Cari Blog Ini

Kamis, 17 Maret 2016

HUKUM MELETAKKAN KOTAK INFAQ DI MASJID

〽️🔰⛔️
■◎■◎■◎■
📫💰HUKUM MELETAKKAN KOTAK INFAQ DI MASJID

🔸asy Syaikh Rabi' bin Hadiy al Madkhaliy hafidzahullah

❓Penanya: Apa hukum meletakkan kotak infaq di masjid?

🔸asy Syaikh: Apakah kotak infaq tersebut senantiasa diletakkan di masjid?atau hari jum'at saja, atau kapan?

❓Penanya: Senantiasa di masjid.

🔸asy Syaikh: Ini termasuk metode hizbiyyin, bukan termasuk metodenya ahlus sunnah.
❌Dan meminta-minta (pada hukum asalnya) haram dan tidak boleh, kecuali pada keadaan darurat saja. Barokallahu fikum.

❌〽️Dan meminta-minta hukum asalnya haram, seorang yang banyak meminta-minta, nanti akan dibangkitkan pada hati kiamat dalam keadaan tidak ada daging di wajahnya. Paham kalian?!

🐾💥Ini termasuk metode hizbiyyin, Barokallahu fikum.

🔰✔️Maka apabila seseorang ingin mengadakan penggalangan dana untuk (operasional, pembangunan) masjid tanpa dengan kotak infaq, maka silahkan.

⛔️Adapun dengan meminta-minta maka tidak. Hayyakumullahu...

📲http://www.bayensalaf.com/vb/attachment.php?attchmentid=1450&d=1429925520

■◎■◎■◎■
🔰🌠Forum Salafy Purbalingga

TIDUR DALAM KEADAAN DUDUK, MEMBATALKAN WUDHU?

TIDUR DALAM KEADAAN DUDUK, MEMBATALKAN WUDHU?

Tanya:

Apakah tidur dalam keadaan duduk membatalkan wudhu atau tidak? Apabila seseorang duduk dengan melingkarkan tangannya ke lututnya, kemudian dia mengantuk dan terlepaslah pegangannya, lalu tangannya terkulai ke bumi; dia miring, tetapi rusuknya tidak sampai rebah ke bumi, apakah dia wajib berwudhu atau tidak?

Dijawab oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :

Alhamdulillah. Adapun tidur yang ringan dari orang yang kokoh di tempat duduknya, hal ini tidak membatalkan wudhu menurut jumhur (mayoritas) ulama, di antaranya imam yang empat dan selain mereka. Sebab, menurut mereka, tidur itu sendiri bukanlah hadats, melainkan posisi yang diduga terjadi hadats padanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah hadits di dalam as-Sunan,

اَلْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِّ، فَإِذَا نَامَتِ الْعَيْنَانِ اسْتَطْلَقَ الْوِكَاءُ. وَفِي رِوَايَةٍ: فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Mata adalah pengikat dubur. Apabila kedua mata tidur, terlepaslah pengikat tersebut.” Dalam sebuah riwayat, “Barang siapa tidur, hendaknya dia berwudhu.” (HR. al-Baihaqi)

Yang menunjukkan hal ini adalah hadits di dalam ash-Shahihain, “Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam pernah tertidur hingga mendengkur, kemudian bangun untuk shalat dan tidak berwudhu.” Sebab, kedua mata beliau tertidur, tetapi hati beliau tidak. Hati beliau tetap berjaga. Kalau keluar sesuatu dari beliau, niscaya beliau merasakannya. Hal ini menjelaskan bahwa tidur itu sendiri bukanlah hadats. Seandainya tidur adalah hadats, tidak akan ada perbedaan dalam masalah ini antara Nabi dan manusia selain beliau, sebagaimana pada kencing, buang air besar, dan hadats-hadats yang lain.

Selain itu, telah tsabit (pasti) di dalam ash-Shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam mengakhirkan shalat isya hingga para sahabat Rasulullah mengangguk-anggukkan kepala mereka (karena mengantuk), kemudian mereka shalat dan tidak berwudhu. Hal ini menjelaskan bahwa tidur bukanlah pembatal wudhu. Seandainya dia adalah pembatal wudhu, niscaya batal wudhu orang yang kepalanya terangguk-angguk karena tidur.

Setelah ini, para ulama memiliki tiga pendapat. Ada yang mengatakan bahwa semua jenis tidur membatalkan wudhu, kecuali tidur orang yang duduk. Ini sebagaimana pendapat Malik dan sebuah riwayat dari Ahmad.

Ada yang berpendapat bahwa tidur orang yang berdiri dan duduk tidak membatalkan wudhu, sedangkan tidur orang yang rukuk dan sujud membatalkan wudhu. Sebab, orang yang berdiri dan duduk tidak akan terbuka jalan keluar hadatsnya, berbeda halnya dengan orang yang rukuk dan sujud.

