Cari Blog Ini

Sabtu, 04 Juli 2015

Tentang MENYEDIAKAN TEMPAT DI BELAKANG IMAM SALAT UNTUK ORANG-ORANG TERTENTU

Bolehkah imam memilihkan tempat di belakangnya bagi ulama agar ketika dia lupa ada yang mengingatkannya? Apakah hal ini dibolehkan oleh syariat?

Jawab:
Disyariatkan agar makmum yang berada di belakang imam adalah orang yang berilmu, memiliki keutamaan, serta orang yang baligh dan berilmu. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dari Abu Mas’ud al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لِيَلِيَنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Hendaknya yang di belakangku adalah orang yang baligh dan berilmu, kemudian yang di bawah mereka, kemudian yang di bawah mereka.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Makna hadits di atas adalah disyariatkan bagi orang yang baligh dan berilmu untuk bersegera menuju shalat sehingga mereka berada di belakang imam. Jadi, tidak bermakna bahwa disediakan tempat bagi mereka (di belakang imam) sampai mereka hadir.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 8/16—17)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang PANJANG BACAAN DALAM SALAT WAJIB

Saya shalat di masjid kampung. Ketika saya shalat dan menjadi imam, mereka mengatakan, “Ringankanlah shalatnya.” Apakah saya harus memperingan shalat atau tidak? Padahal mereka masih muda, tidak ada yang lanjut usia ataupun orang tua yang lemah. Saya shalat hanya membaca kurang dari sepuluh ayat. Bagaimana solusinya? Apa hukum hal ini dalam Islam?

Jawab:
Ketika seseorang mengimami manusia, disunnahkan agar ia memerhatikan keadaan mereka dan mengambil yang paling lemah di antara mereka sebagai ukuran. Inilah patokan yang disebutkan dalam sunnah Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wasallam yang suci. Shalat dengan membaca sepuluh ayat tidak tergolong memperpanjang. Biasanya, pada shalat subuh, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surat-surat mufashshal yang panjang; pada shalat maghrib membaca surat-surat mufashshal yang pendek, meski terkadang membaca yang panjang; pada shalat isya, zuhur, dan ashar, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca yang surat-surat mufashshal yang pertengahan. Terkadang beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam memperpanjang shalat zuhur. Surat-surat mufashshal dimulai dari surat Qaf hingga akhir surat an-Nas.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/412—413)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang IMAM SALAT MENUNJUK PENGGANTI KETIKA BERHALANGAN DI TENGAH SALAT

Imam berhadats pada rakaat yang kedua dalam shalat ashar. Dia pun keluar dari shalat dan menunjuk orang lain menggantikannya. Apakah orang tersebut menyempurnakan (meneruskan) shalat atau mengulanginya dari awal?

Jawab:
Jika imam berhadats di tengah-tengah shalat, disyariatkan baginya untuk menunjuk pengganti yang meneruskan shalat yang tersisa. Dengan demikian, tetap sah shalatnya dan shalat para makmum. Hal ini berdasarkan kisah Umar ketika beliau menjadi imam dan ditusuk, beliau menunjuk Abdurrahman bin Auf sebagai imam yang menggantikannya. Abdurrahman pun menyempurnakan shalat bersama jamaah.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al-Lajnah, 7/399)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang ANAK-ANAK MENJADI IMAM SALAT

Seseorang memasuki masjid dan mendapati sejumlah anak-anak. Yang terbesar di antara mereka berusia dua belas tahun. Sahkah keimaman anak yang berusia dua belas tahun tersebut?

Jawab:
Sah hukumnya seorang anak yang sudah berakal menjadi imam shalat berdasarkan sabda Nabi Subhanahu wata’ala,
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ – الْحَدِيثَ
“Yang menjadi imam adalah yang paling banyak bacaannya terhadap Kitabullah.”
Demikian pula hadits dalam Shahih al-Bukhari dari Umar bin Salamah al- Jarmi radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan, “Ayahku kembali dari sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengatakan bahwa dirinya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا
‘Apabila datang waktu shalat, hendaknya yang menjadi imam adalah yang paling banyak bacaan al-Qur’annya di antara kalian.’
Mereka melihat-lihat dan tidak mendapatkan seseorang yang lebih banyak bacaan al-Qur’annya daripada diriku. Mereka pun menyuruhku maju padahal usiaku masih enam belas atau tujuh belas tahun.”
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al- Lajnah, 7/393—394)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang IMAM SALAT MELAKUKAN KESALAHAN DALAM MEMBACA ALQURAN

