Cari Blog Ini

Selasa, 09 Desember 2014

Tentang MEMULIAKAN TETANGGA

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian.” (An-Nisa’: 36)

Abu Hurairah radhiallahu anhu menyampaikan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﻟِﻴَﺼْﻤُﺖْ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺟَﺎﺭَﻩُ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺮِﻡْ ﺿَﻴْﻔَﻪُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau ia diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tetangga adalah orang yang tinggalnya berdekatan dengan kita. Ia memiliki hak untuk dimuliakan, dijaga haknya, dan tidak diganggu (disakiti). Semakin dekat rumahnya dengan rumah kita maka haknya pun semakin besar.

Ketika Aisyah radhiallahu anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Aku memiliki dua tetangga. Manakah di antara keduanya yang semestinya aku berikan hadiah?”
Rasulullah menjawab, “Engkau berikan kepada tetangga yang paling dekat pintu rumahnya dari rumahmu.” (HR. al-Bukhari dalam Shahih-nya)

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah pernah ditanya tentang tetangga. Beliau menjawab bahwa tetangga adalah empat puluh rumah di depannya, empat puluh rumah di belakangnya, empat puluh rumah di sebelah kanannya dan empat puluh rumah di sebelah kirinya. (Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam al-Adabul Mufrad hadits no. 109, disahihkan sanadnya oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabil Mufrad)
Di waktu sekarang, jumlah tersebut mungkin menyulitkan. Adapun di zaman beliau rahimahullah jarak empat puluh rumah adalah jarak yang bisa jadi sedikit/kecil. Adapun di zaman kita ini, mungkin empat puluh rumah adalah jarak satu kampung. Jika kita katakan tetangga itu adalah empat puluh rumah dari kita, padahal rumah-rumah yang ada seperti istana, besar dan luas, niscaya jumlah empat puluh ini sulit. Karena sebab inilah kemungkinan al-Imam al-Bukhari rahimahullah memberi judul atsar ini dengan Bab al-Adna Fal Adna Minal Jiran (Bab Tetangga yang paling dekat lalu yang paling dekat) karena banyaknya jumlah tetangga dengan bilangan empat puluh ini sehingga yang harus diperhatikan dan dikedepankan adalah yang paling dekat dengan rumah kita lalu yang berikutnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kita memuliakan tetangga tanpa membatasi bentuk pemuliaan, apakah dengan memberi uang, sedekah, pakaian, ataukah yang lain. Yang menjadi patokan, segala sesuatu yang dalam syariat disebutkan secara mutlak, tidak dibatasi, maka perkaranya kembali kepada ‘urf atau kebiasaan yang ada di masyarakat Islam, sebagaimana hal ini disebutkan oleh kaidah fiqih.

Tetangga, meski seorang yang kafir, ia memiliki hak untuk dimuliakan sebagai tetangga dalam Islam. Sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin al-Ash ketika disembelihkan kambing untuknya berkata:
Sudahkah kamu menghadiahkan kepada tetangga kita Yahudi? Saya mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, "Senantiasa Jibril mewasiatkan kepadaku terhadap tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwa ia akan memberikan hak waris kepadanya." (HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no 105)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ، ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ، ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ. ﻗِﻴْﻞَ: ﻣَﻦْ، ﻳﺎَ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻻَ ﻳَﺄْﻣَﻦُ ﺟَﺎﺭُﻩُ ﺑَﻮَﺍﺋِﻘَﻪُ
“Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Ketika ditanya, “Siapakah yang Anda maksudkan, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. al-Bukhari no. 6016 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Dalam riwayat yang lain:
ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﺆْﺫِ ﺟَﺎﺭَﻩُ
"Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah menyakiti tetangganya." (HR. Abu Dawud)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻟَﺄَﻥْ ﻳَﺴْﺮِﻕَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻣِﻦْ ﻋَﺸْﺮَﺓِ ﺃَﺑْﻴَﺎﺕٍ ﺃَﻳْﺴَﺮُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺃَﻥْ ﻳَﺴْﺮِﻕَ ﻣِﻦْ ﺟَﺎﺭِﻩِ
"Seandainya seseorang mencuri pada sepuluh rumah, itu lebih ringan dibandingkan mencuri dari tetangganya." (HR. Ahmad dan at-Thobaroni, al-Haitsami menyatakan bahwa perawi-perawinya terpercaya)

Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam ditanya:
"Wahai Rasulullah. Sesungguhnya seorang wanita melakukan sholat malam, berpuasa di siang hari, melakukan ini dan itu, serta bershodaqoh, tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya."
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada kebaikan padanya. Ia termasuk penduduk neraka."
Para Sahabat berkata:
"Sedangkan seorang wanita lain melakukan sholat wajib dan bershodaqoh dengan beberapa potong keju tetapi ia tidak pernah menyakiti siapapun."
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Dia termasuk penghuni surga."
(HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 119)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦُ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻳَﺸْﺒَﻊُ ﻭَﺟَﺎﺭُﻩُ ﺟَﺎﺋِﻊٌ
“Bukanlah seorang mukmin yang ia kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.” (Shahih al-Adab al-Mufrad no. 82 dari Ibnu az-Zubair radhiyallahu anhu)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻟَﺎ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﺟَﺎﺭٌ ﺟَﺎﺭَﻩُ ﺃﻥَْ ﻳَﻐْﺮِﺯَ ﺧَﺸَﺒَﺔً ﻓِﻰ ﺟِﺪَﺍﺭِﻩِ
“Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya untuk menancapkan papan kayu pada temboknya.” (HR. Ahmad, al-Bukhari, dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Hak tetangga di antaranya:
- jika mereka butuh pinjaman pinjamkanlah,
- jika mereka butuh pertolongan tolonglah,
- jika sakit jenguklah,
- jika meninggal iringi jenazahnya,
- jika mendapat kebaikan berikan ucapan selamat dan turut senang (tidak dengki),
- jika mendapat musibah hiburlah,
- jika ada kelebihan makanan berilah hadiah,
- jika membeli makanan dan tidak mampu untuk dihadiahkan, masukkan ke dalam rumah secara diam-diam (tidak menampakkan di hadapannya),
- jangan membangun bangunan yang menghalangi aliran udara untuknya kecuali jika diijinkan.
(Fathul Baari 10/446)

Adapun membuang atau menimbun benda berbau di tanahnya lantas merembes ke tanah orang lain sehingga bangunan menjadi rapuh dan terancam roboh karenanya, hal ini dilarang. (al-Majmu’, 16/134)

Apabila seseorang memiliki pohon yang dahannya menyebar hingga melewati tembok orang lain atau di atas rumah tetangga, tetangganya berhak meminta pemilik pohon tersebut agar memotong dahannya. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, karya Abu Ya’la hlm. 300—301)

Tidak boleh menggali sumur dekat dengan sumur tetangganya sehingga mengakibatkan sumur tetangga hilang airnya. (al-Mughni, 8/181)

Dilarang membuka lubang angin yang darinya dia bisa melihat secara langsung ke dalam rumah tetangganya atau membangun bangunan yang tinggi yang bisa menutupi rumah tetangga dan tidak mendapatkan sinar matahari dan menghalangi masuknya cahaya. (al-Wafi’ Syarah al-Arba’in, 235)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar