Cari Blog Ini

Selasa, 09 Desember 2014

Tentang MENTATO, MENCUKUR ALIS, MENGIKIR GIGI, MENYAMBUNG RAMBUT, DAN MENGUBAH CIPTAAN ALLAH

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺍﻟْﻮَﺍﺷِﻤَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻮْﺷِﻤَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺘَﻨَﻤِّﺼَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺘَﻔَﻠِّﺠَﺎﺕِ ﻟِﻠْﺤُﺴْﻦِ ﺍﻟْﻤُﻐَﻴِّﺮَﺍﺕِ ﺧَﻠْﻖَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ، ﻣَﺎﻟِﻲ ﻻَ ﺃَﻟْﻌَﻦُ ﻣَﻦْ ﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﻫُﻮَ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠﻪِ: ﻭَﻣَﺎ ﺁﺗَﺎﻛُﻢْ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭْﻩُ
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknati perempuan-perempuan yang mentato dan yang minta ditato, yang mencabut/mencukur rambut (alis), dan yang mengikir giginya untuk memperindahnya, dan perempuan-perempuan yang mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Abdullah (Ibnu Mas'ud) radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Mengapa aku tidak melaknati orang yang dilaknati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara hal itu juga ada dalam Kitabullah: ‘Dan apa yang Rasul bawa untuk kalian maka terimalah.’ (Al-Hasyr: 7).” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5931 dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu anhu. Lihat takhrij-nya dalam kitab Adabuz Zifaf hal. 203 dan Ash-Shahihah no. 2792 karya Al-Albani rahimahullah)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺍﻟْﻮَﺍﺻِﻠَﺔَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻮْﺻِﻠَﺔَ ﻭَﺍﻟْﻮَﺍﺷِﻤَﺔَ
ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻮْﺷِﻤَﺔَ
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknati wanita yang menyambung rambutnya, dan yang meminta untuk disambungkan, wanita yang mentato dan meminta ditatokan.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5933 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma no. 5937)

‘Aisyah dan Asma` bintu Abu Bakar radhiallahu anhuma berkisah:
“Ada seorang wanita dari kalangan Anshar menikahkan putrinya. Putri tersebut ditimpa sakit sehingga berguguran rambutnya. Maka sang ibu mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan mengisahkan apa yang menimpa putrinya. Setelahnya ia berkata: ‘Suami putriku tidak sabar dan ia minta segera dipertemukan dengan putriku, apakah aku boleh menyambung rambutnya?’
Mendengar hal itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencerca wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya. Beliau menyatakan:
“Semoga Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5934, 5935, 5941 dan Muslim no. 2122, 2123)
Sama saja baik dia menyambung rambutnya sendiri atau melakukannya untuk wanita lain. (Fathul Bari, 10/388)

###

Abu Abdirrahman Muhammad Rifqi as-Salafy

Alloh Taala berfirman:
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ
Dan aku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Alloh), lalu benar-benar mereka mengubahnya. (An-Nisa : 119)

Al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashri menafsirkan ayat tersebut: Bahwa yang dimaksud dengan mengubah ciptaan Alloh adalah dengan menato. (Tafsir Ibnu Katsir 2/415 dan Tafsir ath-Thabari 9/221)

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, definisi tato adalah gambar (lukisan) pada kulit tubuh. Menurut Encyclopaedia Britannica, tato tertua ditemukan pada mumi Mesir dari abad ke-20 sebelum masehi. Namun sumber lain menyebutkan bahwa tato telah dikenal sejak 50 juta tahun sebelum masehi, dengan bukti ditemukannya manusia es di pegunungan Alpen (Eropa) dengan sekujur tubuhnya penuh dengan gambar dan titik-titik.
Konon kabarnya bangsa Mesir-lah yang menjadi biang tersebarnya tato di dunia karena bangsa Mesir dahulu dikenal sebagai bangsa yang terkenal kuat dan sering melakukan ekspansi ke negara-negara lain, sehingga seni tato pun ikut tersebar luas, seperti ke daerah Yunani, Persia dan Arab.
Sebutan tato diambil dari kata tatau dalam bahasa Tahiti (Polynesia) yang berarti menandakan sesuatu. Tato biasanya dibuat dengan cara menusukkan jarum atau yang semisalnya pada salah satu bagian tubuh sampai keluar darah kemudian diisi dengan pigmen (pewarna).
Kata tatau pertama kali tercatat oleh peradaban Barat dalam ekspedisi James Cook pada tahun 1769 masehi. Tato merupakan praktek yang ditemukan hampir di semua tempat dengan fungsi yang sesuai dengan adat setempat seperti bangsa Polynesia, Filipina, Kalimantan, Mentawai, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Mesoamerika, Eropa, Jepang, Kamboja serta Tiongkok.
Fungsi tato bagi masyarakat kuno adalah sebagai penandaan wilayah, untuk menunjukkan jati diri (harga diri), menunjukkan perbedaan status sosial, sebagai simbol keberanian, sebagai simbol keberuntungan, sebagai simbol keseimbangan alam dimana dalam masyarakat kuno benda-benda seperti batu, hewan dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh karena semua benda itu dianggap memiliki jiwa, sebagai wujud penghormatan kepada leluhur, untuk menangkal roh jahat, serta mengusir penyakit ataupun roh kematian.
 
Seni Tato Era Modern
Pada masa kolonial, tato difungsikan sebagai tanda penjahat dengan cara memberikan cap di tubuh yang mudah terlihat dengan besi panas yang dibentuk. Pada sekitar tahun 1960, para penjahat juga ditandai dengan tato yang kemudian muncul istilah tato penjara sehingga tato dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Para pemakai tato identik dengan penjahat, preman dan anak-anak jalanan yang selalu dianggap mengacau ketentraman masyarakat.
Tato dianggap pula sebagai simbol pemberontakan terhadap tatanan nilai sosial yang ada sebagai bentuk pembebasan diri dari segala larangan dan norma-norma masyarakat yang membelenggu. Orang-orang yang dipinggirkan oleh masyarakat memakai tato sebagai simbol pemberontakan dan eksistensi diri. Anak-anak yang disingkirkan oleh keluarga memakai tato sebagai simbol pembebasan.
Namun pada masa sekarang tato mulai beralih fungsi sebagai suatu karya seni sekaligus untuk tampil modis, trendi serta fashionable.
 
