُ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻳَﺮْﺣَﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘْﺪِﻣِﻴﻦَ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﺄْﺧِﺮِﻳﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻢْ ﻟَﻠَﺎﺣِﻘُﻮﻥَ
"Semoga keselamatan atas penghuni tempat tinggal (kuburan), dari kalangan mukminin dan muslimin, semoga Allah merahmati orang yang telah mendahului di antara kami dan orang yang belakangan dan kami insya allah benar-benar akan menyusul kalian."
ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ، ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﻠَﺎﺣِﻘُﻮﻥَ ، ﺃَﺳْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَﺔَ
"Semoga keselamatan atas kalian wahai penghuni tempat tinggal (kuburan), dari kalangan mukminin dan muslimin, dan kami insya allah benar-benar akan menyusul kalian, aku memohon untuk kami dan untuk kalian keselamatan."
5. Tujuan berziarah adalah untuk mengingatkan akhirat dan untuk mendoakan ahli kubur.
6. Boleh berziarah ke kuburan orang yang meninggal bukan dalam keadaan muslim tapi hanya dengan satu tujuan yaitu mengambil pelajaran.
7. Dan tentu tidak mendo'akan kebaikan untuknya bahkan hendaknya memberinya berita duka dengan an-nar/neraka.
8. Tidak membaca al-Quran di kuburan karena tidak ada dalilnya dalam sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan justru menyelisishi hadits nabi berikut ini:
Dari Abu Huroiroh, bahwasanya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: Jangan kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, sesungguhnya setan itu akan lari dari rumah yang dibacakan padanya surat Al-Baqoroh. [Shahih, HR Muslim]
Nabi mengisyaratkan bahwa kuburan bukanlah tempat untuk dibacakan padanya Al-Quran, oleh karenanya beliau menganjurkan untuk membaca Al-Quran di rumah-rumah dan melarang untuk menjadikan rumah-rumah itu layaknya kuburan-kuburan yang tidak dibacakan padanya Al-Quran. [Ahkamul Jana'iz: 242]
9. Boleh mengangkat tangan ketika mendo'akan ahli qubur.
10. Akan tetapi ketika berdo'a tidak menghadap ke kubur bahkan menghadap ke ka'bah/qiblat.
11. Tidak berjalan di antara kubur-kubur dengan alas kaki.
12. Tidak disyariatkan tabur bunga.
13. Tidak boleh duduk di atas kuburan atau menginjaknya.
14. Tidak boleh sholat di kuburan atau sholat menghadapnya.
Dari Abu Martsad Al-Ghonawi ia mengatakan, saya mendengar Rasulullah bersabda: Janganlah kalian sholat menghadap kuburan dan janganlah kalian duduk di atasnya. [Shahih, HR Muslim]
[Diringkas dari kitab Ahkamul Janaiz]

Ziarah Kubur Nabi shallallahu'alaihi wa sallam
Pada dasarnya tata caranya sama dengan ziarah ke kuburan yang lain hanya saja ada beberapa hal penting yang perlu diketahui, yaitu:
1. Ketika berziarah ke kubur beliau shallallahu'alaihi wa sallam maka hendaknya mengucapkan salam dan salawat kepadanya, misalnya seorang mengucapkan:
السلام عليك يا رسول الله ورحمة الله وبركاته
itu sudah cukup.
2. Lalu mengucapkan salam kepada Abu Bakar:
السلام عليك يا أبا بكر
3. Juga mengucapkan salam kepada Umar bin Khattab:
السلام عليك يا عمر
Karena Abu Bakar dan Umar dimakamkan di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
4. Sangat perlu diperhatikan bahwa niat ke Madinah demi berziarah ke kubur Nabi shallallahu'alaihi wa sallam tidak boleh karena Nabi melarang yang demikian, bahkan berniatlah untuk bepergian ke masjid Nabi dan beribadah di sana karena pahalanya besar, yang demikian dianjurkan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu setelah sampai di Madinah baru berziarah. Dua niat itu berbeda, dan berbeda pula hukumnya walaupun sekilas nampak tidak ada perbedaan bagi yang tidak jeli memandangnya. Masalah ini kembalinya kepada Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
Dari Umar bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam Al-Makhzumi, bahwa Abu Bashroh bertemu Abu Huroiroh ketika datang. Maka Abu Bashroh mengatakan: 'Dari mana kamu datang?' la menjawab, 'Aku datang dari gunung Thur, aku sholat di sana'. Abu Bashroh mengatakan: 'Sesungguhnya kalau aku bertemu kamu (sebelum itu) kamu tidak akan (jadi) berangkat, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda: "Tidak boleh dilakukan safar kecuali ke tiga masjid saja: masjidku ini, masjid Al-Haram dan masjid AI-Aqsho." [HR Ahmad dan Ath-Thoyalisi. Dishahihkan oleh Al-Albani. Ahkamul janaiz: 287]
Safar yang dimaksud adalah untuk melakukan ibadah di tempat tersebut secara khusus dengan keyakinan keistimewaan tempat tersebut.
Jadi, salah bila seorang calon jamaah haji ditanya: Bapak mau haji? Lalu ia jawab dengan mengatakan: 'Saya mau ziarah makam Rasul', atau 'kubur Nabi'. Katakan saja 'Hendak haji', itulah yang benar. Adapun setelah itu Allah beri kemudahan ke kota Madinah maka semua orang yang di sana baik penduduk asli maupun pendatang maka disyariatkan baginya untuk melakukan hal-hal di atas. Masalah ini sangat perlu diperhatikan.

Hadits Sholat Arba'in (40 kali) di Masjid Nabawi
Barangsiapa yang shalat di masjidku 40 shalat tidak tertingal satu shalatpun maka tercatat baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari adzab dan keselamatan dari kemunafikan. [HR Ahmad dan Thabarani]
Hadits ini Mungkar, artinya di samping lemah juga menyelisihi hadits yang shahih.
Dikatakan lemah karena dalam sanadnya terdapat seorang rawi bernama Nubaith bin Umar. Dia tergolong periwayat yang majhul yakni tidak dikenal, di samping itu, juga menyelisihi hadits yang shahih berikut ini:
Barangsiapa yang shalat karena Allah dalam sebuah jama'ah selama 40 hari, ia dapatkan takbir yang pertama maka tertulis baginya dua kebebasan, bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan. [HR Tirmidzi dishahihkan oleh Asy-Syaikh al-Albani dalam Kitab As-shahihah no. 2652]
Perhatikan perbedaan antara kedua redaksi hadits tersebut, didapati bahwa pada hadits yang shahih tidak ada kata "masjidku" dan terdapat di dalamnya kata "berjama'ah dan mendapatkan takbir yang pertama", juga 40 hari bukan empat puluh shalat.
[lihat perincian penjelasan hadits tadi dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Adl-Dho'ifah: 364]

Roudloh
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -Ketua para mufti di Saudi Arabia semasa hidupnya- mengatakan:
Disunnahkan untuk memperbanyak sholat sunnah di Roudloh berdasarkan hadits yang shohih yang menerangkan keutamaannya yaitu sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Apa yang di antara rumahku dan mimbarku adalah salah satu taman- dari taman-taman surga."
Adapun sholat wajib maka seyogianya bagi pengunjung Masjid Nabawi atau yang lainnnya agar maju ke depan dan berusaha di shof awal terus semampunya.
[At-Tahqiq wal ldhloh:80]

Tentang TERORIS KHAWARIJ

Al-Ustadz Qomar ZA, Lc

Seperti kita ketahui bersama, dalam kurun enam tahun belakangan ini, negeri kita diguncang sejumlah aksi teroris. Yang paling akhir (semoga memang yang terakhir), adalah bom di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton beberapa waktu lalu, disusul dengan peristiwa-peristiwa yang membuntutinya. Peristiwa-peristiwa itu menyisakan banyak efek negatif yang menyedihkan bagi kaum muslimin. Betapa tidak. Kaum muslimin yang merupakan umat yang cinta damai kemudian tercitrakan menjadi kaum yang suka melakukan kekerasan.
Kondisi ini diperparah dengan munculnya narasumber-narasumber dadakan. Di antara mereka ada yang membenarkan “aksi heroik” para teroris ini. Sedangkan yang lain beranggapan bahwa semua orang yang berpenampilan mengikuti sunnah sebagai orang yang sekomplotan dengan para teroris tersebut. Tak ayal, sebagian orang yang bercelana di atas mata kaki pun jadi sasaran kecurigaan, ditambah dengan cambangnya yang lebat dan istrinya yang bercadar. Padahal, bisa jadi hati kecil orang yang berpenampilan mengikuti sunnah tersebut mengutuk perbuatan para teroris yang biadab itu dengan dasar dalil-dalil yang telah sahih dalam syariat.
Oleh karena itu, kami terpanggil untuk sedikit memberikan penjelasan seputar masalah ini, mengingat betapa jeleknya akibat dari aksi-aksi teror tersebut. Di mana aksi-aksi tersebut telah memakan banyak korban, baik jiwa maupun harta benda, sesuatu yang tak tersamarkan bagi kita semua.
Nah, darimanakah teror fisik ini muncul, sehingga berakibat sesuatu yang begitu kejam dan selalu mengancam? Tak lain teror fisik ini hanyalah buah dari sebuah teror pemikiran yang senantiasa bercokol pada otak para aktor teror tersebut, yang akan terus membuahkan kegiatan selama teror pemikiran tersebut belum hilang.
Apa yang dimaksud dengan teror pemikiran? Tidak lain, keyakinan bahwa sebagian kaum muslimin telah murtad dan menjadi kafir, khususnya para penguasa. Bahkan di antara penganut keyakinan ini ada yang memperluas radius pengkafiran itu tidak semata pada para penguasa, baik pengkafiran itu dengan alasan ‘tidak berhukum dengan hukum Allah’ atau dengan alasan ‘telah berloyal kepada orang kafir’, atau dalih yang lain. Demikian mengerikan pemikiran dan keyakinan ini sehingga pantaslah disebut sebagai teror pemikiran. Keyakinan semacam ini di masa lalu dijunjung tinggi oleh kelompok sempalan yang disebut dengan Khawarij.

Dengan demikian, teror pemikiran inilah yang banyak memakan korban. Dan ketahuilah, korban pertama sebelum orang lain adalah justru para pelaku bom bunuh diri tersebut. Mereka terjerat paham yang jahat dan berbahaya ini, sehingga mereka menjadi martir yang siap menerima perintah dari komandannya dalam rangka memerangi “musuh” (versi mereka). Lebih parah lagi, mereka menganggapnya sebagai jihad yang menjanjikan sambutan bidadari sejak saat kematiannya. Keyakinan semacam inilah yang memompa mereka untuk siap menanggung segala risiko dengan penuh sukacita. Sehingga berangkatlah mereka, dan terjadilah apa yang terjadi.
Benarkah mereka disambut bidadari setelah meledaknya tubuh mereka hancur berkeping-keping dengan operasi bom bunuh diri tersebut? Jauh panggang dari api! Bagaimana dikatakan syahid, sementara ia melakukan suatu dosa besar yaitu bunuh diri! Kita tidak mendahului keputusan Allah. Kita hanya menghukuminya secara zhahir (lahir) berdasarkan kaidah hukum, tidak boleh bagi kita memastikan bahwa seseorang itu syahid dengan segala konsekuensinya. Bahkan berbagai hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang mencela Khawarij dan mengecam bunuh diri lebih tepat diterapkan kepada mereka. Oleh karena itulah, saya katakan: Mereka adalah korban pertama kejahatan paham Khawarij sebelum orang lain.

Tolong hal ini direnungi dan dipahami. Terutama bagi mereka yang ternodai oleh paham ini. Selamatkan diri kalian. Kasihanilah diri kalian, keluarga kalian, dan umat ini. Kalian telah salah jalan. Bukan itu jalan jihad yang sebenarnya. Segeralah kembali sebelum ajal menjemput. Sebelum kalian menjadi korban berikutnya. Teman-teman seperjuangan dan juga ustadz kalian tidak akan dapat menolong kalian dari hukum Allah. Masing-masing akan mempertanggung jawabkan amalnya sendiri:
“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (Maryam: 95)
Sekadar itikad baik tidaklah cukup. Itikad baik haruslah berjalan seiring dengan cara yang baik.
Kami goreskan tinta dalam lembar-lembar yang singkat ini, dengan tujuan agar semua pihak mendapatkan hidayah. Barangkali masih ada orang yang sudi membaca dan merenungkannya dengan penuh kesadaran. Juga agar semua pihak dapat bersikap dengan benar dan baik. Sekaligus ini sebagai pernyataan sikap kami, karena kami pun menuai getah dari aksi teror tersebut.

Taat kepada pemerintah dalam hal yang baik
Kaum muslimin harus meyakini tentang wajibnya taat kepada pemerintah dalam perkara yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu berdasarkan firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa: 59)
Ulil Amri adalah para ulama dan para umara’ (para penguasa), sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya. (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 1/530)
Seorang sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, Irbadh mengatakan:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat mengimami kami, lalu beliau menghadapkan wajahnya kepada kami seraya memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang sangat mengena. Air mata berderai dan qalbu pun bergoncang karenanya. Maka seseorang mengatakan: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa wasiat anda kepada kami?” Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada penguasa) sekalipun dia seorang budak sahaya dari Habasyah (sekarang Ethiopia). Karena siapa saja yang hidup sepeninggalku, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka tetaplah kalian pada sunnahku dan sunnah (tuntunan) para khulafa’ur-rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian, serta jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam Islam), karena segala yang baru tersebut adalah bid’ah dan segala yang bid’ah adalah kesesatan.” (Shahih, HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lain)

Berlepas diri dari aksi teror
Kaum muslimin harus berlepas diri dari aksi-aksi teroris, karena aksi-aksi tersebut bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Allah mengutus Nabi-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya: 107)
Beliau adalah seorang nabi yang sangat memiliki kasih sayang dan kelembutan sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah: 128)
Dalam sebuah riwayat dari Atha’ bin Yasar, ia berkata: Aku berjumpa dengan Abdullah bin Amr bin Al-Ash maka aku pun mengatakan:
أَخْبِرْنِي عَنْ صِفَةِ رَسُولِ اللهِ فِي التَّوْرَاةِ. فَقَالَ: أَجَلْ، وَاللهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ بِصِفَتِهِ فِي الْقُرْآنِ: يا أَيُّهَا النبي إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً وَحِرْزاً لِلْأُمِّيِّينَ وَأَنْتَ عَبْدِي وَرَسُوْلِي سَمَّيْتُكَ الْمُتَوَكِّلَ لَسْتَ بِفَظٍّ وَلاَ غَلِيظٍ وَلاَ سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ. قَالَ يُونُسُ: وَلاَ صَخَّابٍ فِي الْأَسْوَاقِ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَةَ بِالسَّيِّئَةِ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ فَيَفْتَحُ بِهَا أَعْيُناً عُمْياً وَآذَاناً صُمًّا وَقُلُوباً غُلْفاً
“Kabarkan kepadaku tentang sifat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam kitab Taurat.” Beliau menjawab: “Ya, demi Allah, beliau disifati dalam kitab Taurat seperti beliau disifati dalam Al-Qur’an: “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, sebagai pembawa berita gembira, sebagai pemberi peringatan, sebagai pelindung bagi kaum yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku. Aku menamaimu Al-Mutawakkil (orang yang bertawakkal). Engkau bukanlah orang yang kasar tutur katamu, bukan pula kaku tingkah lakumu, bukan orang yang suka berteriak-teriak di pasar, bukan pula orang yang membalas kejelekan dengan kejelekan, akan tetapi justru memaafkan dan mengampuni kesalahan. Allah tidak akan mewafatkannya hingga Allah meluruskan dengannya agama yang bengkok, dengan orang-orang mengucapkan La Ilaha illallah. Dengan kalimat itu ia membuka mata yang buta, telinga yang tuli, dan qalbu yang tertutup.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 2018, Ahmad dalam kitab Musnad, dan yang lain)
Bahkan dalam kondisi perang melawan orang kafir sekalipun, masih nampak sifat kasih sayang beliau. Sebagaimana pesan beliau kepada para komandan pasukan perang yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللهِ وَمَنْ مَعْهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا، ثُمَّ قَالَ: اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ، في سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ -أَوْ خِلَالٍ- فَأَيَّتُهُنَّ مَا أََجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ
Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bila menetapkan seorang komandan sebuah pasukan perang yang besar atau kecil, beliau berpesan kepadanya secara khusus untuk bertakwa kepada Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang bersamanya, lalu beliau mengatakan: “Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah. Perangilah orang yang kafir terhadap Allah. Berperanglah, jangan kalian melakukan ghulul (mencuri rampasan perang), jangan berkhianat, jangan mencincang mayat, dan jangan pula membunuh anak-anak. Bila kamu berjumpa dengan musuhmu dari kalangan musyrikin, maka ajaklah kepada tiga perkara. Mana yang mereka terima, maka terimalah dari mereka dan jangan perangi mereka. Ajaklah mereka kepada Islam, kalau mereka terima maka terimalah dan jangan perangi mereka…” (Shahih, HR. Muslim)
Dalam riwayat Ath-Thabarani (Al-Mu’jam Ash-Shaghir no. hadits 340):
وَلاَ تَجْبُنُوْا، وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيْدًا، وَلاَ امْرَأةً، وَلاَ شَيْخًا كَبِيْرًا
”Jangan kalian takut, jangan kalian membunuh anak-anak, jangan pula wanita, dan jangan pula orang tua.”
Islam bahkan tidak membolehkan membunuh orang kafir kecuali dalam satu keadaan, yaitu manakala dia sebagai seorang kafir harbi (yang memerangi muslimin). Allah berfirman:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Mumtahanah: 8-9)
Adapun jenis kafir yang lain, semacam kafir dzimmi yaitu orang kafir yang hidup di bawah kekuasaan dan jaminan penguasa muslim, atau kafir mu’ahad yaitu seorang kafir yang memiliki perjanjian keamanan dengan pihak muslim, atau kafir musta’min yaitu yang meminta perlindungan keamanan kepada seorang muslim, atau sebagai duta pihak kafir kepada pihak muslim, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang membunuh mereka. Bahkan mereka dalam jaminan keamanan dari pihak pemerintah muslimin.
Kaum muslimin berlepas diri dari aksi-aksi teror tersebut, karena aksi-aksi tersebut mengandung pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran agama Islam yang mulia. Di antaranya:
1.  Membunuh manusia tanpa alasan dan cara yang benar,
2.  Menumbuhkan rasa ketakutan di tengah masyarakat,
3.  Merupakan sikap memberontak kepada penguasa muslim yang sah,
4.  Menyelewengkan makna jihad fi sabilillah yang sebenarnya,
5.  Membuat kerusakan di muka bumi,
6.  Merusak harta benda,
7.  Terorisme Khawarij adalah bid’ah, alias perkara baru yang diada-adakan dalam agama, sehingga merupakan kesesatan.
Dan berbagai pelanggaran agama yang lainnya.
Allah berfirman:
“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (An-Nisa: 29-30)
Janganlah membunuh diri kalian, yakni janganlah sebagian kalian membunuh yang lain. Karena sesama kaum muslimin itu bagaikan satu jiwa. (Lihat Tafsir As-Sa’di)
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat tinggalnya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (Al-Maidah: 33)
Makna memerangi Allah dan Rasul-Nya adalah menentang dan menyelisihi. Kata ini tepat diberikan pada perkara kekafiran, merampok di jalan, dan membuat ketakutan pada perjalanan manusia. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/50)
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْنَهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لاَ، مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُوْنَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
“Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan mereka membenci kalian, yang kalian melaknatinya dan mereka melaknati kalian.” Dikatakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tidakkah kita melawannya dengan pedang (senjata)?” Beliau mengatakan: “Jangan, selama mereka mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat pada pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah perbuatannya dan jangan kalian cabut tangan kalian dari ketaatan.” (Shahih, HR. Muslim)
Dari Abdurrahman bin Abi Laila, ia berkata:
حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memberitahukan kepada kami bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (Shahih, HR. Abu Dawud)
Dalam sebuah hadits disebutkan:
كَانَ يَنْهَى عَنْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ
“Adalah Rasulullah melarang dari ‘katanya dan katanya’, banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan menyia-nyiakan harta.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah)

Ideologi Teroris Khawarij
Mengapa kami memberi embel-embel kata teroris dengan kata Khawarij? Karena, kata teroris secara mutlak memiliki makna yang luas. Aksi teror telah dilakukan oleh banyak kalangan, baik yang mengatasnamakan Islam ataupun non-Islam, semacam yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap bangsa Palestina pada masa kini, dan semacam yang dilakukan oleh Sekutu terhadap bangsa Jepang dalam peristiwa pengeboman Nagasaki dan Hiroshima di masa lalu. Sehingga dengan penambahan kata “Khawarij” di belakang kata teroris, akan mempersempit pembahasan kita. Pembahasan kita hanya tentang orang-orang yang melakukan aksi-aksi teror di negeri kita akhir-akhir ini yang mengatasnamakan Islam atau mengatasnamakan jihad. Adapun Khawarij, merupakan sebuah kelompok sempalan yang menyempal dari Ash-Shirathul Mustaqim (jalan yang lurus) dengan beberapa ciri khas ideologi mereka.
Mengapa kami menyebutnya ideologi? Karena mereka memiliki sebuah keyakinan yang hakikatnya bersumber dari sebuah ide. Maksud kami, sebuah penafsiran akal pikiran yang keliru terhadap nash (teks) Al-Qur’an atau Al-Hadits. Dari sinilah kemudian mereka menyempal. Sekali lagi, hal ini terjadi akibat penafsiran yang salah terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits, bukan akibat penafsiran yang apa adanya, yang menurut sebagian orang kaku atau “saklek”, dan tidak pantas dikatakan sebagai salah satu bentuk ijtihad dalam penafsiran Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Sehingga, ideologi mereka sama sekali tidak bisa disandarkan kepada Islam yang benar. Demikian pula aksi-aksi teror mereka sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan ajaran Islam yang mulia nan indah ini. Bahkan Islam berlepas diri dari mereka. Lebih dari itu, Islam justru sangat mengecam mereka, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebut mereka sebagai anjing-anjing penghuni neraka seperti dalam hadits berikut ini:
كِلاَبُ أَهْلِ النَّارِ، خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوْهُ
“(Mereka) adalah anjing-anjing penghuni neraka. Sebaik-baik korban adalah orang yang mereka bunuh.” (Shahih, HR. Ahmad dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Lihat Shahih Al-Jami’ no. 3347)
Para teroris Khawarij yang ada sekarang ini adalah salah satu mata rantai dari kaum Khawarij yang muncul sepeninggal Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ketika itu, para sahabat masih hidup. Merekalah orang-orang yang memberontak kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan dan membunuhnya. Mereka jugalah yang membunuh Khalifah Ali bin Abu Thalib. Sekte ini terus berlanjut, turun-temurun diwarisi oleh anak cucu penyandang ideologi Khawarij sampai pada masa ini, yang ditokohi oleh Usamah bin Laden (yang telah diusir dari Kerajaan Saudi Arabia karena pemikirannya yang berbahaya), Al-Mis’ari, Sa’ad Al-Faqih, dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka bersama Al-Qaedahnya telah melakukan aksi-aksi teror di Saudi Arabia, bahkan di wilayah Makkah dan Madinah, sehingga menyebabkan kematian banyak orang, baik dari kalangan sipil maupun militer. Karenanya, pemerintah Saudi Arabia beserta para ulamanya (yaitu) anak cucu murid-murid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memberantas mereka. Sehingga para teroris Khawarij tersebut –termasuk yang ada di negeri ini– sangat benci kepada pemerintah kerajaan Saudi Arabia, dan ini menjadi salah satu ciri mereka.
Coba perhatikan, siapakah korban aksi teror mereka? Bukankah kaum muslimin? Perhatikanlah bahwa kaum muslimin juga menjadi target operasi mereka. Ya, walau awalnya mereka berdalih memerangi orang kafir, tapi pada akhirnya musliminlah yang menjadi sasaran mereka dan justru mereka akan lebih sibuk memerangi kaum muslimin. Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ
“Mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan penyembah berhala.”  (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga kami memohon kepada segenap kaum muslimin agar tidak mengaitkan aksi teror mereka dengan ajaran Islam yang mulia, yang dibawa Nabi shallallahu alaihi wasallam pembawa rahmat. Mereka sangat jauh dari Islam, Islam pun berlepas diri dari mereka. Jangan termakan oleh opini yang sangat dipaksakan untuk mengaitkan aksi-aksi itu dengan Islam. Opini semacam ini hanyalah muncul dari seseorang yang tidak paham terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya dan tidak paham jati diri para teroris Khawarij tersebut, atau muncul dari orang-orang kafir ataupun muslim yang “mengail di air keruh”, yang sengaja menggunakan momentum ini untuk menyudutkan Islam dan muslimin, semacam yang dilakukan pelukis karikatur terlaknat dari Denmark beberapa tahun silam.
Mungkin muncul pertanyaan, “Mengapa teroris Khawarij memerangi muslimin?” Jawabannya, bermula dari penyelewengan makna terhadap ayat:
“Barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 44)
Kemudian, vonis brutal kepada banyak pihak sebagai kafir. Berikutnya, serampangan dalam memahami dan menerapkan dalil-dalil tentang larangan terhadap seorang muslim berloyal kepada orang kafir, sehingga beranggapan bahwa banyak muslimin sekarang, baik pemerintah secara khusus maupun rakyat sipil secara umum, telah berloyal kepada orang-orang kafir. Konsekuensinya, mereka tidak segan-segan menganggap banyak muslimin sebagai orang kafir. Semua itu berujung kepada tindakan teror yang mereka anggap sebagai jihad fi sabilillah.
Sebuah pemahaman yang sangat dangkal. Tidak sesederhana itu menghukumi seorang muslim sebagai kafir, disebabkan si muslim tersebut tidak berhukum dengan hukum Allah. Tidak sesederhana itu menghukumi seorang muslim sebagai kafir, disebabkan si muslim tersebut loyal kepada orang kafir. Karena loyal itu bertingkat-tingkat, dan sebabnya pun bermacam-macam. Loyal yang jelas membuat seseorang menjadi kafir adalah bila loyalnya karena cinta atau ridha kepada agama si kafir tersebut.

Mengidentifikasi teroris Khawarij
Kami merasa perlu untuk membahas secara singkat tentang ciri-ciri teroris Khawarij, karena kami melihat telah terjadi salah kaprah dalam hal ini. Kami memandang bahwa tidak tepat bila seseorang menilai orang lain sebagai teroris atau sebagai orang yang terkait dengan jaringan teroris, ataupun mencurigainya hanya berdasarkan dengan penampilan lahiriah (luar) semata.
Pada kenyataannya, para pelaku teror tersebut selalu berganti-ganti penampilan. Bahkan terkadang mereka cenderung memiliki penampilan yang akrab dengan masyarakat pada umumnya untuk menghilangkan jejak mereka. Lihatlah gambar-gambar Imam Samudra cs sebelum ditangkap. Sehingga, penampilan lahiriah –baik penampilan ala masyarakat pada umumnya atau penampilan agamis– akan selalu ada yang menyerupai mereka. Berdasarkan hal ini, penampilan lahiriah semata tidak bisa menjadi tolok ukur. Tatkala para teroris tersebut memakai topi pet, celana panjang, kaos serta mencukur jenggot, kita tidak bisa menjadikan hal-hal ini sebagai ciri teroris. Tidak boleh bagi kita untuk menilai orang yang serupa dengan mereka dalam cara berpakaian ini sebagai anggota mereka.
Demikian pula sebaliknya. Ketika para teroris itu berpenampilan Islami dengan memelihara jenggot, memakai celana di atas mata kaki, memakai gamis, dan istrinya bercadar, kita juga tidak bisa menjadikan penampilan ini sebagai ciri teroris.*) Tidak boleh pula bagi kita untuk menilai orang yang berpakaian seperti mereka ini sebagai anggota jaringan mereka. Faktor pendorong orang-orang untuk berpenampilan agamis adalah karena hal itu merupakan ajaran Nabi shallallahu alaihi wasallam –terlepas dari perbedaan pendapat para ulama dalam hal cadar, apakah itu wajib atau sunnah–. Semua itu tak ubahnya ajaran agama Islam yang lain semacam shalat, puasa, dan lain sebagainya. Mereka para teroris Khawarij juga shalat dan berpuasa bahkan mungkin melakukannya dengan rajin dan penuh semangat. Lalu apakah kita akan menilai shalat dan puasa sebagai ciri teroris? Sehingga kita akan menuduh orang yang shalat dan puasa sebagai anggota jaringan teroris? Tentu tidak. Begitu pula jenggot dan cadar. Hal yang seperti ini hendaknya direnungkan.
Maka kami mengingatkan diri kami dan semua pihak dengan firman Allah:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)
Akan tetapi, di antara cara mengidentifikasi teroris Khawarij bisa dilakukan dengan hal-hal berikut ini:
1.  Mereka memiliki pertemuan-pertemuan rahasia, yang tidak dihadiri kecuali oleh orang-orang khusus.
2.  Mereka akan menampakkan kebencian terhadap penguasa muslim. Dalam pertemuan-pertemuan khusus, mereka tak segan-segan menganggap para penguasa muslim tersebut sebagai orang kafir.
3.  Mereka akan menampakkan pujian-pujian terhadap para tokoh-tokoh Khawarij masa kini, semacam Usamah bin Laden  dan yang sejalan dengannya.
4.  Mereka gandrung terhadap buku-buku hasil karya tokoh-tokoh tersebut, juga buku-buku tokoh pergerakan semacam Sayyid Quthub, Salman Al-‘Audah, Fathi Yakan, Hasan Al-Banna, Said Hawwa, dan yang sejalan dengan mereka.
Ini semua sebatas indikasi yang mengarah kepada terorisme. Untuk memastikannya, tentu perlu kajian lebih lanjut terhadap yang bersangkutan.

Tidak boleh melindungi teroris Khawarij
Kami meyakini bahwa melindungi teroris Khawarij atau para pelaku kejahatan yang lain merupakan salah satu dosa besar yang bisa menyebabkan seseorang menuai laknat. Sebagaimana diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, beliau berkata:
مَا عِنْدَنَا شَيْءٌ إِلَّا كِتَابُ اللهِ وَهَذِهِ الصَّحِيفَةُ عَنِ النَّبِيِّ n: الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا، مَنْ أَحْدَثَ فِيْهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلَا عَدْلٌ
Kami tidak memiliki sesuatu kecuali kitab Allah dan lembaran ini yang berasal dari Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Madinah adalah tanah suci antara gunung ‘A-ir sampai tempat ini; Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam agama) atau melindungi orang yang jahat, maka laknat Allah atasnya, laknat para malaikat dan manusia seluruhnya, tidak diterima darinya tebusan maupun taubat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)
Nabi shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ الله مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ الله مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ
“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang melindungi penjahat, Allah melaknat orang yang mencaci kedua orangtuanya, dan Allah melaknat orang yang mengubah batas tanah.” (Shahih, HR. Muslim)

Membenarkan upaya pemberantasan terorisme
Kaum muslimin juga membenarkan secara global upaya pemberantasan terorisme, karena aksi teror adalah perbuatan yang mungkar. Sementara, di antara prinsip agama Islam yang mulia ini adalah amar ma’ruf dan nahi munkar, yaitu memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar. Sehingga, masyarakat secara umum terbebani kewajiban ini sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Untuk itu, sudah semestinya seluruh elemen masyarakat bahu-membahu memberantas terorisme ini dengan cara yang benar, sesuai dengan bimbingan Islam.
Di antara salah satu upayanya adalah memberikan penjelasan yang benar tentang ajaran agama Islam, jauh dari pemahaman yang melampaui batas dan juga tidak menggampang-gampangkan sehingga lebih dekat kepada pemahaman liberalisme dalam agama. Akan tetapi tepat dan benar, sesuai yang dipahami para sahabat di antaranya adalah sahabat Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib (yang menjadi korban paham Khawarij yang menyimpang dari pemahaman para sahabat). Karena para sahabat adalah orang yang paling memahami ajaran agama ini setelah Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Lebih khusus pemahaman tentang jihad, dengan pemahaman yang tidak ekstrem sebagaimana kelompok Khawarij dan tidak pula menyepelekan sebagaimana kelompok Liberal. Namun dengan pemahaman yang mengacu kepada jihad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya serta bimbingan para ulama yang mengikuti jejak mereka.
Demikian pula tentang kewajiban rakyat terhadap pemerintah, baik ketika pemerintah itu adil atau ketika tidak adil. Tetap taat kepadanya dalam perkara yang baik dan bersabar atas kekejamannya.
Juga bagaimana tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam menasihati penguasa ketika penguasa itu salah, zalim, dan tidak adil, yaitu menyampaikan nasihat dengan cara yang tepat tanpa mengandung unsur provokasi yang membuat rakyat semakin benci terhadap pemerintahnya.
Kemudian memahami klasifikasi orang kafir, serta hukum terhadap masing-masing jenis. Karena, tidak bisa pukul rata bahwa semua jenis orang kafir boleh atau harus dibunuh.
Juga memahami betapa besarnya nilai jiwa seorang muslim di sisi Allah. Sehingga tidak bermudah-mudah dalam melakukan perbuatan yang menjadi sebab melayangnya nyawa seorang muslim.
Memahami pula kapan seseorang dihukumi tetap sebagai muslim dan kapan dihukumi sebagai orang kafir; dengan pemahaman yang benar, tanpa berlebihan atau menyepelekan, serta memahami betapa bahayanya memvonis seorang muslim sebagai orang kafir.
Selanjutnya memahami betapa jeleknya seorang Khawarij sebagaimana tertera dalam hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Kemudian, memahami dengan benar kaidah-kaidah amar ma’rf nahi munkar, yaitu jangan sampai mengingkari kemungkaran namun menimbulkan kemungkaran yang lebih parah.
Terakhir, memahami pula bahwa bom bunuh diri hukumnya haram dan merupakan dosa besar, walaupun sebagian orang berusaha menamainya dengan bom syahid untuk melegitimasi operasi tak berperikemanusiaan tersebut.
Tentunya, rincian masalah ini menuntut pembahasan yang cukup panjang. Bukan pada lembaran-lembaran yang ringkas ini. Namun apa yang disebutkan cukup menjadi isyarat kepada yang lebih rinci.

