Cari Blog Ini

Jumat, 10 April 2015

Tentang MENCELA DAN MENCERCA ORANG LAIN

Wajib bagi seorang muslim menjaga lisannya dari mencela dan mencerca saudaranya, sekalipun kepada pembantunya. Hendaklah dia berlemah lembut dan mengarahkan dengan baik jika saudaranya jatuh kepada kesalahan.

Dari Anas radhiyallahu 'anhu beliau berkata:
قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ليس له خادم فأخذ أبو طلحة بيدي فاطلق بي إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله إن أنسا غلام كيس فليخدمك قال: فخدمته في السفر والحضر ما قال لي لشيء صنعته لم صنعت هذا هكذا ولا لشيء لم أصنعه لم لم تصنع هذا هكذا
Saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, beliau tidak mempunyai pembantu, lalu Abu Thalhah menggandeng tanganku untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu dia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anas ini adalah seorang anak yang cerdas dan dia siap melayani Anda." Maka aku melayani Beliau baik saat bepergian maupun muqim (tinggal), dan Beliau tidak pernah berkata kepadaku terhadap apa yang aku lakukan: "Kenapa kamu berbuat begini begitu" dan tidak pernah juga mengatakan terhadap sesuatu yang tidak aku lakukan: "Kenapa kamu tidak berbuat begini begitu". [HR. Al-Bukhari]

Di antara bentuk pergaulan yang baik adalah menjaga perasaan orang dari hal-hal yang dapat menyakitinya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﺃَﺧُﻮ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ، ﻟَﺎ ﻳَﻈْﻠِﻤُﻪُ، ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺨْﺬُﻟُﻪُ، ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺤْﻘِﺮُﻩُ، ﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﻫَﻬُﻨَﺎ - ﻳُﺸِﻴﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺻَﺪْﺭِﻩِ ﺛَﻠَﺎﺙَ ﻣَﺮَّﺍﺕٍ - ﺑِﺤَﺴْﺐِ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﺃَﻥْ ﻳَﺤْﻘِﺮَ ﺃَﺧَﺎﻩُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢ
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Tidak boleh dia menzalimi, menelantarkan, dan menghina saudaranya. Takwa itu ada di sini.” Beliau menunjuk ke dada beliau tiga kali. “Cukuplah seseorang dikatakan jahat ketika merendahkan saudaranya se-Islam.” (HR. Muslim no. 2564‏)

Al-Mawardi rahimahulah berkata:
“Banyak mencerca adalah sebab putusnya hubungan persahabatan.” (Lihat Ni’matul Ukhuwah hal. 17-54)

Namun, hal ini jangan disalah pahami sehingga dijadikan alasan meninggalkan nasihat yang baik atau amar ma’ruf nahi mungkar karena khawatir menyinggung perasaan orang lain.

Tentang MENANGGUNG ANAK YATIM

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وأنا وكافل اليتيم في الجنة هكذا، وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئا
"Aku dan orang yang menanggung anak yatim berada di surga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya yaitu telunjuk dan jari tengah. [Muttafaqun alaihi]

Tentang SALING MEMBERI HADIAH

Hadiah merupakan alat untuk bisa menumbuhkan rasa kasih sayang antara yang memberi dengan yang diberi. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
تهادوا تحابوا
"Saling memberi hadiahlah kalian, maka niscaya kalian saling mencintai." [HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Adabul Mufrad, dihasankan al-Allamah al-Albani]

Berkata Anas bin Malik radhiyallahu anhu:
يا بني! تبادلوا بينكم فإنه أود لما بينكم
"Wahai anakku! saling memberilah kalian, karena sesungguhnya (saling memberi) itu akan lebih mengeratkan hubungan di antara kalian." [HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Adabul Mufrad, dihasankan al-Allamah al-Albani]

###

PERBEDAAN ANTARA HADIAH, SHADAQAH, dan HIBAH
(dari penjelasan al-Allamah asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah)

HADIAH: Tujuannya adalah kasih sayang dan kecintaan kepada seseorang (yang diberi hadiah), bukan memberikan manfaat kepadanya. Oleh karena itu, hadiah bisa diberikan kepada orang kaya, bahkan yang lebih kaya darimu.