Sudut Pandang Islam
Rasululloh shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ الوَاصِلَةَ وَالمُسْتَوْصِلَةَ، وَالوَاشِمَةَ وَالمُسْتَوْشِمَةَ
Alloh melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambut, serta wanita yang menato dan yang minta ditato.
(HR. al-Bukhari no. 5933 dari sahabat Abu Hurairah dan no. 5937 dari sahabat Abdullah bin Umar, keduanya tercantum dalam kitab al-Libas)
Berdasarkan hadits di atas, tato hukumnya adalah haram dan termasuk dosa besar, karena terancam laknat Alloh Taala. Alloh Jalla wa Ala melaknat mereka maknanya adalah Alloh menjauhkan mereka dari rahmat, taufik, hidayah dan setiap kebaikan Alloh. (Tafsir al-Qurthubi 2/26)
Demikian pula telah datang laknat dari Rasululloh shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana disebutkan Ibnu Umar:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
Bahwasanya Rasululloh shallallahu alaihi wasallam melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambut, serta wanita yang menato dan yang minta ditato. (HR. Muslim no. 2124 dalam kitab al-Libas wa Zinah)
Nampak sekilas, ancaman laknat tertuju pada para pelaku tato dari kalangan wanita saja, lalu bagaimana dengan para pelaku tato dari kalangan laki-laki?
Al-Imam asy-Syaukani menukilkan penjelasan para ulama Syafiiyyah: Dan hukumnya dalam hal ini sama saja baik laki-laki maupun perempuan. (Nailul Authar 6/228)

Mengapa Alloh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya melaknat mereka?
- Karena dengan menato (tubuh mereka), berarti mereka telah mengubah ciptaan Alloh Taala. (Tuhfatul Ahwadzi 4/171)
- Karena dalam perbuatan tersebut juga mengandung rasa ketidak puasan terhadap penciptaan tubuhnya, celaan terhadap hikmah penciptaan tubuhnya, dan anggapan bahwa apa yang mereka lakukan melalui tangan-tangan mereka itu lebih baik daripada ciptaan Alloh Taala serta sikap tidak menerima dengan takdir dan pengaturan Alloh Subhanahu wa Taala. (Taisir Karimir Rahman hal. 183)
- Dan perbuatan menato merupakan bentuk tipu muslihat setan untuk memperdaya manusia.
Al-Imam Ibnu Jarir ath-Thabari mengatakan: Tidak boleh bagi wanita untuk mengubah sesuatu dari tubuhnya, yang telah Alloh Taala ciptakan pada dirinya baik dengan menambah atau mengurangi demi tuntutan tampil indah (cantik) baik di hadapan suami atau yang selainnya. (Fathul Bari syarh Shahih al-Bukhari 10/377)
- Perbuatan menato adalah menyerupai ciri khas budaya orang kafir, di mana Rasululloh shallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan dalam sabdanya:
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka. (HR. Abu Dawud no. 4031, lihat Misykatul Mashabih 2/1246)

Ancaman laknat juga mengena kepada orang yang ditato dalam keadaan tanpa meminta. Karena orang yang ditato bisa jadi karena meminta atau tanpa meminta, dan keduanya haram hukumnya. Terkadang didapati ada anak kecil wanita (atau laki-laki) yang ditato tubuhnya, maka yang menanggung dosa adalah orang yang menatonya dan bukan anak tersebut karena dia belum terkena beban syariat. (al-Minhaj syarh Shahih Muslim 14/106)

Bagaimana dengan tato pada tubuh seseorang setelah dia bertobat?
Para ulama Syafiiyyah mengatakan: Bila memungkinkan untuk menghilangkan tato dengan cara pengobatan maka wajib menghilangkannya.
Dan bila tidak memungkinkan dengan cara pengobatan kecuali dengan operasi maka perlu dilihat:
Apabila dikhawatirkan berisiko timbul kerusakan, hilangnya salah satu anggota badan, hilangnya fungsi salah satu anggota badan atau bahaya lainnya maka tidak wajib menghilangkannya. Bila dia bertobat maka tidak ada dosa baginya.
Kemudian apabila diperkirakan tidak menimbulkan risiko yang berbahaya maka wajib menghilangkannya. Barangsiapa menunda-nundanya berarti dia telah berbuat maksiat. (Nailul Authar 6/228)
 
Sudut Pandang Kesehatan
Awalnya, bahan untuk membuat tato berasal dari arang tempurung yang dicampur dengan air tebu. Alat-alat yang digunakan pun masih sangat tradisional seperti tangkai kayu, jarum, dan pemukul dari batang.
Adapun pada zaman sekarang terutama di masyarakat perkotaan, pembuatan tato dilakukan dengan mesin listrik. Mesin ini ditemukan pada tahun 1891 di Inggris. Kemudian zat pewarnanya menggunakan tinta sintetis (tinta khusus tato).
Ditinjau dari sudut pandang kesehatan, tinta yang digunakan untuk tato ternyata mengandung bakteri berbahaya. Bahkan di salon tato yang sangat bersih pun, tinta yang digunakan bisa saja terinfeksi oleh bakteri.
Hal ini telah dibuktikan oleh para ahli melalui sebuah penelitian resmi. Sebagaimana yang dilansir dari Lifes Little Mysteries (24/08), dari hasil investigasi yang dilakukan terhadap salon tato di Colorado, Washington dan Iowa, para ahli menemukan bakteri berbahaya di dalam tinta yang digunakan untuk tato. Mereka pun melaporkan hasil studinya dalam New England Journal of Medicine. Bakteri yang dimaksud adalah Mycobacterium chelonae. Mycobacterium chelonae sendiri masih berhubungan dengan bakteri penyebab penyakit TBC yang biasa ditemukan di dalam air kran. Meskipun Mycobacterium chelonae dikatakan tidak terlalu berbahaya bagi sistem kekebalan tubuh normal, bakteri ini bisa menyebabkan ruam (bintil-bintil merah pada kulit) melalui jarum tato. Ruam tersebut bahkan bisa bertahan sampai berbulan-bulan dan bisa hilang dengan cara memberi antibiotik bersifat keras atau operasi. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), bakteri Mycobacterium chelonae diduga berasal dari air yang kurang bersih sebagai bahan tinta tato.
Untuk mencari tinta tato yang steril pun sebenarnya agak susah dilakukan. Sebab meskipun pihak Food and Drug Administration (Badan Urusan Makanan dan Obat-Obatan Amerika) telah menyetujui pigmen yang digunakan dalam kosmetik, mereka tidak pernah menyarankan untuk menyuntikannya ke dalam kulit.

Bimbingan Para Ulama
Komisi Fatwa Ulama Saudi Arabia (al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta’) menyebutkan:
Soal: Ibuku dahulu sewaktu masih awam sebelum tersebarnya ilmu pernah ditato pada dagu bagian bawahnya berupa garis dan bukan tato yang sempurna. Akan tetapi beliau melakukan hal ini dalam keadaan bodoh, tidak mengetahui apakah haram atau halal. Dan sekarang kami mengetahui bahwa wanita yang minta ditato adalah dilaknat, maka berilah kami bimbingan, semoga Alloh membalas kalian dengan kebaikan.
Jawab: Segala puji milik Alloh satu-satunya, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasululloh, keluarganya dan para sahabatnya. Wa badu: Tato hukumnya adalah haram di seluruh badan baik tato yang sempurna maupun tidak sempurna. Dan wajib atas ibumu untuk menghilangkan tato tersebut apabila tidak membahayakan dengan disertai tobat dan minta ampun dari perbuatan yang pernah dilakukan di masa lalu. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 5/213 no. 12592)

Nurussunnah Tegal

Tentang MENAATI SESEORANG DALAM PERKARA DOSA DAN MAKSIAT

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Hanyalah ketaatan itu (diberikan) dalam perkara yang baik.” (HR. Al-Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 1840)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang membuat Allah murka karena ingin beroleh ridha manusia, maka Allah akan murka padanya dan Allah menjadikan orang yang ingin ia peroleh ridhanya dengan membuat Allah murka itu akan murka/marah padanya. Dan siapa yang membuat Allah ridha sekalipun manusia murka padanya, maka Allah akan ridha padanya dan Allah menjadikan orang yang memurkainya dalam meraih ridha Allah itu akan ridha pula padanya, sampai-sampai Allah akan menghiasi si hamba dan menghiasi ucapan dan amalannya di mata orang yang semula murka tersebut.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, 3/132/1/1, lihat Ash-Shahihah no. 2311)