Penutup
Kami ingatkan semua pihak, bahwa munculnya aksi teroris Khawarij ini merupakan ujian bagi banyak pihak. Di antaranya:
Pihak pertama, orang-orang yang berkeinginan untuk menjadi baik dan mulai menapaki jejak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka menyadari pentingnya berpegang teguh dengan ajaran-ajaran beliau shallallahu alaihi wasallam yang mulia nan indah. Mereka menyadari betapa bahayanya arus globalisasi yang tak terkendali terhadap ajaran Islam yang benar. Mereka berusaha mengamalkan ajaran Islam pada diri dan keluarga mereka untuk melindungi diri mereka sehingga tidak terkontaminasi oleh berbagai kerusakan moral bahkan aqidah, sekaligus melindungi diri dan keluarga mereka dari api neraka di hari akhirat, dalam rangka mengamalkan firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Pihak ini menjadi korban aksi teroris. Karena para teroris dengan aksi mereka, telah mencoreng Islam di mata masyarakat yang luas, sehingga pihak ini menuai getah dari aksi para teroris tersebut. Pihak ini akhirnya dicurigai oleh masyarakat sebagai bagian dari jaringan teroris hanya karena sebagian kemiripan pada penampilan luar, padahal aqidah dan keyakinan mereka sangat jauh dan bertentangan. Sehingga celaan, cercaan, sikap dingin, diskriminasi bahkan terkadang intimidasi (ancaman) dari masyarakat kepada mereka pun tak terelakkan. Maka kami nasihatkan kepada pihak ini untuk bersabar dan mengharap pahala dari Allah atas segala kesulitan yang mereka dapatkan. Janganlah melemah, tetaplah istiqamah. Jadikan ridha Allah sebagai tujuan. Ingatlah pesan Nabi shallallahu alaihi wasallam:
قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ فَاسْتَقِمْ
“Katakan: ‘Aku beriman kepada Allah’ lalu istiqamahlah.” (Shahih, HR. Muslim dari sahabat Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi)
Pihak kedua, adalah orang awam pada umumnya. Tak sedikit dari mereka ber-su’uzhan (buruk sangka) kepada pihak pertama karena adanya aksi-aksi teror tersebut. Mereka memukul rata tanpa membedakan. Bahkan lebih parah dari itu, aksi teror tersebut memunculkan fobi terhadap Islam pada sebagian mereka, kecurigaan kepada setiap orang yang mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan keislaman. Bahkan mungkin sebagian orang curiga terhadap Islam itu sendiri. Ya Allah, hanya kepada Engkaulah kami mengadu. Betapa bahayanya kalau kecurigaan itu sudah sampai pada agama Islam itu sendiri, sementara Islam berlepas diri dari kejahatan ini. Tak pelak, tentu hal ini akan menumbuhkan rasa takut dan khawatir untuk mendalami ajaran Islam dan untuk lebih mendekat kepada Allah dengan berbagai amalan ibadah.
Nasihat kami kepada pihak ini, janganlah salah dalam menyikapi masalah ini, sehingga menghalanginya untuk lebih mendalami Islam dan lebih mendekat kepada Allah. Pelajarilah Islam dengan benar, ikuti jejak para As-Salafush Shalih, para sahabat, serta menjauhi pemahaman ekstrem Khawarij dan menjauhi paham liberalisme serta inklusivisme yang bermuara pada kebebasan yang luas dalam memahami ajaran agama. Dengan cara ini, insya Allah mereka akan dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah. Jalan pun menjadi terang baginya sehingga dia tidak akan salah dalam menentukan sikap dan tidak terbawa oleh arus.
Pihak ketiga, anak-anak muda yang punya antusias terhadap agama. Aksi teroris, penangkapan para teroris, dan berbagai berita yang bergulir dan tak terkendali, juga merupakan ujian buat mereka. Berbagai macam sikap tentu muncul darinya, antara pro dan kontra. Kami nasihatkan kepada mereka agar bisa bersikap adil dalam menilai. Jangan berlebihan dalam bersikap. Jangan menilai sesuatu kecuali berdasarkan ilmu, baik ilmu agama yang benar yang menjadi barometer dalam menilai segala sesuatu, maupun ilmu (baca: pengetahuan) terhadap hakikat segala yang terjadi. Lalu terapkanlah barometer tersebut pada hakikat realita yang terjadi. Jangan terbawa emosi karena larut dalam perasaan yang dalam.
Sebagaimana kami nasihatkan kepada anak-anak muda yang bersemangat dalam menjunjung nilai-nilai Islam, agar mereka tidak salah memilih jalan mereka. Ada 73 jalan yang berlabel Islam di hadapan anda. Masing-masing jalan akan mempersunting anda untuk menjadi anggota keluarganya. Bila tidak berhati-hati, anda akan menjadi anggota keluarga penghuni neraka. Karenanya, ikutilah petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam menentukan jalan di tengah-tengah perselisihan yang banyak. Ikuti Sunnah Nabi dan para Khulafa’ur-rasyidin. Jauhilah bid’ah. Ingatlah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang lalu di awal pembahasan ini.
Demikian apa yang bisa kami sumbangkan kepada Islam dan muslimin serta umat secara umum terkait masalah ini. Kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Semoga Allah menerima amal kami. Ampunan-Nya senantiasa kami mohon, sampai kami berjumpa dengan-Nya pada hari yang harta dan anak sudah tidak lagi bermanfaat padanya, kecuali mereka yang datang kepada-Nya dengan qalbu yang bersih. Amin.

*) Perlu diketahui bahwa penampilan seperti itu sebenarnya merupakan cara penampilan yang dituntunkan dalam syariat dan dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam, serta diamalkan oleh para sahabat dan para salafush shalih, serta para ulama Ahlus Sunnah yang mulia. Jadi, sebenarnya itu merupakan ciri-ciri seorang muslim yang berpegang teguh dengan agamanya. Sepantasnya seorang muslim berpenampilan dengan penampilan seperti itu. Namun para teroris Khawarij tersebut telah menodai ciri-ciri yang mulia ini, dengan mereka terkadang berpenampilan dengan penampilan tersebut. Sehingga sampai-sampai kaum muslimin sendiri tidak mau berpenampilan dengan penampilan Islami seperti di atas, karena beranggapan bahwa penampilan tersebut adalah penampilan teroris. Nyata-nyata para teroris Khawarij tersebut telah membuat jelek Islam dari segala sisi!

Sumber: Asy Syariah Edisi 054

###

Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi, Lc.

Laa hukma illa lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah). Kata-kata ini haq adanya, karena merupakan kandungan ayat yang mulia. Namun jika kemudian ditafsirkan menyimpang dari pemahaman as-salafush shalih, kebatilanlah yang kemudian muncul. Bertamengkan kata-kata inilah, Khawarij, kelompok sempalan pertama dalam Islam, dengan mudahnya mengafirkan bahkan menumpahkan darah kaum muslimin.

Siapakah Khawarij?
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah di akhir masa kepemimpinan Utsman bin ‘Affan yang mengakibatkan terbunuhnya beliau. Kemudian di masa kepemimpinan ‘Ali bin Abu Thalib, keadaan mereka semakin buruk. Mereka keluar dari ketaatan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib, mengafirkannya, dan mengafirkan para sahabat. Ini disebabkan para sahabat tidak menyetujui mazhab mereka. Dan mereka menghukumi siapa saja yang menyelisihi mazhab mereka dengan hukuman kafir. Akhirnya mereka pun mengafirkan makhluk-makhluk pilihan yaitu para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (Lamhatun ‘anil Firaqidh Dhallah, hlm. 31)

Cikal-bakal mereka telah ada sejak zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan beliau sedang membagi-bagi (rampasan perang), datanglah Dzul Khuwaisirah dari Bani Tamim, kepada beliau. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, berbuat adillah!’ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun bersabda, ‘Celaka engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.’ Maka Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk memenggal lehernya!’ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka. Mereka selalu membaca Al-Qur’an namun tidaklah melewati tenggorokan mereka [1]. Mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-ramiyyah [2]. Dilihat nashl-nya (besi pada ujung anak panah) maka tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat rishaf-nya (tempat masuknya nashl pada anak panah) maka tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat nadhiy-nya (batang anak panah) juga tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat qudzadz-nya (bulu-bulu yang ada pada anak panah) juga tidak didapati pula bekasnya. Anak panah itu benar-benar dengan cepat melewati lambung dan darah (hewan buruan itu). Ciri-cirinya, (di tengah-tengah mereka) ada seorang laki-laki hitam, salah satu lengannya seperti payudara wanita atau seperti potongan daging yang bergoyang-goyang. Mereka akan muncul di saat terjadi perpecahan di antara kaum muslimin.”
Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Aku bersaksi bahwa aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Aku bersaksi pula bahwa ‘Ali bin Abu Thalib yang memerangi mereka dan aku bersamanya. Maka ‘Ali memerintahkan untuk mencari seorang laki-laki (yang disifati oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, di antara mayat-mayat mereka) dan ditemukanlah ia lalu dibawa (ke hadapan ‘Ali). Aku benar-benar melihatnya sesuai dengan ciri-ciri yang disifati oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (Sahih, HR. al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, “Kitabuz Zakat, bab Dzikrul Khawarij wa Shifaatihim”, 2/744)

Asy-Syihristani berkata, “Siapa saja yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpin yang sah, yang telah disepakati, maka ia dinamakan Khariji (seorang Khawarij), baik keluarnya di masa sahabat terhadap al-Khulafa ar-Rasyidin maupun terhadap pemimpin setelah mereka di masa tabi’in, dan juga terhadap pemimpin kaum muslimin di setiap masa.” (al-Milal wan Nihal, hlm. 114)

Mengapa Disebut Khawarij? [3]
Al-Imam an-Nawawi berkata, “Dinamakan Khawarij dikarenakan keluarnya mereka dari jamaah kaum muslimin. Dikatakan pula karena keluarnya mereka dari jalan (manhaj) jamaah kaum muslimin, dan dikatakan pula karena sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا
“Akan keluar dari diri orang ini…” (al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, 7/145)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, “Dinamakan dengan itu (Khawarij) dikarenakan keluarnya mereka dari din (agama) dan keluarnya mereka dari ketaatan terhadap orang-orang terbaik dari kaum muslimin.” (Fathul Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari, 12/296)
Mereka juga biasa disebut dengan al-Haruriyyah karena mereka (dahulu) tinggal di Harura yaitu sebuah daerah di Irak dekat Kota Kufah, dan menjadikannya sebagai markas dalam memerangi Ahlul ‘Adl (para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam). (al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, 7/145)
Disebut pula dengan al-Maariqah (yang keluar), karena banyaknya hadits-hadits yang menjelaskan tentang muruq (keluar)nya mereka dari din (agama). Disebut pula dengan al-Muhakkimah, karena mereka selalu mengulang kata-kata Laa Hukma Illa Lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah), suatu kalimat yang haq namun dimaukan dengannya kebatilan. Disebut pula dengan an-Nawashib, dikarenakan berlebihannya mereka dalam menyatakan permusuhan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib. (Firaq Mu’ashirah, 1/68—69, Dr. Ghalib bin ‘Ali al-Awaji, secara ringkas)