Saya shalat di rumah bersama keluarga saya. Sebab, imam di masjid melakukan lahn (kesalahan dalam qiraah) al-Qur’an hingga jelas-jelas mengubah maknanya. Hafalan saya lebih banyak dan lebih sesuai dengan kaidah-kaidah qiraah. Selain itu, pada diri saya tidak ada kemaksiatan sebagaimana yang ada pada imam tersebut—dan Allah Subhanahu wata’ala sajalah yang menyucikan hamba-Nya yang Dia kehendaki. Dia dan jamaahnya bersikeras atas keimamannya karena mereka fanatik kepadanya dan tidak menyukai saya. Sebab, mereka berbeda kabilah dengan saya.
Di samping itu juga karena pengingkaran saya terhadap kesalahan mereka. Saya sendiri sebenarnya seorang yang ditugaskan menjadi imam sebuah masjid jami’ di desa lain, hanya saja saya tidak bisa hadir setiap waktu shalat bersama jamaah saya. Bolehkah saya shalat menjadi makmum di belakang imam tersebut? Bolehkah saya mengajukan keberatan (kepada pemerintah) tentang mereka?

Jawab:
Menunaikan shalat lima waktu secara berjamaah hukumnya wajib kecuali apabila ada uzur yang menghalanginya, seperti sakit dan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya Anda menunaikannya secara berjamaah di masjid yang Anda ditugaskan menjadi imamnya. Hal ini lebih pantas karena dengan demikian berarti Anda menunaikan dua kewajiban: kewajiban sebagai imam yang menjadi tugas Anda dan kewajiban menunaikan shalat berjamaah. Apabila berat bagi Anda, biarkanlah tugas menjadi imam ini diemban oleh orang lain yang bisa menunaikannya sesuai dengan yang dituntut. Shalatlah di masjid yang dekat dengan rumah Anda sebagai makmum, selama imamnya tidak melakukan lahn yang mengubah makna (ayat). Jika lahn yang dilakukannya mengubah makna, hendaknya dia dinasihati. Jika tidak mau menerima dan tetap bersikeras menjadi imam bersamaan dengan adanya lahn yang mengubah makna, hendaknya dilaporkan kepada pejabat yang bertanggung jawab mengurusi keimaman masjid pada Kementerian Agama agar diperiksa.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al- Lajnah, 7/351—352)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang BATALNYA SALAT KARENA MENDAHULUI GERAKAN IMAM

Apa hukumnya seseorang mendahului gerakan imam? Sahkah shalatnya?

Jawab:
Haram hukumnya makmum mendahului imam, bahkan hal ini termasuk dosa besar karena adanya ancaman bagi pelakunya. Adalah sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ أَنْ يَجْعَلَ اللهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
“Tidakkah salah seorang dari kalian takut apabila mengangkat kepalanya mendahului imam bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah wujudnya menjadi wujud keledai?” (HR. al-Bukhari)
Adapun tentang sah tidaknya shalatnya, ada perbedaan pendapat. Yang lebih kuat dalam hal ini ialah apabila seseorang mendahului imam dengan sengaja, shalatnya batal. Apabila mendahului imam secara tidak sengaja, ia kembali ke posisi sebelumnya lantas mengikuti imam.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/328—329)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang SALAT DI LUAR MASJID KARENA MASJID SUDAH PENUH

Bagaimanakah batasan masjid menurut syariat? Apakah jalan yang bersebelahan dengan masjid termasuk masjid sehingga boleh shalat Jumat padanya ketika masjid penuh karena banyaknya jamaah, padahal masih ada masjid lain yang tidak dipenuhi oleh jamaah?

Jawab:
Batasan masjid yang menjadi tempat shalat wajib lima waktu bagi kaum muslimin adalah apa yang dilingkupi oleh bangunan, kayu, pelepah kurma, bambu, atau lainnya. Inilah masjid yang berlaku atasnya hukum-hukum masjid, semisal tidak bolehnya wanita haid, nifas, dan junub menetap di dalamnya. Orang yang datang ke masjid yang sudah penuh, boleh melakukan shalat Jumat atau shalat lainnya—baik yang wajib maupun sunnah—di luar masjid, di jalan yang terdekat dengan masjid, dan selama dia bisa mengikuti gerakan imam. Sebab, hal ini memang dibutuhkan; dengan syarat tidak di depan imam. Hanya saja tidak berlaku hukum-hukum masjid di tempat itu. Wallahu a’lam.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Mani’. (Fatawa al-Lajnah, 6/223)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang MENINGGALKAN SALAT BERJAMAAH KARENA ADA KEBIDAHAN DI DALAM MASJID

Bagaimana hukumnya dalam agama, seseorang melihat shalat jamaah di masjid tetapi tidak ikut shalat karena melihat dan mendengar amalan-amalan yang tidak ada syariatnya dalam agama, seperti azan di dalam masjid, tambahan dalam azan, adanya halaqah zikir di dalam masjid padahal orang-orang sedang rukuk dan sujud. Apakah perbuatan saya tidak ikut shalat berjamaah ini menyebabkan saya berdosa? Lantas bagaimana yang benar?