‘Aisyah dan Asma` bintu Abu Bakar radhiallahu anhuma berkisah:
“Ada seorang wanita dari kalangan Anshar menikahkan putrinya. Putri tersebut ditimpa sakit sehingga berguguran rambutnya. Maka sang ibu mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan mengisahkan apa yang menimpa putrinya. Setelahnya ia berkata: ‘Suami putriku tidak sabar dan ia minta segera dipertemukan dengan putriku, apakah aku boleh menyambung rambutnya?’
Mendengar hal itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencerca wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya. Beliau menyatakan:
“Semoga Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5934, 5935, 5941 dan Muslim no. 2122, 2123)
Hadits ‘Aisyah di atas dari jalan Ibrahim bin Nafi‘, ada tambahan keterangan bahwa suami si putri itulah yang menyuruh ibu mertuanya untuk menyambung rambut istrinya, sebagaimana pernyataan sang ibu:
“Suami putriku menyuruhku agar aku menyambung rambut putriku.” (HR. Al-Bukhari no. 5205)
Al-Imam Bukhari rahimahullah memberi judul untuk hadits di atas, Bab Laa Tuthi‘ul Mar`ah Zaujaha fi Ma‘shiyatin (Bab Tidak boleh seorang istri menaati suaminya dalam perbuatan maksiat).
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah berkata: “Dari penerangan sebelum ini diketahui, bahwa disenangi bagi seorang istri untuk menaati suaminya dalam seluruh perkara yang diinginkan suami. Namun dikhususkan dalam hal ketaatan ini, bila perkaranya tidak ada unsur maksiat kepada Allah. Bila suami mengajak istrinya untuk maksiat, maka wajib bagi si istri untuk menolaknya. Kalau ternyata si suami menghukum istrinya karena penolakannya tersebut maka si suami berdosa.” (Fathul Bari, 9/366)

Tentang PAKAIAN ISTRI DI HADAPAN SUAMI

Apa hukum wanita yang mengenakan pakaian tipis, ketat, sehingga menampakkan kedua betis di hadapan suaminya? Apakah ini termasuk di dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang?

Jawab:

Dibolehkan bagi wanita untuk mengenakan pakaian yang tipis, ketat, dan pendek di hadapan suaminya, karena tidak ada batasan aurat antara suami-istri, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka. Kecuali di hadapan istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka mereka dalam hal ini tidaklah tercela (bila menampakkannya).” (al-Mukminun: 5—6)

Aisyah radhiallahu anha mengabarkan,
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ
“Aku pernah mandi bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dari satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 250 dan Muslim no. 321)
Al-Hafizh lbnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Ad-Dawudi berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya dan sebaliknya. Pendapat ini dikuatkan dengan kabar yang diriwayatkan lbnu Hibban dari jalan Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya tentang hukum seorang suami melihat aurat istrinya. Sulaiman pun berkata, ‘Aku pernah bertanya kepada ‘Atha tentang hal ini, ia menjawab, ‘Aku pernah menanyakan permasalahan ini kepada ‘Aisyah maka ‘Aisyah membawakan hadits ini dengan maknanya’.” (Fathul Bari, 1/455)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hal ini, maka beliau menjawab, “Tidak ada aurat antara suami dengan istrinya.”
Sebelumnya, beliau membawakan dalil sebagaimana yang kami nukilkan dalam jawaban kami di atas. (Lihat Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, 1/417—418)

Karena suami dan istri dibolehkan untuk saling melihat aurat masing-masing, maka istri yang mengenakan pakaian tipis, ketat, dan pendek di hadapan suaminya tidaklah termasuk dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Dua golongan dari penduduk an-naar (neraka) yang aku belum pernah melihat mereka sebelumnya.”
Kemudian beliau menyebutkan golongan yang pertama, setelahnya beliau lanjutkan dengan golongan kedua, yaitu, “Para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang.” (Sahih, HR. Muslim no. 2128)
Wallahu ta‘ala a‘lam.

Sumber: Asy Syariah Edisi 001

###

PERTANYAAN

Ustadzah hafidzakillah, Apa batasan pakaian harian seorang ummahat di rumah yang mana ia hanya tinggal dengan suaminya? Apakah kekhawatiran  takut dilihat oleh makhluk lain / jin menjadikan ummahat tidak boleh berpakaian sangat terbuka di rumahnya? Jazaakillahu khairan sebelumnya Ustadzah dan al afwu pertanyaan saya agak aneh.

JAWABAN

Istri boleh memakai pakaian apapun jika hanya berdua dengan suami.
Bacalah 'basmalah' ketika memakai dan melepas baju,  insyaAllah akan terhijab aurat kita dari mata jin.
Barakallahu fiik.

Kamis, 17 Dzulhijah 1436 H / 01 Oktober 2015

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah

Nisaa` As-Sunnah.

Tentang MEMULIAKAN TETANGGA

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian.” (An-Nisa’: 36)

Abu Hurairah radhiallahu anhu menyampaikan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﻟِﻴَﺼْﻤُﺖْ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺟَﺎﺭَﻩُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺿَﻴْﻔَﻪُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau ia diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tetangga adalah orang yang tinggalnya berdekatan dengan kita. Ia memiliki hak untuk dimuliakan, dijaga haknya, dan tidak diganggu (disakiti). Semakin dekat rumahnya dengan rumah kita maka haknya pun semakin besar.

Ketika Aisyah radhiallahu anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Aku memiliki dua tetangga. Manakah di antara keduanya yang semestinya aku berikan hadiah?”
Rasulullah menjawab, “Engkau berikan kepada tetangga yang paling dekat pintu rumahnya dari rumahmu.” (HR. al-Bukhari dalam Shahih-nya)

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah pernah ditanya tentang tetangga. Beliau menjawab bahwa tetangga adalah empat puluh rumah di depannya, empat puluh rumah di belakangnya, empat puluh rumah di sebelah kanannya dan empat puluh rumah di sebelah kirinya. (Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam al-Adabul Mufrad hadits no. 109, disahihkan sanadnya oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabil Mufrad)
Di waktu sekarang, jumlah tersebut mungkin menyulitkan. Adapun di zaman beliau rahimahullah jarak empat puluh rumah adalah jarak yang bisa jadi sedikit/kecil. Adapun di zaman kita ini, mungkin empat puluh rumah adalah jarak satu kampung. Jika kita katakan tetangga itu adalah empat puluh rumah dari kita, padahal rumah-rumah yang ada seperti istana, besar dan luas, niscaya jumlah empat puluh ini sulit. Karena sebab inilah kemungkinan al-Imam al-Bukhari rahimahullah memberi judul atsar ini dengan Bab al-Adna Fal Adna Minal Jiran (Bab Tetangga yang paling dekat lalu yang paling dekat) karena banyaknya jumlah tetangga dengan bilangan empat puluh ini sehingga yang harus diperhatikan dan dikedepankan adalah yang paling dekat dengan rumah kita lalu yang berikutnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kita memuliakan tetangga tanpa membatasi bentuk pemuliaan, apakah dengan memberi uang, sedekah, pakaian, ataukah yang lain. Yang menjadi patokan, segala sesuatu yang dalam syariat disebutkan secara mutlak, tidak dibatasi, maka perkaranya kembali kepada ‘urf atau kebiasaan yang ada di masyarakat Islam, sebagaimana hal ini disebutkan oleh kaidah fiqih.

