Cari Blog Ini

Jumat, 20 Maret 2015

Tentang KHUSYUK DALAM SALAT

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
من توضأ نحو وضوءي هذا، ثم صلى ركعتين لا يحدث فيهما نفسه، غفر له ما تقدم من ذنبه
"Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian melaksanakan shalat dua rakaat, dan dia tidak berbicara terhadap dirinya di dalam shalat tersebut (khusyuk) maka akan diampuni dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun 'alaihi)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَا مِنِ امْرِئٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوْبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوْءَهَا وَخُشُوْعَهَا وَرُكُوْعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوْبِ مَا لَمْ يُؤْتَ كَبِيْرَةٌ
“Tiada seseorang yang telah sampai kepadanya (waktu) shalat wajib lalu dia membaguskan wudhunya, khusyuk, dan membaguskan rukuknya, kecuali shalat itu akan menghapus dosa yang dilakukan sebelum shalat itu, selama dosa besar tidak dilakukan.” (HR. Muslim)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rohimahulloh mengungkapkan,
أما الصّلاة التي يهيم فيها القلب في كل واد ويخرج منها وما يدري ما قرأ فلا تنهى عن الفحشاء والمنكر
˝Adapun SHOLAT yang mana hati pelakunya melayang di setiap lembah angan-angan dan telah keluar dari ibadah sholat tersebut sehingga ia pun tidak memahami apa yang ia baca, maka sholat semacam ini tidak akan menghalangi pelakunya dari PERBUATAN KEJI dan MUNGKAR.˝
[Tafsir Juz ‘Amma: 120]

###

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ يُسْتَجَابُ لَهَا
 “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak merasa kenyang (puas), dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim no. 2722 dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu)

Ini (hati yang tidak khusyuk) adalah jenis hati yang tidak tenteram dengan mengingat Allah Subhanahu wata’ala. Padahal hati hanyalah dicipta untuk tunduk kepada yang menciptakannya (Allah Subhanahu wata’ala) sehingga dada menjadi lapang karenanya dan siap diberi cahaya petunjuk. Jika kondisi hati tidak seperti itu, berarti ia adalah hati yang kaku dan gersang. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wata’ala darinya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (az-Zumar: 22)

Kekhusyukan hati sumbernya adalah pengetahuan yang mendalam tentang Allah Subhanahu wata’ala dan kebesaran-Nya. Oleh karena itu, ada yang khusyuk hatinya karena mengetahui bahwa Allah Subhanahu wata’ala dekat dengan hamba-Nya dan mengetahui gerak-geriknya sehingga ia malu jika Allah Subhanahu wata’ala melihatnya dalam penentangan terhadap aturan-Nya. Ada juga yang khusyuk karena memandang dahsyatnya hukuman Allah Subhanahu wata’ala kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya. Ada pula yang khusyuk karena melihat kepada sempurnanya kekuasaan Allah Subhanahu wata’ala dan besarnya anugerah dari-Nya yang tidak bisa dihitung. Allah Subhanahu wata’ala telah memuji orang-orang yang khusyuk dan mempersiapkan surga bagi mereka. Ketika meyebutkan para lelaki dan perempuan yang khusyuk, Allah Subhanahu wata’ala menyatakan,
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Ahzab: 35)

Seorang yang khusyuk saat melaksanakan ibadah, niscaya akan merasakan lezatnya berbisik-bisik dan memohon kepada Sang Khalik. Hatinya menjadi damai dan selalu tenteram mengingat-Nya. Khusyuk dalam shalat menjadi ruh shalat tersebut, dan shalat seorang hamba dinilai dengannya. Ada beberapa hal yang bisa membantu hamba untuk mewujudkan kekhusyukan dalam shalat, di antaranya:
a. Mendatangi shalat dengan tenang dan tidak terburu-buru meskipun iqamat telah dikumandangkan dan shalat sebentar lagi akan ditegakkan.
b. Mendahulukan menyantap hidangan apabila hidangan makanan telah disuguhkan. Hal ini bukan berarti mendahulukan hak diri sendiri di atas hak Allah Subhanahu wata’ala. Sebab, kekhusyukan adalah hak Allah Subhanahu wata’ala yang akan terwujud dengan segera menyantap hidangan makanan yang telah disuguhkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila makan malam telah dihidangkan, mulailah makan malam sebelum shalat maghrib.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
c. Berusaha memahami apa yang dibaca dalam shalatnya. Dahulu apabila melewati ayat yang menyebutkan azab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung kepada Allah Subhanahu wata’ala darinya; apabila melewati ayat yang menyebutkan rahmat Allah Subhanahu wata’ala, beliau memohon rahmat; dan apabila melewati ayat yang mengandung bentuk penyucian kepada Allah Subhanahu wata’ala, beliau pun bertasbih.” (HR. Ahmad, Muslim dan Sunan yang empat dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu)
d. Tidak menahan buang air besar dan buang air kecil.
e. Menyingkirkan segala yang bisa mengganggu kekhusyukan dalam shalat.
f. Pandangan diarahkan ke tempat sujud dan tidak menoleh, apalagi mengangkat pandangan ke atas. Sebab, dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan kepala dan mengarahkan pandangannya ke tanah ketika shalat.

Demikian di antara kiat-kiat untuk khusyuk di dalam shalat. Apabila seorang menjalankan shalat dengan khusyuk, niscaya shalat yang dilakukannya akan bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sesuai dengan tenteramnya hati hamba dengan Allah Subhanahu wata’ala, setingkat itulah manusia sejuk memandangnya. Khusyuk dalam shalat menjadi sebab diampuninya dosa, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَا مِنِ امْرِئٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوْبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوْءَهَا وَخُشُوْعَهَا وَرُكُوْعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوْبِ مَا لَمْ يُؤْتَ كَبِيْرَةٌ
“Tiada seseorang yang telah sampai kepadanya (waktu) shalat wajib lalu dia membaguskan wudhunya, khusyuk, dan rukuknya, kecuali shalat itu akan menghapus dosa yang dilakukan sebelum shalat itu, selama dosa besar tidak dilakukan.” (HR. Muslim)

Sumber: Asy Syariah Edisi 093
(Oleh: Al-Ustadz Abdul Muthi Sutarman, Lc.)

###

Asy Syaikh Shalih Fauzan bin Abdillah al Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan: 
ما هي بعض الوسائل التي تعين على الخشوع في الصلاة وأدائها بالطمأنينة، وأيضًا على وفق هدي النبي صلى الله عليه وسلم؟
Perantara apa saja yang dapat mengantarkan kekhusyu'an di dalam shalat dan dapat menunaikannya dengan tuma'ninah, juga sesuai bimbingan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?

Jawaban: 
التي يُسبِّب الخشوع في الصلاة، أولًا أن تستعيذ بالله من الشيطان الرجيم، بعد الاستفتاح، وهذا يطرد عنك الشيطان، ويطرد عنك الوسوسة بإذن الله
Perkara yang dapat mendatangkan kekhusyu'an di dalam shalat:
Pertama: engkau berlindung kepada Allah dari syaithan yang terkutuk setelah membaca do'a istiftah. Perbuatan ini akan mengusir syaithan dan was-was dari dirimu dengan izin Allah.
لا تدخل في الصلاة وفيه ما يشغلك عن الخشوع، مثل أن تدخل فيها وأن حاقنٌ للبول، أو حابسٌ للغائط، بل تتفرغ من هذه الأشياء وتتوضَّأ وتدخل فيها وأنت متفرغ لها، وكذلك لا تدخل في الصلاة بحضرةطعام، وبحضرة العشاء، تبدأ بالعشاء قبل الصلاة، لأجل أن تتفرغ لصلاتك، ولا تتعلَّق نفسك بالطعام، وغير ذلك من المشاغل، تتجنبها، و تدخل في الصلاة وأنت فارغ البال، مقبلٌ على الله سبحانهُ وتعالى
Kedua: Janganlah engkau masuk ke dalam shalat sementara ada perkara-perkara yang menyibukkanmu dari kekhusyu'an, seperti engkau shalat dalam keadaan ingin buang air kecil atau sedang menahan buang air besar. Akan tetapi engkau selesaikan perkara-perkara ini terlebih dahulu, baru kemudian berwudhu dan masuk ke dalam shalat dalam kondisi sudah lega. Demikian juga, engkau jangan masuk ke dalam shalat ketika sudah dihidangkan makanan, atau sudah dihidangkan makan malam. Mulailah dengan makan terlebih dahulu sebelum shalat dan jangan mengait-ngaitkan jiwamu dengan makanan. Serta selain itu dari berbagai perkara yang dapat menyibukkanmu.
Jauhilah perkara-perkara tersebut, dan masuklah ke dalam shalat dalam keadaan tenang dan lega, menghadap Allah subhanahu wa ta'ala.

