Cari Blog Ini

Rabu, 11 Maret 2015

Tentang MENGENAKAN BULU MATA PALSU, KUKU PALSU, ATAU LENSA KONTAK YANG BERWARNA-WARNI

Ditanyakan kepada Lajnah Daimah tentang hukum menggunakan bulu mata palsu?
Maka jawabannya:
Penggunaan kuku buatan dan bulu mata palsu serta lensa mata yang berwarna-warni tidak diperbolehkan, karena dapat membahayakan organ tubuh yang mengenakannya, di samping itu juga terdapat padanya unsur penipuan serta mengubah ciptaan Allah. (FATAWA LAJNAH DAIMAH 17/133)
 
Dan ditanyakan kepada Asy-syaikh Ibnu Utsaimin: Apa hukum menggunakan bulu mata palsu dalam rangka berhias di hadapan suami?
Maka beliau menjawab:
Bulu mata palsu tidak diperbolehkan karena terdapat kesamaan dengan menyambung rambut yakni menyambung rambut kepala, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta untuk disambungkan rambutnya. Dan bulu mata palsu ini jika seperti yang tergambar olehku sekarang ini yaitu dengan meletakan benang-benang berwarna hitam seperti rambut di atas bulu mata sehingga tampak lentik dan lebat, yang dipakai untuk memperindah mata, jika seperti ini halnya maka dia termasuk menyambung rambut yang dilaknat oleh Nabi pelakunya, akan tetapi jika hal yang dimaksud adalah pewarnaan bulu mata maka hal itu tidak diharamkan.
(NUUR ALAD DARB Kaset No. 330 Side A)

Diterjemahkan oleh:
Ustadzah Aisyah (Mudarrisah di Ma’had Darussalaf Bontang)

Darussalaf .or .id

###

Ahsanallohu ilaikum syaikh yang mulia, seorang wanita bertanya:
Apa hukum memakai lensa kontak kecantikan bagi wanita?

Jawaban Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan hafizhohulloh:

Jika dengan memakai lensa mata ada maslahat untuk menguatkan penglihatan, seperti seorang wanita yang penglihatannya lemah sehingga butuh lensa, ia sama seperti orang yang penglihatannya lemah memakai kacamata. Begitu pula jika pada matanya terdapat aib, ia mengenakan lensa kontak untuk menutupi aib ini maka tidak mengapa.
Adapun jika kedua matanya sehat dan tidak pula terdapat aib padanya, maka kami berpendapat tidak perlu ia memakai lensa, karena ini sia-sia. Sebagian wanita memakai lensa kontak untuk meniru-niru mata para wanita kafir, supaya warnanya jadi kebiruan dan seterusnya. Dan sebagian mereka memakai lensa kontak untuk menyesuaikan dengan pakaian yang ia kenakan, ini semuanya sia-sia.
Intinya, jika tujuan memakai lensa kontak adalah untuk menguatkan penglihatan maka boleh, jika untuk menghilangkan aib maka boleh, dan jika untuk bergaya atau berbuat sia-sia maka ini yang kami anggap tidak boleh.

Diterjemahkan dari: alfawzan .ws

Tentang MENCUKUR, MENCABUT, MENIPISKAN, MENGUKIR, ATAU MEWARNAI BULU ALIS

Diriwayatkan oleh Imam Bukhory No. 5939 dan Muslim No. 2125 dalam Shohih keduanya dari Alqomah, dia berkata:
لعن عبد الله الواشمات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله فقالت أم يعقوب ما هذا ؟ قال عبد الله وما لي لا ألعن من لعن رسول الله وفي كتاب الله ؟ قالت والله لقد قرأت ما بين اللوحين فما وجدته قال والله لئن قرأتيه لقد وجدتيه
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا
Artinya:
Abdulloh Bin Mas`ud melaknat wanita-wanita yang mentato, dan wanita-wanita yang mencukur bulu alis, dan wanita-wanita yang menjarangkan gigi demi kecantikan yang mengubah ciptaan Allah. Maka berkata Ummu Ya`qub: Apa ini?! Berkata Abdullah Bin Mas`ud: Lalu apa yang menghalangiku untuk tidak melaknat orang-orang yang dilaknat oleh Rasululoh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disebutkan dalam Alqur`an? Berkata Ummu Ya`qub: Demi Allah aku telah membaca Alqur`an akan tetapi aku tidak menemukan hal itu. Berkata Abdullah Bin Mas`ud: Demi Allah jika engkau benar-benar telah membacanya maka engkau akan menemukannya, Allah Azza wa jalla berfirman (yang artinya): Dan apa-apa yang diperintahkan Rasul bagimu maka kerjakanlan dan apa-apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah. (QS: Al-Hasyr: 7)

Berkata Abu Dawud rahimahulloh dalam As-Sunan: An Naamishoh adalah wanita yang mengukir alisnya dan menipiskannya.
Berkata Ath-Thobary rahimahulloh: Tidak diperbolehkan bagi wanita mengubah sesuatu dari bentuk yang Allah ciptakan baginya, dengan menambah atau menguranginya demi kecantikan. Tidak untuk suami mereka dan tidak pula untuk selainnya, seperti misalnya seorang wanita yang kedua alisnya bersambung satu dengan yang lainnya lalu menghilangkan apa-apa yang diantara keduanya agar terkesan kedua alisnya terpisah atau sebaliknya. (FATHUL BARY No. 5939)
 
Ditanyakan kepada Lajnah Daimah tentang hukum mencukur bulu alis?
Maka jawabannya:
Tidak diperbolehkan mengambil sesuatupun dari bulu alis, tidak dengan mengguntingnya atau mencabutnya atau dengan mencukurnya, karena hal ini termasuk An Namishoh yang Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pelakunya, maka hal ini termasuk dosa besar. (FATAWA LAJNAH DAIMAH 17/132)

Al Haf sebagaimana dikatakan Ibnu Mandhur: menghilangkan bulu-bulu yang ada di wajah dengan pisau pencukur (silet).
 
Asy-Syaikh Nashiruddin Al Albany ditanya:
Apakah diperbolehkan mencabut bulu-bulu yang memisahkan antara kedua alis wanita?
Maka beliau menjawab:
Tidak diperbolehkan. Allah taala berfirman: (Artinya:) Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. (Luqman: 11)
Dan Rabb kita sebagaimana dalam firmannya: (Artinya:) Dan Rabbmu menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). (Al Qashash: 68)
Maka Rabb kita menciptakan setiap manusia baik laki-laki atau perempuan sesuai dengan apa yang Dia kehendaki dan pada semua itu terdapat hikmah yang mendalam, seperti misalnya perempuan yang Allah ciptakan baginya dua alis yang bersambung maka tidak boleh baginya untuk mengubah ciptaan Allah, dan perempuan yang lain Allah ciptakan baginya dua alis yang tebal. Dan khusus berkaitan dengan sebagian wanita yang keras kepala engkau katakan kepadaku dia akan menipiskannya, mencukurnya, atau mencabutnya sehingga akan berbentuk seperti hilal, maka hal ini semua termasuk mengubah ciptaan Allah dan ini tidak diperbolehkan bahkan haram dan bahkan hal tersebut merupakan dosa besar karena Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لعن الله الواشمات والمستوشمات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله تعالى
Artinya: Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan wanita-wanita yang minta ditato, dan wanita-wanita yang mencukur bulu alisnya, dan wanita-wanita yang merenggangkan giginya demi kecantikan yang mengubah ciptaan Allah.
Dan wanita yang memisahkan kedua alisnya dengan mencabut apa-apa yang yang berada di antara kedua alisnya demi kecantikan -dalam anggapan mereka- maka dia itu dilaknat.
(SILSILAH HUDA WAN NUUR Kaset 30)

Dan aku (yakni penulis) telah menanyakan kepada Asy-Syaikh Muqbil Bin Hadi Al Wadi`iy Rahimahulloh tentang hukum mewarnai alis agar terlihat dari jauh seakan-akan dia mengukir alisnya?
Maka beliau menjawab:
Bahwasanya hal tersebut diharomkan karena terdapat padanya penyerupaan dengan An Namishoh. Wallahu taala alam.

Diterjemahkan oleh:
Ustadzah Aisyah (Mudarrisah di Ma’had Darussalaf Bontang)

Darussalaf .or .id

Tentang DUA KALI AZAN PADA HARI JUMAT

Pertanyaan:
هل كان الأذان الأول في عهد عثمان رضي الله عنه يرفع قبل الأذان بنحو ساعة كما يفعل في بعض مساجد الجمعة عندنا ... أم أنه قريب من الأذان الثاني كما هو حاصل في الحرم
Apakah adzan pertama (pada hari jum'at) di masa Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu dikumandangkan sekitar satu jam sebelum adzan (kedua) seperti yang dilakukan pada sebagian masjid di tempat kami atau (adzan pertama) dikumandangkan mendekati adzan kedua seperti yang terjadi di Masjidil Haram?

Jawaban:
Berkata Mufti Umum Kerajaan Saudi Arabia Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh hafidhahullahu ta'ala:
الذي يظهر أن عثمان رضي الله عنه لما سن الأذان الأول يوم الجمعة سنه لأجل تنبيه الناس وتذكيرهم ليوم الجمعة ليستعدوا ويتهيئوا بالغسل ويتخففوا من بيعهم فالذي يظهر أن وقته كان مبكرا. وفي بلادنا يضعون غالبا ساعة بين الأذان الأول والثاني. أما ما يفعل في الحرمين من كون الأذان الأول والثاني ليس بينهما سوى دقائق فشيخ الإسلام ابن تيمية يقول هذا غير مشروع ويرى أن هذا لا يؤذي غرضه فإن هذا الأذان الأول والثاني متقاربان ما هناك شيء ينفع لأنه يؤذن ثم يقومون فيصلون ثم يؤذن الثاني
Yang dhahir, bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu ketika menerapkan adanya adzan pertama hari jum'at dalam rangka mengingatkan kaum muslimin akan hari jum'at agar supaya mereka bersiap-siap untuk mandi dan menyegerakan jual-beli mereka. Dan yang dhahir, (waktu adzan pertama) itu di waktu pagi. Dan di negeri kami kebanyakan menetapkan satu jam jarak antara adzan pertama dan kedua. Adapun yang dilakukan di Masjidil Haram dimana adzan pertama dan kedua, tidak ada jarak kecuali beberapa menit saja, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa HAL INI TIDAK DISYARIATKAN, dan beliau memandang bahwa hal itu tidak mengantarkan kepada yang dimaksud karena jarak antara adzan pertama dan kedua yang sangat berdekatan, sehingga tidak ada sesuatu yang memberikan manfaat, karena ketika selesai dikumandangkan adzan (pertama) lalu berdiri untuk shalat maka dikumandangkanlah adzan kedua.
وشيخ الإسلام يبحث موضوع قيام المصلين في الحرم إذا جاؤوا قبل الوقت وصلوا تحية المسجد وما يسر الله ثم جلسوا يتلون القرآن ويذكرون الله وينتظرون الصلاة أذن الأذان الأول فقام الناس يصلون يقول هذه الصلاة لا أصل لها لمن صلى وجلس وأما المواصل فلا شيء عليه لأن الجمعة لا صلاة لها قبلها وإنما السنة لها أن تكون بعدها فالسنة أن يكون بين الأذان الأول والثاني مقدار ما يحصل به التنبيه
Syaikh Islam membahas permasalahan berdirinya kaum muslimin di Masjidil Haram pada saat mereka datang sebelum waktunya, kemudian mereka shalat tahiyatul masjid dan mengerjakan amalan apa saja yang Allah berikan kemudahan lalu duduk membaca Al quran, berdzikir kepada Allah sambil menunggu tibanya waktu shalat, maka ketika dikumandangkan adzan pertama, maka mereka berdiri untuk mengerjakan shalat, maka shalat yang seperti ini, kata Syaikhul Islam TIDAK ADA ASALNYA, yaitu bagi seseorang yang shalat dan duduk. Adapun orang yang menyambung shalatnya (tahiyatul masjid) maka tidak mengapa, karena tidak ada shalat sunnah (khusus) jum'at, dan yang sunnah adalah setelah shalat jum'at. Sehingga yang sesuai sunnah adalah dimana jarak antara adzan pertama dan kedua adalah sebatas waktu yang kaum muslimin perhatian dan memungkinkan untuk melakukan persiapan menghadiri shalat jum'at.
وهيئة كبار العلماء قد أرشدوا إلى أن يكون أذان الحرمين الأول والثاني أن يكون بينها وقت مناسب يؤخذ بالتدريج
Dan Haiah Kibarul Ulama sudah mengarahkan agar supaya adzan di Haramain dilakukan dengan adanya jarak yang sesuai antara adzan pertama dan kedua yang diambil secara bertahap.
ونسأل الله أن يوفق الجميع لما فيه الخير
Kita memohon kepada Allah agar senantiasa memberikan taufik kepada kita sekalian terhadap perkara-perkara kebaikan.

Juga Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullahu ditanya:
ألاحظ أثناء صلاة الجمعة في الحرمين الشريفين قيام بعض المصلين لأداء ركعتين بعد فراغ المؤذن من النداء للأذان الأول أرجو من سماحة الوالد بيان الحق في هذا الفعل
Saya memperhatikan dipertengahan shalat jum'at di Masjidil Haram adanya sebagian kaum muslimin berdiri untuk melaksanakan shalat dua rakaat setelah selesai adzan yang pertama, saya berharap Syaikh bisa menjelaskan kebenaran tentang amalan ini?
جزاكم الله خيرا وأطال عمركم على طاعته
Semoga membalasmu dengan kebaikan dan memanjangkan umur di atas ketaatan kepada-Nya.

