Cari Blog Ini

Senin, 12 Januari 2015

Tentang TIDUR DI AWAL MALAM DAN TIDUR SIANG

Waktu Tidur Yang Disunnahkan

• Tidur di Awal Malam
عَنِ الأَسْوَدِ، قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ؟ قَالَتْ: كَانَ يَنَامُ أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ، فَيُصَلِّي، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَإِذَا أَذَّنَ المُؤَذِّنُ وَثَبَ، فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ، اغْتَسَلَ وَإِلَّا تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
“Dari al-Aswad berkata; Aku bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anha tentang cara Nabi Shallallahu alaihi wasallam melaksanakan shalat malam. Aisyah radhiyallahu anha menjawab: Beliau tidur di awal malam dan bangun untuk shalat di akhir malam dan shalat, lalu beliau kembali ke tempat tidurnya. Bila muadzin sudah mengumandangkan adzan, maka Beliau bersegera. Bila saat itu Beliau punya hajat (kepada isterinya), maka Beliau mandi. Bila tidak, maka Beliau hanya berwudhu lalu keluar untuk shalat. [Muttafaqun ‘alaihi]

Waktu tidur yang terbaik ialah di awal malam, hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, janganlah kalian terlewatkan tidur selepas isya kecuali jika ada keperluan, seperti musyawarah, menerima tamu atau urusan penting yang lainnya. Kebiasaan tidur terlalu malam bisa bermudarat bagi kesehatan, hal ini telah dibuktikan oleh para ahli kedokteran. Apa yang telah dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah waktu tidur yang terbaik. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah tidur melampaui batas yang dibutuhkan tubuh, tidak juga menahan diri untuk beristirahat sesuai kebutuhan. Inilah prinsip pertengahan yang beliau ajarkan kepada umatnya. Hal ini selaras dengan fitrah manusia, jauh dari sikap berlebih-lebihan ataupun mengurangi atau meremehkan.

• Qailulah Atau Tidur Siang

Apakah Yang Dimaksud dengan Qailulah? Berkata Ibnul Atsir rahimahullah: “Qailulah adalah istirahat di tengah hari, walaupun tidak disertai tidur.” [An-Nihayah fi Gharibil Hadits: 4/133]. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:
قِيلُوا فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَا تَقِيلُ
“Qailulah-lah (istirahat sianglah) kalian, sesungguhnya setan-setan itu tidak pernah istirahat siang.” [HR. Abu Nu’aim dalam Ath-Thibb, Berkata asy-Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1647: Sanadnya hasan]

Al-Qailulah dilakukan sebelum matahari tergelincir ke barat atau sebelum masuk waktu dzuhur. Adapun jika tidak sempat istirahat sebelum dzuhur maka al-Qailulah bisa dilakukan setelah shalat dzuhur, hal ini sebagaimana ditunjukan dalam hadist Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
مَا كُنَّا نَقِيلُ، وَلَا نَتَغَدَّى إِلَّا بَعْدَ الْجُمُعَةِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Biasanya kami tidaklah beristirahat siang dan tidak pula makan siang kecuali setelah menunaikan shalat Jumat pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Berkata Ibnu Qutaibah rahimahullah: “Tidaklah dinamakan makan siang dan al-Qailulah jika dilakukan setelah matahari tergelincir. [Nailul Authar: 3/309]
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
كَانُوا يُجَمِّعُوْنَ ثُمَّ يَقِيْلُوْنَ
“Mereka (para sahabat) dulu biasa melaksanakan shalat Jum’at, kemudian istirahat siang (qailulah).” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1240, dishahihakan asy-Syaikh al-Albani]
(Dari) ‘Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu (ia berkata): Pernah suatu ketika ada orang-orang Quraisy yang duduk di depan pintu Ibnu Mas’ud. Ketika tengah hari, beliau mengatakan kepada mereka,:
قُوْمُوا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِلشَّيْطَانِ. ثُمَّ لاَ يَمُرُّ عَلَى أَحَدٍ إِلاَّ أَقَامَهُ
“Bangkitlah kalian (untuk istirahat siang)! Yang tertinggal (pada waktu ini) hanyalah bagian untuk setan.” Kemudian tidaklah Umar melewati seorang pun kecuali menyuruhnya bangkit.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1238, Berkata asy-Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1647: Sanadnya hasan] *)

Al-Qailulah adalah istirahat sebentar di siang hari, hal ini telah menjadi kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya. Ini merupakan sunnah yang telah banyak ditinggalkan oleh kebanyakan kaum muslimin, bahkan sebagian manusia menganggap bahwa istirahat siang itu seperti anak kecil atau tidurnya orang-orang yang malas bekerja. Ini adalah anggapan yang salah, karena syariat kita telah menuntun kita untuk istirahat siang. Setiap syariat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan, pasti padanya suatu hikmah, baik hikmah tersebut kita ketahui maupun tidak. Bahkan di beberapa perusahaan asing, seperti Amerka dan Jepang telah menerapkan istirahat atau tidur siang untuk para karyawannya, karena mereka melihat dan membandingkan pada karyawan yang melakukan tidur siang ternyata lebih fokus, fresh (segar), semangat dan tidak mudah mengantuk serta tidak mudah sakit dalam hari-hari produktif bekerja.
Betapa indahnya ajaran Islam, sampai-sampai perkara tidur pun diatur dan dibimbing oleh syariat. Hal ini menunjukan kesempurnaan dan kemulyaan Islam yang sudah seyogyanya bagi setiap muslim untuk senantiasa semangat mengamalkan segala hal yang telah menjadi tuntunan syariat ini.