Ada pula yang berpendapat bahwa tidur orang yang berdiri, duduk, rukuk, dan sujud tidak membatalkan wudhu, berbeda halnya dengan tidur orang yang berbaring dan selainnya. Ini sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan Ahmad—dalam riwayat yang ketiga. Akan tetapi, mazhab Ahmad memberikan batasan, yaitu tidur yang ringan.

(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah hlm. 33)

Didukung oleh: WebMasterKHAS

http://salafymedia.com/blog/tidur-dalam-keadaan-duduk-membatalkan-wudhu/

BERJUTA CINTA DALAM BAYANG-BAYANG PEDANG

BERJUTA CINTA DALAM BAYANG-BAYANG PEDANG

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar Ibn Rifa’i

Dari Abdullah bin Umar rahimahumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتىَّ يُعْبَدَ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِيْ تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِيْ وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصِّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Aku diutus menjelang hari kebangkitan dengan pedang supaya hanya Allah semata yang di ibadahi, tiada sekutu bagi-Nya. Rezekiku diletakkan di bawah naungan pedangku. Kerendahan dan kehinaan ditetapkan bagi siapa saja yang menyelisihi perintahku. Barang siapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk bagian dari mereka.”

Benarkah Islam agama yang penuh rahmah dan kasih sayang? Benarkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cinta dan kedamaian kepada umat manusia? Jika memang benar, mengapa kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dipenuhi dengan cerita perang dan pertempuran? Itulah sebuah syubhat yang diungkap untuk mencitrakan Islam sebagai agama yang buas dan penuh kebencian. Maka dari itu, hadits di atas hanya sebagian penggalannya yang dibahas untuk sedikit menjawab syubhat tersebut.

Hadits tersebut dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad (no. 5114, 5115, 5667), al-Khatib dalam al-Faqih wal Mutafaqqih (2/73), dan Ibnu Asakir (1/19/96) dari jalan Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban dari Hassan bin ‘Athiyyah dari Abu Munib al-Jarasyi.

Asy-Syaikh al-Albani menjelaskan dalam Jilbab Mar’ah Muslimah (203— 204), “Hadits ini sanadnya hasan. Mengenai Ibnu Tsauban, memang ada pembicaraan, namun tidak memudaratkan. Al-Imam al-Bukhari rahimahumullah telah menyebutkan sebagian dari hadits di atas secara mu’allaq di dalam Shahihnya (6/75).”

Al-Hafizh rahimahumullah menjelaskan dalam syarahnya, “Hadits ini adalah bagian dari hadits yang dikeluarkan oleh al- Imam Ahmad dari jalan Abu Munib… dan hadits ini mempunyai penguat yang mursal dengan sanad yang hasan, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan al-‘Auza’i dari Sa’id bin Jabalah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara keseluruhan.”

Tujuan Berperang

Perang, dalam perspektif Islam, memiliki tujuan dan cita-cita mulia, antara lain:

1. Membebaskan manusia dari peribadahan kepada makhluk menuju peribadahan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala , Dzat yang menciptakan dan memberikan rezeki untuk mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (al- Anfal: 39)

2. Menghapuskan kezaliman dan mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuasa menolong mereka itu.” (al-Hajj: 39)

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ

“(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, selain karena mereka berkata,‘Rabb kami hanyalah Allah’.” (al-Hajj: 40)

3. Menghinakan orang-orang kafir, menghukum, dan melemahkan kekuatan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ () وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ ۗ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu. Allah akan menghinakan mereka, menolong kamu dari mereka, dan melegakan hati orang-orang yang beriman,serta Allah akan menghilangkan panas hati orang orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang-orang yang dikehendaki- Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.” (at-Taubah: 14-15) (al-Mulakhas Fiqhi, al-Fauzan, 1/379—380)

Beberapa Adab dalam Berperang

Sebagai bukti bahwa Islam mengajarkan cinta kasih, tidak asal membunuh, dan tidak menekankan kebencian, adalah adab-adab yang dibimbingkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap peperangan. Di antaranya adalah,

1. Islam selalu menawarkan pilihan pilihan sebelum berperang, yaitu masuk Islam atau membayar jizyah (semacam upeti) dengan mereka tetap menjalankan agama masing-masing.

Di dalam hadits Buraidah radhiyallahu anhu, beliau bercerita, “Dahulu, kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengangkat seorang panglima untuk sebuah pasukan perang, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memberikan wasiat secara khusus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan,

“Berperanglah dengan menyebut nama Allah Subhanahu wa ta’ala  di jalan- Nya! Perangilah orang-orang yang kufur terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala! Janganlah kalian berbuat ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi), berkhianat, mencincang jasad musuh, dan janganlah membunuh anak-anak. Jika engkau berjumpa musuh dari kaum musyrikin, tawarkan kepada mereka tiga hal. Apa pun yang mereka pilih darimu, terimalahdantahanlahdirimu dari mereka.” (Shahih Muslim, 1731)