Bagaimanakah Mazhab Mereka?
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata bahwa mazhab mereka adalah tidak berpegang dengan As-Sunnah wal Jamaah, tidak menaati pemimpin (pemerintah kaum muslimin), berkeyakinan bahwa memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin merupakan bagian dari agama. Hal ini menyelisihi apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam agar senantiasa menaati pemerintah (dalam hal yang ma’ruf/yang tidak bertentangan dengan syariat) dan menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, serta Ulil Amri (pemimpin) di antara kalian.” (an-Nisa’: 59)
Allah dan Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam menjadikan ketaatan kepada pemimpin sebagai bagian dari agama.
Mereka (Khawarij) menyatakan bahwa pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) telah kafir, tidak diampuni dosa-dosanya, kekal di neraka, dan ini bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam Kitabullah (Al-Qur’an). (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hlm. 31—33)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Mereka berkeyakinan atas kafirnya ‘Utsman bin ‘Affan dan orang-orang yang bersamanya. Mereka juga berkeyakinan sahnya kepemimpinan ‘Ali (sebelum kemudian dikafirkan oleh mereka) dan kafirnya orang-orang yang memerangi ‘Ali dari Ahlul Jamal [4].” (Fathul Bari, 12/296)
Al-Hafizh juga berkata, “Kemudian mereka berpendapat bahwa siapa saja yang tidak berkeyakinan dengan akidah mereka, maka ia kafir, halal darah, harta, dan keluarganya.” (Fathul Bari, 12/297)
Beliau juga berkata, “Mereka terpecah dalam banyak kelompok. Namun di antara prinsip yang disepakati oleh mereka semuanya adalah berpegang dengan Al-Qur’an dan menolak segala tambahan yang terdapat di dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara mutlak.” (Fathul Bari, 1/502)

Setelah Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan terbunuh, maka orang-orang Khawarij ini bergabung dengan pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib. Dalam setiap pertempuran pun mereka selalu bersamanya. Ketika terjadi pertempuran Shiffin (tahun 38 H) antara pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib dengan pasukan sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan dari penduduk Syam yang terjadi selama berbulan-bulan —dikarenakan ijtihad mereka masing-masing—, ditempuhlah proses tahkim (pengiriman seorang utusan dari kedua belah pihak guna membicarakan solusi terbaik bagi masalah yang sedang mereka alami). Orang-orang Khawarij tidak menyetujuinya, dengan alasan bahwa hukum itu hanya milik Allah dan tidak boleh berhukum kepada manusia. Demikian pula tatkala dalam naskah ajakan tahkim dari ‘Ali bin Abu Thalib termaktub: “Inilah yang diputuskan oleh Amirul Mukminin ‘Ali atas Mu’awiyah…” lalu penduduk Syam tidak setuju dengan mengatakan, “Tulislah namanya dan nama ayahnya,” (tanpa ada penyebutan Amirul Mukminin). ‘Ali pun menyetujuinya, namun orang-orang Khawarij tetap mengingkari persetujuan itu. Setelah disepakati utusan masing-masing pihak yaitu Abu Musa al-Asy’ari dari pihak ‘Ali dan ‘Amr bin al-‘Ash dari pihak Mu’awiyah, serta disepakati pula waktu dan tempatnya (Dumatul Jandal), maka berpisahlah dua pasukan tersebut. Mu’awiyah kembali ke Syam dan ‘Ali kembali ke Kufah, sedangkan kelompok Khawarij dengan jumlah 8.000 orang (ada yang menyebutkan lebih dari 10.000 orang dan riwayat lain 6.000 orang), memisahkan diri dari ‘Ali dan bermarkas di daerah Harura yang tidak jauh dari Kufah. Pemimpin mereka saat itu adalah Abdullah bin Kawwa’ al-Yasykuri dan Syabats at-Tamimi. Maka ‘Ali mengutus sahabat Abdullah bin ‘Abbas untuk berdialog dengan mereka yang lantas banyak dari mereka yang kemudian rujuk. Lalu ‘Ali keluar menemui mereka, maka mereka pun akhirnya menaati ‘Ali, dan ikut bersamanya ke Kufah, bersama dua orang pemimpin mereka. Kemudian mereka membuat isu bahwa ‘Ali telah bertaubat dari masalah tahkim. Hal itulah yang membuat mereka kembali bersama ‘Ali. Sampailah isu ini kepada ‘Ali, lalu ia berkhutbah dan mengingkarinya. Maka mereka pun saling berteriak dari bagian samping masjid (dengan mengatakan), “Tiada hukum kecuali untuk Allah.” ‘Ali pun menjawab, “Kalimat yang haq (benar) namun yang dimaukan dengannya adalah kebatilan!” Kemudian ‘Ali berkata kepada mereka, “Hak kalian yang harus kami penuhi ada tiga: Kami tidak akan melarang kalian masuk masjid, tidak akan melarang kalian dari rezeki fai’, dan tidak akan pula memulai penyerangan selama kalian tidak berbuat kerusakan.”
Secara berangsur-angsur pengikut Khawarij akhirnya keluar dari Kufah dan berkumpul di daerah al-Mada’in. ‘Ali senantiasa mengirim utusan agar mereka rujuk. Namun mereka tetap bersikeras menolaknya sampai ‘Ali mau bersaksi atas kekafiran dirinya dikarenakan masalah tahkim atau bertaubat. Lalu ‘Ali mengirim utusan lagi (untuk mengingatkan mereka), namun justru utusan tersebut hendak mereka bunuh. Mereka bahkan bersepakat bahwa yang tidak berkeyakinan dengan akidah mereka maka dia kafir, halal darah dan keluarganya. Aksi mereka kemudian berlanjut dalam bentuk fisik, yaitu menghadang dan membunuh siapa saja dari kaum muslimin yang melewati daerah mereka. Ketika Abdullah bin Khabbab bin al-Art —yang saat itu menjabat sebagai salah seorang gubernur ‘Ali bin Abu Thalib— berjalan melewati daerah kekuasaan Khawarij bersama budak wanitanya yang tengah hamil, mereka pun membunuhnya serta merobek perut budak wanitanya untuk mengeluarkan janin dari perutnya.
Sampailah berita ini kepada ‘Ali, maka ia pun keluar untuk memerangi mereka bersama pasukan yang sebelumnya dipersiapkan ke Syam. Akhirnya mereka berhasil ditumpas di daerah Nahrawan beserta para gembong mereka seperti Abdullah bin Wahb ar-Rasibi, Zaid bin Hishn ath-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair as-Sa’di. Tidak selamat dari mereka kecuali kurang dari 10 orang, dan tidaklah terbunuh dari pasukan ‘Ali kecuali sekitar 10 orang. Sisa-sisa Khawarij ini akhirnya bergabung dengan simpatisan mazhab mereka dan sembunyi-sembunyi semasa kepemimpinan ‘Ali, hingga salah seorang dari mereka yang bernama Abdurrahman bin Muljam berhasil membunuh ‘Ali yang saat itu hendak melakukan shalat subuh. (Diringkas dari Fathul Bari karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, 12/296—298, dengan beberapa tambahan dari al-Bidayah wan Nihayah, karya al-Hafizh Ibnu Katsir, 7/281)

Kafirkah Khawarij?
Kafirnya Khawarij masih diperselisihkan di kalangan ulama. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Sebagian besar ahli ushul dari Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya Khawarij adalah orang-orang fasiq dan hukum Islam berlaku atas mereka. Hal ini dikarenakan mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan selalu melaksanakan rukun-rukun Islam. Mereka dihukumi fasiq, karena pengafiran mereka terhadap kaum muslimin berdasarkan takwil (penafsiran) yang salah, yang akhirnya menjerumuskan mereka pada keyakinan akan halalnya darah dan harta orang-orang yang bertentangan dengan mereka, serta persaksian atas mereka dengan kekufuran dan kesyirikan.” (Fathul Bari, 12/314)
Al-Imam al-Khaththabi berkata, “Ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya Khawarij dengan segala kesesatannya tergolong firqah dari firqah-firqah muslimin, boleh menikahi mereka, memakan sembelihan mereka, dan mereka tidak dikafirkan selama masih berpegang dengan pokok keislaman.” (Fathul Bari, 12/314)
Al-Imam Ibnu Baththal berkata, “Jumhur ulama berpendapat bahwasanya Khawarij tidak keluar dari kumpulan kaum muslimin (masih muslim).” (Fathul Bari, 12/314)

Sebab-Sebab Kesesatan Khawarij
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Yang demikian itu disebabkan kebodohan mereka tentang agama Islam, bersamaan dengan wara’ (sikap kehati-hatian), ibadah, dan kesungguhan mereka. Namun tatkala semua itu (wara’, ibadah, dan kesungguhan) tidak berdasarkan ilmu yang benar, akhirnya menjadi bencana bagi mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hlm. 35)
Demikan pula, mereka enggan untuk mengambil pemahaman para sahabat (as-Salafush Shalih) dalam memahami masalah-masalah din ini, sehingga terjerumuslah mereka ke dalam kesesatan.

Anjuran Memerangi Mereka [5]
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
فَإِذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْراً لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Maka jika kalian mendapati mereka (Khawarij), perangilah mereka! Karena sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat.” (Sahih HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/747, dari sahabat ‘Ali bin Abu Thalib)
Beliau shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
“Jika aku mendapati mereka (Khawarij), benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum ‘Aad.” (Sahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri)
Dalam lafadz yang lain, beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُوْدَ
“Jika aku mendapati mereka, benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum Tsamud.” (Sahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri)
Al-Imam Ibnu Hubairah berkata, “Memerangi Khawarij lebih utama dari memerangi orang-orang musyrikin. Hikmahnya, memerangi mereka merupakan penjagaan terhadap ‘modal’ Islam (kemurnian Islam), sedangkan memerangi orang-orang musyrikin merupakan ‘pencarian laba’, dan penjagaan modal tentu lebih utama.” (Fathul Bari, 12/315)

Samakah Musuh-Musuh ‘Ali bin Abu Thalib dalam Perang Jamal dan Shiffin dengan Khawarij?
Pendapat yang menyatakan bahwa musuh-musuh ‘Ali bin Abu Thalib sama dengan Khawarij ini tentunya tidak benar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun jumhur ahli ilmu, mereka membedakan antara orang-orang Khawarij dengan Ahlul Jamal dan Shiffin, serta selain mereka yang terhitung sebagai penentang dengan berdasarkan ijtihad. Inilah yang ma’ruf dari para sahabat, keseluruhan ahlul hadits, fuqaha, dan mutakallimin. Di atas pemahaman inilah, nash-nash mayoritas para imam dan pengikut mereka dari murid-murid Malik, asy-Syafi’i, dan selain mereka.” (Majmu’ Fatawa, 35/54)

Nasihat dan Peringatan
Mazhab Khawarij ini sesungguhnya terus berkembang (di dalam merusak akidah umat) seiring dengan bergulirnya waktu. Oleh karena itu, asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menasihatkan, “Wajib bagi kaum muslimin di setiap masa, jika terbukti telah mendapati mazhab yang jahat ini untuk mengatasinya dengan dakwah dan penjelasan kepada umat tentangnya. Jika mereka (Khawarij) tidak mengindahkannya, hendaknya kaum muslimin memerangi mereka dalam rangka membentengi umat dari kesesatan mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hlm. 37)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Catatan kaki:

[1] Al-Qadhi Iyadh berkata: Padanya terdapat dua pengertian: Pertama, hati mereka tidak memahami Al-Quran tersebut dan tidak pula mengambil manfaat dari apa yang mereka baca. Mereka tidak melakukan kecuali hanya sebatas bacaan mulut dan tenggorokan yang dengannya keluar potongan-potongan huruf. Kedua, amalan dan bacaan mereka tidak diterima di sisi Allah. (Taliq Shahih Muslim, 2/740, Muhammad Fuad Abdul Baqi)

[2] Al-Imam al-Mubarakfuri berkata, Ar-Ramiyyah adalah hewan buruan yang dipanah. Keluarnya mereka (Khawarij) dari agama ini diumpamakan dengan anak panah yang mengenai buruan lalu masuk hingga tembus. Karena begitu cepatnya laju anak panah tersebut (dikarenakan kuatnya si pemanah) maka tidak ada sesuatu pun dari jasad (darah ataupun daging) hewan buruan itu yang berbekas pada anak panah. (Tuhfatul Ahwadzi, 6/426)

[3] Kata Khawarij merupakan bentuk jamak dari kharij yang artinya orang yang keluar.

[4] Ahlul Jamal adalah Ummul Mukminin Aisyah, az-Zubair bin al-Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan orang-orang yang bersama mereka yang menuntut dihukumnya para pembunuh Utsman bin Affan, setelah mereka membaiat Ali bin Abu Thalib.

[5] Adapun memerangi mereka bukanlah urusan perseorangan atau kelompok tertentu namun di bawah naungan pemerintah, sebagaimana dijelaskan para ulama tentang aturannya dalam kitab-kitab fiqih.

Sumber: Asy Syariah Edisi 004

###

Al Ustadz Syafii Alaidrus Ngawi hafizhahullah

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:
ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻀَّﺮْﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﺃﻏﺮﺏ ﺃﺷﻜﺎﻝ ﺑﻨﻲ ﺁﺩﻡ، ﻓﺴﺒﺤﺎﻥ ﻣﻦ ﻧﻮَّﻉ ﺧﻠﻘﻪ ﻛﻤﺎ ﺃﺭﺍﺩ، ﻭﺳﺒﻖ ﻓﻲ ﻗﺪﺭﻩ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ. ﻭﻣﺎ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﺇﻧﻬﻢ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﻭﻥ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًاً
Dan manusia macam ini (Khawarij) merupakan model yang paling nyeleneh dari Bani Adam. Maka Maha Suci (Allah) yang mencipta makhluq-Nya dengan berbagai model sesuai yang dikehendaki-Nya, dan telah menjadi ketetapan dalam taqdir-Nya yang agung. Dan alangkah bagusnya apa yang diucapkan oleh sebagian (ulama) Salaf, bahwasanya mereka adalah orang-orang yang tersebut dalam firman-Nya:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًاً
Katakanlah (Muhammad), Maukah kami beritahukan kepada kalian tentang orang orang yang paling rugi amalannya. Yaitu orang orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik baiknya. (al-Kahfi: 103-104)
(al-Bidayah wan Nihayah 5/387)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
ﻭﻣﺎ ﺭﻭﻱ ﻣﻦ ﺃﻧﻬﻢ (ﺷﺮ ﻗﺘﻠﻰ ﺗﺤﺖ ﺃﺩﻳﻢ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ) (ﺧﻴﺮ ﻗﺘﻴﻞ ﻣﻦ ﻗﺘﻠﻮﻩ) ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺬﻱ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ. ﺃﻱ ﺃﻧﻬﻢ ﺷﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﻢ. ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺃﺣﺪ ﺷﺮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻨﻬﻢ ﻻ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﻻ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ. ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﺠﺘﻬﺪﻳﻦ ﻓﻲ ﻗﺘﻞ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ ﻟﻢ ﻳﻮﺍﻓﻘﻬﻢ ﻣﺴﺘﺤﻠﻴﻦ ﻟﺪﻣﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺃﻣﻮﺍﻟﻬﻢ ﻭﻗﺘﻞ ﺃﻭﻻﺩﻫﻢ ﻣﻜﻔﺮﻳﻦ ﻟﻬﻢ. ﻭﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﺘﺪﻳﻨﻴﻦ ﺑﺬﻟﻚ ﻟﻌﻈﻢ ﺟﻬﻠﻬﻢ ﻭﺑﺪﻋﺘﻬﻢ ﺍﻟﻤﻀﻠﺔ
Dan apa yang diriwayatkan bahwasanya:
شر قتلى تحت أديم السماء
(Mereka adalah) sejelek-jelek mayat di bawah kolong langit.
خيرقتيل من قتلوه
Sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah, riwayat at Tirmidzi dan selainnya, yaitu bahwasanya mereka paling besar kejelekannya atas kaum Muslimin dibandingkan yang lainnya. Maka sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih besar kejelekannya atas kaum Muslimin daripada mereka. Tidak dari kalangan Yahudi, tidak pula dari kalangan Nashara. Sungguh mereka begitu sangat getol membunuhi setiap Muslim yang tidak mencocoki mereka. Menghalalkan darah kaum Muslimin dan harta mereka. Membunuhi anak anak mereka, mengkafirkan mereka. (Itu semua mereka lakukan) dengan keyakinan menjalankan agama, disebabkan karena kebodohan mereka yang sangat besar dan bidah mereka yang menyesatkan.
(al-Minhaj: 5/248)

Berkata al-Imam Abu Bakr al-Ajurry rahimahullah:
ﻓﻼ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻤﻦ ﺭﺃﻯ ﺍﺟﺘﻬﺎﺩ ﺧﺎﺭﺟﻲٍ ﻗﺪ ﺧﺮﺝ ﻋﻠﻰ ﺇﻣﺎﻡ، ﻋﺪﻻً ﻛﺎﻥ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﻭ ﺟﺎﺋﺮﺍً، ﻓﺨﺮﺝ ﻭﺟﻤﻊ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻭﺳﻞَّ ﺳﻴﻔﻪ، ﻭﺍﺳﺘﺤﻞَّ ﻗﺘﺎﻝ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻓﻼ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﻐﺘﺮَّ ﺑﻘﺮﺍﺀﺗﻪ ﻟﻠﻘﺮﺁﻥ، ﻭﻻ ﺑﻄﻮﻝ ﻗﻴﺎﻣﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ، ﻭﻻ ﺑﺪﻭﺍﻡ ﺻﻴﺎﻣﻪ، ﻭﻻ ﺑﺤﺴﻦ ﺃﻟﻔﺎﻇﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﺬﻫﺒﻪ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ‏
“Maka tidak selayaknya bagi orang yang melihat kesungguhan (dalam ibadah) dari seorang berfaham khawarij, memberontak terhadap Penguasa, sama saja apakah Penguasa tersebut Adil ataukah Zhalim, untuk dia kemudian memberontak (bersamanya), mengumpulkan massa, menghunus pedang dan menghalalkan memerangi kaum Muslimin. Tidak sepantasnya dia terkecoh terhadap bacaan al-Qurannya, tidak pula lama berdirinya dalam shalat, tidak pula berkesinambungannya dalam puasa, tidak pula kebagusan tutur katanya dalam ilmu, apabila dia seorang yang berfaham dengan pemahaman Khawarij.”
(asy-Syari’ah: 32)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻣﻊ ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻳﺸﺒﻬﻮﻥ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﻲ ﺍﺳﺘﺤﻼﻝ ﻗﺘﻞ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﺗﻜﻔﻴﺮﻫﻢ ﻛﻤﺎ ﻳﻔﻌﻠﻪ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻭﺍﻟﺮﺍﻓﻀﺔ ﻭﺍﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﻭﺍﻟﺠﻬﻤﻴﺔ ﻭﻓﺮﻭﻋﻬﻢ. ﻟﻜﻦ ﻓﻴﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﻘﺎﺗﻞ ﺑﻄﺎﺋﻔﺔ ﻣﻤﺘﻨﻌﺔ ﻛﺎﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻭﺍﻟﺰﻳﺪﻳﺔ، ﻭﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﺴﻌﻰ ﻓﻲ ﻗﺘﻞ ﺍﻟﻤﻘﺪﻭﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﻣﺨﺎﻟﻔﻴﻪ ﺇﻣﺎ ﺑﺴﻠﻄﺎﻧﻪ ﻭﺇﻣﺎ ﺑﺤﻴﻠﺘﻪ، ﻭﻣﻊ ﺍﻟﻌﺠﺰ ﻳﺸﺒﻬﻮﻥ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻴﻦ ﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻮﻥ ﺍﻟﺘﻘﻴﺔ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﻕ ﻛﺤﺎﻝ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻴﻦ
Dan karena ini, seringnya di saat Ahli Bidah memiliki kuasa, mereka akan menyerupai orang-orang Kafir dalam hal menghalalkan pembantaian kepada kaum Muslimin serta mengkafirkan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Khawarij, Rafidhoh, Mutazilah, Jahmiyyah dan sempalan-sempalan mereka. Hanya saja di antara mereka ada yang berperang bersama kelompok pembelot, seperti Khawarij dan (Syiah) Zaidiyyah. Dan di antara mereka ada yang bertindak membantai orang yang mampu dia bantai dari kalangan orang yang tidak sejalan dengannya, bisa dengan cara menggunakan kekuasaannya atau dengan tipu dayanya. Adapun di saat dalam kondisi lemah, mereka menyerupai orang-orang Munafiq, menggunakan siasat taqiyyah dan nifaq (persis) seperti keadaan orang-orang Munafiq.
(al-Fatawa al-Kubro: 5/209)

Berkata al-Imam Abu Bakr al-Ajurri rahimahullah:
والخوارج هم شراة الأنجاس الأرجاس ومن كان على مذهبهم من سائر الخوارج، يتوارثون هذا المذهب قديما حديثا، ويخرجون على الأئمة ويستحلون قتل المسلمين
Dan Khawarij, mereka adalah orang-orang yang paling jelek, kotor dan najis. Dan (demikian halnya) orang yang berada di atas ideologi mereka dari seluruh Khawarij. Mereka menyembunyikan ideologi tersebut, dahulu maupun sekarang. Dan mereka memberontak kepada para Penguasa dan menghalalkan pembantaian terhadap kaum Muslimin.
(asy-Syariah: 32)

