Hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻟَﻴَﻜُﻮﻧَﻦَّ ﻣِﻦtْ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﺃَﻗْﻮَﺍﻡٌ ﻳَﺴْﺘَﺤِﻠُّﻮﻥَ ﺍﻟْﺤِﺮَ ﻭَﺍﻟْﺤَﺮِﻳﺮَ ﻭَﺍﻟْﺨَﻤْﺮَ ﻭَﺍﻟْﻤَﻌَﺎﺯِﻑَ، ﻭَﻟَﻴَﻨْﺰِﻟَﻦَّ ﺃَﻗْﻮَﺍﻡٌ ﺇِﻟَﻰ ﺟَﻨْﺐِ ﻋَﻠَﻢٍ ﻳَﺮُﻭﺡُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺑِﺴَﺎﺭِﺣَﺔٍ ﻟَﻬُﻢْ ﻳَﺄْﺗِﻴﻬِﻢْ ﻳَﻌْﻨِﻲ ﺍﻟْﻔَﻘِﻴﺮَ ﻟِﺤَﺎﺟَﺔٍ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﺍ: ﺍﺭْﺟِﻊْ ﺇِﻟَﻴْﻨَﺎ ﻏَﺪًﺍ؛ ﻓَﻴُﺒَﻴِّﺘُﻬُﻢْ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﻳَﻀَﻊُ ﺍﻟْﻌَﻠَﻢَ ﻭَﻳَﻤْﺴَﺦُ ﺁﺧَﺮِﻳﻦَ ﻗِﺮَﺩَﺓً ﻭَﺧَﻨَﺎﺯِﻳﺮَ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
"Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan al-ma'azif (alat-alat musik). Dan akan ada kaum yang menuju puncak gunung kembali bersama ternak mereka, lalu ada orang miskin yang datang kepada mereka meminta satu kebutuhan, lalu mereka mengatakan: ‘Kembalilah kepada kami besok.’ Lalu Allah subhanahu wa ta’ala membinasakan mereka di malam hari dan menghancurkan bukit tersebut. Dan Allah mengubah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi, hingga hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya secara ta’liq dengan bentuk pasti (jazm), 10/5590. Lihat pula pembahasan lengkap tentang sanad hadits ini dalam Silsilah Ash-Shahihah, Al-Albani, 1/91)
Al-Laits berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik yang dipukul.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik.”
Al-Qurthubi meriwayatkan dari Al-Jauhari bahwa al-ma’azif adalah nyanyian. Yang terdapat dalam Shihah-nya bahwa yang dimaksud adalah alat-alat musik. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah suara-suara yang melalaikan.
Ad-Dimyathi berkata: “Al-ma’azif adalah genderang dan yang lainnya berupa sesuatu yang dipukul.” (lihat Tahdzib Al-Lughah 2/86, Mukhtarush Shihah hal. 181, Fathul Bari 10/57)
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: “Al-ma’azif adalah nama bagi setiap alat musik yang dimainkan, seperti seruling, gitar, dan klarinet (sejenis seruling), serta simba.” (Siyar A’lam An-Nubala` 21/158)
Ibnul Qayyim berkata bahwa al-ma’azif adalah seluruh jenis alat musik, dan tidak ada perselisihan ahli bahasa dalam hal ini. (Ighatsatul Lahafan 1/260-261)
Makna hadits ini adalah, akan muncul dari kalangan umat ini yang menganggap halal hal-hal tersebut, padahal itu adalah perkara yang haram. Al-‘Allamah ‘Ali Al-Qari berkata: “Maknanya adalah mereka menganggap perkara-perkara ini sebagai sesuatu yang halal dengan mendatangkan berbagai syubhat dan dalil-dalil yang lemah.” (Mirqatul Mafatih, 5/106)
###
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺻَﻮْﺗَﺎﻥِ ﻣَﻠْﻌُﻮﻧَﺎﻥِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ: ﻣِﺰْﻣَﺎﺭٌ ﻋِﻨْﺪَ ﻧِﻌْﻤَﺔٍ ﻭَﺭَﻧَّﺔٌ ﻋِﻨْﺪَ ﻣُﺼِﻴﺒَﺔٍ
"Dua suara yang dilaknat di dunia dan di akhirat: seruling ketika mendapatkan kenikmatan dan ratapan (suara jeritan) ketika ditimpa musibah.” (HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya, 1/377/755, Adh-Dhiya` Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah, 6/188/2200, dan dishahihkan oleh Al-Albani berdasarkan penguat-penguat yang ada. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 52)
Juga dikuatkan dengan riwayat Jabir bin Abdillah, dari Abdurrahman bin ‘Auf, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻧُﻬِﻴْﺖُ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﻮْﺡِ ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﺗَﻴْﻦِ ﺃَﺣْﻤَﻘَﻴْﻦِ ﻓَﺎﺟِﺮَﻳْﻦِ: ﺻَﻮْﺕٍ ﻋِﻨْﺪَ ﻧَﻐْﻤَﺔِ ﻟَﻬْﻮٍ ﻭَﻟَﻌِﺐٍ ﻭَﻣَﺰَﺍﻣِﻴﺮِ ﺷَﻴْﻄَﺎﻥٍ، ﻭَﺻَﻮْﺕٍ ﻋِﻨْﺪَ ﻣُﺼِﻴﺒَﺔٍ ﺧَﻤْﺶِ ﻭُﺟُﻮﻩٍ ﻭَﺷَﻖِّ ﺟُﻴُﻮﺏٍ ﻭَﺭَﻧَّﺔِ ﺷَﻴْﻄَﺎﻥٍ