Jawab:
Anda tidak boleh meninggalkan shalat berjamaah di masjid karena hal-hal yang Anda sebutkan. Azan di dalam masjid diperbolehkan; tambahan dalam azan tidak Anda jelaskan; mengadakan halaqah di masjid secara umum diperbolehkan apabila halaqah itu mempelajari ilmu syariat. Adapun halaqah zikir model sufi dan halaqah bid’ah yang semisalnya, wajib diingkari, namun tidak menghalangi Anda untuk menunaikan shalat berjamaah.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/306)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

Tentang PERNIKAHAN SESAMA JENIS

AL ALLAMAH AL JAABIRI MENGKAFIRKAN PARA PELAKU NIKAH SESAMA JENIS
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji hanya milik Allah Rabbul alamin dan semoga shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad, keluarga serta  seluruh sahabat beliau.
Amma badu.
Telah diajukan sebuah pertanyaan melalui siaran radio Miratsul Anbiya -semoga Allah memberikan taufiq kepada para penanggung jawab yang ada di dalamnya-
Pertanyaan:
المحكمةُ العُليا في أمريكا قد شرعَت حُكمًا حديثًا بجوازِ الزواج رجلًا مع رجل وامرأة مع امرأة وتجد بعــــض المسلمين هـــداهـــم الله- يــوافقــون بهـــــذا الحُـــكــم ويقولون لو يريد الرجل أن يتزوج برجل لا بأس به؛ فهل من نصيحة لهم؟
Pengadilan tinggi di Amerika telah menetapkan sebuah hukum baru terkait tentang legalisasi pernikahan sesama jenis baik pria dengan pria atau wanita dengan wanita.
Dan didapati sebagian kaum muslimin -semoga Allah memberikan mereka hidayah- menyetujui hukum tersebut dan mereka mengatakan: Tidak mengapa jika ada seorang pria yang ingin menikah dengan pria lain.
Apa nasihat Anda untuk mereka?