Berkata al-Imam Abu Bakr al-Ajurri rahimahullah:
ﻟﻢ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻗﺪﻳﻤﺎً ﻭﺣﺪﻳﺜﺎً ﺃﻥ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻗﻮﻡ ﺳﻮﺀ ﻋﺼﺎﺓ ﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻭﻟﺮﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺇﻥ ﺻﻠﻮﺍ ﻭﺻﺎﻣﻮﺍ ﻭﺍﺟﺘﻬﺪﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ، ﻓﻠﻴﺲ ﺫﻟﻚ ﺑﻨﺎﻓﻊ ﻟﻬﻢ، ﻭﺇﻥ ﺃﻇﻬﺮﻭﺍ ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮ ﻭﻟﻴﺲ ﺫﻟﻚ ﺑﻨﺎﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﻷﻧﻬﻢ ﻗﻮﻡ ﻳﺘﺄﻟﻮﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻳﻬﻮﻭﻥ، ﻭﻳﻤﻮﻫﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ
Para ulama semenjak dahulu hingga sekarang tidaklah berselisih bahwa Khawarij adalah kaum yang jelek, bermaksiyat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, meskipun mereka shalat, puasa dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Itu semua tidaklah bermanfaat bagi mereka. Walaupun mereka menampakkan amar maruf nahi mungkar. Itu semua tidaklah bermanfaat bagi mereka. Karena mereka adalah kaum yang membaca al-Qur`an, (memahaminya) sesuai dengan hawa nafsu mereka, dan mengelabui kaum muslimin.
(asy-Syariah: 21)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻟﻤَّﺎ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﺃﻫﻞ ﺳﻴﻒ ﻭﻗﺘﺎﻝ، ﻇﻬﺮﺕ ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻬﻢ ﻟﻠﺠﻤﺎﻋﺔ ﺣﻴﻦ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻘﺘﻠﻮﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ، ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻓﻼ ﻳﻌﺮﻓﻬﻢ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻨﺎﺱ
Dan demikian pula Khawarij, di mana mereka adalah kelompok yang gemar (menghunus) pedang dan berperang, tampak jelaslah penyelisihan mereka terhadap al-Jamaah (kaum Muslimin bersama penguasanya) di saat mereka membantai manusia. Adapun sekarang, mayoritas manusia tidak mengenal mereka.
(an-Nubuwwat: 193)

Berkata asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah:
ﻭﻟﻤﺎ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﺍﻟﺠﻬﺎﻝ ﺑﺎﺏ ﺍﻟﺸﺮ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻥ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻜﺮﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﻋﻠﻨﺎ ﻋﻈﻤﺖ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻭﺍﻟﻘﺘﺎﻝ ﻭﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﺍﻟﺬﻱ ﻻﻳﺰﺍﻝ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺁﺛﺎﺭﻩ ﺇﻟﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ، ﺣﺘﻰ ﺣﺼﻠﺖ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﺑﻴﻦ ﻋﻠﻲ ﻭﻣﻌﺎﻭﻳﺔ، ﻭﻗﺘﻞ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﻭﻋﻠﻲ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﺑﺄﺳﺒﺎﺏ ﺫﻟﻚ، ﻭﻗﺘﻞ ﺟﻤﻊ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﺑﺄﺳﺒﺎﺏ ﺍﻹﻧﻜﺎﺭ ﺍﻟﻌﻠﻨﻲ، ﻭﺫﻛﺮ ﺍﻟﻌﻴﻮﺏ ﻋﻠﻨﺎ، ﺣﺘﻰ ﺃﺑﻐﺾ ﺍﻟﻜﺜﻴﺮﻭﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻟﻲ ﺃﻣﺮﻫﻢ ﻭﻗﺘﻠﻮﻩ، ﻭﻗﺪ ﺭﻭﻯ ﻋﻴﺎﺽ ﺑﻦ ﻏﻨﻢ ﺍﻷﺷﻌﺮﻱ، ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ: ﻣﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺃﻥ ﻳﻨﺼﺢ ﻟﺬﻱ ﺳﻠﻄﺎﻥ ﻓﻼ ﻳﺒﺪﻩ ﻋﻼﻧﻴﺔ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺄﺧﺬ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻴﺨﻠﻮ ﺑﻪ، ﻓﺈﻥ ﻗﻴﻞ ﻣﻨﻪ ﻓﺬﺍﻙ، ﻭﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻗﺪ ﺃﺩﻯ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻠﻴﻪ
Dan di saat orang-orang Khawarij bodoh membuka pintu kejelekan di masa Utsman radhiyallahu anhu, (yaitu) mereka mengingkari Utsman secara demonstratif, menjadi besarlah fitnah, peperangan dan kerusakan yang tiada putusnya manusia merasakan imbasnya sampai hari ini. Hingga terjadilah fitnah antara Ali dan Muawiyyah dan terbunuhlah Utsman dan Ali radhiyallahu anhuma dengan sebab-sebab tersebut. Dan terbunuh pula dari kalangan para Sahabat dan selain mereka dalam jumlah yang banyak disebabkan pengingkaran secara demonstratif tersebut. Dan dibeberkannya aib-aib (penguasa) secara vulgar hingga menyebabkan banyak dari manusia (kaum Muslimin) membenci penguasa mereka dan membunuhnya. Dan sungguh Iyadh bin Ghunm al-Asyari telah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻣﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺃﻥ ﻳﻨﺼﺢ ﻟﺬﻱ ﺳﻠﻄﺎﻥ ﻓﻼ ﻳﺒﺪﻩ ﻋﻼﻧﻴﺔ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺄﺧﺬ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻴﺨﻠﻮ ﺑﻪ، ﻓﺈﻥ ﻗﻴﻞ ﻣﻨﻪ ﻓﺬﺍﻙ، ﻭﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻗﺪ ﺃﺩﻯ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻠﻴﻪ
Barangsiapa hendak menasehati penguasa, maka janganlah dia melakukannya secara terang-terangan. Akan tetapi hendaknya dia memegang tangannya, menyendiri dengannya. Maka jika (nasehatnya) diterima, itulah (yang diharapkan). Dan jika tidak (diterima), dia telah menunaikan apa yang menjadi kewajibannya.
(as-Suaalul Aasyir minal Asyarah al-Asilah al-Muhimmah)

Dari Bukair bin al-Asyaj rahimahullah, bahwa dia bertanya kepada Nafi: Bagaimana dahulu pandangan Ibnu Umar terhadap Khawarij? (Nafi) berkata: Dahulu (Ibnu Umar) mengatakan:
ﻫﻢ ﺷﺮﺍﺭ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﺍﻧﻄﻠﻘﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺁﻳﺎﺕ ﺃﻧﺰﻟﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﺠﻌﻠﻮﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
Mereka adalah sejelek-jelek makhluk. Mereka mengambil ayat-ayat yang diturunkan terkait orang-orang Kafir, maka mereka terapkan pada orang-orang Mukmin.
(Minhajus Sunnah: 6/116)

Berkata al-Allaamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah:
وهنا مسألة: هل ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻻﺳﻼﻣﻲ -الآن- ﺑﻠﻎ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﻏﻴﺮ ﻣﺸﻮﺵ أم لا ؟
الجواب: ﻻ، ﻭﻟﻤﺎ ﻇﻬﺮﺕ الجماعة ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺘﺼﺮﻓﻮﻥ ﺑﻐﻴﺮ ﺣﻜﻤﺔ، ﺍﺯﺩﺍﺩ ﺗﺸﻮﻳﻪ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻓﻲ ﻧﻈﺮ ﺍﻟﻐﺮﺑﻴﻴﻦ ﻭﻏﻴﺮ ﺍﻟﻐﺮﺑﻴﻴﻦ، ﻭﺃﻋﻨﻲ بهذه الجماعة ﺃﻭﻟﺌﻚ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻠﻘﻮﻥ ﺍﻟﻤﺘﻔﺠﺮﺍﺕ ﻓﻲ ﺻﻔﻮﻑ ﺍﻟﻨﺎﺱ، ﺯﻋﻤﺎ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﺳﺎﺅﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺃﻛﺜﺮ ﺑﻜﺜﻴﺮ ﻣﻤﺎ ﺃﺣﺴﻨﻮه
Dan di sini ada suatu permasalahan; apakah agama Islam saat ini, sampai kepada orang Kafir secara (lurus)/tidak simpang siur ataukah tidak? Jawabannya: Tidak. Di saat muncul banyak jamaah yang bertindak dengan tidak hikmah, bertambahlah kerancuan Islam dalam pandangan orang-orang Barat dan selain mereka. Aku maksudkan dengan banyaknya Jamaah ini adalah mereka yang melakukan aksi pengeboman-pengeboman pada barisan-barisan manusia, dengan asumsi bahwa hal itu merupakan jihad di jalan Allah. (Padahal) hakekatnya mereka justru lebih banyak berbuat jelek kepada Islam daripada berbuat baik.
(Syarhu Ushuul fit Tafsiir libni Utsaimin rahimahullah: 56-57)

Berkata Ahli Hadits masa kini, al-Imam al-Albani rahimahullah:
ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ  ﻭﺍﻟﺘﺎﺭﻳﺦ ﻳﻌﻴﺪ ﻧﻔﺴﻪ ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ  ﻓﻘﺪ ﻧﺒﺘﺖ ﻧﺎﺑﺘﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ، ﻟﻢ ﻳﺘﻔﻘﻬﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻻ ﻗﻠﻴﻼ، ﻭﺭﺃﻭﺍ ﺍﻥ ﺍﻟﺤﻜﺎﻡ ﻻ ﻳﺤﻜﻤﻮﻥ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻻ ﻗﻠﻴﻼ، ﻓﺮﺃﻭﺍ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻴﻬﻤﺪﻭﻥ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺸﻴﺮﻭﺍ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﻔﻘﻪ ﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻨﻬﻢ، ﺑﻞ ﺭﻛﺒﻮﺍ ﺭﺅ ﻭﺳﻬﻢ، ﻭﺍﺛﺎﺭﻭﺍ ﻓﺘﻨﺔ ﻋﻤﻴﺎﺀ ﻭﺳﻔﻜﻮﺍ ﺍﻟﺪﻣﺎﺀ ﻓﻲ ﻣﺼﺮ ﻭﺳﻮﺭﻳﺎ ﻭﺍﻟﺠﺰﺍﺋﺮ، ﻭﻗﺒﻞ ﺫﻟﻚ ﻓﺘﻨﺔ ﺍﻟﺤﺮﻡ ﺍﻟﻤﻜﻲ، ﻓﺨﺎﻟﻔﻮﺍ ﺑﺬﻟﻚ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺍﻟﺬﻱ ﺟﺮﻯ ﻋﻠﻴﻪ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺳﻠﻔﺎ ﻭﺧﻠﻔﺎ إﻻ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ
Dan hari ini sejarah berulang kembali sebagaimana mereka katakan sungguh telah tumbuh para pemuda Muslim yang tidak mempelajari agama kecuali sedikit, mereka melihat bahwa para penguasa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan kecuali sedikit, maka mereka berpandangan untuk memberontak kepada penguasa, tanpa meminta arahan ahlul ilmi, fikih dan hikmah dikalangan mereka. Justru mereka memakai pendapat-pendapat mereka sendiri, mengobarkan fitnah membabi buta, menumpahkan darah di Mesir, Syiria dan Aljazair. Dan sebelum itu, fitnah di al-Haram Mekah. Maka dengan itu mereka telah menyelisihi hadits sahih ini, yang diamalkan oleh (seluruh) kaum muslimin yang dahulu maupun sekarang, selain Khawarij.
(Lihat: as-Silsilah ash-Shahihah, jilid 7 bagian kedua, hal: 1240-1243)

Berkata al-Allaamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah:
و ﻣﺎﺫﺍ ﺃﻧﺘﺞ ﻫﺆﻻﺀ؟ ﻫﻞ ﺃﻗﺒﻞ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﺳﻼﻡ؟ ﺃﻭ ﺍﺯﺩﺍﺩﻭﺍ ﻧﻔﺮﺓ ﻣﻨﻪ؟
الجواب : ﺍﺯﺩﺍﺩﻭﺍ ﻧﻔﺮﺓ، حتى ﻳﻜﺎﺩ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ المسلم ﻳﻐﻄﻲ ﻭﺟﻬﻪ ﻟﺌﻼ ﻳُﻨْﺴَﺐ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻄﺎﺋﻔﺔ ﺍﻟﻤﺮﺟﻔﺔ ﺍﻟﻤﺮﻭﻋﺔ، ﻭﺍﻹﺳﻼﻡ ﺑﺮﻱﺀ منهم، ﺣﺘﻰ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻓُﺮِﺽَ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ في صدر الإسلام ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ –ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ- ﻳﺬﻫﺒﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﻣﺠﺘﻤﻊ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻳﻘﺘﻠﻮﻧﻬﻢ، ﺇﻻ ﺑﺠﻬﺎﺩ ﻟﻪ ﺭﺍﻳﺔ ﻣﻦ ﻭﻟﻲ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ. ﺃﻣﺎ ﻫﺬﺍ ﺍﻹﺭﻫﺎﺏ ﻓﻬﻮ -ﻭﺍﻟﻠﻪ- ﻧﻘﺺ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻷننا ﻧﺠﺪ أنه لا يوجد ﻧﺘﺎئج، ﺑﻞ ﻫﻮ ﺑﺎﻟﻌﻜﺲ ﻓﻴﻪ ﺗﺸﻮﻳﻪ للسمعة، ﻭﻟﻮ ﺃﻧﻨﺎ ﺳﻠﻜﻨﺎ ﺍﻟﺤﻜﻤﺔ، ﻓﺎﺗﻘﻴﻨﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺃﻧﻔﺴﻨﺎ، ﻭﺃﺻﻠﺤﻨﺎ ﺃﻧﻔﺴﻨﺎ ﺃﻭﻻً، ﺛﻢ ﺣﺎﻭﻟﻨﺎ ﺇﺻﻼﺡ ﻏﻴﺮﻧﺎ ﺑﺎﻟﻄﺮﻕ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ، ﻟﻜﺎنت هناك ﻧﺘﻴﺠﺔ ﻃﻴﺒﺔ
Dan apa yang mereka hasilkan? Apakah orang-orang Kafir bersimpati terhadap Islam? Ataukah (sebaliknya) semakin menambah mereka lari darinya? Jawabannya: Semakin menambah mereka lari. Hingga hampir-hampir seorang Muslim menutup mukanya supaya tidak dikaitkan dengan kelompok penebar teror yang menakutkan tersebut. Islam berlepas diri dari mereka. Sampai pun semenjak diwajibkan (syariat) jihad di awal Islam, tidak ada dikalangan para Sahabat yang pergi menuju komunitas orang Kafir, membunuhi mereka, kecuali dengan jalan jihad, dibawah panji dari seorang penguasa yang mampu (menegakkan) jihad. Adapun bentuk teror seperti ini, maka demi Allah, ini justru merugikan kaum Muslimin. Karena kita dapati hal ini tidak membuahkan hasil apapun. Bahkan sebaliknya, mencemarkan citra (kaum Muslimin). Seandainya kita menempuh jalan hikmah, kita bertakwa kepada Allah pada diri-diri kita, kita perbaiki diri kita pertama kali, baru kemudian kita berusaha memperbaiki orang lain dengan jalan yang disyariatkan, niscaya akan didapati disana hasil yang baik.
(Syarah Ushuul fit Tafsiir Libni Utsaimin rahimahullah taala: 56-57)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
ﻭﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻣﺘﻔﻘﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻬﻢ ﻣﺒﺘﺪﻋﺔ ﺿﺎﻟﻮﻥ، ﻭﺃﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﻗﺘﺎﻟﻬﻢ ﺑﺎﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ، ﻭﺃﻥ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻋﻠﻴﺎً ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺃﻓﻀﻞ ﺃﻋﻤﺎﻟﻪ ﻗﺘﺎﻟﻪ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ، ﻭﻗﺪ ﺍﺗﻔﻘﺖ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻋﻠﻰ ﻗﺘﺎﻟﻬﻢ ‏
Ahlus Sunnah, dan segala puji hanya milik Allah, bersepakat bahwa mereka (Khawari) adalah Ahli Bidah yang sesat. Dan bahwasanya wajib memerangi mereka berdasarkan nash-nash yang sahih. Dan bahwa di antara sebaik-baik amalan Amirul Mukminin Ali radhiyallahu anhu adalah memerangi Khawarij. Dan sungguh para Sahabat telah sepakat memerangi mereka.
(Minhajus Sunnah: 6/116)

Dari Abu Umamah radhiyallahu anhu, berkata (tentang Khawarij):
ﺷﺮ ﻗﺘﻠﻰ ﻗﺘﻠﻮﺍ ﺗﺤﺖ ﺃﺩﻳﻢ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ، ﻭﺧﻴﺮ ﻗﺘﻠﻰ ﻣﻦ ﻗﺘﻠﻮﺍ، ﻛﻼﺏ ﺍﻟﻨﺎﺭ، ﻗﺪ ﻛﺎﻥ ﻫﺆﻻﺀ ﻣﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﺼﺎﺭﻭﺍ ﻛﻔﺎﺭﺍ. ﻗﻠﺖ : ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﻫﺬﺍ ﺷﻲﺀ ﺗﻘﻮﻟﻪ ؟ ﻗﺎﻝ ﺑﻞ ﺳﻤﻌﺘﻪ ﻣﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
Sejelek-jelek mayat dibawah kolong langit. Dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh. Anjing-anjing penduduk Neraka. Dahulu mereka adalah kaum Muslimin, maka berubahlah mereka menjadi kaum Kafir.
Aku (perawi) katakan: Wahai Abu Umamah, apakah ini sesuatu yang engkau ucapkan (berdasarkan pendapatmu)? Dia berkata: Bahkan aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
(Shahih Ibni Majah, Bab fiy Dzikri al-Khawarij: 146)

www .ittibaus-sunnah .net

Ashhabus Sunnah

###

CIRI CIRI KELOMPOK KHAWARIJ/TERORIS

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda di dalam Hadits Abu Sa’id Al Khudri رضي الله عنه yang di riwayat Al Bukhari dan Muslim:
إن من ضئضئ هذا قوما يقرءون القرآن لا يجاوز حناجرهم  يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان يمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من الرمية لئن أدركتهم لأقتلنهم قتل عاد
Sesungguhnya dari jenis orang ini akan muncul sekelompok orang.
- Mereka membaca al qur’an namun tidak melampaui tenggorokannya.
- Mereka membunuh kaum muslimin namun membiarkan penyembah berhala.
- Mereka keluar terlepas dari islam sebagaimana anak panah keluar terlepas dari obyek sasaran.
Kalau aku sempat menemui mereka, sungguh akan aku perangi mereka sebagaimana kaum ‘aad di perangi.

Ciri Ciri khawarij terbagi tiga:

1. Tekun beribadah.

Inilah ciri pertama kaum khawarij yang di beritakan oleh nabi di atas.

Mereka di kenal sebagai kalangan kaum yang rajin dan tekun beribadah.
Kaum khawarij semangat untuk:
- Sholat,
- Puasa,
- Membaca Al qur’an.
Secara lahiriyah mereka terlihat khusyu, zuhud, dan waro. Bahkan Ibadah para sahabat pun masih dinilai belum seberapa oleh رسول di bandingkan dengan kaum khawarij.
Oleh itu sebagian kaum muslimin tertipu dengan bentuk lahiriyah mereka.
Bukankah juga kenyataannya yang terjadi? Ketika sejumlah dai, ustadz, tokoh, dan pelaku terorisme di tangkap oleh pihak berwajib dengan bukti bukti kuat, sejumlah kalangan masih juga menyampaikan bela sungkawa dan sikap menyayangkan.

Al hafizh ibnu hajar رحمه اللّٰه menggambarkannya: “Akan tetapi mereka memahami Al qur an tidak sesuai dengan maknanya.
Mereka terlalu mengandal kan akal pikiran sendiri.
Ditambah lagi mereka terlalu ekstrem di dalam zuhud, gaya khusyu dan semisalnya.”
(fathul bari 12/351)

Maka jangan tertipu dengan bentuk lahiriyah kaum khawarij.

2. Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala.

ini adalah ciri kedua kaum khawarij yang di sebutkan رسول الله di dalam hadits Abu Sa’id رضي الله عنه di atas.

Setiap orang yang membaca dan menelusuri rekam jejak kaum khawarij, pasti menemukan kenyataan sebagaimana sabda رسول الله . Sejak pertama kali muncul di permukaan, darah kaum muslimin lah yang mereka tumpahkan, sementara kaum musyrikin yang beribadah kepada berhala-berhala malah mereka biarkan.
Buktinya:
- Utsman bin affan رضي اللّٰه عنه sahabat nabi dan menantu رسول الله meninggal dunia dalam keadaan terbunuh. Siapakah pelakunya? Kaum khawarij.
- Ali bin abi tholib رضي الله عنه sahabat, sepupu dan menantu رسول الله meninggal dunia akibat tebasan pedang seorang tokoh khawarij Abdurrahman bin muljam.
- Abdulloh bin khobab رضي الله عنه sahabat رسول الله juga dibunuh dengan keji oleh kaum khawarij, bahkan budak perempuan milik khobab ikut menjadi korban, padahal ia dalam keadaan hamil. Mereka robek perutnya budak tersebut kemudian mereka keluarkan janinnya.
- Kaum khawarij juga membunuh Al harits bin murroh رضي الله عنه yang diutus Ali bin abi tholib رضي الله عنه  untuk menyampaikan pesan kepada mereka.
- Dan Nafi’ bin al azraq, seorang pemimpin besar kaum khawarij, bahkan menghalalkan untuk membunuh anak-anak perempuan dari kalangan mereka  yang memusuhi dan menyelisihi pemahaman mereka.

Kenapa terjadi demikian? Sebab mereka mengkafirkan setiap orang yang tidak sependapat dengan mereka. Jangan heran, sahabat رسول الله saja mereka kafirkan dan mereka bunuh.

Coba perhatikan lihat di negeri kita ini indonesia.
Apa saja yang telah dilakukan oleh kaum teroris khawarij? Sekian banyak kaum muslimin jatuh korban aksi jihad palsu mereka.

Coba perhatikan dan lihat kaum teroris khawarij seringkali melakukan aksi-aksi teror dan pengeboman di negeri-negeri kaum muslimin, di masjid-masjid kaum muslimin, di pasar-pasar kaum muslimin, sesuatu yang tidak mereka lakukan di negeri-negeri kafir.
Sungguh benar sabda رسول صلى الله عليه و سلام

3. Kaum khawarij terlepas dari agama.

Inilah ciri khawarij yang ketiga menurut berita رسول الله.

Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah yang keluar dari obyek buruan, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya, sebagaimana
Hadits Bukhori dan Muslim di atas.

Bagaimana mereka keluar? Mereka keluar dari islam secara ucapan, perbuatan, dan keyakinan.

Al hafizh ibnu katsir رحمه الله menggambarkan:
“Kemudian mereka kaum khawarij keluar satu per satu secara diam-diam dari kuffah.
Agar tidak ada seorang pun yang bisa mencegah mereka.
Mereka meninggalkan ayah, ibu, paman, dan bibi, serta memisahkan diri dari seluruh keluarga mereka.
Bahkan sebagian kalangan khawarij mengharuskan untuk berhijrah menuju tempat yang telah di tetapkan oleh mereka sendiri.
Seperti dilakukan di masa-masa Nafi’ bin al azroq awal munculnya khawarij.
Oleh sebab itu di kalangan mereka  juga di kenal dengan sebutan Jama’ah Jihad Wal Hijrah.”

Diringkas dari tulisan Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa’i حفظه اللّٰه
dalam Majalah Qudwah Edisi 10 Vol 01 2013

Peringkas Tulisan:
Abu Dzar Al Falimbaniy