Cari Blog Ini

Selasa, 21 Juli 2015

Tentang KELUAR MENUJU SALAT ID DAN MENUNGGU IMAM KELUAR SAMBIL MENGANGKAT SUARA BERTAKBIR DAN BERTAHLIL

Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma berkata,
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻓِﻲْ ﺍﻟْﻌِﻴْﺪَﻳْﻦِ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻭَﻋَﺒْﺪِﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻌَﺒَّﺎﺱِ ﻭَﻋَﻠِﻲٍ ٍﻭَﺟَﻌْﻔَﺮٍ ﻭَﺃُﺳَﺎﻣَﺔَ ﺑْﻦِ ﺯَﻳْﺪٍ ﻭَﺯَﻳْﺪٍ ﺑْﻦِ ﺣَﺎﺭِﺛَﺔَ ﻭَﺃَﻳْﻤَﻦَ ﺑْﻦِ ﺃُﻡِّ ﺃَﻳْﻤَﻦَ ﺭَﺍﻓِﻌًﺎ ﺻَﻮْﺗَﻪُ ﺑِﺎﻟﺘَّﻬْﻠِﻴْﻞِ ﻭَﺍﻟﺘَّﻜْﺒِﻴْﺮِ
“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar di dua hari raya bersama Al-Fadhl bin Abbas, Abdullah, Al-Abbas, Ali, Ja’far, Al-Hasan, Al-Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Aiman bin Ummi Aiman sambil mengangkat suaranya bertahlil dan bertakbir.” (HR.Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/279) dan dihasankan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa’ 3/123)
ﻭﺭﻭﻯ ﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﺃﻥ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻛﺎﻥ ﺇﺫﺍ ﻏﺪﺍ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻭﻳﻮﻡ ﺍﻷﺿﺤﻰ ﻳﺠﺘﻬﺪ ﺑﺎﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻲ ﺍﻟﻤﺼﻠﻰ، ﺛﻢ ﻳﻜﺒﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﻹﻣﺎﻡ
Ad-Daruquthny dan selainnya meriwayatkan bahwa Ibnu Umar jika berangkat pagi hari melakukan sholat Iedul Fitri dan Iedul Adha bersungguh-sungguh dalam bertakbir sampai tiba di tempat sholat, kemudian terus bertakbir sampai keluarnya Imam.

“Adalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam keluar di Hari Raya Idul Fitri lalu beliau bertakbir sampai datang ke tempat shalat dan sampai selesai shalat. Apabila telah selesai shalat beliau memutus takbir.” (Shahih, Mursal Az-Zuhri, diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dengan syawahidnya dalam Ash-Shahihah no. 171)

Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Dalam hadits ini ada dalil disyariatkannya apa yang diamalkan kaum muslimin yaitu bertakbir dengan keras selama perjalanan menuju tempat shalat walaupun banyak di antara mereka mulai menggampangkan sunnah (ajaran) ini, sehingga hampir-hampir menjadi sekedar berita (apa yang dulu terjadi). Hal itu karena lemahnya mental keagamaan mereka dan karena rasa malu untuk menampilkan sunnah serta terang-terangan dengannya. Dan dalam kesempatan ini, amat baik untuk kita ingatkan bahwa mengeraskan takbir di sini tidak disyariatkan padanya berpadu dalam satu suara sebagaimana dilakukan sebagian manusia…” (Ash Shahihah: 1 bagian 1 hal. 331)

Tentang BERANGKAT MENUJU SALAT ID SETELAH MATAHARI TERBIT

Sesungguhnya telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rafi’ bin Khadij dan sekelompok tabi’in bahwa mereka tidak keluar menuju Shalat Id kecuali bila matahari telah terbit. Bahkan sebagian mereka Shalat Dhuha di masjid sebelum keluar menuju Id. Ini menunjukkan bahwa Shalat Id dahulu dilakukan setelah lewatnya waktu larangan shalat. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105)

Tentang MAKAN SEBELUM SALAT ID PADA IDUL FITRI DAN MAKAN SESUDAH SALAT ID PADA IDUL ADHA

Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
ﻋﻦ ﺑُﺮَﻳْﺪَﺓَ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗَﺎﻝَ: ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻻ ﻳَﻐْﺪُﻭ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﻛُﻞَ، ﻭَﻻ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻷَﺿْﺤَﻰ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺮْﺟِﻊَ، ﻓَﻴَﺄْﻛُﻞَ ﻣِﻦْ ﺃُﺿْﺤِﻴَّﺘِﻪِ
Dari Buraidah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata: "Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidaklah berangkat menuju sholat Iedul Fitri sampai beliau makan (terlebih dahulu) dan beliau tidak makan pada hari Iedul Adha sampai kembali dan makan dari kurbannya." (HR. Ahmad)

Dari Anas bin Malik ia berkata: Adalah Rasulullah tidak keluar di hari fitri sebelum beliau makan beberapa kurma.
Murajja‘ bin Raja‘ berkata: Abdullah berkata kepadaku, ia mengatakan bahwa Anas berkata kepada-nya: “Nabi memakannya dalam jumlah ganjil.” (Shahih, HR Al-Bukhari Kitab Al-’Idain Bab Al-Akl Yaumal ‘Idain Qablal Khuruj)

Ibnu Rajab berkata: “Mayoritas ulama menganggap sunnah untuk makan pada Idul Fitri sebelum keluar menuju tempat Shalat Id, di antara mereka ‘Ali dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma.”

Al-‘Allaamah asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata:
Disunnahkan pada hari raya Idul Fitri untuk makan kurma dengan mengganjilkan jumlahnya sebelum keluar menunaikan shalat Id. Adapun pada hari raya Idul Adha, maka disunnahkan untuk makan daging sembelihannya yang dia sembelih setelah shalat Id (artinya tidak makan apa-apa ketika keluar rumah sampai yang menjadi makanan pertamanya nanti adalah hewan qurbannya). [Majmu’ Fatawa asy-Syaikh al-Utsaimin 16/234-235]
Apakah ada Batasan Ganjilnya dalam Makan Kurma?
Beliau menjawab: Tidak ada batasan maksimal yang dituntut padanya, hanya saja minimalnya tiga, karena bilangan tiga adalah bilangan jamak yang terkecil. [Majmu’ Fatawa asy-Syaikh al-Utsaimin 16/233-234]

Di antara hikmah dalam aturan syariat ini, yang disebutkan oleh para ulama adalah:
- Menyelisihi Ahlul kitab, yang tidak mau makan pada hari raya mereka sampai mereka pulang.
- Untuk menampakkan perbedaan dengan Ramadhan.
- Karena sunnahnya Shalat Idul Fitri lebih siang (dibanding Idul Adha) sehingga makan sebelum shalat lebih menenangkan jiwa. Berbeda dengan Shalat Idul Adha, yang sunnah adalah segera dilaksanakan. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/89)

Tentang MEMELIHARA KEJUJURAN DAN MENJAUHI KEDUSTAAN

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
“Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.” [HR. Muslim]