Saya ingin bertaubat kepada Allah Azza wa JalIa dari sifat hasad [1], iri/dengki, dan saya telah berupaya sekuat tenaga untuk lepas dari sifat tersebut. Namun di banyak kesempatan, setan menghias-hiasi sifat tersebut kepada saya dengan jalan rasa cemburu. Jika saya cemburu kepada teman-teman saya sesama wanita atau cemburu melihat keberadaan wanita lain, tumbuhlah hasad saya. Saya pernah mendengar ucapan seorang teman: “Simpanlah rasa cemburu dan hasadmu di dalam hati, jangan engkau ucapkan dengan lisanmu. Jika demikian, engkau tidak akan berdosa.” Apakah benar ucapannya ini?
Samahatus Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah menjawab:
“Iya, bila anda merasa ada hasad yang timbul maka paksa jiwa anda untuk melawannya. Sembunyikan hasad tersebut, jangan melakukan suatu perbuatan yang menyelisihi syariat. Jangan anda sakiti orang yang anda hasadi, baik dengan ucapan ataupun perbuatan. Mohonlah kepada Allah Azza wa Jalla, agar menghilangkan perasaan itu dari hati anda niscaya hal itu tidaklah memudaratkan anda. Karena jika (dalam hati) seseorang tumbuh hasad namun ia tidak melakukan apapun sebagai pelampiasan hasadnya itu maka hasad itu tidaklah memudaratkannya. Selama ia tidak melakukan tindakan, tidak menyakiti orang yang didengkinya, tidak berupaya menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, dan tidak mengucapkan kata-kata yang menjatuhkan kehormatannya. Hasad/rasa dengki itu hanya disimpan dalam dadanya. Namun tentu saja orang seperti ini harus berhati-hati, jangan sampai ia mengucapkan kata-kata atau melakukan perbuatan/tindakan yang memudaratkan orang yang didengkinya.
Berkaitan dengan hasad ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
“Hati-hati kalian dari sifat hasad, karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.” [2]
Sifat hasad itu adalah sifat yang jelek dan sebenarnya menyakiti dan menyiksa pemiliknya sebelum ia menyakiti orang lain. Maka sepantasnya seorang mukmin dan mukminah berhati-hati dari hasad, dengan memohon pertolongan dan pemaafan dari Allah Azza wa Jalla. Seorang mukmin harus tunduk berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla -demikian pula seorang mukminah- dengan memohon dan berharap kepada-Nya agar menghilangkan hasad tersebut dari dalam hatinya, sehingga tidak tersisa dan tidak tertinggal sedikitpun. Karena itu, kapanpun anda merasa ada hasad menjalar di hati anda, hendaklah anda paksa jiwa anda untuk menyembunyikannya dalam hati tanpa menyakiti orang yang didengki, baik dengan ucapan ataupun perbuatan. Wallahul musta’an.”
(Kitab Fatawa Nur ‘Alad Darb, hal. 131-132)
Catatan Kaki:
[1] Hasad adalah mengangan-angankan hilangnya nikmat yang diperoleh orang lain, baik berupa nikmat agama ataupun dunia.
[2] HR. Abu Dawud. Namun hadits ini didhaifkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits Adl-Dha’ifah no. 1902, karena dalam sanadnya ada kakek Ibrahim bin Abi Usaid yang majhul. Tentang keharaman hasad ini telah ditunjukkan dalam hadits shahih dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kalian saling benci, jangan saling hasad, jangan saling membelakangi (membuang muka saat bertemu) dan jangan saling memutus hubungan, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak bertegur sapa dengan) saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sumber: Asy Syariah Edisi 028