Demikianlah apa yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga apa yang kami sampaikan banyak memberikan faedah dan motivasi, agar kita lebih semangat dalam mengamalkan segala tuntunan yang telah dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ditulis oleh Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy
14 Rabiul Awal 1436/5 Januari 2015_di kota Ambon Manise

Pelajaran Forum KIS

*) Dalam riwayat yang lainnya disebutkan:
ﻛَﺎﻥَ ﻋُﻤَﺮُ ﻳَﻤُﺮُّ ﺑِﻨَﺎ ﻧِﺼْﻒَ ﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ –ﺃَﻭْ ﻗَﺮِﻳْﺒًﺎ ﻣِﻨْﻪُ – ﻓَﻴَﻘُﻮْﻝُ : ﻗُﻮْﻣُﻮﺍ ﻓَﻘِﻴْﻠُﻮﺍ، ﻓَﻤَﺎ ﺑَﻘِﻲَ ﻓَﻠِﻠﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ
Biasanya ’Umar bila melewati kami pada tengah hari atau mendekati tengah hari mengatakan, “Bangkitlah kalian! Istirahat sianglah! Yang tertinggal menjadi bagian untuk setan.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1239, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 939: hasanul isnad)

Tentang MENGKHUSUSKAN MALAM JUMAT UNTUK IBADAH

Wahai saudaraku yang semoga dimulyakan Allah! Pada pertemuan pertama dari silsilah kita ini, padanya kami sebutkan perkataan al-‘Ujaili tentang macam-macam tidur, yang mana tidur terbagi menjadi tujuh macam, diantaranya adalah tidurnya orang yang mendapatkan penyesalan, yaitu tidur pada malam hari jumat.

Benarkah Kita Dilarang Tidur Pada Malam Jum’at Karena Nanti akan Mendapatkan Penyesalan?

Sebagian ulama memandang demikian, yaitu malam jum’at hendaknya digunakan untuk menghidupkannya dengan bertahajud (shalat malam), berdzikir dan berdo’a kepada Allah Ta’ala. Mereka berpedoman dengan beberapa hadits;

• Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wsallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah)” [HR. Ad Darimi]
Yang shahih hadits itu adalah Mauquf kepada Abu Sa’id al-Khudri.

• Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wsallam bersabda:
أَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَى نَبِيِّكُمْ فِي اللَّيْلَةِ الْغَرَّاءِ
“Perbanyaklah shalawat untuk Nabi kalian pada malam jumah” [HR. al-Baihaqi]
Berkata al-Baihaqi rahimahullah: “Hadits ini lemah sekali.”

• Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
خَمْسُ لَيَالٍ لَا يُرَدُّ فِيهِنَّ الدُّعَاءُ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ
“Lima malam yang tidak akan tertolak suatu doa, (diantaranya) malam jum’at.” [HR. al-Baihaqi]
Hadits ini Mauquf kepada Ibnu ‘Umar.

Kesimpulan:
Semua hadits-hadits yang padanya terdapat anjuran untuk mengkhususkan malam jumat dengan ibadah tahajud, dzikir dan doa adalah lemah, tidak bisa dijadikan sebagai sandaran hukum, bahkan hadits-hadits tersebut bertentangan hadits yang shahih, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat dengan shalat malam diantara malam-malam yang lain, dan jangan pula dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya. [HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah]

Berikut perkataan para ulama seputar masalah ini:

Berkata al-Imam an-Nawawi rahimahullah: “Dalam hadits ini terdapat larangan yang jelas tentang mengkhususkan malam jumat dengan shalat malam diantara malam-malam yang lain dan juga (mengkhususkan) hari jumat dengan puasa sebagaimana telah lewat (penjelasannya). [Syarah Muslim: 3/211]

Berkata ash-Shan’ani rahimahullah: “Hadits ini menunjukan haramnya mengkhususkan malam jumat dengan suatu ibadah, baik itu shalat, membaca al-Quran yang diluar kebiasaan…” [Subulus Salam: 2/663]

Berkata asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah: “Tidak boleh mengkhususkan malam jumat dengan shalat malam, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarangnya. Dan demikian pula mengkhususkan hari jumat dengan puasa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian mengkhususkan hari jumat dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya. Dan janganlah kalian mengkhususkan malam jumat dengan shalat malam. [HR. Muslim]
Janganlah kalian mengkhususkan malam jum’at dengan shalat malam dan juga harinya dengan puasa. Demikian pula menjadikan malam tertentu untuk manusia mengkhususkannya dengan tahajud, karena hal tersebut tidak ada dalilnya. [Fatawa Nur ‘Alad Darbi: 13/303 no 207]

Kesimpulan:
Ibadah merupakan perkara yang harus dibangun diatas dalil, baik dari al-Quran maupun as-Sunnah yang shahih.
Tidak boleh bagi kita mengkhususkan suatu ibadah tertentu di waktu yang tertentu tanpa yang lainnya, demikian pula mengkhususkan ibadah tertentu dengan cara-cara tertentu tanpa adanya dalil yang shahih yang menunjukan syariat tersebut.
Sehingga dari sini kita simpulkan bahwa tidur pada malam jum’at hukumnya seperti tidur pada malam-malam yang lainnya.
Kami belum mendapatkan dalil yang shahih tentang larangan atau keterangan bahwa tidur pada malam jum’at adalah makruh atau akan membawa paenyesalan sebagaimana disebutkan oleh al-Ujaily. Kita kembalikan pada asalnya, suatu kebiasaan atau adat hukum asalnya adalah boleh-boleh saja, kecuali ada dalil yang shahih yang menunjukan larangan hal tersebut. Wallahu a’lam.

Ditulis oleh Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy
10 Rabiul Awal 1436/1 Januari 2015 di kota Ambon Manise

Pelajaran Forum KIS