Adapun SHADAQAH: Tujuannya adalah mengharapkan pahala akhirat dan memberikan manfaat kepada orang yang diberi shadaqah.

Sedangkan HIBAH: Tujuannya adalah hanya memberikan manfaat kepada penerima hibah.

Sumber:
www .sahab .net/forums/index .php?showtopic=125426

Majmuah Manhajul Anbiya

Tentang ISTRI SALIHAH

Alloh berfirman:
“Sebab itu maka wanita salehah ialah yang taat kepada Alloh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara mereka.” (an-Nisaa: 34)

Rasululloh bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا، ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban di shahihkan oleh syaikh al-Albani)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَتُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya, mentaati apabila suami menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas dirinya dan hartanya dengan apa yang tidak disukai suaminya.”
(HR. An-Nasa’i, Hakim dan Ahmad. Berkata Al-Hakim, “Shahih menurut syarat Muslim,” dan disepakai Imam adz Dzahabi dan hasankan oleh Syaikh al-Albani didalam Silsilah Ash Shahihah 4/453)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِوَنَارُكِ
“Perhatikanlah posisimu (hubunganmu) terhadap suamimu sebab dia adalah surgamu dan nerakamu.” (HR. Ahmad no 19025 dan al-Hakim dan selainnya, ia menyatakan hadits shahih dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا يَنْظُر اللَّه إِلَى اِمْرَأَة لَا تَشْكُر لِزَوْجِهَا، وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya dan dia tidak merasa cukup darinya.” (HR. Nasa’i, al-Baihaqi, Haitsami, al-Bazzar, Ath-Thabrani dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُءُوسَهُمَا: عَبْدٌ آبِقٌمِنْ مَوَالِيهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِمْ، وَامْرَأَةٌعَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
“Dua orang yang tidak lewat shalat mereka dari kepala mereka: seorang budak yang lari dari tuan (majikanya) sampai dia kembali, seorang istri yang bermaksiat (tidak taat) kepada suaminya sampai dia kembali (taat).” (HR Ath-Thabrani, al-Hakim dihasankan oleh syaikh al-Albani)

Rasululloh bersabda, “Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur namun sang istri menolaknya, kemudian suami pun tidur dalam keadaan marah maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. al-Bukhari no. 2998 dan Muslim no. 2596)

Rasululloh bersabda,
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia melainkan istrinya dari kalangan bidadari akan berkata, ‘Janganlah kamu menyakitinya, semoga Alloh memerangimu, karena sesungguhnya dia di sisimu hanya sementara saja, sebentar lagi ia akan berpisah denganmu dan akan kembali kepada kami’.” (HR. at-Tirmidzi no. 1094, lihat ash-Shahihah no. 173)

Asy-Syaikh al-Albani berkata,
“Hadits ini, sebagaimana engkau perhatikan, merupakan peringatan bagi para istri yang suka menyakiti suaminya.” (ash-Shahihah juz 1, hlm. 172)

###

Menaati Suami

Alloh berfirman:
“Sebab itu maka wanita salehah ialah yang taat kepada Alloh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara mereka.” (an-Nisaa: 34)

Syaikhul Islam menerangkan tentang ayat ini:
“Di sini mengandung konsekuensi wajibnya ketaatan istri kepada suami secara mutlak baik dalam hal pelayanan, bepergian bersama suami, setia kepada suami dan lain sebagainya, sebagaimana yang ditunjukkan dalam sunnah Rasululloh.” (Majmu’ al-Fatawa juz 32 hlm. 260-261)

Sebagai contoh adalah sabda Rasululloh, “Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur namun sang istri menolaknya, kemudian suami pun tidur dalam keadaan marah maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. al-Bukhari no. 2998 dan Muslim no. 2596)

