Cari Blog Ini

Sabtu, 15 Agustus 2015

Tentang BEBERAPA ADAB DALAM BERDOA

Alhamdulillah wash sholatu wassalamu ‘ala Ar-Rasulil Musthofa

wa ‘ala alihi wa Ashabihi wa man walah

Saudaraku seiman, kita semua tentu berharap do’a yang kita panjatkan selama ini dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Betapa bahagianya ketika kita merasakan satu saja do’a yang kita panjatkan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Begitu juga sebaliknya, perasaan sedih yang tak terhingga ketika do’a yang kita panjatkan penuh khusyu’ di keheningan malam, dengan beruraian air mata ternyata tak kunjung dikabulkan.

Barangkali ada yang berpikir, “Mungkinkah do’a itu ditolak? Bukankah Allah telah berjanji mengabulkan do’a yang tulus?” jawabannya tentu saja, “Ya, sangat mungkin do’a itu tidak dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena selain Allah berjanji mengabulkan do’a yang ikhlas, juga Allah mengancam tidak akan mengabulkan do’a orang yang tidak memenuhi persyaratan berdo’a.”

Sebagai contoh, satu kisah yang diceritakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dimana ada seorang laki-laki yang sedang dalam perjalanan safar yang sangat panjang, rambutnya kusut dan berdebu, demikian pula bajunya compang camping. Dengan khusyu’nya ia memanjatkan permohonannya kepada Allah. Sebagai seorang yang sangat butuh bantun, dia menengadahkan kedua tangannya ke arah langit sembari berdo’a, “Wahai Rabbku wahai Rabbku”

Saudaraku seiman, mari kita perhatikan keadaan orang ini. Sungguh padanya telah terpenuhi persyaratan terkabulnya do’a,
- Sedang dalam safar.
- Bajunya lusuh dan penuh debu tanda butuhnya dia kepada Allah sangat besar, dan tentu saja keadaan ini membuat dia semakin ikhlas dalam berdo’a.
- Mengangkat kedua tangan.
- Ilhah atau merengek tanda kebutuhan yang sangat kepada Allah Subhanahu wa Ta’la.
- Tawassul dengan sifat rububiyyah Allah Ta’ala.
Bagi yang belum pernah mendengar kisah di atas pasti bergumam, “Sebaik-baik keadaan orang yang berdo’a, pasti do’anya dikabulkan.” Anda sangat benar andai saja tidak ada perkara-perkara yang menghalangi do’anya dikabulkan Allah. Dalam lanjutan kisanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menuturkan, “Tetapi dia makan dari makanan yang haram, dia minum dari minuman yang haram, tubuhnya dibalut pakaian yang haram, dan dia ditumbuhkan dari perkara yang haram. Bagaimana mungkin do’anya dikabulkan?!”

Hadits di atas sebagai bukti bahwa do’a-do’a yang tidak terpenuhi persyaratannya akan ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, betapa pun ikhlasnya orang tersebut dalam memintanya.

Saudaraku seiman, beranjak dari sini, maka sebuah keharusan bagi kita semua untuk mengetahui apasaja adab-adab berdo’a agar do’a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka dalam kesempatan ini kami akan menukilkan adab-adab yang telah diringkas di dalam kitab Ad-Du’au Minal Kitab was Sunnah. Semoga usaha kami ini mendapatkan nilai yang besar di sisi Allahu Rabbul ‘alamin

Adab dan Sebab Terkabulnya Do’a (Tambahan Keterangan di dalam dua kurung dari kami):