Ketiga hal tersebut adalah: masuk Islam, membayar jizyah, atau berperang. Sama juga dengan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu sebelum menyerang benteng Khaibar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ

“Berangkatlah dengan hati-hati hingga engkau berada didepan benteng mereka. Kemudian, ajaklah mereka ke dalam Islam! Sampaikan kepada mereka akan kewajiban mereka terhadap hak Allah Subhanahuwata’ala . Demi Allah, (seandainya) Allah Subhanahuwata’ala memberikan hidayah kepada seseorang melalui sebab dirimu, itulebih baik bagimu daripada unta merah.”(HR. al-Bukhari no. 2942, Muslimno. 2406)

2. Islam tidak mengajarkan untuk berharap bertemu dengan musuh. Namun, jika telah berjumpa haruslah bersabar. Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ فَإذَِا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا

“Janganlah kalian berharap-harap bertemu dengan musuh. Akan tetapi, jika kalian telah bertemu dengan musuh,bersabarlah!” (HR. al-Bukhari no. 3025 dan Muslim no. 1741)

3. Dilarang membunuh kaum wanita dan anak-anak. Ibnu Umar radhiyallahu anhu bercerita tentang seorang wanita yang ditemukan terbunuh dalam sebuah peperangan yang diikuti oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari pembunuhan terhadap kaum wanita dan anak-anak (HR. al-Bukhari no. 3013 dan Muslim no. 1745).

4. Dilarang berbuat khianat, mencincang ,dan mencacat jasad musuh, serta ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi). Dalilnya adalah hadits Buraidah radhiyallahu anhu pada poin pertama.

5. Dilarang membunuh musuh yang dalam keadaan tidak berdaya.

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat di bawah naungan sebuah pohon dalam Perang Dzatur Riqa’. Datang seorang musuh dengan menghunus pedang sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tertidur. Saat Nabi terbangun, orang itu bertanya, “Apakah engkau takut kepadaku?” Jawab Nabi, “Tidak!” Orang itu bertanya lagi, “Siapa yang akan menghalangiku dari membunuhmu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allah Subhanahuwata’ala.” Seketika itu, pedang yang ia bawa terjatuh lalu diambil oleh

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau balik bertanya, “Siapakah yang akan menghalangiku dari membunuhmu?”Lalu,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya masuk Islam. Ia menolak, tetapi berjanji untuk tidak lagi ikut memerangi kaum muslimin.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkannya pergi.

Orang itu kembali ke kaumnya dan mengatakan, “Aku datang kepada kalian setelah bertemu dengan manusia terbaik.” (HR. al- Bukhari no. 4139 dan Muslim no. 843)

Latar Belakang Perang di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sejarah perang di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu diawali oleh sikap-sikap kaum musyrikin yang mengganggu ketenteraman kaum muslimin, pengkhianatan mereka, dan kezaliman mereka. Perang terjadi setelah tiga belas tahun lamanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin bersabar atas kezaliman dan kejahatan kaum musyrikin selama di Makkah. Berikut ini beberapa latar belakang perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Perang Badar

Semua berawal dari rongrongan kaum musyrikin Quraisy yang berusaha membuat makar untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka mengirim suratsurat kepada kaum musyrikin di Yatsrib (Madinah) untuk berusaha menekan, memerangi, dan mengusir kaum muslimin dari kota Madinah. Mereka diancam akan dibunuh dan perempuan-perempuan mereka akan dihalalkan jika tidak memerangi kaum muslimin. Kaum muslimin pun berusaha balas menekan. Di antara bentuknya adalah melakukan penghadangan terhadap kafilah-kafilah dagang kaum musyrikin Quraisy.

Hingga suatu saat, kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan berhasil lepas dari pengintaian kaum muslimin. Ia pun mengirimkan berita kepada kaum musyrikin di Makkah tentang usaha penghadangan kaum muslimin. Berangkatlah kurang lebih 1.000 orang pasukan dengan perlengkapan dan peralatan perang, di atas keangkuhan dan kesombongan. Sementara itu, kaum muslimin hanya membawa perlengkapan dan peralatan seadanya, itu pun dengan jumlah pasukan kurang lebih tiga ratus orang. Terjadilah peperangan yang kemudian dimenangi oleh kaum muslimin.

2. Perang Bani Nadhir

Bermula dari kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke bani Nadhir untuk menghitung/ menentukan tebusan atas kesalahan seorang sahabat yang membunuh dua orang Yahudi. Namun, orang-orang bani Nadhir justru berencana mempergunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara diam-diam. Akan tetapi, malaikat Jibril  memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rencana mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergegas kembali ke Madinah lalu memerintahkan Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan kepada bani Nadhir agar mereka segera meninggalkan tempat mereka dalam waktu sepuluh hari. Jika tidak, mereka akan diperangi. Karena hasutan dari orang-orang Yahudi lainnya, mereka pun menolak tawaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka justru mempersiapkan diri untuk berperang melawan kaum muslimin.