Mana yang lebih utama bagi seorang istri; berbakti kepada kedua orang tua ataukah taat kepada suami?
Syaikhul Islam menjawab:
“Segala puji bagi Alloh, Rabb semesta alam. Seorang wanita apabila telah menikah maka suaminya lebih berhak terhadap istrinya tersebut daripada kedua orang tuanya, dan ketaatan istri kepada suaminya adalah lebih wajib (daripada kepada kedua orang tuanya).” (Majmu’ al-Fatawa juz 32, hlm. 261)

Rasululloh telah menjanjikan kepada para istri shalehah,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا، ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban di shahihkan oleh syaikh al-Albani)

Namun ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan dalam perkara kebaikan dan bukan dalam perkara kemaksiatan. Sehingga apabila suami memerintahkan istri untuk melakukan kemaksiatan maka tidak boleh bagi istri untuk mentaati perintahnya. Nabi telah bersabda, “Mendengar dan taat adalah kewajiban bagi seorang muslim dalam perkara yang disukai dan tidak disukai selama tidak diperintah untuk berbuat maksiat. Apabila diperintah untuk berbuat maksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Al-Bukhari no.6611)

###

Asy-Syaikh Al-’Allamah Al-Muhaddits Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan:
Seorang wanita yang telah menikah dihadapkan pada dua perintah yang berbeda. Kedua orang tuanya memerintahkan suatu perkara mubah, sementara suaminya memerintahkan yang selainnya. Lantas yang mana yang harus ditaatinya, kedua orang tua atau suaminya? Mohon disertakan dalilnya!

Jawab:
“Ia turuti perintah suaminya. Dalilnya adalah seorang wanita ketika masih di bawah perwalian kedua orang tuanya (belum menikah) maka ia wajib menaati keduanya. Namun tatkala ia menikah, yang berarti perwaliannya berpindah dari kedua orang tuanya kepada sang suami, berpindah pula hak tersebut –yaitu hak ketaatan– dari orang tua kepada suami. Perkaranya mau tidak mau harus seperti ini, agar kehidupan sepasang suami istri menjadi baik dan lurus/seimbang. Jika tidak demikian, misalnya ditetapkan yang sebaliknya, si istri harus mendahulukan kedua orang tuanya, niscaya akan terjadi kerusakan yang tidak diinginkan. Dalam hal ini ada sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits:
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, ia menaati suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya ia akan masuk ke dalam surga Rabbnya dari pintu mana saja yang ia inginkan.”
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab."

[Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 448]

###

Asy-Syaikh ‘Abdullah al-Bukhari حفظه الله

Pertanyaan:
إلى أيِّ حدٍّ يجب أن تهتم المرأة بترتيب بيتها والاهتمام به؟ لأننا إذا رجعنا إلى الغرف الآن لا يبقى لدينا وقت لقراءة القرآن وطلب العلم الشرعي
Bagaimanakah batasan seorang istri itu dikatakan telah mengatur dan memperhatikan keadaan rumahnya?
Karena kalau kami sudah masuk ke kamar, maka tidak tersisa lagi waktu untuk membaca Alquran dan belajar ilmu syari.