Tetangga, meski seorang yang kafir, ia memiliki hak untuk dimuliakan sebagai tetangga dalam Islam. Sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin al-Ash ketika disembelihkan kambing untuknya berkata:
Sudahkah kamu menghadiahkan kepada tetangga kita Yahudi? Saya mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, "Senantiasa Jibril mewasiatkan kepadaku terhadap tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwa ia akan memberikan hak waris kepadanya." (HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no 105)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ، ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ، ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ. ﻗِﻴْﻞَ: ﻣَﻦْ، ﻳﺎَ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻻَ ﻳَﺄْﻣَﻦُ ﺟَﺎﺭُﻩُ ﺑَﻮَﺍﺋِﻘَﻪُ
“Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Ketika ditanya, “Siapakah yang Anda maksudkan, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. al-Bukhari no. 6016 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Dalam riwayat yang lain:
ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﺆْﺫِ ﺟَﺎﺭَﻩُ
"Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah menyakiti tetangganya." (HR. Abu Dawud)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻟَﺄَﻥْ ﻳَﺴْﺮِﻕَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻣِﻦْ ﻋَﺸْﺮَﺓِ ﺃَﺑْﻴَﺎﺕٍ ﺃَﻳْﺴَﺮُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺃَﻥْ ﻳَﺴْﺮِﻕَ ﻣِﻦْ ﺟَﺎﺭِﻩِ
"Seandainya seseorang mencuri pada sepuluh rumah, itu lebih ringan dibandingkan mencuri dari tetangganya." (HR. Ahmad dan at-Thobaroni, al-Haitsami menyatakan bahwa perawi-perawinya terpercaya)

Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam ditanya:
"Wahai Rasulullah. Sesungguhnya seorang wanita melakukan sholat malam, berpuasa di siang hari, melakukan ini dan itu, serta bershodaqoh, tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya."
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada kebaikan padanya. Ia termasuk penduduk neraka."
Para Sahabat berkata:
"Sedangkan seorang wanita lain melakukan sholat wajib dan bershodaqoh dengan beberapa potong keju tetapi ia tidak pernah menyakiti siapapun."
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Dia termasuk penghuni surga."
(HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 119)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦُ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻳَﺸْﺒَﻊُ ﻭَﺟَﺎﺭُﻩُ ﺟَﺎﺋِﻊٌ
“Bukanlah seorang mukmin yang ia kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.” (Shahih al-Adab al-Mufrad no. 82 dari Ibnu az-Zubair radhiyallahu anhu)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻟَﺎ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﺟَﺎﺭٌ ﺟَﺎﺭَﻩُ ﺃﻥَْ ﻳَﻐْﺮِﺯَ ﺧَﺸَﺒَﺔً ﻓِﻰ ﺟِﺪَﺍﺭِﻩِ
“Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya untuk menancapkan papan kayu pada temboknya.” (HR. Ahmad, al-Bukhari, dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Hak tetangga di antaranya:
- jika mereka butuh pinjaman pinjamkanlah,
- jika mereka butuh pertolongan tolonglah,
- jika sakit jenguklah,
- jika meninggal iringi jenazahnya,
- jika mendapat kebaikan berikan ucapan selamat dan turut senang (tidak dengki),
- jika mendapat musibah hiburlah,
- jika ada kelebihan makanan berilah hadiah,
- jika membeli makanan dan tidak mampu untuk dihadiahkan, masukkan ke dalam rumah secara diam-diam (tidak menampakkan di hadapannya),
- jangan membangun bangunan yang menghalangi aliran udara untuknya kecuali jika diijinkan.
(Fathul Baari 10/446)

Adapun membuang atau menimbun benda berbau di tanahnya lantas merembes ke tanah orang lain sehingga bangunan menjadi rapuh dan terancam roboh karenanya, hal ini dilarang. (al-Majmu’, 16/134)

Apabila seseorang memiliki pohon yang dahannya menyebar hingga melewati tembok orang lain atau di atas rumah tetangga, tetangganya berhak meminta pemilik pohon tersebut agar memotong dahannya. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, karya Abu Ya’la hlm. 300—301)

Tidak boleh menggali sumur dekat dengan sumur tetangganya sehingga mengakibatkan sumur tetangga hilang airnya. (al-Mughni, 8/181)

Dilarang membuka lubang angin yang darinya dia bisa melihat secara langsung ke dalam rumah tetangganya atau membangun bangunan yang tinggi yang bisa menutupi rumah tetangga dan tidak mendapatkan sinar matahari dan menghalangi masuknya cahaya. (al-Wafi’ Syarah al-Arba’in, 235)

Tentang SYIAH

Alqamah bin Qais an-Nakha’i rahimahullah (62 H) berkata, “Sungguh Syi’ah telah berlebihan terhadap Ali sebagaimana Nashara berlebihan terhadap ‘Isa bin Maryam.” (As-Sunnah, 2/548)

‘Amir Asy-Sya’bi rahimahullah (105 H) berkata,
أحــذركم الأهــواء المضلة وشرها الـــرافضة وذلك أن منهـــم يهودا يغمصــون الإسلام لتحيا ضلالتهـــم كما يغمص بولس بن شاول ملك اليهود النصرانية لتحيا ضلالتهم
“Saya peringatkan kalian dari hawa nafsu yang menyesatkan dan dari kejelekan Syi’ah Rafidhah, karena di antara mereka ada seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam untuk menyebarkan kesesatan mereka sebagaimana Baulus bin Syawil (atau disebut juga dengan Paulus) seorang raja Yahudi yang berpura-pura masuk agama nashara untuk menyebarkan kesesatan mereka.” (Lihat Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah al-Lalika`i, 8/1461)

Al-Imam Amir asy-Sya'bi rahimahullah berkata, “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syiah.” (as-Sunnah karya Abdullah bin al-Imam Ahmad 2/549)

Berkata Al Imam 'Aamir asy-Sya'bi rahimahullah (wafat tahun 105 hijriah):
لم يدخلوا في الإسلام رغبة ولا رهبة من الله ولكن مقتا لأهل الإسلام
"Tidaklah mereka masuk Islam karena mengharapkan pahala dan tidak pula karena takut akan peringatan Allah, akan tetapi karena kebencian kepada kaum muslimin."
[Lihat As Sunnah oleh Al Khalaal juz 1 hal 497]

Dan berkata Thalhah Bin Musharrif rahimahullah (wafat pada tahun 112 Hijriah):
الـــرافضة لا تنكح نساؤهــم ولا تؤكــل ذبائحهـــم لأنهم أهــل ردة
"Orang-orang Syi'ah Rafidhah, tidak dinikahi wanita-wanita mereka dan tidak dimakan sembelihan mereka KARENA mereka orang-orang murtad."
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah Al 'Akbari dengan sanadnya (lihat Al Ibanah Sughra hal 161)]

Al Imam Ahmad bin Yunus rahimahullah berkata: “Sesungguhnya kami tidak mau memakan sembelihan seorang Syi’ah Rafidhah, karena kami menganggap mereka telah murtad (kafir).” [Lihat As Sunnah karya Al Khallal, 1/499]

Dan berkata Abu Hanifah rahimahullah (wafat pada tahun 150 Hijriah):
الجماعة أن تفضل أبا بكر وعمر وعليا وعثمان ولا تنتقص أحدا من أصحاب رسول الله
"Al-Jamaa'ah adalah engkau memuliakan Abu Bakr, Umar , 'Ali dan Utsman dan engkau TIDAK MERENDAHKAN SEORANGPUN dari sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam."
[Diriwayatkan oleh Ibnu 'Abdil Barr dari Hammad Bin Abi Hanifah (lihat Al Intiqaa' fi fadhaaili Atstsalaatsatil Aimmah Al Fuqahaa' hal 163)]
Dan Beliau apabila disebutkan kata "Syi'ah", beliau akan berkata:
ﻣـﻦ ﺷــﻚ ﻓـﻲ ﻛـﻔـﺮ ﻫـﺆﻻﺀ ﻓـﻬـﻮ ﻛـﺎﻓـﺮ ﻣـﺜـﻠـﻬـﻢ
"Barang siapa yg ragu akan kafirnya mereka maka ia pun kafir seperti mereka (Syi'ah Rafidhah)."