Setelah dikepung selama enam malam, bani Nadhir kemudian menyerah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusir mereka dari Madinah dan memberikan kemurahan sehingga mereka bisa membawa barang dan harta, selain senjata. Allah Subhanahuwata’ala menceritakan hal ini dalam surat al-Hasyr.

3. Perang Ahzab

Perang ini terjadi karena persekongkolan dan makar jahat kaum musyrikin Makkah, kabilah Ghathafan, kaum Yahudi, dan kabilah-kabilah lainnya. Mereka bersepakat untuk bersatu dan bersama-sama menyerang kota Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan strategi di dalam menghadapi pasukan gabungan tersebut. Jadi, Perang Ahzab adalah perang yang terjadi karena kaum muslimin membela diri dan mempertahankan kota Madinah.

4. Perang Bani Quraizhah

Bani Quraizhah adalah kabilah Yahudi yang melakukan pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Pada saat kaum muslimin sedang sibuk melawan pasukan gabungan dalam Perang Ahzab di sebelah utara Madinah, bani Quraizhah yang berada di sebelah selatan Madinah malah menyatakan perang.

Padahal, tidak ada yang menghalangi antara bani Quraizhah dengan lokasi perlindungan kaum wanita dan anak-anak kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersedih, pun para sahabatnya. Setelah Allah Subhanahuwata’ala memberikan kemenangan kepada kaum muslimin dalam peristiwa Perang Ahzab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berangkat menuju tempat tinggal bani Quraizhah untuk menghukum mereka atas pengkhianatan yang mereka lakukan.

5. Perang Mu’tah

Perang ini terjadi karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah saat mendengar utusan beliau, sahabat al-Harits bin ‘Amr, yang membawa surat untuk penguasa negeri Basra malah dibunuh dan dipenggal kepalanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan pasukan terdiri dari 3.000 orang dengan pimpinan secara bergantian Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Itu pun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan untuk menyampaikan tawaran Islam kepada mereka terlebih dahulu. Jika menolak, mereka boleh diperangi.

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, “Berperanglahkaliandengannama Allah Subhanahu wa ta’ala  dandijalan Allah Subhanahuwata’ala. Bunuhlah orang yang melakukank ekufuran kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Janganlah kalian menipu dan mencuri harta rampasan perang. Jangan pula membunuh anak-anak, kaum wanita, dan orang-orang tua. Janganlah kalian merusak tempat ibadah mereka, menebang pohon kurma, dan pohon apapun,serta janganlah merobohkan bangunan!”

6. Fathu Makkah

Inilah peristiwa penaklukan kota Makkah. Bermula dari pengkhianatan kaum musyrikin Quraisy yang secara diam-diam membantu sekutu mereka, bani Bakr, untuk menyerang bani Khuza’ah. Padahal Khuza’ah adalah sekutu kaum muslimin. Sementara itu, dalam Perjanjian Hudaibiyah telah disepakati masa gencatan senjata. Ternyata, orangorang bani Bakr telah membunuh lebih dari dua puluh orang bani Khuza’ah. Khuza’ah lalu menyampaikan berita itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bergeraklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat untuk menaklukan kota Makkah.

Setelah kota Makkah ditaklukkan, apa yang beliau lakukan? Beliau mengatakan kepada kaum Quraisy yang dahulu memusuhi dan memerangi kaum muslimin, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian. Bubarlah, karena kalian adalah orang-orang yang bebas!”

Sungguh Sangat Berbeda!

Sungguh sangat berbeda! Peperangan yang dikenal dan terjadi pada masa jahiliah adalah peperangan yang dipenuhi oleh kekejaman, kekerasan, perampokan, penghancuran kehormatan, pemusnahan ladang dan kebun, pembunuhan terhadap anak-anak, tanpa kasih sayang dan rasa perikemanusiaan. Adapun Islam, peperangan adalah sarana untuk menebarkan kasih sayang dan keadilan, menolong orang-orang yang terzalimi, dan menegakkan kalimat Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga peribadahan benar-benar menjadi hanya untuk Allah Subhanahu wa ta’ala.

Lihatlah adab-adab berperang yang diajarkan oleh Islam. Betapa rahmat dan penuh cinta! Bandingkanlah! Selama tidak lebih dari delapan tahun peperangan yang dijalankan di masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, korban terbunuh hanya sebatas 1.000 orang dari kalangan kaum muslimin, kaum musyrikin, Yahudi, dan Nasrani.

Dengan rentang waktu yang relatif singkat dan korban jiwa yang relatif kecil, kaum muslimin mampu menundukkan hampir seluruh Jazirah Arab dan menciptakan keamanan serta ketenteraman. Adapun peperangan di zaman jahiliah sangat jauh berbeda. Korban begitu banyak, dilatarbelakangi oleh dendam dan benci, penuh ketakutan dan tidak berakhir.