"Aku hanya dilarang dari meratap, dari dua suara yang bodoh dan fajir: Suara ketika dendangan yang melalaikan dan permainan, seruling-seruling setan, dan suara ketika musibah, mencakar wajah, merobek baju dan suara setan.” (HR. Al-Hakim, 4/40, Al-Baihaqi, 4/69, dan yang lainnya. Juga diriwayatkan At-Tirmidzi secara ringkas, no. 1005)
An-Nawawi rahimahullah berkata tentang makna ‘suara setan’: “Yang dimaksud adalah nyanyian dan seruling.” (Tuhfatul Ahwadzi, 4/75)
###
Dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﺮَّﻡَ ﻋَﻠَﻲَّ - ﺃَﻭْ ﺣُﺮِّﻡَ ﺍﻟْﺨَﻤْﺮُ ﻭَﺍﻟْﻤَﻴْﺴِﺮُ ﻭَﺍﻟْﻜُﻮﺑَﺔُ، ﻭَﻛُﻞُّ ﻣُﺴْﻜِﺮٍ ﺣَﺮَﺍﻡٌ
"Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan atasku –atau– diharamkan khamr, judi, dan al-kubah (gendang). Dan setiap yang memabukkan itu haram.” (HR. Abu Dawud no. 3696, Ahmad, 1/274, Al-Baihaqi, 10/221, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 2729, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani, lihat At-Tahrim hal. 56)
Kata al-kubah telah ditafsirkan oleh perawi hadits ini yang bernama ‘Ali bin Badzimah, bahwa yang dimaksud adalah gendang. (Lihat riwayat Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 12598)
###
Hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟْﺨَﻤْﺮَ ﻭَﺍﻟْﻤَﻴْﺴِﺮَ ﻭَﺍﻟْﻜُﻮﺑَﺔَ ﻭَﺍﻟْﻐُﺒَﻴْﺮَﺍﺀَ، ﻭَﻛُﻞُّ ﻣُﺴْﻜِﺮٍ ﺣَﺮَﺍﻡٌ
"Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan khamr, judi, al-kubah (gendang), dan al-ghubaira` (khamr yang terbuat dari bahan jagung), dan setiap yang memabukkan itu haram.” (HR. Abu Dawud no. 3685, Ahmad, 2/158, Al-Baihaqi, 10/221-222, dan yang lainnya. Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 58)
###
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻣَﻦْ ﻳَﺸْﺘَﺮِﻱ ﻟَﻬْﻮَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚِ ﻟِﻴُﻀِﻞَّ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻭَﻳَﺘَّﺨِﺬَﻫَﺎ ﻫُﺰُﻭًﺍ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﻣُﻬِﻴﻦٌ
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Luqman: 6)
Ayat Allah ini telah ditafsirkan oleh para ulama salaf bahwa yang dimaksud adalah nyanyian dan yang semisalnya. Di antara yang menafsirkan ayat dengan tafsir ini adalah:
~Abdullah bin ‘Abbas, beliau mengatakan tentang ayat ini: “Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan yang semisalnya.” (Diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (no. 1265), Ibnu Abi Syaibah (6/310), Ibnu Jarir dalam tafsirnya (21/40), Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, Al-Baihaqi (10/221, 223), dan dishahihkan Al-Albani dalam kitabnya Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 142-143)
~ Abdullah bin Mas’ud, tatkala beliau ditanya tentang ayat ini, beliau menjawab: “Itu adalah nyanyian, demi Allah yang tiada Ilah yang haq disembah kecuali Dia.” Beliau mengulangi ucapannya tiga kali. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, Ibnu Abi Syaibah, Al-Hakim (2/411), dan yang lainnya. Al-Hakim mengatakan: “Sanadnya shahih,” dan disetujui Adz-Dzahabi. Juga dishahihkan oleh Al-Albani, lihat kitab Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 143)
~ ‘Ikrimah, Syu’aib bin Yasar berkata: “Aku bertanya kepada ‘Ikrimah tentang makna (lahwul hadits) dalam ayat tersebut. Maka beliau menjawab: ‘Nyanyian’.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Tarikh-nya (2/2/217), Ibnu Jarir dalam tafsirnya, dan yang lainnya. Dihasankan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 143)
~ Mujahid bin Jabr, beliau mengucapkan seperti apa yang dikatakan oleh ‘Ikrimah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 1167, 1179, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abid Dunya dari beberapa jalan yang sebagiannya shahih)