Jawaban:
لا أعلم في الأدلة الشرعية ما يدل على استحباب هاتين الركعتين لأن الأذان المذكور إنما أحدثه عثمان بن عفان رضي الله عنه في خلافته لما كثر الناس في المدينة أراد بذلك تنبيههم على أن اليوم يوم الجمعة وتبعه الصحابة في ذلك ومنهم علي رضي الله عنه واستقر بذلك كونه سنة لقول النبي صلى الله عليه وسلم: عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين فتمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ
Saya tidak mengetahui adanya dalil-dalil syar'i yang menunjukkan dianjurkannya (mustahab) mengerjakan shalat dua rakaat tersebut, karena sesungguhnya adzan yang disebutkan, itu dimunculkan di zaman Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu di masa kekhilafahannya dikarenakan jumlah kaum muslimin yang bertambah banyak di kota Madinah. Di mana beliau melakukan hal itu, dalam rangka mengingatkan kaum muslimin bahwa hari itu adalah hari jum'at, dan hal ini (adanya adzan pertama hari jum'at) itu diikuti oleh para sahabat yang lain, diantara mereka adalah Ali bin Abu Thalib, dan hal itu telah ditetapkan sebagai amalan sunnah, berdasarkan hadits Nabi shallallahu'alaihi wasallam:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين فتمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ
"Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnahnya para khalifah yang terbimbing dan mendapatkan hidayah Allah, dan komitmenlah kalian dengan sunnah tersebut serta gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian."
وقد ذهب بعض أهل العلم إلى شرعية الركعتين بعد هذا الأذان. لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: بين كل أذانين صلاة بين كل أذانين صلاة. ثم قال في الثالثة: لمن شاء
Meskipun ada sebagian para ulama berpendapat disyari'atkannya shalat dua rakaat setelah adzan ini (adzan pertama) berdasarkan keumuman hadits Nabi shallallahu'alaihi wasallam:
بين كل أذانين صلاة بين كل أذانين الصلاة
"Antara dua adzan ada shalat, antara dua adzan ada shalat."
Kemudian Nabi shallallahu'alaihi wasallam mengatakan yang ketiga:
لمن شاء
"Bagi siapa siapa yang menghendaki."
والأظهر عندي أن الأذان المذكور لا يدخل في ذلك. لأن مراد النبي صلى الله عليه وسلم بالأذانين: الأذان والإقامة فيما عدا يوم الجمعة أما يوم الجمعة فإن المشروع للجماعة أن يستعدوا لسماع الخطبة بعد الأذان، والله ولي التوفيق
Namun yang nampak bagi saya bahwa adzan yang disebutkan (adzan pertama) tidak masuk dalam hadits tersebut, karena yang dimaksudkan Nabi shallallahu'alaihi wasallam dengan dua adzan adalah adzan dan iqamah selain hari jum'at, adapun hari jum'at maka yang disyari'atkan bagi kaum muslimin adalah mempersiapkan diri untuk mendengarkan khutbah setelah adzan.
Wabillahi taufik.
(Majmu' Fatawa wa Rasaail Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz Jilid ke-12)

Alih bahasa: Al Ustadz Abdul Haq Balikpapan hafizhahullah

TIS (Thalab Ilmu Syar'i)

###

Asy Syaikh Ubaid bin Abdillah al Jabiry حفظه الله

Pertanyaan:
بارك الله فيكم شيخنا، يقول: هل يشرع الرد أو المتابعة مع المؤذن في الاذآن الثاني في الجمعة؟
Semoga Allah memberikan barakah kepada Anda wahai Syaikh kami. Penanya berkata: Apakah disyariatkan menjawab atau mengikuti ucapan muadzin di dalam adzan kedua pada hari jumat?

Jawaban:
لا فرق في الأذان الأول والثاني في أمره صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- بالمتابعة قال عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ-: إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ وهذا عام
Tidak ada perbedaan pada adzan pertama maupun kedua di dalam perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: Bila kalian mendengar muadzin, ucapkanlah seperti yang diucapkannya. Ucapan beliau ini bersifat umum.

Sumber:
ar .miraath .net/fatwah/11096

Alih bahasa: BBM Qonitah Menyapa

Forum Salafy Indonesia