Jawaban:
المرأة يجب أن تكون راعية في بيتها كما في الصحيحين أنَّ النبي -عليه الصلاة و السلام قال: ((كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ)) وفيه قوله: ((وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا)) فيجب أن تقوم بتهذيب البيت وتنسيقه بالقدر الذي يكون معه البيت مُحافَظًا عليه نظيفًا مهيَّئًا للعشرة الحَسَنة، فإنَّ من أسباب المشاكل وكثرة المشاكل، النُفرة التي تكون بين الزوجين لها أسباب كثيرة منها: هذا الباب وهو أن البيت كما يقال يعني معفوس، غير مُهذَّبٍ ولا مرتب ولا ينبغي هذا، يجب أن تقوم به بترتيب حسن، لا نبالغ ولا إفراط ولا تفريط فيه، لا نبلغ بحد الوسوسة ولا بحد الإهمال، فيجب أن يكون المكان حسنا والمكان نظيفًا ومهيَّئًا للأولاد وللزوج ولها وللجميع، أمَّا هناك حد ما هناك حد إلَّا أن يكون البيت بيتًا حَسَنًا
Seorang wanita wajib menjadi pemimpin di rumahnya, sebagaimana dalam hadits Bukhari Muslim bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya.
Dan pada ucapan beliau: Dan wanita merupakan pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung jawaban.
Maka wajib baginya untuk mengatur keadaan rumah sesuai dengan keadaan rumah tersebut. Menjaga kebersihan rumah sehingga siap untuk dihuni oleh keluarga yang baik.
Di antara sebab problem rumah tangga antara suami-istri itu adalah perkara satu ini.
Karena keadaan rumah yang berantakan, tidak rapi dan tidak diatur, ini tidak pantas.
Wajib bagimu mengatur keadaan rumah dengan baik.
Tentunya dengan kita tidak berlebihan dalam perkara ini dan juga tidak meremehkan.
Hanya saja seharusnya rumah itu senantiasa dalam keadaan rapi dan bersih sehingga bisa ditempati dengan nyaman oleh suami dan anak-anak, dan semua anggota keluarga.
Adapun batasannya, maka tidak ada batasan baku dalam perkara ini. Akan tetapi, cukup dikatakan rumah itu dalam keadaan rapi.
وقولها لأننا إذا رجعنا إلى الغرف الآن لا يبقى لدينا وقت لقراءة القرآن وطلب العلم الشرعي، ما أدري إيش معناة يعني لا وقت لدي، طيب الصباح والظهر والعصر ماذا يفعلون؟ يجب أن تُنسِّق وتُرتِّب، ويرتب زوجها معها الأوقات، أمَّا هكذا طول اليوم هم في الشارع ما ينفع يجب أن يكون هناك وقتٌ لهذا وهذا، فأعطي كل حق حقه كما قال- عليه الصلاة والسلام-: ((وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا)) وقال: (( وَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْك حَقًّا  أَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ)) يجبُ أن يُعطى كل ذي حقٍّ حقَّه
Adapun ucapannya kalau kami kembali ke kamar, maka kami sudah tidak mendapati waktu untuk membaca Alquran dan belajar ilmu syari, saya tidak paham apa maksud dia sudah tidak punya waktu.
Waktu subuh, dzuhur, ashar, apa yang mereka kerjakan?
Wajib bagimu untuk mengatur waktu, Anda dan suami Anda wajib mengatur waktu.
Adapun sepanjang hari waktunya hanya habis di jalanan, maka ini tidak bermanfaat.
Wajib untuk mengatur waktu ini untuk kegiatan ini, waktu itu untuk kegiatan itu.
Berikanlah setiap pemilik hak itu haknya masing-masing.
Sebagaimana sabda Nabi shallalahu alaihi wasallam: Sungguh jasadmu juga memiliki hak.
Dan ucapannya: Dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka berilah setiap pemilik hak haknya masing-masing.
Maka wajib menunaikan hak sesuai porsinya masing-masing.

Sumber:
ar .miraath .net/fatwah/5589

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

###

Syaikh Ubaid Al-Jabiri حفظه الله

Pertanyaan:
Semoga Allah senantiasa memberi kebaikan kepada Anda, wahai Syaikh ada pertanyaan dari kalangan wanita, ia berkata: Kami menginginkan nasihat untuk para wanita yang tersibukkan dari suaminya, sibuk dengan FACEBOOK dan WHATSAPP serta yang lainnya dari media-media sosial.

Jawab:
Ini adalah perbuatan khianat, mempermainkan hak-hak seorang suami!
Yang menjadi kewajiban bagi seorang muslimah itu adalah ia menjaga harta benda suami dan anak-anaknya, membantunya dalam mendidik anak-anak, menyibukkan waktunya di rumahnya dengan perkara-perkara biasa baginya yang bermanfaat; seperti membaca Al-Quran, membaca buku-buku sesuai dengan yang mudah baginya, juga dengan shalat sunnah, jika bisa baginya untuk menunaikannya.
Dan janganlah ia tersibukkan dengan suatu perkara dari hak-hak suaminya, ini adalah perbuatan aniaya dan kedhzoliman, jika ia melakukannya lalu membelakangkan urusan melayani suaminya atau bahkan tidak melakukannya, maka ini adalah kedhzaliman dan perbuatan aniaya, dan menyelisihi sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (dan akan datang penyebutan haditsnya -insya Allah- di kitab al Imarah), yaitu:
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا أَوْ عَلَى مَالِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ
“Dan seorang wanita itu adalah pemimpin di rumah suaminya, atau terhadap harta suaminya dan anak-anaknya.”
Dan hendaknya seorang muslimah mawas diri, dalam hadits lainnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ راع يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً وَلَمْ يُحِطْهُمْ بِنُصْحِه
“Tidak ada seorang pemimpin yang Allah tundukkan kepada suatu amanah kepemimpinan lalu tidak menjaganya dengan baik…”
Dalam riwayat hadits lainnya:
ثُمَّ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهُمْ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُم الْجَنَّة
“…kemudian ia meninggal dalam keadaan melakukan tipu daya kepada mereka, melainkan ia tidak akan masuk bersama mereka ke dalam syurga.”
Pada riwayat yang pertama:
إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“…melainkan Allah akan haramkan baginya syurga.”
Sehingga, haruslah seorang muslimah itu bertakwa kepada Rabb-nya dan menjaga hak suaminya, karena itu merupakan kewajiban baginya yang diperintahkan Allah kepadanya.
Kemudian juga, apa manfaat bagi seorang muslimah tatkala ia duduk dalam waktu yang lama dengan media-media tersebut?
Menyia-nyiakan waktu!
Waktu itu -wahai putriku- bisa menjadi pembela bagimu atau bisa menggugat dirimu!
Maka, bersungguh-sungguhlah dengan waktu hingga bisa menjadi pembela bagimu, dan janganlah engkau telantarkan sehingga menjadi berbalik bagi dirimu menghujatmu.

Sumber:
http://ar.miraath.net/fatwah/11340

Hanya Sedikit Faedah

###

HAK SEORANG SUAMI ATAS ISTRI

Disampaikan oleh:
Al-Ustadz Muhammad As-Sewed hafidzahullah

Diantara HAQ seorang SUAMI atas istrinya adalah:

[ 01 ] MENTAATI suami dalam perkara yang maruf.
Termasuk di dalamnya perkara yang mubah dan mentaati suaminya bukan dalam perkara kemaksiatan.
Ketika istrinya sudah mentaati suaminya, maka janganlah para suami mencari-cari alasan untuk menyalahkan istri, untuk menceraikannya atau alasan yang lainnya.

[ 02 ] Menjaga KEHORMATAN suaminya.
Menjaga kemuliaan suaminya, menjaga HARTA suaminya, menjaga RUMAH suaminya, menjaga ANAK-ANAK suaminya.
Dan inilah yang dikatakan dalam firman Allah:
فالصالحــات قانتـــات حافظـــات للغيب بمـــاحفظ الله
Para wanita yang salehah, ialah wanita yang taat, lagi menjaga diri [*] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). [An-Nisaa: 34]
_________
[*] Menjaga kehormatan suaminya, menjaga dirinya seolah-olah dia menjaga suatu yang menjadi milik suaminya, menjaga harta dan barangan milik suami ketika suaminya tidak ada di rumah.

[ 03 ] TETAP TINGGAL tinggal di rumah suaminya.
Dan tidak keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya.
Tidak TABARRUJ ala JAHILIYAH yakni antara maknanya, menjadikan keluar rumah sebagai kebiasaan sebagaimana kebiasaan wanita jahiliyah: berhias mempercantik diri, memakai wangi-wangian ketika keluar rumah.

[ 04 ] SAFAR/mengikuti suaminya ke mana suami mengajaknya.
Seharusnya wanita lebih mementingkan suaminya ketimbang keluarganya sehingga dia lebih mendahulukan suaminya ketika diajak SAFAR/tinggal berjauhan dari keluarga demi mengikuti suami.

[ 05 ] Memberikan dirinya untuk suaminya KAPANPUN suaminya MENGHENDAKINYA.
Ketika suaminya mengajak istri ke ranjangnya, maka wajib ditunaikan.

[ 06 ] Meminta izin kepada suami ketika hendak melakukan PUASA TATHAWWU (puasa sunnah) ketika suaminya berada di rumah (tidak Safar).
* Namun jika puasa wajib, tidak mengapa dikerjakan tanpa izin suami.

[ 07 ] MENDIDIK anak-anak suaminya.
Diberi didikan ADAB-ADAB yg baik
mendidik anak-anak dengan penuh KESABARAN.
TIDAK MEMARAHI anak-anak di hadapan suaminya.
Tidak mendoakan kejelekan kepada anak-anak suaminya dan tidak mencercanya.

[ 08 ] Tidak melalaikan waktu luang dengan perkara yg sia-sia (lahwun).
Misalnya, sibuk dengan main HPnya, padahal suaminya ada di hadapannya.
Isilah waktu luang dengan membaca Al-Quran, membaca ayat-ayat dan makna-maknanya.
Dan baca khususnya surat An-Nur, karena dalam surat An-Nur kata Syaikh Al-Jairullah ada adab-adab yang wajib, adab-adab rumah tangga, dan di dalamnya ada sekian pelajaran buat para wanita.
Dan juga baca surat Al-Ahzaab yang di dalamnya juga digambarkan bagaimana keadaan para wanita, bagaimana adab-adab mereka, dan baca juga Siroh Rasul dan para shahabatnya.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa taala:
واذكــرن مــا يتلى في بيوتــكن من آيات الله والحكمة إن الله كان لــطيفا خبيرا
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. [Al-Ahzaab: 34]

Allah Subhanahu Wata'ala telah menggariskan, dan Allah Maha Tahu, ini adalah jalan KEBAHAGIAN, tidak lain. Jalan KEBAHAGIAN adalah berikan HAQ-HAQ yg wajib ditunaikan (oleh Istri) sebagaimana nanti akan di bahas suami juga wajib menunaikan HAQ-HAQ Istri.
Maka niscaya akan turun AL-MAWADDAH, WARAHMAH WA SAKIINAH akan turun ketenteraman, kasih sayang, cinta dengan sebab-sebab (yang telah disebutkan di atas) ini.

Sumber:
Kajian bertema: Kiat-Kiat Menuju Keluarga Bahagia | Sabtu (ba'da maghrib), 10 Jumadal Ula 1436H ~ 28/02/2015M

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www .alfawaaid .net

Tentang MEMBETULKAN KESALAHAN KHATIB

ASY SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Tanya:
Apabila khatib salah dalam khutbahnya, apakah yang mendengarkan harus membenarkannya?

Jawab:
Apabila khatib salah dalam khutbahnya, dengan kesalahan yang merubah makna, khususnya dalam Al-Quran, sesungguhnya yang wajib baginya untuk mengingatkannya, karena tidak boleh merubah Kalamullah Azza wa Jalla kepada sesuatu yang bisa merubah maknanya, sehingga tidak boleh mendiamkan kesalahan ini dan hendaknya mengingatkan khatib.
Adapun apabila kesalahannya pada ucapannya, demikian pula hendaknya diingatkan. Contohnya, apabila khatib hendak mengucapkan, hal ini haram, ternyata ia mengucapkan hal ini wajib, maka wajib untuk membenarkannya. Karena seandainya khatib tetap berada pada perkataannya, hal ini wajib, dalam hal ini ada bentuk penyesatan kepada manusia, sehingga tidak boleh untuk mendiamkan khatib pada perkataannya yang menyebabkan kesesatan manusia.
Adapun kesalahan yang ringan yang tidak sampai merubah makna, tidak wajib untuk mengingatkannya. Contohnya, seperti membaca rafa pada kata yang manshub, atau membaca nashab pada kata yang rafa, dari sisi yang tidak merubah makna, maka tidak wajib untuk mengingatkannya, sama saja apakah kesalahan ini dalam Al-Quran ataupun selain Al-Quran.

Sumber:
Majmu Fatawa wa Rasa-il asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 16/149

Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Mahad Ibnul Qoyyim, Balikpapan

TIS

Tentang BERBOHONG DALAM RANGKA BERSOPAN SANTUN DAN BERLEMAH LEMBUT

Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Hady Al-Madkholy -حفظه الله-

PERTANYAAN:
هذا يقول: جزاكم الله خيرا في بعض اﻷحيان يكذب اﻹنسان من باب المجاملة والملاطفة بين الناس هل هذا يجوز
Penanya berkata: Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Terkadang seseorang berbohong dalam rangka bersopan santun dan berlemah-lembut ketika berada di antara manusia. Apakah hal seperti ini dibolehkan?

JAWABAN:
لا والله لا يجــوز ولو كـــان على سبيل المجـــاملة والملاطــفة أو الممـــازحة
TIDAK! WALLAHI TIDAK BOLEH, walaupun dalam rangka bersopan-santun, berlemah-lembut ataupun bercanda.
أنا زعـــيم ببيت في ربض الجنـــة لمن ترك الــكذب وإن كان مازحــــا
"Saya menjamin rumah di tepi surga bagi orang yang meninggalkan dusta walaupun ia bercanda," begitulah Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda.
Juga sabdanya,
يقول النبي: وببيت في وســـط الجنة لمـــن ترك المــــراء وإن كان محقا وبيت في أعلى الجنـــة لمن حسن خلــــقه أو حسن خلقه
"Dan (saya juga menjamin) rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun ia benar. Dan (saya juga menjamin) rumah di atas surga bagi orang yang baik akhlaknya -atau- yang memperbaiki akhlaknya."
والكذب لا يجوز إلافي ثلاث كما ذكر ذلك النبي وليس هذا منها يا معشر الإخوة
Dan dusta tidak diperbolehkan selain pada tiga tempat, seperti yang Nabi shallallahu alaihi wasallam sabdakan, dan dusta yang semacam ini bukanlah termasuk yang dibolehkan wahai saudaraku sekalian.

Sumber:
ar .miraath .net/fatwah/11029

Alih Bahasa:
Abu Kuraib Habib bin Ahmad (Bandung) hafidzahullah [FBF-1]

*) Tambahan faidah:
Maksud hadist diperbolehkan dusta pada tiga tempat adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ليس الـــكذاب الذي يصــــلح بين الناس فينمي خيرا أو يقــــول خيرا
Bukanlah disebut pendusta orang yang menyelesaikan perselisihan di antara manusia dengan cara dia menyampaikan hal-hal yang baik atau dia berkata hal-hal yang baik.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim ada tambahan, dari Ibnu Syihab Az-Zuhry -rahimahumallahu-:
ولم أسمع يرخـــص في شيء ممــا يقول الناس كـــذب إلا في ثلاث الحــرب والإصلاح بين الناس وحـــديث الرجل امـــرأته وحديث المــــرأة زوجـــها
Saya tidak pernah mendengar diperbolehkannya dusta yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal:
Dusta dalam peperangan,
Dusta untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, dan
Dusta suami terhadap istri atau istri terhadap suami.
Wallahu a'lam bis showab.

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www .alfawaaid .net