Sumber: 
http://www.alfawzan.af.org.sa/node/15776

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

http://forumsalafy.net/sebagian-perkara-yang-dapat-menghantarkan-pada-kekhusyuan-dalam-sholat/

WA Al Istifadah
WALIS
http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

###

Pertanyaan:
إنسان يؤدي الصلاة على الوجه المطلوب، فهو يتم أركانها وواجباتها، ومسنوناتها، إلا أنه يغلب عليه التفكير في أحوال الدنيا، ومشاغلها ومشكلاتها فهل صلاته صحيحة؟
Seseorang melakukan shalat dalam bentuk yang sesuai, dia menyempurnakan rukun-rukunnya, wajib-wajibnya, sunah-sunahnya, hanya saja dia lebih banyak mengingat perkara-perkara dunianya, kesibukan-kesibukannya, problem-problemnya. Apakah shalatnya sah?

Jawab:
الصلاة صحيحة: لكن ينبغي له أن يجاهد نفسه حتى يجمع قلبه على صلاته، وحتى تنقطع عنه تلك الأفكار والهموم التي تتعلق بدنياه، فالمقام مقام مجاهدة، فالمؤمن يجاهد نفسه إذا دخل في الصلاة، ويحرص على جمع قلبه على الخشوع بين يدي الله وتعظيمه، ويتذكر أنه واقف بين يدي الله العظيم، حتى يخشع له سبحانه، وحتى يعظم حرمة المقام، وحتى يجمع قلبه على خوفه وخشيته وتعظيمه، ويتدبر ما يقرأ
Shalatnya sah, akan tetapi semestinya dia berusaha menundukan jiwanya, sehingga ia bisa mengumpulkan antara hati dan shalatnya, dan bisa memutuskan pikiran-pikirannya, kegundah gulanaannya yang berkaitan dengan dunianya.
Karena kondisinya adalah kondisi yang harus bersungguh-sungguh.
Seorang mu'min dia senantiasa menundukan jiwanya ketika mulai masuk dalam shalatnya, dan bersemangat untuk memusatkan hatinya di atas kekhusyuan kepada Allah dan mengagungkannya, dan mengingat bahwasannya dia sedang berdiri di hadapan Allah yang maha agung, sehingga dia khusyu kepda Allah dan mengagungkan kehormatan keadaan ini (shalat).
Sehingga diapun bisa mengumpulkan hatinya diats rasa takut dan khusyu' pada-Nya, dan mengagungkan-Nya, dan bisa mentadaburi apa yang dia baca.

Sumber : Fatawa Nur Ala Darb

[Abu Sai'dah Ayyub]

http://www.alifta.com/Fatawa/FatawaChapters.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=1476&PageNo=1&BookID=5

Tentang DAGING BABI TIDAK NAJIS

Ulama berbeda pendapat dalam menghukumi najis atau tidaknya daging babi. Namun yang rajih (kuat) daging babi ini suci bukan najis. Ini merupakan pendapat Al-Imam Malik dan Dawud Adz-Dhahiri. (Tahqiq fi Ahaditsil Khilaf, 1/70)

Mereka yang mengatakan daging babi najis berdalil dengan firman Allah dalam surat Al-An‘am ayat 145:
“Katakanlah; Dari apa yang diwahyukan kepadaku, aku tidak mendapatkan sesuatu yang diharamkan untuk memakannya kecuali bila makanan itu berupa bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi karena dia merupakan rijs atau merupakan sebab kefasikan dan keluar dari ketaatan atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah…”
Rijs dalam ayat di atas mereka maknakan dengan najis. Tapi yang benar maknanya adalah haram, karena memang demikian yang ditunjukkan dalam konteks ayat ini, di mana ayat ini menjelaskan perkara yang diharamkan untuk memakannya, bukan perkara yang najis. Dan sesuatu yang haram tidak berarti ia najis, bahkan terkadang didapati sesuatu yang haram itu suci. Seperti firman Allah yang menyatakan haramnya menikahi ibu dan yang seterusnya dari ayat ini, sementara seorang ibu tidaklah najis.

Mereka juga berdalil dengan hadits Abu Tsa‘labah Al-Khasyani yang menunjukkan perintah untuk mencuci bekas bejana ahlul kitab dengan alasan mereka menggunakan bejana tersebut untuk memasak babi dan untuk minum khamr. Dalil mereka ini dijawab bahwa perintah mencuci bejana di sini bukan karena najisnya tapi untuk menghilangkan sisa makanan dan minuman yang diharamkan untuk mengkonsumsinya. Demikian dijelaskan oleh Al-Imam Asy-Syaukani dalam As-Sailul Jarrar (1/38).

Sumber: Syariah Edisi 3