Misalnya, perang antara bani Bakr dan kabilah Taghlib yang terjadi selama empat puluh tahun dengan korban sekitar 70.000 orang! Atau perang antara Aus dan Khazraj yang terjadi hampir seratus tahun. Sungguh sangat berbeda! Bandingkanlah dengan peperangan yang dilakukan dan dijalani oleh kaum kafir Barat! Dalam Perang Dunia Pertama, yang hanya berlangsung kurang lebih selama empat tahun, minimalnya ada 40 juta orang tewas.

Mayoritasnya adalah warga sipil yang tidak terlibat dalam peperangan secara langsung. Sekitar 9 juta orang tewas akibat kekurangan pangan, kelaparan, pembunuhan massal, dan terlibat secara tidak langsung dalam pertempuran. Dalam perang ini, senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman atas warga sipil dari udara dilakukan, dan banyak pembunuhan massal.

Bandingkan juga dengan Perang Dunia Kedua! Perang terbesar dalam sejarah manusia yang melibatkan kaum kafir Barat yang hanya terjadi dalam waktu enam tahun, telah memakan korban 70 juta orang tewas, mayoritasnya masyarakat sipil. Dalam dua perang dunia ini, mencuat nama-nama penjahat perang semacam Hitler, Mussolini, Lenin, Stalin, dan lainnya. Demikian juga kejahatankejahatan yang tercatat dalam sejarah hitam dunia. Tokyo dibom bakar oleh sekutu yang mengakibatkan 90.000 orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota.

Hiroshima dan Nagasaki dibom atom yang mengakibatkan korban dan kerugian besar. Hal-hal yang sangat tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan telah dipertontonkan oleh kaum kafir Barat. Atau juga kejahatan yang dilakukan oleh Slobodan Milosevic yang melakukan genosida (pembantaian etnis secara massal) terhadap kaum muslimin di Bosnia.

Belum lagi kejahatan kaum kafir Barat terhadap kaum muslimin di Afghanistan, Palestina, Chechnya, dan banyak daerah lain. Sebelumnya lagi, dalam catatan Perang Salib. Sejarah telah mencatat kekejaman dan kejahatan yang dilakukan oleh kaum Salibis terhadap kaum muslimin.

Pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak, pembakaran masjid dan bangunan lainnya, pemerkosaan, tindakan keji dan bengis, serta perbuatan bengis lainnya. Kita harus bertanya, “Siapakah yang patut dianggap sebagai kaum yang jahat dan tidak berperikemanusiaan? Siapa pula yang pantas dinilai sebagai kaum yang penuh rahmat dan kasih sayang? Kaum muslimin yang mengajarkan adab adab penuh cinta dan kasih sayang di dalam berperang; ataukah kaum kafir Barat yang menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan?” Alhamdulillah, Islam adalah agama yang mengajarkan rahmat dan kasih sayang.

Al-Qur’an, sunnah, dan sejarah Nabi Muhammad  menjadi bukti hal tersebut. Meskipun ada kelompok kelompok atau individu-individu yang melakukan kejahatan lalu menisbatkan dirinya kepada Islam, sesungguhnya Islam berlepas diri dari mereka. Wallahulmusta’an, walhamdulillah Rabbil ‘alamin.

——————————————————

Sumber : Majalah Asy Syariah

Renungan Kisah Julaibib

♻ KONSEP CINTA🌴
(Renungan Kisah Julaibib bag.1)

Akhi...tahukah engkau tentang konsep cinta hakiki? Mungkin selama ini, realita saat ini, konsep cinta yang sering kita saksikan identik dengan uang, intrik, putus-nyambung yang tak jelas, romantis dan air mata yang dipaksakan, perceraian, perselingkuhan, retak, ruwet, menyakitkan, buta, dan gelap. Konsep-konsep cinta yang indah dan penuh dinamika perjuangan hanya ada dalam film, sinetron, novel, cerita fiksi, bayangan kawula muda, khayalan pujangga, dan dendangan para penyair. Konsep cinta pun seolah menyakitkan. Pahit. Atau, indah dalam khayalan.

Maka, jika engkau bertanya, adakah konsep cinta hakiki dalam dunia nyata, inilah jawabannya! Inilah kisah yang memuat konsep cinta hakiki, terlahir dari relung hati, tanpa paksaan, dan terikat benang Ilahi.

Kisah ini bermula saat Rasulullah iba melihat salah seorang shahabatnya. Julaibib namanya. Ia adalah manusia yang tak pernah dirasakan keberadaannya, meskipun di zaman shahabat sekalipun. Perawakannya kerdil. Warnanya bagaikan arang. Wajahnya diungkapkan dalam bahasa Arab dengan lafaz "damim". Artinya bukan sekedar buruk rupa. Tapi buruk rupa yang mengerikan. Karenanya orang-orang tak berminat berdekat-dekat dengannya. Bahkan sekedar untuk mengingatnya. Apalagi menanyakan kabarnya. Atau merasakan segala gejolaknya. Keberadaannya bagaikan tiada. Ia itu miskin, kusut, dan tak memiliki nasab yang jelas. Ia terasing, walau di negri sendiri. Meskipun di zaman terbaik, zaman shahabat.

Rasa iba Rasulullah menjadi berkuadrat karena Julaibib tak pernah memerdulikan keterasingannya. Ia acuh atas sikap manusia kepadanya. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara memenuhi panggilan Allah untuk shalat. Bagaimana cara memenuhi panggilan Rasulullah untuk berjihad. Itu saja!

Hingga akhirnya, rasa iba menggerakkan kaki Rasulullah yang mulia untuk berkunjung ke rumah salah seorang shahabat Anshari.

"Sahabat, maukah engkau nikahkan putrimu?" tanya Rasulullah.

"Sungguh!? Betapa mulianya tawaran darimu, duhai Rasulullah," jawab Anshari.

"Namun bukan untukku."

"Lantas?"

"Sahabatku. Julaibib."

Mendengar nama Julaibib, Anshari bagaikan terserang demam tingkat tinggi. Lesu bukan main. Semangat nan riang yang tadi terpancar indah dari wajahnya seolah menjadi mendung dan gelap. Saking gelapnya, ia sampai tak sadar bahwa yang meminang untuk Julaibib Rasulullah sendiri. Padahal, apakah pantas rekomendasi Rasulullah ditolak? Begitulah. Bukan salah Anshari —juga Istrinya nanti—. Namun karena jeleknya image Julaibib sampai membuat Anshari lupa bahwa yang datang meminang adalah Rasulullah sendiri. Dan kemungkinan besarnya Allah mengampuni shahabat tadi. Sebab kesalahan seseorang saat batinnya tidak karuan, seperti terlalu gembira, terlampau sedih, begitu tertekan, dan semisalnya akan diampuni oleh Allah. Terlebih ia —juga istrinya— adalah shahabat Rasulullah. Bukankah orang yang saking gembiranya berkata, "Ya Allah, Engkau hambaku sedang aku adalah rabb-Mu" diampuni oleh Allah!?

Rasulullah pun manusia bijak bestari. Beliau paham shahabatnya. Memang butuh ketegaran sebesar-besarnya untuk menerima Julaibib masuk ke dalam anggota keluarganya. Makanya, saat Anshari berkata, "Bolehkah aku musyawarahkan kepada ibunya terlebih dahulu, wahai Rasulullah,"--tentu ekspresi pesimis--, Rasulullah mengiyakan dan pamit pulang.

"Hah! Julaibib!? Aneh!" teriak sang istri Anshari mendengar berita yang dibawa sang suami. Ia tidak bisa membayangkan putrinya yang cantik jelita, ayu menawan bersanding dengan si "damim". "Aneh! Pokoknya aneh!" Bahkan sang istri mengucapkan kata 'aneh' sampai tiga kali.

Dari balik kamar, ternyata sang putri mendengar percakapan kedua orang tuanya. Sang putri terlihat cemas, gusar, galau.

"Ayahanda..Ibunda..," kata sang putri sesaat sebelum ayahnya beranjak menemui Rasulullah hendak menyampaikan permohonan maaf tidak bisa menerima lamaran beliau.Ternyata sang putri mendengarkan percakapan kedua orang tuanya tanpa sepengetahuan keduanya. Dari tadi ia terlihat cemas, gusar, galau.

"Pantaskah kita menolak pina
ngan Rasulullah?"

Ayah Ibunya terdiam. Dramatis!

Kata-kata itu tepat membasahi kalbu beliau berdua. Menyadarkan bahwa apa yang hendak mereka berdua lakukan kurang tepat. Kurang diberkahi.

"Jika beliau ridha dengan pilihan tersebut, bukankah sebaiknya engkau berdua nikahkan aku saja dengan lelaki itu," lanjut sang putri meyakinkan.

"Rasulullah tidak akan pernah menyia-nyiakanku." Luar biasa! Rangkaian kata yang tidak keluar kecuali dari kalbu mukmin, shadiq, hazim.Seketika kedua orang tuanya pun tersadar.

"Engkau benar, putriku."

Maka diberlangsungkanlah pernikahan antara Julaibib dengan Sang Putri.

(bersambung, in sya Allah...)

✏_Buah goresan: Abu 'Uzair Khairul Huda (thalib Ma'had Daarus Salaf, SKH)

▶ Dikutip dari: Majalah santri Al Mufid

📚 Sumber Refrensi:
-Shahih Muslim
-Musnad Ahmad
-Shahih Ibnu Hibban

🏡 HIDUP TAK DISEBUT, WAFAT SEMERBAK HARUM NAMANYA
(Kisah Julaibib bag.2/akhir)

Jika kita merasa hidup kita sengsara, seharusnya kita malu dengan Julaibib. Sesengsara-sesengsaranya kita, coba bandingkan dengan...ah, janganlah! Memang tabiat kita suka mengeluh. Tidak mau disalahkan! Selalu bersembunyi di balik kalimat: 'tapi kan–tapi kan'.

Selepas peristiwa menggegerkan Julaibib dengan sang putri Anshari itu — setidaknya menggegerkan menurut kita —, tetap saja Julaibib tak dikenal. Mungkin berbeda dengan kita kalau dapat anak juragan herbal kaya raya yang cantiknya bukan buatan. Atau, kalau dapat anak ustadz kondang yang sering safari dakwah hampir ke seluruh pelosok nusantara. Kadang-kadang kita terkena sindrome sok terkenal menumpang figur mertua kita. Astaghfirullah! Julaibib? Tetap dalam keterasingan.

Waktu itu, kaum muslimin baru saja mendapatkan kemenangan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Tiba-tiba saja Rasulullah bertanya kepada para shahabatnya, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?"

Serta merta para shahabat berebutan menjawab seolah yang mereka sebutkan namanya akan mendapat kabar gembira dari beliau, "Iya, iya, ya Rasulullah. Aku kehilangan si Fulan dan si Fulan."

Rasulullah bergeming dari jawaban mereka, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?"

"Saya, saya, ya Rasulullah. Saya kehilangan si Fulan dan si Fulan," para shahabat dengan sangat antusias menjawab dengan seribu satu harapan dari Rasulullah.

Namun beliau tetap bergeming. Tetap menyiratkan wajah terpukul kehilangan. Dengan nada parau, beliau ulangi pertanyaan beliau, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?"

Suasana menjadi hening. Para shahabat yang tadinya sangat antusias sekarang terdiam seribu bahasa merasa bersalah. Mereka merasa, semakin mereka menjawab, akan semakin membuat Rasulullah sedih dan terpukul.

Maka Rasulullah tidak sanggup lagi menahan kesedihannya, "Aku kehilangan Julaibib."

Deg.!! Mereka baru sadar bahwa di tengah-tengah mereka ada yang bernama Julaibib. Seketika nama itu benar-benar menohok hati para shahabat. Seakan mereka ingin mengutuk diri sendiri akibat lancang terhadap seseorang yang sangat dimuliakan Rasulullah. Mereka benar-benar ingin menangis. Menangisi diri sendiri.

"Tolong carikan shahabatku Julaibib," pinta Rasulullah sendu.

Segera para shahabat mencari Julaibib demi menebus kesalahan mereka. Akhirnya para shahabat menemukan jasad beliau berada di tengah bangkai tujuh orang musyrik.

Rasulullah bersabda, "Dengan hebat dia membunuh tujuh musyrik ini, mereka pun membunuhnya."

Setelah bersabda demikian, Rasullah semakin terisak-isak. Menambah suasana semakin sedih, mengharu biru, dan menyayat hati para shahabat yang semakin merasa bersalah.

Dengan tangannya yang mulia, Rasulullah mengangkat kepala Julaibib dan menyandarkannya ke dada Rasulullah. "Sungguh Julaibib dariku dan aku dari Julaibib."

Rasulullah terus mendekap Julaibib yang membuat para shahabat semakin menangis tersedu-sedu, sembari menunggu shahabat selesai menggali liang kubur untuk beliau.

Julaibib, semoga Allah meridhainya. Sangat indah perjalanan beliau. Hidup tak disebut, meninggal semerbak wangi namanya.

Bagaimana istri beliau? Disebutkan beliau adalah janda paling dermawan sekota Madinah.

Janda? Iya, kawan. Pergaulan Julaibib kepada istri beliau sangatlah menyenangkan. Membuat istri beliau tidak ingin menikah lagi setelah wafatnya. Berharap tetap menjadi istri Julaibib di Surga kelak.

Sumber Refrensi:
- Shahih Muslim.
- Musnad Ahmad.

✏️__Buah Goresan: Abu Uzair Khairul Huda (kelas 10)

🌾__KASYAF

telegramme/karyasyababdaarussalaf

BENARKAH NGEBUT DI JALAN TERMASUK SUNNAH NABI?

✍📚🔑
___***___

🚐💨💭BENARKAH
NGEBUT DI JALAN TERMASUK SUNNAH NABI ?

📖 Disebutkan dalam Shohih Al Bukhori (no.1804) dari hadits Abu Huroiroh rodliyallohu 'anhu dari  Nabi -shollallohu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :

(( السفر قطعة من العذاب، يمنع أحدكم طعامه وشرابه ونومه، فإذا قضى نهمته فليعجّل إلى أهله))
" Safar merupakan penggalan adzab, ia menghalangi (mengganggu) makan, minum dan tidur seseorang. Maka jika seseorang telah menyelesaikan keperluannya maka hendaknya ia BERSEGERA kembali kepada keluarganya."

📖 Ibnu Hajar -rohimahulloh- dalam syarahnya (Fat-hul Baary 3/708) berkata:

" Dalam hadits 'Aisyah disebutkan dengan lafadz: HENDAKNYA IA MEMPERCEPAT PERJALANANNYA..."