- Ikhlas karena Allah.
- Memulai dan mengakhiri do’a dengan pujian dan sanjungan kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi (Jangan seseorang langsung berdo’a kebutuhannya, tetapi mulailah dengan pujian yang sesuai dengan do’anya, contoh: Ya Allah Yang Mengabulkan Do’a, Pemberi Rejeki, atau Yang Maha Pengampung. Semua pujian di sesuaikan dengan isi do’anya)
- Kepastian di dalam doa dan yakin akan dikabulkan (Jangan berdo’a seperti, “Ya Allah andai Engkau berkehendak berilah aku rejeki yang halal”, atau “Jika Engkau Mau ampunilah aku”, tetapi pastikanlah, “Ya Allah Yang Maha Pengampung, ampunilah hamba-Mu yang lemah dan penuh dengan dosa ini)
- Merengek dan Mengulang-ulang Do’anya dan Tidak Terburu-buru (Terburu-buru seperti seorang berkara, aku sudah berdo’a tapi tidak dikabulkan, ini sebab tidak dikabulkannya do’a)
- Hadirnya Hati Ketika Berdo’a (Berdo’a dengan hati yang khusyu’ dan meresapi)
- Berdo’a Di waktu tenang dan Darurat (Jangan berdo’a di waktu butuh saja seperti keadaan kaum musyrikin di jaman Rasul)
- Tidak Diminta Kecuali Hanya Allah Saja.
- Tidak Berdo’a Kejelekan kepada keluarga, harta, anak, dan diri sendiri.
- Melirihkan suara.
- Mengakui dosa dan bersitighfar darinya, mengakui nikmat dan bersyukur atasnya.
- Tidak memberatkan diri dalam membuat kata-kata yang bagus dalam bentuk sajak.
- Merendahkan diri, khusyu’, berharap, dan takut.
- Mengembalikan setiap kezhaliman kepada pemiliknya dan bertaubat.
- Mengulangi do’a tiga kali.
- Menghadap Kiblat.
- Mengangkat kedua Tangan.
- Berwudhu’ Jika Memungkinkan.
- Tidak I’tida’ Dalam berdo’a (yaitu do’a-do’a yang tidak syar’i).
- Memulai Berdo’a untuk dirinya sebelum orang lain (contoh, Ya Allah, ampunilah aku dan seluruh kaum muslimin).
- Bertawassul dengan Nama dan Sifat Allah, atau dengan amalan shalih, atau dengan orang shalih yang masih hidup dan hadir (contoh dengan nama dan sifat Allah, “Ya Allah Yang Maha Penerima Taubat atau Ya Allah Yang menciptakan Langit dan Bumi”, contoh amalan shalih, “Ya Allah, aku telah berbakti kepada kedua orang tuaku karena menjalankan perintah-Mu, ya Allah ridhailah aku”. Adapun dengan orang shalih harus disyaratkan hidup dan ada hadir)
- Tidak boleh Mengkonsumsi Makanan, Minuman, dan Pakaian yang Haram.
- Tidak berdo’a kejelekan atau memutuskan tali kekerabatan.
- Amar ma’ruf dan nahir munkar.
- Menjauhkan diri dari kemaksiatan.


Dengan kita berusaha melaksanakan adab-adab di atas, maka insya Allah doa yang kita panjatkan pasti akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“dan Rabb kalian telah berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku pasti aku kabulkan.” (QS. Ghafir:60)

Semoga faedah yang sedikit ini bermanfaat untuk kita semua.

Oleh:

Admin Warisan Salaf

Tentang MENAHAN DIRI DARI PEMBATAL-PEMBATAL PUASA BAGI WANITA YANG SUCI DARI HAID DI SIANG HARI BULAN RAMADAN DAN BAGI MUSAFIR YANG KEMBALI DARI SAFARNYA DI SIANG HARI BULAN RAMADAN

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya tentang seorang wanita haid yang suci di siang hari bulan Ramadhan, apa yang harus dia lakukan?

Beliau menjawab: Wajib baginya menahan diri (dari pembatal puasa) menurut pendapat yang shahih dari dua pendapat ulama. Disebabkan telah hilangnya udzur syar’i (untuk melakukan pembatal puasa). Dan wajib baginya mengganti puasa hari tersebut.

Kasusnya sama dengan ketetapan rukyah ramadhan yang baru diketahui di siang hari, maka kaum muslimin wajib menahan diri (dari pembatal puasa) di hari tersebut, dan wajib mengganti hari tersebut menurut mayoritas ahlul ilmi.

Seperti juga seorang musafir yang tiba di kampungnya pada siang hari ramadhan, maka wajib baginya menahan diri menurut pendapat yang kuat dari dua pendapat ulama’, karena udzur safar telah hilang darinya. Dan mengganti puasa hari tersebut (di hari yang lain). Wallau waliyyut Taufiq.

MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/193

Tentang MENJAMAK SALAT KARENA SIBUK BEKERJA

P E R T A N Y A A N :

Saya sering tidak mengikuti sholat dan menjamak sholat dengan yang setelahnya. Hal itu karena banyaknya pekerjaan dan pemeriksaan pasien. Saya juga sering tidak menghadiri sholat jum`at karena melayani pasien, apakah pekerjaanku ini dibolehkan?

J A W A B A N :

Wajib bagi Anda untuk mengerjakan sholat tepat pada waktunya dan tidak ada keringanan bagi Anda untuk menunda sholat.

Adapun jika Anda bertugas jaga atau yang semisalnya bersama orang-orang yang tidak bisa sholat jum`at , maka gugur kewajiban sholat jum`at bagi Anda, dan Anda sholat dhuhur empat raka`at, seperti orang yang sakit dan semisalnya.

Adapun sholat-sholat yang lain, tidak ada keringanan bagi Anda untuk menjamak antara dua sholat, dan wajib untuk menunaikannya pada waktunya.

[Dari Fatwa yang mulia Syaikh Abdul aziz bin Abdullah bin Baz ]

Tentang MENINGGALKAN SALAT JUMAT DAN SALAT BERJAMAAH DI MASJID KARENA SIBUK MERAWAT PASIEN DI BANGSAL RAWAT INAP

P E R T A N Y A A N :

Saya sering tidak mengikuti sholat dan menjamak sholat dengan yang setelahnya. Hal itu karena banyaknya pekerjaan dan pemeriksaan pasien. Saya juga sering tidak menghadiri sholat jum`at karena melayani pasien, apakah pekerjaanku ini dibolehkan?

J A W A B A N :

Wajib bagi Anda untuk mengerjakan sholat tepat pada waktunya dan tidak ada keringanan bagi Anda untuk menunda sholat.

Adapun jika Anda bertugas jaga atau yang semisalnya bersama orang-orang yang tidak bisa sholat jum`at , maka gugur kewajiban sholat jum`at bagi Anda, dan Anda sholat dhuhur empat raka`at, seperti orang yang sakit dan semisalnya.

Adapun sholat-sholat yang lain, tidak ada keringanan bagi Anda untuk menjamak antara dua sholat, dan wajib untuk menunaikannya pada waktunya.

[Dari Fatwa yang mulia Syaikh Abdul aziz bin Abdullah bin Baz ]

Tentang MENINGGALKAN SALAT JUMAT DAN SALAT BERJAMAAH DI MASJID KARENA BERTUGAS JAGA DI UNIT GAWAT DARURAT

P E R T A N Y A A N :

Saya seorang perawat di sebuah Rumah Sakit , dan saya bertugas di bagian penerimaan pasien. Ketika hari Jum`at Saya tinggal sendiri ditemani seorang dokter lagi. Apakah wajib bagi saya untuk menunaikan sholat jum`at atau tidak? Menimbang bahwa unit tersebut menerima pasien Gawat Darurat selama 24 jam?

J A W A B A N :

Jika pekerjaan Anda di Rumah Sakit mengharuskan Anda untuk tetap tinggal disana untuk mengantisipasi Gawat Darurat , maka tidak mengapa bagi Anda untuk tinggal di Rumah Sakit , dan Anda mendapat udzur ketika Anda meninggalkan sholat jum`at, dan Anda mendirikan sholat dhuhur empat raka`at.
وبالله التوفيق, وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه و سلم
Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa
[Dari Fatwa Lajnah Da`imah, Fatwa no.17054]



______________
Sumber:
“Al-Fatawa al- Muta’alliqah bith-thibbi Wa ahkamil-mardha”| link : http://alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?languagename=ar&View=Tree&NodeID=36&PageNo=1&BookID=16

Alih Bahasa:
Al-Ustadz Abu Abdillah Al-watesy (Jember) -hafidzahullah- [FBF-2]

__________________
❂ WA Forum Berbagi Faidah

Hanya Sedikit Faedah