Al-Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah ketika ditanya tentang seseorang yang mencela Abu Bakr dan Umar (yakni Syiah) berkata, “Ia telah kafir kepada Allah Subhanahu wata’ala.” Kemudian ditanya, “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata, “Tidak, tiada kehormatan (baginya).” (Siyar A’lamin Nubala karya al-Imam adz-Dzahabi 7/253)

Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata tentang mereka yang mencela para Shahabat:
إنما هؤلاء أقوام أرادوا القدح في النبي صلى الله عليه وسلم فلم يمكنكم ذلك، ﻓﻘﺪﺣﻮﺍ ﻓﻲ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ، ﺣﺘﻰ ﻳُﻘﺎﻝ: ﺭﺟﻞ ﺳﻮﺀ، ﻭ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺭﺟﻼً ﺻﺎﻟﺤﺎً ﻟﻜﺎﻥ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﺻﺎﻟﺤﻮﻥ
“Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menjatuhkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam namun tidak mampu. Akhirnya, mereka mencela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa beliau (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam) seorang yang jahat. Sebab, kalau memang beliau orang saleh, niscaya para sahabatnya adalah orang-orang saleh.” (ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hlm. 580)

Berkata al-Imam Malik rahimahullah:
“Seorang yang mencela sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada bagian untuknya dalam Islam.”
(Al-Ibanah ash-Shughra hal 123)

Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah (179 H), ketika ditanya tentang seorang yang berpemikiran Syi’ah Rafidhah beliau menjawab, “Jangan kamu berbicara dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka adalah pendusta.” (Minhajus Sunnah, 1/61)

‘Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah (198 H) berkata, “Keduanya adalah agama lain, yaitu: “Jahmiyah dan Syi’ah Rafidhah.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad)

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (204 H) berkata, “Aku tidak pernah melihat dari para pengikut hawa nafsu yang lebih dusta di dalam ucapan, dan bersaksi dengan saksi palsu dari Syi’ah Rafidhah.” (Al-Ibanah al-Kubra, 2/545. Lihat juga Mizanul I’tidal karya al-Imam adz-Dzahabi 2/27—28)

Yunus bin Abdul A’la rahimahullah berkata: “Aku mendengar celaan yang dahsyat dari Asy-Syafi’i –jika menyebut Syi’ah Rafidhah– seraya mengatakan: ‘Mereka adalah sejelek-jelek kelompok’.” (Manaqib Asy-Syafi’i, 1/468)

Al-Imam Al-Buwaithi rahimahullah berkata: “Aku bertanya kepada Asy-Syafi’i, ‘Apakah aku boleh shalat di belakang seorang yang berakidah Syi’ah Rafidhah?’ Maka beliau menjawab: ‘Jangan shalat di belakang seorang yang berakidah Syi’ah Rafidhah, seorang yang berakidah Qadariyyah, dan seorang yang berakidah Murjiah’.” (Lihat Manhaj Al-Imam Asy-Syafi’i fi Itsbatil Akidah, 1/480)

Berkata al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah:
“Barang siapa yang mencela para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kami tidak merasa aman bahwa ia telah keluar dari agama Islam.”
(As-Sunnah Lil Khalal hal 779)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, Umar, dan Aisyah) itu orang Islam.” (as- Sunnah karya al-Khallal 1/493)

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal tentang Rofidhoh:
هم الذين يتبرأون من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم و ينتقصونهم و يسبونهم ﻭ ﻳﻜﻔﺮﻭﻥ ﺍﻻﺋﻤﺔ ﺇﻻ ﺃﺭﺑﻌﺔ: ﻋﻠﻲ ﻭ ﻋﻤﺎﺭ ﻭ ﺍﻟﻤﻘﺪﺍﺩ ﻭ ﺳﻠﻤﺎﻥ ﻭ ﻟﻴﺴﺖ ﺍﻟﺮﺍﻓﻀﺔ ﻣﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻓﻲ ﺷﺊ
Mereka adalah orang-orang yang berlepas diri dari para Shahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, mencela dan memaki mereka. Dan mengkafirkan para Imam kecuali empat orang, yaitu: Ali, Ammar, Miqdad, dan Salman radhiyallahu anhum. Dan Rafidhah bukanlah bagian dari Islam sedikitpun. (As Sunnah lil Imaami Ahmad hal. 82)

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah berkata:
ﻣﺎ ﺃﺑﺎﻟﻲ ﺻﻠﻴﺖ ﺧﻠﻒ ﺍﻟﺠﻬﻤﻲ ﻭ ﺍﻟﺮﺍﻓﻀﻲ ﺃﻡ ﺻﻠﻴﺖ ﺧﻠﻒ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ، ﻭﻻ ﻳﺴﻠﻢ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻻ ﻳﻌﺎﺩﻭﻥ ﻭﻻ ﻳﻨﺎﻛﺤﻮﻥ ﻭﻻ ﻳﺸﻬﺪﻭﻥ ﻭﻻ ﺗﺆﻛﻞ ﺫﺑﺎﺋﺤﻬﻢ
“Bagiku sama saja shalat di belakang Jahmi (seorang penganut akidah Jahmiyah) dan Rafidhi (Syiah) atau di belakang Yahudi dan Kristen. Mereka tidak boleh diberi salam, tidak boleh pula dikunjungi ketika sakit, dinikahkan, dijadikan saksi, dan dimakan sembelihannya.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hlm. 125)

Berkata Ibnu Hazm rahimahullah tentang Rofidhoh ketika berdebat dengan nashoro dan mereka mendatangkan kitab-kitab rofidhoh dalam rangka membantahnya:
ﻭﺃﻣﺎ ﻗﻮﻟﻬﻢ ‏(ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ‏) ﻓﻲ ﺩﻋﻮﻯ ﺍﻟﺮﻭﺍﻓﺾ ﺗﺒﺪﻳﻞ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺮﻭﺍﻓﺾ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﻓﺮﻗﺔ ﺣﺪﺙ ﺃﻭﻟﻬﺎ ﺑﻌﺪ ﻣﻮﺕ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺳﻨﺔ .. ﻭﻫﻲ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﺗﺠﺮﻱ ﻣﺠﺮﻯ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻭﺍﻟﻜﻔﺮ
Adapun ucapan mereka (nashoro) tentang anggapan rofidhoh bahwa al Quran telah dirubah, maka sesungguhnya orang-orang rofidhoh itu bukan termasuk muslimin. Mereka itu hanyalah kelompok yang muncul dua puluh lima tahun setelah meninggalnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka adalah kelompok yang sejalan dengan yahudi dan nashoro dalam hal dusta dan kufur. (al Fashl fil Milal wan Nihal: 2/213)

Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berdoa, “Ya Allah, aku telah bosan dengan mereka (Syiah) dan mereka pun telah bosan denganku. Maka dari itu, gantikanlah untukku orang-orang yang lebih baik dari mereka, dan gantikan untuk mereka seorang yang lebih jelek dariku.” (Nahjul Balaghah, hlm. 66—67, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 300)

Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Demi Allah! Menurutku, Mu’awiyah lebih baik daripada orang-orang yang mengaku sebagai Syiah-ku, mereka berupaya untuk membunuhku dan mengambil hartaku.” (al-Ihtijaj, karya ath-Thabrisi hlm. 148, dinukil dari asy-Syiah Wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 300)

Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhu berdoa, “Ya Allah, jika Engkau memberi mereka (Syiah) kehidupan hingga saat ini, porak-porandakan mereka dan jadikan mereka berkeping-keping. Janganlah Engkau jadikan para pemimpin (yang ada) ridha kepada mereka (Syiah) selama-lamanya. Sebab, kami diminta untuk membantu mereka, namun akhirnya mereka justru memusuhi kami dan menjadi sebab terbunuhnya kami.” (al-Irsyad, karya al-Mufid hlm. 341, dinukil dari asy- Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 302)

Al-Imam Ali bin Husain Zainal Abidin rahimahullah berkata, “Mereka (Syiah) bukan dari kami, dan kami pun bukan dari mereka.” (Rijalul Kisysyi, hlm. 111, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 303)

Al-Imam Muhammad al-Baqir rahimahullah berkata, “Seandainya semua manusia ini Syiah, niscaya tiga perempatnya adalah orang-orang yang ragu dengan kami, dan seperempatnya adalah orang-orang dungu.” (Rijalul Kisysyi, hlm. 179, dinukil dari asy-Syiah wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hlm. 303)

Al-Imam Ja’far ash-Shadiq rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala berlepas diri dari orang-orang yang membenci Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma.” (Siyar A’lamin Nubala’ karya al-Imam adz-Dzahabi 6/260)

Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata, “Jika engkau melihat orang yang mencela salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketahuilah bahwa ia zindiq (seorang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran). Sebab, Rasul bagi kita adalah haq dan al-Qur’an adalah haq. Sesungguhnya yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka mencela para saksi kita (para sahabat) dengan tujuan untuk meniadakan al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka (Syiah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq.” (al-Kifayah karya al-Khathib al-Baghdadi, hlm. 49)

Berkata al-Qadhi Iyadh,
“Barang siapa yang melemparkan tuduhan kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan apa yang telah Allah bebaskan dirinya dari tuduhan tersebut (yaitu tuduhan zina, ed), maka ia telah kafir tanpa ada perselisihan.”
(Lihat: Ash-Sharimul Maslul juz 3 hal 1066)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:
وَأَنَّ أَصْلَ كُلِّ فِتْنَةٍ وَبَلِيَّةٍ هُمُ الشِّيعَةُ وَ مَنِ انْضَوَى إِلَيْهِمْ
Bahwa SUMBER setiap fitnah dan musibah, adalah SYI’AH dan siapapun yang terkait/bergabung dengan mereka. (Minhajus Sunnah 6/370)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Rafidhah (Syi’ah) adalah kelompok yang tidak memiliki andil apa pun selain menghancurkan Islam, memutuskan ikatannya, dan merusak kaidah-kaidahnya.” (Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah)

Berkata Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
فالرافضة: يستعينون بالكفار والفجار ﻋﻠﻰ ﻣﻄﺎﻟﺒﻬﻢ، ﻭﻳﻌﺎﻭﻧﻮﻥ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻭﺍﻟﻔﺠﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﻣﺂﺭﺑﻬﻢ، ﻭﻫﺬﺍ ﺃﻣﺮ ﻣﺸﻬﻮﺩ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺯﻣﺎﻥ ﻭﻣﻜﺎﻥ
Rofidhoh, mereka meminta bantuan dengan orang-orang kafir dan fajir atas keinginan mereka (Rofidhoh), dan membantu orang-orang kafir dan fajir atas tujuan-tujuan mereka (orang kafir dan fajir). Ini adalah perkara yang bisa disaksikan pada setiap waktu dan tempat. (Minhajus Sunnah: 4/111)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
“Syiah Rafidhah adalah keledainya Yahudi yang mereka tunggangi dalam setiap fitnah.”
(Minhajus Sunnah 1-20/21)

Berkata Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
“Orang-orang Nashara yang mana kaum muslimin pernah memerangi mereka di Syam, ternyata orang-orang Syi’ah Rafidhahlah yang paling banyak membantu mereka (kaum Nashara tersebut).”
(Al-Minhaj Juz 3 Hal 378)

Berkata Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
“Kaum Syi’ah Rafidhah termasuk di antara manusia yang paling bodoh dan yang paling sesat, sebagaimana kaum Nashara termasuk di antara manusia yang paling bodoh. Dan juga Syi’ah Rafidhah termasuk manusia yang paling buruk, sebagaimana kaum Yahudi termasuk di antara manusia yang paling buruk. Sehingga pada Syi’ah Rafidhah terdapat bagian dari kesesatan Nashara dan terdapat pula bagian dari keburukan Yahudi.”
(Minhajus Sunnah juz 2 hal 65)

Berkata Ibnu Taimiyyah Rahimahullah :
“Kaum Syi’ah Rafidhah, peribadatan yang paling besar menurut mereka adalah melaknat kaum muslimin dari kalangan wali-wali Allah, baik para wali yang terdahulu maupun yang belakangan.”
(Majmu’ al-Fatawa juz 28 hal 488)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
الرافضة أمة مخذولة، ليس لها عقل صريح، ولا نقل صحيح، ولا دين مقبول، ولا دنيا مقصورة
Rofidhoh adalah ummat yang tidak tertolong. Tidak memiliki akal yang jelas dan naqli yang benar. Tidak juga memiliki agama yang bisa diterima dan dunia yang tertolong.
(Iqtidhou Ash shiroothol Mustaqim: 2/815)

Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah:
“Dan sungguh mereka kaum Syi’ah Rafidhah telah menjadi jelek di mata anak cucu Adam, sehingga setiap orang yang berakal akan menganggap rendah mereka.”
(Al-Manar al-Munif hal 152)

Berkata Ibnul Arobi al Maliky tentang aqidah syiah:
كفر بارد، لا تسخنه إلا حرارة السيف
فأما دفء المناظرة فلا تؤثر عليه
Kufur yang dingin. Tidak bisa menghangatkannya melainkan PANASNYA PEDANG. Adapun panasnya perdebatan maka itu tidak bisa mempengaruhinya. (Al Awaashim minal Qowaashim hal. 259)

Berkata Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah:
من قَدِر على إنكار صنيع الرافضة ولم يفعل فقد رضي بأن تُنتهك حرمة الإسلام وأهله، وسكت على ما هو كفر متضاعف
˝Barangsiapa yang mampu untuk mengingkari perbuatan Rofidhoh dan dia tidak melakukannya (tidak mengingkarinya), maka dia telah ridho untuk dicabik-cabik kehormatan Islam dan pemeluknya, dan diam atas sebuah kekufuran maka berlipat ganda (dosanya).˝
[Natsrul Jauhar (115)]

###

Asy-Syaikh al-Allamah Zaid bin Muhammad al-Madkhaly rahimahullah

Dan sungguh telah ada pada zaman ini sebuah firqah yang membinasakan di antara mereka.
Ketahuilah mereka adalah al-Hutsiyyun, yang mengumpulkan antara keyakinan Rafidhah (Syiah) dan keyakinan Khawarij.
Dan sungguh telah ada penjelasan tentang kekafiran mereka dalam nash-nash dan atsar-atsar, akan aku sebutkan sebagiannya di sini:

1. Riwayat yang datang dari Abdullah bin Abbas radhiyallaahu anhuma, dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam :
DAN AKAN ADA SEBUAH KAUM DI AKHIR ZAMAN YANG MEREKA MENAMAKANNYA RAFIDHAH, YANG MENOLAK ISLAM NAMUN MELAFAZHKANNYA. MAKA PERANGILAH MEREKA KARENA MEREKA ADALAH ORANG-ORANG MUSYRIK.

(1) diriwayatkan oleh Abdun bin Hamid dalam musnadnya (hal. 232, nomor 698), dan al-Harits bin Usamah dalam musnadnya (2/945, nomor 1043, al-Baghiyyah), dan Abu Yala dalam musnadnya (4/459, nomor 2586), dan Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (2/375, nomor 981), dan Abdullah bin Ahmad dalam Zawaidu Fadhailis Shahabah (652 702), dan at-Thabarany  dalam al-Kabiir (12/242, nomor 12997), dan Abu Nuaim dalam al-Huliyyah (4/95).

2. Dan dalam lafazh yang lain, dari Ibnu Abbas radhiyallaahu anhuma, dia berkata: Aku pernah berada di dekat Nabi shallallaahu alaihi wa sallam dan di dekat beliau juga ada Ali radhiyallaahu anhu, maka Nabi  shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
WAHAI ALI, AKAN ADA PADA UMMATKU YANG MENGAKU CINTA KEPADA KITA, AHLUL BAIT. MEREKA MEMILIKI JULUKAN YANG MEREKA NAMAKAN RAFIDHAH. MAKA PERANGILAH MEREKA KARENA MEREKA ITU ORANG-ORANG MUSYRIK.

(2) At-Thabarani dalam al-Kabiir (12/242, nomor 12998), dan Abu Nuaim dalam al-Huliyyah (4/95). Berkata al-Haitsamy dalam Mujammiuz Zawaaid (10/11): Sanadnya hasan.

3. Dan hadits yang tsabit dari Ali radhiyallaahu anhu, dia berkata: Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
Akan muncul di akhir zaman sebuah kaum yang mereka namakan Rafidhah, mereka menolak Islam.

(3) Abdullah bin Ahmad dalam az-Zawaaid alal Musnad (1/103) dan dalam as-Sunnah (2/546-547), al-Bazzar dalam Musnadnya (2/137, nomor 499), al-Ajurry dalam asy-Syariah (5/2518, nomor 2010), dan ad-Daany dalam al-Waaridah fil Fitan (3/613-614, nomor 278).

4. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu anhu, dia berkata: Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam:
Sepeninggalku nanti akan datang suatu kaum, mereka memiliki julukan yang dikatakan untuk mereka Rafidhah. Jika kalian bertemu dengan mereka maka perangilah mereka karena mereka adalah orang-orang musyrik.
Aku bertanya: Ya Rasulallaah, apakah tanda pemahaman (mereka)?
Beliau menjawab: Mereka memujimu (Ali) dengan sesuatu yang tidak ada padamu, mencela dan mencaci-maki para shahabatku.

(4) As-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim (2/474, nomor 978), dan asy-Syariah karya al-Ajurry (5/2516, nomor 2008).

Sumber:
at-Taliqul Matiin ala Kitaabi Ashlis sunnah watiqaadid Diin lil Imaamain ar-Razain, hal 49-51
[dari grup WA Syaikhain yang memposting kalam Syaikh Zaid Al Madkhaly Syaikh Ahmad An Najmi rahimahumallah]

tukpencarialhaq .com

###

Al Imam Al Muhaddits Asy Syaikh Muqbil bin Hadiy Al Wadiiy rohimahulloh

Soal:
ما صحة قول من قائل: إن الروافض والشيعة أشد على الإسلام من اليهود والنصارى، هل يعني ذلك تكفيرهم، وما هي ضوابط التكفير، ومتى يكفر الإنسان كفراً أكبر يخرج به من الملة؟
Bagaimanakah kebenaran ucapan seseorang: Sesungguhnya Rofidhoh dan Syiah itu lebih jahat terhadap Islam daripada Yahudi dan Nashoro? Apakah ucapan itu berarti mengafirkan mereka? Apa sajakah batasan takfir? Dan kapankah seseorang dikafirkan dengan kafir akbar yang dengan hal itu ia dikeluarkan dari agama?

Jawab:
الحمد لله وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن والاه. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده ورسوله. أما بعد
فهذا القول صحيح؛ أن الروافض والشيعة أضر على الإسلام من اليهود والنصارى، بمعنى كما قال شيخ الإسلام ابن تيمية ونقله عنه تلميذه الذهبي وابن كثير في البداية والنهاية: أن لهم مواقف مع اليهود والنصارى ضد المسلمين، وليس معناه أنهم يكفرونهم
Ucapan ini adalah benar. Bahwa Rofidhoh dan Syiah lebih berbahaya terhadap Islam daripada Yahudi dan Nashoro, dengan makna sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan yang dinukilkan dari beliau oleh muridnya adzDzahaby dan Ibnu Katsir dalam kitab al Bidayah wan Nihayah, bahwa Rofidhoh memiliki sikap-sikap bersama Yahudi dan Nashoro untuk melawan muslimin, dan ini tidaklah bermakna bahwa mereka mengkafirkan Syiah (secara mutlak/merata).
ومن الأمثلة على هذا: أن ابن العلقمي الخائن كان وزير للمستعصم وزين له أن يقلل جيشه ففعل، وبعد هذا قرب التتار ابن العلقمي ونصير الدين الطوسي الذي يلقب بنصير الدين لكنه نصير الشرك والإلحاد كما قال ابن القيم رحمه الله تعالى في إغاثة اللهفان، بعد هذا لما قرب التتار وكانت في قلوبهم هيبة أيما هيبة من قتل الخليفة ومن دخول بغداد قال ابن العلقمي الخائن لهم: ابقوا ههنا قريبين ونحن سنخرج الخليفة إليكم، فذهب إلى الخليفة وقال: هم ما يريدون غزو بلادك ولا يريدون قتلك، يريدون أن يزوجوك بابنة رئيس التتار، فخرج وعند أن خرج إليهم مسكوه وسجنوه بين البغال، وبعد ذلك قتلوه رحمه الله تعالى بسبب خيانة ابن العلقمي، بعد أن نفذ لهم هذه الخيانة ماذا عمل التتار؟! نبذوه ولم يلتفتوا إليه، حتى أن امرأة قالت له: أيما أحسن عند أن كنت وزيراً في الدولة العباسية أم الآن وهو ماشي في الشوارع ضايع، فيقال إنه مات كمداً
Dan di antara contoh atas hal ini adalah bahwasanya Ibnul Alqomiy si pengkhianat dulu adalah menteri dari Khalifah al Mustashim. Dan dia menghias-hiasi kepadanya agar mengurangi jumlah pasukannya, lalu Khalifah pun melakukan hal itu.
Setelah itu, bangsa Tatar mendekati Ibnul Alqomiy dan Nashiruddiin at Thouwsy yang digelari dengan Nashiruddin (penolong agama) namun pada hakekatnya dia adalah penolong kesyirikan dan atheisme sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitab Ighatsatul Lahfaan.
Setelah itu, tatkala Tatar mendekat (dan ketika itu dalam hati mereka ada rasa kagum yang sangat hebat jika berhasil membunuh khalifah dan memasuki Baghdad),  berkatalah Ibnul Alqomy si pengkhianat kepada mereka:
Tetaplah berada di dekat sini dan kami akan mengeluarkan khalifah pada kalian.
Lalu pergilah ia menghadap Khalifah dan mengatakan: Mereka tidak ingin memerangi negara anda, dan tidak pula ingin membunuh anda. Mereka ingin menikahkan anda dengan putri Pimpinan Tatar.
Kemudian keluarlah beliau. Dan tatkala beliau keluar pada mereka, mereka menahan dan memenjarakan beliau di antara baghal (peranakan kuda dan keledai). Dan setelah itu mereka membunuhnya, rahimahullaah Taala, dengan sebab pengkhianatan Ibnul Alqomiy.
Setelah melaksanakan pengkhianatan ini pada mereka, apa yang dilakukan bangsa Tatar?! Mereka mencampakkannya dan tidak menoleh kepadanya, hingga ada seorang wanita berkata padanya: Mana yang lebih baik bagimu, tatkala kamu menjadi menteri untuk Daulah Abbasiyah ataukah yang sekarang (dalam keadaan dia terlantar, berjalan di jalan-jalan)? Lalu ada yang mengatakan bahwa dia mati dalam keadaan menderita.
وهكذا في زماننا هذا شاهدنا الشيعة يتعاطفون مع الشيوعيين فعلي سالم البيض وهو إشتراكي شيوعي لا يأمن على نفسه إلا إذا كان في صعدة بين الروافض في باقم أو في غيره ويقولون: مرحباً بأبي هاشم، مرحباً بأبي هاشم، وهو شيوعي إشتراكي
Dan demikian pula di zaman kita ini. Kita saksikan Syiah bermesraan dengan para atheis/komunis. Maka Ali Salim al Baidh dan dia adalah seorang sosialis-komunis, dia sendiri tidak merasa aman kecuali jika dia berada di Shodah, di antara para Rofidhoh, di Baqim atau di tempat lainnya. Dan para Rafidhoh pun menyambutnya:
Selamat datang Abu Hasyim! Selamat datang Abu Hasyim! Padahal dia seorang sosialis-komunis.
فلهم مواقف مع اليهود والنصارى ضد المسلمين والله المستعان هذا معناه
Jadi, mereka memiliki sikap-sikap tertentu bersama Yahudi dan Nashoro untuk memerangi kaum muslimin, wallaahul Mustaan. Inilah maknanya.
وأما التكفير يكفر منهم من قال: إن قرآننا ناقص، أو قال: إن جبريل خان الرسالة، ومن حرف كتاب الله، على أن الشيعة على جميع أصنافهم يردون سنة رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، ويعتمدون على كتبهم، وكتبهم أشبه بكتب اليهود والنصارى خالية من الأسانيد لا يعتمد عليها، فهم يعتمدون على كتبهم، ولا يعتمدون على ما في صحيح البخاري، و صحيح مسلم وبقية الأمهات الست والله المستعان
Dan adapun tentang takfir, maka dikafirkan di antara mereka orang yang mengatakan: Sesungguhnya al Quran kita ini kurang (tidak lengkap), atau mengatakan: Sesungguhnya Jibril mengkhianati risalah, dan orang yang menyimpangkan Kitabullah. Atas dasar bahwasanya Syiah pada seluruh golongannya menolak sunnah Rosulullah shallallaahu alaihi wa ala aalihi wa sallam, dan mereka bersandar pada kitab-kitab karangan mereka sendiri, padahal kitab-kitab mereka itu mirip dengan kitab-kitabnya Yahudi dan Nashoro, tanpa disertai sanad-sanad dan tidak bersandar pada sanad-sanad tersebut. Jadi, mereka bersandar pada kitab-kitab mereka dan tidak bersandar pada apa yang ada dalam Shahih al Bukhory, Shahih Muslim, dan kitab-kitab hadits yang induk yang enam. Wallaahul Mustaan.
وما هي ضوابط التكفير، ومتى يكفر الإنسان كفراً أكبر يخرج به من الملة؟ من رد شيئاً مقطوعاً به، أو سجد لصنم أو غير ذلك هذا يعتبر كافراً، ومن المؤسف جداً أن حد الردة توقف في كثير من البلاد الإسلامية والله المستعان، مع أنه قد قدم معاذ بن جبل إلى أبي موسى فوجد رجلاً مربوطاً فقال معاذ: ما هذا يا أبا موسى؟ قال: هذا رجل ارتد بعد إسلامه، قال معاذ: لا أنزل حتى تقتله، قال: ما ربطناه إلا لنقتله، فقتل في ذلك الوقت والله المستعان والحمد الله
Dan apakah batasan-batasan takfir? Dan kapan seseorang dikafirkan dengan kafir akbar yang dengannya dia dikeluarkan dari agama? Siapa yang menolak sesuatu (dari al Quran dan sunnah) maka diputuskan dengan takfir itu, atau sujud pada berhala, atau hal-hal yang lainnya. Yang seperti ini teranggap sebagai kafir.
Dan sangat disayangkan, bahwasanya hukuman had untuk orang yang murtad tidak dilaksanakan pada kebanyakan negara Islam, Wallaahul Mustaan. Padahal Muadz bin Jabal pernah menghadap kepada Abu Musa. Lalu dia melihat ada seorang yang terikat, lalu Muadz bertanya: Ada apa ini wahai Abu Musa? Abu Musa menjawab: Orang ini murtad setelah masuk Islam. Muadz berkata: Aku tidak akan turun hingga anda membunuhnya. Abu Musa menjawab: Tidaklah kami mengikatnya kecuali agar kami bisa membunuhnya. Lalu Abu Musa membunuhnya pada saat itu juga. Wallaahul Mustaan, walhamdulillah.
لكن في كثير من البلدان الإسلامية يعطلون حد الردة وبقي ههنا [السعودية] لا بأس بهذا البلد جزاهم الله خيراً يقيمون الحدود من أجل هذا منّ الله عليهم بالأمن، وبارك الله لهم في أعمالهم وسعيهم والله المستعان
Namun pada kebanyakan negara Islam, mereka menghilangkan hukum had untuk orang yang murtad, dan tersisa disini (di negara Saudi) yang masih memberlakukannya, tidak mengapa di negara ini. Jazahumullaahu khoiron. Mereka melaksanakan hukum-hukum had karena hal ini. Semoga Allah menganugrahkan keamanan pada mereka dan memberkahi mereka dalam pekerjaan-pekerjaan dan usaha-usaha mereka. Wallaahul Mustaan.

Dari kaset:
Al Ajwibah Al Ilmiyyah alal As`ilatil Wushobiyyah

www .muqbel .net/fatwa .php?fatwa_id=293

www .ittibaus-sunnah .net

❂Ashhabus Sunnah❂