Mempercepat kendaraan hendaklah tetap memperhatikan adab-adabnya, diantaranya sabda Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam :

(( لا ضرر ولا ضرار ))

"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain."

(HR. Ibnu Majah, Ahmad dan Malik. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albaaniy dalam Shohiihul Jaami' no. 7517).

📢 Fadhilatusy- Syaikh Ibnu Baaz -rohimahulloh- berkata:

" Dan yang WAJIB bagi para sopir, hendaklah mereka selalu waspada terhadap laju dan jalannya kendaraan dari kantuk. Dan WAJIB bagi sopir untuk BERHATI-HATI dalam perjalanan dan hendaknya dia SELALU MEMPERHATIKAN ATURAN LALU LINTAS yang telah ditetapkan, TIDAK MELANGGARNYA.  Dan tidak melaju dalam keadaan mengantuk atau sambil ngobrol bersama temannya dengan obrolan yang mengganggu konsentrasinya dari memperhatikan jalan.

WAJIB baginya waspada. Teliti dan selalu waspada dalam perjalanan hingga TIDAK MEMBAHAYAKAN DIRINYA, PENUMPANGNYA DAN ORANG LAIN.

WAJIB bagi sopir memiliki perhatian yang serius terhadap kendaraannya. Maka JANGANLAH NGEBUT dan JANGAN MELANGGAR ATURAN LALU LINTAS. Jangan menyopir sambil mengantuk, jangan sambil ngobrol dengan teman disampingnya dengan obrolan yang bisa mengganggu perjalanan dan hal-hal lainnya..."

📢 Fadhilatusy- Syaikh Sholih Al Fauzan -hafidhohulloh- berkata :

"Demikian juga .... para pengendara yang mempercepat kendaraan dengan KECEPATAN TINGGI YANG MELEBIHI BATAS (MAKSIMAL) YANG DITENTUKAN,  hal itu termasuk perbuatan menjerumuskan diri sendiri dan orang lain ke dalam marabahaya dan kematian. Dengan demikian mereka menanggung DOSA YANG BESAR dan menimbulkan rasa takut bagi kaum muslimin.

Demikian juga para sopir yang tidak mengindahkan rambu-rambu yang dipasang untuk kelancaran lalu lintas dan untuk mencegah bahaya di jalan, mereka termasuk orang-orang yang menyelisihi tuntutan iman berupa keharusan MENJAGA TERTUMPAHNYA DARAH KAUM MUSLIMIN dan menjaga kemaslahatan mereka.

Ini semua menunjukkan KELEMAHAN IMAN mereka. Keimanan (yang benar) nampak dalam tutur kata lisan, perbuatan anggota badan serta perbuatan-perbuatan lainnya (yang baik). Inilah hakikat seorang mukmin..."

🚧🚩🚧🚩🚧🚩🚧
Teks asli :
قال فضيلة الشيخ ابن باز- رحمه الله:

".... والواجب على السائقين أن يحذروا العجلة أو السير مع النعاس، الواجب على السائق أن يتمهل في السير، وأن يلتزم بقانون الطريق الذي رسم له، لا يزيد ولا يسير مع النعاس ولا يتحدث مع صاحبه حديثاً يشغله عن نظر الطريق، يجب عليه الحذر، يكون عنده فطنة وعنده حذر في سيره حتى لا يضر نفسه ولا يضر ركابه ولا يضر الناس الآخرين، يجب على السائق أن تكون عنده عناية تامة بالسيارة فلا يعجل ولا يتعد الخطة المرسومة للسير، ولا يكون معه نعاس، ولا يتحدث حديث مع من حوله حيث يشغله عن الطريق إلى غير ذلك..."

Dinukil dari :
دهس الحيوانات بالسيارة بغير قصد - الموقع الرسمي للإمام ابن باز
http://www.binbaz.org.sa/noor/8508

قال فضيلة الشيج صالح الفوزان- حفظه الله:

".... وكذلك أصحاب السيارات الذين يسرعون سرعة زائدة عن المطلوب يعرضون أنفسهم ويعرضون غيرهم بالخطر والموت يتحملون في ذلك آثامًا عظيمة ويروعون المسلمين وكذلك الذين يقطعون الإشارات المجعولة لأجل ضبط السير وتأمين الخطر هؤلاء أيضا مخالفون لما يقتضيه الإيمان من حفظ دماء المسلمين وحفظ مصالح المسلمين كل هذا يدل على ضعف إيمانهم أو على عدم إيمانهم فالإيمان يظهر في تصرفات الإنسان على لسانه وعلى جوارحه وتصرفاته هذا هو المؤمن ..."

Dinukil dari :
نعمة الإيمان | موقع معالي الشيخ صالح بن فوزان الفوزان
http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13687

☕ WA MTDS ASSUNNAH - MALANG

=====*****=====