Dan dalam riwayat Ibnu Jarir yang lain, dari jalan Ibnu Juraij, dari Mujahid, tatkala beliau menjelaskan makna al-lahwu dalam ayat tersebut, beliau berkata: “Genderang.” (Al-Albani berkata: Perawi-perawinya terpercaya, maka riwayat ini shahih jika Ibnu Juraij mendengarnya dari Mujahid. Lihat At-Tahrim hal. 144)
~ Al-Hasan Al-Bashri, beliau mengatakan: “Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan seruling.”
As-Suyuthi menyebutkan atsar ini dalam Ad-Durrul Mantsur (5/159) dan menyandarkannya kepada riwayat Ibnu Abi Hatim. Al-Albani berkata: “Aku belum menemukan sanadnya sehingga aku bisa melihatnya.” (At-Tahrim hal. 144)
Oleh karena itu, berkata Al-Wahidi dalam tafsirnya Al-Wasith (3/441): “Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan bahwa makna lahwul hadits adalah nyanyian. Ahli ma’ani berkata: ‘Termasuk dalam hal ini adalah semua orang yang memilih hal yang melalaikan, nyanyian, seruling, musik, dan mendahulukannya, daripada Al-Qur`an.”
###
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kalian menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian ber-sumud?” (An-Najm: 59-61)
Para ulama menafsirkan “kalian bersumud” maknanya adalah bernyanyi. Termasuk yang menyebutkan tafsir ini adalah:
~ Ibnu Abbas. Beliau berkata: “Maknanya adalah nyanyian. Dahulu jika mereka mendengar Al-Qur`an, maka mereka bernyanyi dan bermain-main. Dan ini adalah bahasa penduduk Yaman (dalam riwayat lain: bahasa penduduk Himyar).” Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (27/82), Al-Baihaqi (10/223). Al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan sanadnya shahih.” (Majma’ Az-Zawa`id, 7/116)
~ ‘Ikrimah. Beliau juga berkata: “Yang dimaksud adalah nyanyian, menurut bahasa Himyar.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Syaibah, 6/121)
Ada pula yang menafsirkan ayat ini dengan makna berpaling, lalai, dan yang semisalnya. Ibnul Qayyim berkata: “Ini tidaklah bertentangan dengan makna ayat sebagaimana telah disebutkan, bahwa yang dimaksud sumud adalah lalai dan lupa dari sesuatu. Al-Mubarrid mengatakan: ‘Yaitu tersibukkan dari sesuatu bersama mereka.’ Ibnul ‘Anbar mengatakan: ‘As-Samid artinya orang yang lalai, orang yang lupa, orang yang sombong, dan orang yang berdiri.’ Ibnu ‘Abbas berkata tentang ayat ini: ‘Yaitu kalian menyombongkan diri.’ Adh-Dhahhak berkata: ‘Sombong dan congkak.' Mujahid berkata: ‘Marah dan berpaling.’ Yang lainnya berkata: ‘Lalai, luput, dan berpaling.’ Maka, nyanyian telah mengumpulkan semua itu dan mengantarkan kepadanya.” (Ighatsatul Lahafan, 1/258)
###
Firman Allah kepada Iblis: “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (Al-Isra`: 64)
Telah diriwayatkan dari sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud “menghasung siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu” adalah melalaikan mereka dengan nyanyian. Di antara yang menyebutkan hal tersebut adalah:
~ Mujahid. Beliau berkata tentang makna “dengan suaramu”: “Yaitu melalaikannya dengan nyanyian.” (Tafsir Ath-Thabari)
Sebagian ahli tafsir ada yang menafsirkannya dengan makna ajakan untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ibnu Jarir berkata: “Pendapat yang paling benar dalam hal ini adalah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah mengatakan kepada Iblis: ‘Dan hasunglah dari keturunan Adam siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu,’ dan Dia tidak mengkhususkan dengan suara tertentu. Sehingga setiap suara yang dapat menjadi pendorong kepadanya, kepada amalannya dan taat kepadanya, serta menyelisihi ajakan kepada ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka termasuk dalam makna suara yang Allah subhanahu wa ta’ala maksudkan dalam firman-Nya.” (Tafsir Ath-Thabari)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata tatkala menjelaskan ayat ini: “Sekelompok ulama salaf telah menafsirkannya dengan makna ‘suara nyanyian’. Hal itu mencakup suara nyanyian tersebut dan berbagai jenis suara lainnya yang menghalangi pelakunya untuk menjauh dari jalan Allah.” (Majmu’ Fatawa, 11/641-642)