Jawaban Syaikh hafizhahullah:
أعوذ بالله، هؤلاءِ حمير، وليسوا أوادم، حمير في ثياب أناسي، وهذا العملُ كُفر، ونكاح الرجل من الرجل مما هو معلومٌ من الدين بالضرورة، ففاعلُ هذا والولي والزوجان الحماران والشاهدان كُفّار، لأنَّ هذا معلومٌ تحريمهُ من الدين بالضرورة، وكون دولة كافرة رخصت؛ هذا ليس حُجة، حجةٌ واهيّة، هذا لواط، وهو معلومٌ من الدين بالضرورة
Aku berlindung kepada Allah. Mereka ini keledai, bukan manusia. Keledai berwujud manusia.
Perbuatan ini (nikah sesama jenis) adalah perbuatan kufur, seorang lelaki menikahi lelaki adalah sebuah perkara yang sangat jelas hukumnya dalam agama ini. Pelaku nikah sesama jenis baik walinya, kedua pasangannya dan kedua saksinya semuanya kafir.
Dikarenakan perkara ini sangat jelas hukum keharamannya di dalam agama.
Adapun negara kafir yang membolehkannya, maka ini bukan sabagai hujjah (atas pembenarannya), bahkan ini hujjah yang rapuh. Perbuatan ini (nikah sesama jenis) adalah perbuatan liwath dan sangat jelas hukumnya di dalam agama.
يروون عن عبدالملك بنِ مروان أحد خلفاء بني أُمية، معروف عبدالملك بن مروان، ويُقال أبُ الخلفاء؛ لأنَّ أكثر خلفاء بني أُمية إما من أبنائه أو من أحفادهِ، يقول: (لولا إنهُ ذُكرَ في القرآن لمّا قُلتُ إنهُ يقعُ في هذه الأُمة)، يعني معلوم حتى عند عوّام الناس، باللهِ عليكم لو سألتم عجوز من عجائز المسلمين التقيّة عاميّة، فقيلَ لها: فُلان من الناس يُريدُ أن يتزوج رجلًا، هل تظنون أنها تكفُّ دون لعنه؟ والله ما أظن إنها تكف دون لعنهِ فتلعنه وتسبّه
Telah diriwayatkan dari Abdul Malik bin Marwan, salah seorang khalifah bani Umayyah. Beliau berkata:
Kalau seandainya perbuatan ini (kaum Luth) tidak disebutkan dalam Al Quran, maka pasti aku tidak akan mengatakan bahwasanya perbuatan ini terjadi pada umat ini.
Yaitu perkara ini (nikah sesama jenis) adalah sesuatu yang sangat diketahui hukumnya walaupun di sisi orang awam.
Demi Allah. Seandainya kalian bertanya kepada seorang nenek dari kalangan kaum muslimim yang awam, tetapi punya ketakwaan. Katakan kepadanya:
Ada seorang pria ingin menikah dengan pria lain.
Apakah kamu menyangka dia akan membiarkannya tanpa melaknat pelakunya?
Pasti dia akan melaknat dan mencela pelakunya.
أقول: هذا معلومٌ من الدين بالضرورة، معلوم من الدين بالضرورة، والنكاح استحلال، لماذا أمرَ النَّبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وسَلَّم- سريةً- والحَدِيث في السُنن صَحِيحٌ بقطع رأس رجلًا نَكَحَ امرأةَ أبيهِ؟ يعني فَرِّقوا بين النِكاح وبين مُجَرّد الفعل، افهموا هذا، فرقٌ بين الأمرين، فنِكاح الرجل زوجة أبيه سواءٌ طلقها أو مات عنها، هذا استحلالٌ لها، كذلك من يتزوج الرجل مثلها هذا وهذا لا فرق بينهما، فلا يختلط عليكم، فعلُ الزنا فسق ومن استحلّهُ عالِمًا عامِدًا اجتمعت فيهِ الشروط، وانتفت عنه الموانِع وكان الاستحلال بصريح القول هذا يكفُر، أما من فعل الزنا مجرد الفعل حتى لو يزني بمئة امرأة هذا فسق، يجبُ عليه التوبة منه، وهو واقعٌ في مغضبة من مغاضب الله عَزَّ وَجَلّ-وقد فصّلنا مثل هذه الأمور
Aku katakan ini (pernikahan sesama jenis) adalah perkara yang sangat jelas keharamannya di dalam agama. Dan pernikahan adalah bentuk istihlal (penghalalan dari sebuah perkara).
Mengapa Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan sariyah (pasukan perang) untuk memenggal kepala seseorang yang menikahi istri bapaknya? (Hadits ini disebutkan dalam kitab-kitab sunan dan shahih)
Yaitu mereka para ulama membedakan antara menikah (sesama jenis) dan sekedar melakukan hubungan sesama jenis.
Pahami perkara ini dan bedakanlah antara keduanya.
Seseorang yang menikahi istri bapaknya -sama saja sudah dicerai atau tidak- maka ini menunjukan istihlal (yaitu dia menghalalkannya).
Demikian juga seorang pria yang menikahi sejenisnya, maka dia juga (telah melakukan istihlal, yaitu penghalalan terhadap liwat). Tidak ada bedanya dua perkara di atas.
Jangan sampai perkara ini samar atas kalian. Perbuatan zina adalah perbuatan fasik.
Akan tetapi, seseorang yang menghalalkan zina dalam keadaan dia tahu hukumnya dan dia sengaja dan telah terpenuhi syarat dan hilang penghalang dan dia terang-terangan menghalalkannya, maka dia dikafirkan.
Adapun seseorang yang sekedar berzina walaupun dia berzina dengan seratus orang wanita, maka ini hanya dikatakan fasik dan wajib atasnya bertaubat. Dan dia telah terjatuh pada kemurkaan Allah dan kita telah merinci perkara ini.
واللواط كذلك فرّقوا بين فعلهِ وبين النِّكاح، فمن نكح رجلًا هذا مُستحلٌّ له شاء أم أبى، الآن نحن بما استحللنا زوجاتنا؟ أخذناهن بأيديهن من بيوت آبائهن؟ بماذا؟ بالعقد الصحيح، أليس كذلك؟ وهذا عقد، هذا يعملوا له عقد، ففرِّقوا بارك الله فيكم يا طلاب العلِم من الحاضرين والمستمعين وطالباته، كذلك فَرِّقوا بين الأمور المتشابهة
Maka demikian pula perbuatan liwat (homoseksual), mereka para ulama membedakan antara melakukan hubungan sejenis dan pernikahan sejenis. Maka barang siapa yang menikahi sesama jenisnya dari kalangan pria, dia telah dikatakan melakukan istihlal (penghalalan atas perbuatan tersebut), senang atau tidak senang.
Sekarang dengan apa kita menghalalkan istri-istri kita?
Kita mengambil mereka dari rumah bapak-bapak mereka?
Tentunya dengan akad nikah yang shahih.
Bukankah demikian?
Dan pernikahan sesama jenis ini juga berdasarkan akad dan mereka melakukannya dengan akad. Maka bedakanlah (antara hubungan sesama jenis dan pernikahan sesama jenis).
Semoga Allah memberkahi kalian, wahai para penuntut ilmu dari kalangan para hadirin dan yang mendengarkannya. Bedakanlah antara perkara-perkara yang memiliki kemiripan.

Sumber:
www .albaidha .net/vb/showthread .php?t=58061

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia