Cari Blog Ini

Kamis, 23 Juli 2015

Tentang WAKTU UNTUK MEMBACA SURAT AL-KAHFI PADA HARI JUMAT

Asy Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin Rahimahullohu

Pertanyaan:
Fadhilatusy Syaikh. Seseorang yang membaca surat al kahfi pada malam jum'at, apakah ada keutamaannya tersendiri?

Jawaban:
TIDAK. Membaca surat Al Kahfi pada hari jum'atnya, dan yang paling bagus adalah setelah matahari terbit.
Maka boleh bagimu untuk membacanya dari mulai terbitnya matahari sampai waktu terbenam.
Namun apabila engkau membacanya kapanpun waktunya, selama itu waktu antara terbitnya matahari sampai terbenam, maka ini sudah mencukupi.

Silsilah Liqousy Syahri (Liqo 69)

Forum Salafy Purbalingga

FAEDAH:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ﻣَﻦ ﻗﺮَﺃ ﺳﻮﺭﺓَ ﺍﻟﻜﻬﻒِ ﻓﻲ ﻳﻮﻡِ ﺍﻟﺠﻤُﻌﺔِ ﺃﺿﺎﺀ ﻟﻪ ﻣﻦَ ﺍﻟﻨﻮﺭِ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺠﻤُﻌﺘَﻴﻦ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺠﺎﻣﻊ
Barang siapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat akan diterangi dengan cahaya selama di antara dua Jumat.
Hadits ini adalah hadits yang shahih. Lihat Shahihul Jami no. 6407.
Adapun hadits:
ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﺳُﻮﺭَﺓَ ﺍﻟْﻜَﻬْﻒِ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﺃَﺿَﺎﺀَ ﻟَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨُّﻮْﺭِ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻪُ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖِ ﺍﻟْﻌَﺘِﻴﻖِ
Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah).
Hadits ini diriwayatkan oleh Ad Darimi, dan yang shahih hadits ini adalah mauquf kepada Abu Sa’id al-Khudri.
Wallahu alam.

Tentang MELAKSANAKAN SALAT ID DI LAPANGAN

Al-‘Allaamah asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullah

Soal: Hukum Mendirikan Shalat ‘Id di Masjid
Beliau menjawab: Mendirikan shalat Id di masjid adalah makruh kecuali jika ada udzur (alasan yang dibolehkan oleh syariat). Karena yang disunnahkan adalah mendirikannya di lapangan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mendirikan shalat Id di lapangan. Kalaulah seandainya keluarnya beliau bukan perkara yang dituntut, niscaya beliau tidak akan melakukannya dan tidak membebani kaum msulimin untuk keluar ke lapangan. Dan juga shalat Id jika dilakukan di masjid, maka hal ini dapat menghilangkan penampakkan syiar-syiar Islam dan mempertunjukkannya. [Majmu’ Fatawa asy-Syaikh al-Utsaimin 16/230]

Beliau juga menjawab: Sunnahnya shalat Id adalah di lapangan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu keluar untuk menuaikan shalat Id di lapangan. Padahal beliau mengkabarkan bahwa shalat di masjidnya (masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 shalat (dimasjid lain), bersamaan dengan itu beliau meninggalkan shalat Id di masjidnya untuk keluar ke lapangan dan menunaikan shalat disana. Atas dasar ini, yang disunnahkan adalah kaum muslimin keluar ke lapangan untuk menunaikan shalat Id yang mana shalat tersebut termasuk dari syiar-syiar Islam (yang harus ditampakkan). Hanya saja memang Masjidil Haram sudah sejak lampau didirikan padanya shalat Id, dan juga di Masjid Nabawi, kaum muslimin sudah menunaikannya padanya sejak lampau. [Majmu’ Fatawa asy-Syaikh al-Utsaimin 16/230-231]

Soal: Apakah Shalat Id di Lapangan Lebih Utama daripada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi?
Beliau menjawab: Shalat Id di lapangan lebih utama, hanya saja sudah menjadi kebiasaan sejak lampau bahwa kaum muslimin menunaikannya di Masjidil Haram dan juga di Masjid Nabawi. Akan tetapi di Madinah, tidaklah diragukan lagi bahwa shalatnya kaum muslimin di lapangan lebih utama, sebagaimana hal ini dilakukan di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga di zaman Khulafaur Rasyidin. Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan shalat Id di lapangan. [Majmu’ Fatawa asy-Syaikh al-Utsaimin 16/231]

Tentang WAKTU SALAT ID

Al-‘Allaamah asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullah

Waktu shalat Idul Fitri adalah ketika matahari telah meninggi setinggi tombak sampai dengan tergelincirnya matahari (masuk waktu zhuhur). Hanya saja, disunnahkan untuk memajukan shalat Idul Adha dan mengakhirkan shalat Idul Fitri, hal ini berdasarkan apa yang telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau dahulu menunaikan shalat Idul Adha apabila matahari telah meninggi setinggi tombak, sedangkan shalat Idul Fitrinya apabila telah meninggi setinggi dua tombak. Hal ini dikarenakan karena kaum muslimin pada saat Idul Fitri butuh kelonggaran waktu, sehingga memiliki keluasan untuk mengeluarkan zakat fitrahnya. Adapun pada hari raya Idul Adha maka yang disyariatkan adalah bersegera ditunaikan (shalatnya) guna menyembelih hewan qurbannya. Dan hal ini tidaklah mungkin bisa dicapai kecuali dengan menyegerakan shalat dia awal waktunya. [Majmu’ Fatawa asy-Syaikh al-Utsaimin 16/229]