Ibnul Qayyim berkata: “Satu hal yang telah dimaklumi bahwa nyanyian merupakan pendorong terbesar untuk melakukan kemaksiatan.” (Ighatsatul Lahafan, 1/255)
###
Atsar dari Ulama Salaf
1. Abdullah bin Mas’ud berkata:
ﺍﻟْﻐِﻨَﺎﺀُ ﻳُﻨْﺒِﺖُ ﺍﻟﻨِّﻔَﺎﻕَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ
"Nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati.” (Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, 4/2, Al-Baihaqi dari jalannya, 10/223, dan Syu’abul Iman, 4/5098-5099. Dishahihkan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 10. Diriwayatkan juga secara marfu’, namun sanadnya lemah)
2. Ishaq bin Thabba` berkata: Aku bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullah tentang sebagian penduduk Madinah yang membolehkan nyanyian. Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya menurut kami, orang-orang yang melakukannya adalah orang yang fasiq.” (Diriwayatkan Abu Bakr Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma’ruf: 32, dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 244, dengan sanad yang shahih)
Beliau juga ditanya: “Orang yang memukul genderang dan berseruling, lalu dia mendengarnya dan merasakan kenikmatan, baik di jalan atau di majelis?” Beliau menjawab: “Hendaklah dia berdiri (meninggalkan majelis) jika ia merasa enak dengannya, kecuali jika ia duduk karena ada satu kebutuhan, atau dia tidak bisa berdiri. Adapun kalau di jalan, maka hendaklah dia mundur atau maju (hingga tidak mendengarnya).” (Al-Jami’, Al-Qairawani, 262)
3. Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata: ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullah menulis sebuah surat kepada ‘Umar bin Walid yang isinya: “… Dan engkau yang menyebarkan alat musik dan seruling, (itu) adalah perbuatan bid’ah dalam Islam.” (Diriwayatkan An-Nasa`i, 2/178, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 5/270. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 120)
4. ‘Amr bin Syarahil Asy-Sya’bi berkata: “Sesungguhnya nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati, seperti air yang menumbuhkan tanaman. Dan sesungguhnya berdzikir menumbuhkan iman seperti air yang menumbuhkan tanaman.” (Diriwayatkan Ibnu Nashr dalam Ta’zhim Qadr Ash-Shalah, 2/636. Dihasankan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim, hal. 148)
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abid Dunya (45), dari Al-Qasim bin Salman, dari Asy-Sya’bi, dia berkata: “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melaknat biduan dan biduanita.” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 13)
5. Ibrahim bin Al-Mundzir –seorang tsiqah (terpercaya) yang berasal dari Madinah, salah seorang guru Al-Imam Al-Bukhari– ditanya: “Apakah engkau membolehkan nyanyian?” Beliau menjawab: “Aku berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak ada yang melakukannya menurut kami kecuali orang-orang fasiq.” (Diriwayatkan Al-Khallal dengan sanad yang shahih, lihat At-Tahrim hal. 100)
6. Ibnul Jauzi berkata: “Para tokoh dari murid-murid Al-Imam Asy-Syafi’i mengingkari nyanyian. Para pendahulu mereka, tidak diketahui ada perselisihan di antara mereka. Sementara para pembesar orang-orang belakangan, juga mengingkari hal tersebut. Di antara mereka adalah Abuth Thayyib Ath-Thabari, yang memiliki kitab yang dikarang khusus tentang tercela dan terlarangnya nyanyian. Lalu beliau berkata: “Ini adalah ucapan para ulama Syafi’iyyah dan orang yang taat di antara mereka. Sesungguhnya yang memberi keringanan dalam hal tersebut dari mereka adalah orang-orang yang sedikit ilmunya serta didominasi oleh hawa nafsunya. Para fuqaha dari sahabat kami (para pengikut mazhab Hambali) menyatakan: ‘Tidak diterima persaksian seorang biduan dan para penari.’ Wallahul muwaffiq.” (Talbis Iblis, hal. 283-284)
7. Ibnu Abdil Barr berkata: “Termasuk hasil usaha yang disepakati keharamannya adalah riba, upah para pelacur, sogokan (suap), mengambil upah atas meratapi (mayit), nyanyian, perdukunan, mengaku mengetahui perkara gaib dan berita langit, hasil seruling dan segala permainan batil.” (Al-Kafi hal. 191)
8. Ath-Thabari berkata: “Telah sepakat para ulama di berbagai negeri tentang dibenci dan terlarangnya nyanyian.” (Tafsir Al-Qurthubi, 14/56)
9. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Mazhab empat imam menyatakan bahwa alat-alat musik semuanya haram.” Lalu beliau menyebutkan hadits riwayat Al-Bukhari rahimahullah di atas. (Majmu’ Fatawa, 11/576)
Sumber: Majalah Asy Syariah
###
As-Sheikh Abdul Aziz ibn Baz رحمه الله
Sesungguhnya mendengarkan nyanyian itu HARAM dan merupakan kemungkaran, termasuk sebab sakitnya hati, kerasnya hati, menghalanginya dari mengingat Allaah ﷻ. Sungguh kebanyakan ahlul ilmi menafsirkan firman Allaah ﷻ:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman: 6)
Abdullah ibn Mas’ud رضي الله عنه bersumpah bahwasanya yang dimaksud “perkataan yang tidak berguna” dalam ayat ini adalah “NYANYIAN”.
Jika dalam nyanyian tersebut terdapar alat-alat yang melalaikan seperti GITAR, BIOLA dan GENDANG maka keharamannya menjadi amat sangat. Dan sebagian ulama menyebutkan bahwasanya nyanyian dengan menggunakan alat-alat musik yang melalaikan itu haram hukumnya secara ijma’.
Maka wajib untuk memperingatkan (umat) dari hal tersebut. Sungguh telah sahih dari Rasulullah ﷺ bahwasanya beliau bersabda:
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
“Niscaya akan ada dari kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera (bagi laki-laki pent), khamer dan alat-alat musik.”
(HR. Bukhari dari Abu Malik al-Ash’ari)
Al-Hirru adalah kemaluan wanita yang haram, yang dimaksud adalah zina. Dan Al-Ma’aazif adalah nyanyian dan alat-alat musik.
Berikut adalah dalil-dalil yang menunjukkan haramnya nyanyian dari perkataan para Salaf us-Soleh ridhwanullah ‘alayhim:
- Abu Bakr as-Siddiq رضي الله عنه berkata: “Nyanyian dan alat musik adalah seruling Syaiton.”
- Imam Malik ibn Anas رحمه الله berkata: “Menurut kami, orang yang melantunkan nyanyian itu sesungguh hanyalah orang-orang yang fasik.”
- Dan golongan asy-Syafi’iyyah رحمهم الله menyamakan nyanyian dengan kebatilan dan tipu muslihat.
- Imam Ahmad ibn Hanbal رحمه الله berkata: “Nyanyian itu akan menumbuhkan kemunafikan dalam hati, maka tidaklah mengherankan bagiku.”
- Berkata para Sahabat Imam Abu Hanifah رحمهم الله: “Mendengarkan nyanyian itu kefasikan.”
- Berkata Umar ibn Abdul Aziz رحمه الله: “Nyanyian itu awalnya dari Syaiton dan akibatnya adalah murka ar-Rahman.”
- Berkata Imam al-Qurtubi رحمه الله: “Nyanyian itu terlarang berdasarkan al-Kitab dan as-Sunnah.”
- Berkata Imam ibnu Salah رحمه الله: “Nyanyian dengan alat musik, para ulama telah sepakat tentang keharamannya.”
Judul asli:
التحذير من الغناء والتصوير و حلق اللحية و شربة الدخان و الإسبال للرجال و لسفر إلى بلاد الكفرة
Penerbit: Pustaka al Isnaad
WA Salafy Singapura
Hanya Sedikit Faedah