Cari Blog Ini

Selasa, 31 Mei 2016

Menjaga Adab Ketika Berpuasa

salaf.or.id

Menjaga Adab Ketika Berpuasa

Puasa memiliki adab-adab tertentu. Ada adab yang wajib dilakukan dan ada yang dianjurkan untuk dilakukan. Adab yang wajib tentu harus dikerjakan. Wajib adalah sesuatu yang bila dikerjakan pelakunya mendapatkan pahala, dan bila ditinggalkan akan menyebabkan orang yang bersangkutan mendapatkan dosa. Orang yang berpuasa harus menjaga adab-adab ini, baik ketika berpuasa ataupun tidak, dan pada saat menetap ataupun safar. Seseorang tidak boleh meninggalkan salah satu kewajiban yang telah Allah tetapkan. Kewajiban yang paling besar dan paling utama setelah mengucapkan dua kalimat syahadat adalah melaksanakan shalat wajib. Shalat wajib ini banyak diremehkan oleh orang-orang yang berpuasa. Mereka menyangka bahwa hal itu tidak berpengaruh terhadap agama dan puasanya. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.

Puasa juga memiliki adab-adab yang hukumnya mustahab. Orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk mengerjakan dan menjaga adab-adab ini, supaya ia mendapatkan pahala yang sempurna dari puasanya. Adab-adab yang mustahab itu adalah sebagai berikut:

1. Sahur

Sahur pada hakikatnya adalah setiap makanan atau minuman yang disantap oleh orang yang ingin berpuasa pada akhir malam menjelang subuh. Waktu sahur dimulai pada akhir malam. Ada juga yang mengatakan dari sepertiga malam yang terakhir sampai terbit fajar. Hikmah di balik sahur ada banyak. Di antaranya adalah untuk menyelisihi ahlul kitab. Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Pemisah antara puasa kita dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim 1096) Selain itu, sahur juga memiliki beberapa keutamaan, di antaranya adalah bahwa ia mengandung keberkahan. Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Bersahurlah kalian, karena pada sahur itu terdapat keberkahan!” (HR. al-Bukhari 1923 dan Muslim 1095) Makanan yang paling utama ketika sahur adalah kurma. Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah kurma.” (HR. Abu Dawud 2345) Sahur hukumnya sunnah muakkadah. Tidak wajib. Ibnu Hajar menukilkan ijma yang menunjukkan bahwa sahur itu mustahab dan dianjurkan. (Fathul Bari 4/139) Sahur dapat dilakukan walaupun dengan seteguk air. Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Sahur adalah berkah seluruhnya, maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun dengan seteguk air.” (HR. Ahmad 3/12)

2. Mengakhirkan sahur

Diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu anhu, Zaid bin Tsabit menceritakan bahwa ia pernah sahur bersama Nabi shallallahu alaih wa sallam kemudian shalat. Aku katakan, “Berapa lama jeda waktu antara sahur dan shalat?” Ia menjawab, “Selama waktu orang membaca lima atau enam puluh ayat.” (HR. al-Bukhari 1134 dan Muslim 1921) Mengakhirkan sahur akan lebih menguatkan orang yang berpuasa dan menghindarkannya tertidur dari shalat subuh. Orang yang sahur masih boleh makan dan minum sampai nyata terbitnya fajar. Sebab Allah Taala berfirman, “..dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar..” (al-Baqarah: 187)

3. Berbuka

Sunnahnya, orang yang berpuasa hendaknya berbuka setelah matahari terbenam, dan tidak menyambung puasa, berdasarkan hadits dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Apabila malam telah datang dari sini, siang telah berpaling, dan matahari telah tenggelam, maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka.” (HR. al-Bukhari 1954 dan Muslim 1100)

4. Menyegerakan berbuka setelah nyata terbenamnya matahari

Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. al-Bukhari 1957 dan Muslim 1098) Beliau juga bersabda, “Kami segenap para nabi diperintah untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri di dalam shalat.” (HR. ath-Thabrani 11/199 no. 11485)

5. Berbuka dengan kurma basah

Jika kurma basah tidak ada, maka dengan kurma kering. Dan jika kurma kering tidak ada, maka dengan air. Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu alaih wa sallam biasanya berbuka terlebih dahulu sebelum shalat, berbuka dengan kurma basah. Jika tidak ada, dengan kurma kering. Jika tidak ada juga, beliau meneguk beberapa teguk air.” (Abu Dawud 2356) Demikianlah sunnahnya. Namun jika semua ini tidak ada, seseorang dapat berbuka dengan makanan dan minuman halal yang mudah didapati. Kalaupun tidak ada makanan atau pun minuman sama sekali, hendaknya ia berniat untuk berbuka di dalam hati.

6. Berdoa ketika berbuka dan selama berpuasa

Sebab doa orang yang berpuasa tidak akan ditolak sampai ia berbuka atau ketika ia berbuka. Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan yang doanya tidak ditolak: imam yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan orang yang dizalimi.” (HR. Ibnu Majah 1752) Dan diriwayatkan pula bahwa Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang berpuasa itu mempunyai doa yang tidak akan ditolak ketika ia berbuka.” Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku mendengar Abdullah bin Amr berdoa ketika berbuka, “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta-Mu untuk mengampuniku dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu.” (HR. Ibnu Majah 1753)

Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata, “Biasanya Rasulullah shallallahu alaih wa sallam ketika berbuka berdoa, “Telah pergi dahaga, telah basah urat-urat, dan tetaplah pahalanya insya Allah.” (HR. Abu Dawud 2357)

7. Memberi makanan berbuka untuk orang-orang yang berpuasa

Perbuatan ini memiliki pahala yang besar, walaupun orang yang diberi makanan berbuka adalah orang kaya dan walaupun makanan berbuka yang diberikan hanya berupa kurma, air ataupun susu. Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Barangsiapa memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa, ia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala puasanya sedikitpun.” (HR. at-Tirmidzi 807)

8. Banyak membaca Al-Quran, berdzikir, shalat, sedekah dan umrah

Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk memperbanyak membaca Al-Quran, berdzikir setiap saat, dan menjaga dzikir pagi dan petang serta dzikir-dzikir lainnya. Ia juga dianjurkan untuk memperbanyak shalat sunnah, khususnya di malam hari, dan berdoa kepada Allah Taala. Demikian pula sedekah dan pintu-pintu kebaikan lainnya. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan, “Rasulullah shallallahu alaih wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan sifat kedermawanan beliau akan lebih bertambah lagi ketika bulan Ramadhan, ketika beliau berjumpa dengan Jibril. Jibril biasa menemui Nabi shallallahu alaih wa sallam pada setiap malam di bulan Ramadhan untuk mengajarkan Al-Quran kepada beliau. Sungguh, Rasulullah shallallahu alaih wa sallam lebih banyak memberikan kebaikan daripada angin yang bertiup.” (HR. al-Bukhari 6 dan Muslim 2308) Kedermawanan beliau shallallahu alaih wa sallam menghimpun segala jenis kedermawanan. Beliau dengan mencurahkan ilmu, jiwa dan harta untuk Allah demi membela agama-Nya, menyampaikan hidayah dan manfaat kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai cara. Mengajari orang yang tidak tahu, menunaikan keperluannya, dan memberi makan orang yang lapar. Kedermawanan beliau ini semakin bertambah lagi pada bulan Ramadhan.

9. Selalu mengingat nikmat Allah yang telah memberinya taufiq untuk berpuasa

Sebab seseorang bisa berpuasa karena Allah telah memberinya taufiq dan kemudahan untuk berpuasa. Sungguh, banyak orang yang terhalang dari puasa. Bisa karena diwafatkan sebelum tiba bulan Ramadhan, tidak diberi keinginan kuat untuk berpuasa, atau disesatkan dan dipalingkan darinya. Maka hendaknya orang yang berpuasa banyak memuji Allah, atas nikmat berpuasa yang merupakan sebab pengampunan dosa, pengguguran kesalahan, dan pengangkatan derajat di negeri akhirat.

10. Bersiwak

Bersiwak sangat dianjurkan di setiap kesempatan, baik bagi orang yang berpuasa ataupun tidak. Dan ia bisa dilakukan baik sebelum matahari tergelincir ataupun sesudahnya. Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Siwak itu mensucikan mulut dan membuat ridha Rabb.” (HR. an-Nasai 5)

11. Menahan anggota badan dari perkara-perkara yang tidak bermanfaat

Baik dalam ucapan, penglihatan, pendengaran, tidur dan perkara-perkara lain yang sekiranya dapat menyibukkan diri dari menaati Allah. Ini dalam perkara yang tidak mengandung dosa. Meninggalkan perkara-perkara tadi akan membantu seseorang untuk taat kepada Allah dan merupakan salah satu sebab lapangnya dada, tenangnya hati, hilangnya kesedihan dan kegundahan.

12. Shalat tarawih berjamaah

Ini termasuk adab yang sangat dianjurkan bagi orang yang berpuasa, karena Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Barangsiapa shalat di bulan Ramadhan, karena keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari 2009 dan Muslim 759) Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya, barangsiapa berdiri shalat bersama imam sampai selesai, maka Allah akan mencatatnya shalat sepanjang malam.” (HR. Abu Dawud 1375) Jika seorang muslim mengerjakan shalat di malam hari pada bulan Ramadhan dengan penuh keikhlasan karena membenarkan keutamaan yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaih wa sallam dan mengharapkan pahalanya dari Allah, maka ia akan mendapat pahala yang besar.

13. Mengatakan, “Aku sedang berpuasa,” jika ada orang yang mencela atau mengajaknya berkelahi.

Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berpuasa, maka janganlah ia berkata-kata kotor dan berlaku kasar. Dan jika ada yang mengejek atau mengajaknya berkelahi, maka katakanlah; “Aku sedang berpuasa.” (HR. al-Bukhari 1904 dan Muslim 1151)

(Disadur dari ash-Shiyam fiil Islam, DR. Said bin Wahf a-Qahthani)

http://salaf.or.id/artikel-islam/menjaga-adab-ketika-berpuasa.html

Adab-Adab Puasa

salafy.or.id

Adab-Adab Puasa

Bagi orang yang berpuasa terdapat beberapa adab yang selayaknya dia jalankan, agar tercapai keselarasan dengan perintah-perintah syari’at dan terealisasi maksud pelaksanaan ibadah tersebut, di samping sebagai latihan bagi jiwa dan pembersihannya. Maka sudah seharusnya seorang yang menjalankan ibadah puasa untuk berupaya serius dalam merealisasikan adab puasa secara sempurna, senantiasa menjaganya dengan baik, karena kesempurnaan ibadah puasanya sangat tergantung dengannya, dan kebahagiaannya sangat terkait dengannya.

Di antara adab-adab syar’i yang harus dijaga oleh seorang yang sedang berpuasa adalah “

Pertama, Menyambut bulan Ramadhan dengan bangga, gembira, dan bahagia. Karena bulan Ramadhan termasuk karunia Allah dan rahmat-Nya kepada umat manusia. Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا

Katakanlah dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka dengan itu bergembiralah kalian. (Yunus: 58)

Yaitu dalam bentuk : dengan memuji Allah yang telah menyampaikannya kepada bulan Ramadhan, Meminta pertolongan kepada Allah agar Dia membantunya dalam pelaksanaan ibadah puasa, dan mempersembahkan amal-amal shalih dalam bulan Ramadhan. Sebagaimana pula disunnah baginya untuk berdo’a ketika setiap kali melihat hilal untuk bulan apapun dalam satu tahun. Berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma, berkata : “Dulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat Al-Hilal beliau mengucapkan doa :

“Allahu Akbar, Ya Allah terbitkanlah al-hilal kepada kami dengan keamanan dan iman, dengan keselamatan dan Islam, dan taufiq kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau Ridhai. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.”

Dengan catatan, tidak boleh sengaja menghadap ke arah hilal ketika membaca doa tersebut, atau mengangkat kepalanya ke arah hilal, atau menunjuk kepada hilal. Namun dalam berdoa menghadap ke arah yang kita menghadap ke arah tersebut ketika shalat. (lihat juga : [1] Doa Ketika Melihat Hilal)

Kedua, Termasuk adab penting adalah seorang muslim tidak memulai pelaksanaan puasa Ramadhannya kecuali berdasarkan ru`yatul hilal dan tidaklah mengakhiri puasa Ramadhannya kecuali berdasarkan ru`yatul hilal. Di samping dalam pelaksanaannya dia selalu bersama dengan pemerintah muslimin dan kaum muslimin pada umumnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memerintahkan :

Berpuasalah kalian berdasarkan ru`yatul hila, dan ber’idul fithrilah berdasarkan ru`yatul hilal. Apabila hilal terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan menjadi 30 hari. Muttafaqun ‘alaihi

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga melarang melaksanakannya kecuali berdasarkan ru`yatul hilal :

Janganlah kalian melaksanakan shaum sampai kalian berhasil melakukan ru`yatul hilal, dan janganlah kalian ber’idul fithri sampai kalian berhasil melakukan ru`yatul hilal. Apabila hilal terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan menjadi 30 hari. Muttafaqun ‘alaihi

Ketiga, senantiasa melaksanakan makan sahur, karena barakah yang ada padanya. Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur hingga dekat dengan waktu fajr.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

Makan sahurlah kalian, karena pada makanan sahur itu terdapat barakah. [2] [1] (Muttafaqun ‘alaihi)

Tentang keutamaan dan barakah padanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :

Barakah itu terdapat pada tiga hal : Al-Jama’ah, Tsarid, dan makan sahur. (Ath-Thabarani. Lihat Ash-Shahihah no. 1045)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga memberitakan :

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya menyampaikan shalawat [3] [2]) kepada orang-orang yang melakukan makan sahur. (HR. Ath-Thabarani dan Ibnu Hibban. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjadikan makan sahur sebagai pembeda antara puasanya kaum muslimin dengan puasanya ahlul kitab. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

Pembeda antara puasa kita – kaum muslimin – dengan puasanya ahlul kitab adalah makan sahur (Muslim)

Yang afdhal (lebih utama) adalah bersahur dengan tamr (kurma). Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

Sebagus-bagus makanan sahurnya seorang mukmin adalah tamr (kurma) HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban. Lihat Ash-Shahihah no. 562.

Kalau ia kesulitan mendapatkan tamr (kurma), maka makan sahur masih bisa terlaksana dengan makanan-makanan lain, bahkan walaupun hanya dengan seteguk air. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

Bersahurlah kalian walaupun dengan seteguk air. (Ibnu Hibban. Lihat Shahih At-Targhib)

Waktu sahur dimulai sejak waktu dekat-dekat fajar dan berakhir ketika telah jelas antara benang putih dengan benang hitam, yakni apabila telah terbit fajar.

Disunnahkan untuk mengakhirkan pelaksanaan makan sahur, yakni hingga waktu sangat dekat dengan waktu fajar/shubuh. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

Sesungguhnya kami segenap para nabi, kami diperintahkan untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, serta agar kami meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri kami ketika shalat. (Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah IV/376)

Di antara perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah beliau mengakhirkannya hingga antara waktu selesai makan dengan waktu shubuh sejarak bacaan 50 ayat dari surat yang sedang. Shahabat Anas bin Malik meriwayatkan dari shahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallah ‘anhu :

“Kami bersahur bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kemudian kami berdiri menunaikan shalat.” Maka saya (Anas) bertanya : berapa jarak antara adzan dengan selesainya sahur? Zaid menjawab : “sejarak bacaan 50 ayat” (Muttafaqun ‘alahih)

Termasuk tradisi para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah mengakhirkan makan sahur. Dari ‘Amr bin Maimun Al-Audi rahimahullah berkata :

“Dulu para shahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah orang yang paling bersegera melaksanakan buka puasa, dan paling akhir dalam melaksanakan makan sahur.” (Abdurrazzaq, Al-Baihaqi. Al-Hafizh menyatakan sanad riwayat ini shahih)

Bersambung Insya Allah

(diterjemahkan dari mizah syahri Ramadhan wa fadha`ilish shiyam wa fawa`idihi wa adabihi, Asy-Syaikh Muhammad ‘Ali Farkus. Diterjemahkan oleh Abu ‘Amr Ahmad – dengan ada perubahan dan penambahan. Sumber [4] http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=361066 )

[5] [1] Diantara barakah yang dikandung pada makan sahur adalah :

1. Ittiba’ As-Sunnah (mengikuti jejak sunnah Rasulullah r),

2. Membedakan diri dengan Ahlul Kitab,

3. Memperkuat diri dalam ibadah,

4. Mencegah timbulnya akhlak yang jelek seperti marah dan lainnya dikarenakan rasa lapar,

5. Membantu seseorang untuk bangun malam dalam rangka berdzikir, berdo’a serta shalat di waktu yang mustajab,

6. Membantu seseorang untuk niat shaum bagi yang lupa berniat sebelum tidur.

Disimpulkan oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id bahwa barokah-barokah tersebut ada yang bersifat kebaikan duniawi dan ada yang bersifat kebaikan ukhrawi (lihat Fathul Bari penjelasan hadits no. 1923).

[6] [2] Makna shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah Allah menyebut-nyebut si hamba tersebut di hadapan para malaikat-Nya. Sedangkan makna shalawat para malaikat adalah do’a kebaikan para malaikat tersebut untuk si hamba tersebut.

(Sumber http://www.assalafy.org/mahad/?p=343&print=1)

http://salafy.or.id/blog/2009/08/24/adab-adab-puasa/

Doa Ketika Melihat Hilal

salafy.or.id

Doa Ketika Melihat Hilal

Alhamdulillah. Puji syukur sebesar-sebesarnya kita persembahkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kita berharap semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa sampai pada bulan Ramadhan tahun 1430 H ini dan menghidupkannya dengan ibadah dan amal ketaatan kepada-Nya. Dengan harapan kita dapat mencapai predikat “Taqwa”.

Sebagaimana kita tahu, bahwa satu-satunya cara syar’i untuk penetapan bulan Ramadhan – dan bulan-bulan qamariyyah lainnya – adalah dengan cara ru`yatul hilal. Ini merupakan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, cara dan kebiasaan beliau, dan cara yang senantiasa dijalankan oleh para khalifah sepeninggal beliau. Alhamdulillah, kaum muslimin hingga hari ini pun senantiasa berjalan di atas metode/cara ini. Walaupun di sana ada sebagian dari kalangan ahli hisab yang hendak mengubah aturan syari’at ini, bahkan jauh-jauh hari sudah mengumumkan kapan 1 Ramadhan, kapan 1 Syawwal berdasarkan ilmu hisab. Maka tentu saja cara yang dilakukan ahli hisab tersebut merupakan cara yang batil. (lihat Hukum Penggunaan Hisab Falaki, Hukum Perpegang Pada Hisab Falaki untuk Penentuan Waktu Ibadah, Fatwa ‘Ulama tentang Ru`yah – Hisab)

Pelaksanaan ru`yatul hilal dilakukan pada malam ke-30 Sya’ban. Alhamdulillah, sunnah ini senantiasa terjaga hingga hari ini. bagi para peru`yah ada hal penting yang harus diperhatikan. Di antara tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika melihat hilal adalah membaca doa, yaitu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata :

“Dulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat Al-Hilal beliau mengucapkan doa :

“Allahu Akbar, Ya Allah terbitkanlah al-hilal kepada kami dengan keamanan dan iman, dengan keselamatan dan Islam, dan taufiq kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau Ridhai. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.”

[HR. At-Tirmidzi (3451), Ad-Darimi (1741), Al-Hakim (II/285) dari shahabat Thalhah bin ‘Ubaidillah. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1816. diriwayatkan pula oleh Ad-Darimi (1740) dari shahabat Ibnu ‘Umar. Dishahihkan pula oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Kalimith Thayyib no. 162.]

Makna do’a tersebut adalah :

Doa kepada Allah agar menerbitkan dan memperlihatkan hilal kepada kita dengan diiringi keamanan dan iman, serta dengan keselamatan dan Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan “keamanan dan keselamatan”, sebagai bentuk permintaan untuk dihindarkan dari segala kerugian dan bahaya. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan “Iman dan Islam”, sebagai bentuk permintaan untuk memperoleh segala manfaat dalam bentuk yang paling baik.

Dalam doa tersebut Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga menegaskan “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah”.

Di sini terkandung nilai tauhid. Bahwa Rabb segenap makhluk, termasuk manusia, dan termasuk pula hilal yang sedang terbit itu adalah Allah. Dia-lah satu-satunya Rabb, yakni Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam semesta dan segala yang ada di dalamnya. Sehingga dengan penegasan ini, meniadakan adanya sekutu bagi Allah dalam pengaturan alam semesta, termasuk dalam mengatur terbitnya hilal. Menerbitkan, menenggelamkan, dan mengatur peredaran hilal hanya Allah semata. Sebagaimana Allah adalah satu-satu-Nya Pencipta, Pemilik, Penguasa, dan Pengatur seluruh alam semesta, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Di sini juga terdapat bantahan terhadap orang-orang yang menyembah selain Allah, baik Matahari, Bulan, Bintang, ataupun yang lainnya. Padahal segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang tidak boleh dan tidak layak untuk disembah.

Sekaligus bantahan terhadap ahli hisab, yang terlalu yakin dengan hisabnya. Dia lupa, bahwa Allah adalah Penguasa dan Pengatur seluruh alam semesta, termasuk hilal. Bisa saja Allah menentukan lain, sehingga hisab secanggih dan seteliti apapun ternyata meleset.

* Perhatian :

1. Do’a ini tidak hanya berlaku ketika melihat hilal Ramadhan atau hilal Syawwal saja. Tapi juga ketika melihat hilal untuk bulan-bulan lainnya.

2. Do’a ini hanya berlaku bagi orang yang melihat hilal saja (yakni peru`yah). Adapun orang yang hanya mendengar berita bahwa hilal telah terlihat, maka do’a ini tidak berlaku baginya.

______

Bacaan :

1. Tuhfatul Ahwadz Syarh Sunan At-Tirmidzi

2. Mirqat Al-Mafatih Syarh Misykah Al-Mashabih

3. Majmu Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin/

4. Ash-Shahihah

5. Shahih Al-Kalim Ath-Thayyib

(Sumber http://www.assalafy.org/mahad/?p=338#more-338)

http://salafy.or.id/blog/2009/08/20/doa-ketika-melihat-hilal/

Keistimewaan Bulan Ramadhan, Keutamaan dan Manfaat Puasa

salafy.or.id

Keistimewaan Bulan Ramadhan, Keutamaan dan Manfaat Puasa

Segala puji bagi Allah ta’ala Dzat yang telah memberikan anugerah, taufiq dan kenikmatan. Dia-lah yang telah mensyari’atkan kepada hamba-Nya pada bulan Ramadhan untuk melaksanakan ibadah puasa dan menegakkan pada malam harinya ibadah shalat malam (shalat tarawih). Syari’at ini satu kali dalam tiap tahunnya. Allah ta’ala telah menjadikan syariat puasa tersebut sebagai salah satu rukun Islam dan pondasinya yang agung serta menjadikannya sebagai pembersih jiwa dari kotoran dosa-dosa.

Shalawat serta salam tak lupa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad yang Allah ta’ala telah memilihnya (di antara hamba-hamba-Nya) untuk menjelaskan hukum-hukum Allah dan menyampaikan syariat Allah Ta’ala kepada manusia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah seorang yang paling baik dalam hal puasa dan shalat malamnya. Dan memang beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah seorang yang dapat menyempurnakan peribadahan kepada Allah serta beristiqamah di atasnya. Shalawat serta salam tak lupa kita sampaikan pula kepada keluarganya dan para sahabatnya yang mulia serta kepada segenap pengikutnya yang mengikuti jejak langkah beliau dengan baik. Amma ba’du.

Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan syariat puasa kepada setiap umat walaupun di sana terdapat perbedaan dalam hal bentuk pelaksanaan dan waktunya. Allah ta’ala berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan berpuasa atas kalian sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian agar kalian bertakwa. (Al Baqarah: 183)

Pada tahun kedua hijriyyah, Allah ta’ala mewajibkan kepada umat ini puasa Ramadhan yang diwajibkan kepada setiap muslim yang baligh. Jika seseorang berada pada kondisi sehat dan mukim (tidak dalam keadaan safar), maka wajib baginya melaksanakan puasa tersebut. Jika seseorang sedang dalam keadaan mukim namun sakit (boleh baginya untuk tidak berpuasa) wajib atasnya untuk mengganti hari-hari puasa yang dia tinggalkan. Demikian pula dengan keadaan seorang wanita yang sedang dalam keadaan haid dan nifas, wajib baginya untuk mengganti hari-hari puasa yang dia tinggalkan. Dan kalau seseorang tersebut dalam kondisi sehat dan sedang melakukan perjalanan (safar), maka dia mendapatkan keringanan antara tetap berpuasa atau tidak berpuasa dengan menggantinya pada hari yang lain.

Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh mulai dari awal sampai akhir bulan. Dan Allah Ta’ala telah memberikan batasan awal mulainya puasa dengan batasan yang jelas yang tidak tersamarkan oleh seorangpun yaitu dengan ru’yatul hilal (melihat hilal) atau menyempurnakan jumlah hari pada bulan Sya’ban menjadi 30 hari, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan janganlah kalian beridul fithri sampai kalian melihat hilal. Maka jika langit terlihat mendung sehingga hilal tidak nampak maka tentukanlah..(Muttafqun ‘Alaihi).

Sebagaimana Allah ta’ala telah memberikan batasan hari dimulainya awal puasa dengan batasan yang jelas, Allah ta’ala juga telah menjadikan batasan yang jelas kapan saat dimulainya berpuasa yaitu sejak terbitnya fajar yang kedua, dan memberikan batasan akhir puasa (berbuka) adalah dengan terbenamnya matahari. Sebagaimana firman Allah ta’ala

ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ

Makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian perbedaan antara benang putih dan benang yang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam.(Al Baqarah: 187)

Dengan bentuk dan waktu pelaksanaan seperti ini Allah ta’ala telah menetapkan kewajibannya secara pasti dalam firman-Nya

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ

Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan (hadir di negerinya) bulan Ramadhan maka wajib atas untuk berpuasa. (Al Baqarah: 185)

Puasa merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam. Maka barangsiapa yang menentang dan mengingkari kewajibannya maka sungguh dia telah keluar dari agama Islam (kafir) dan wajib atasnya untuk dimintai taubat. Jika dia mau bertaubat maka diterima kembali keislamannya, dan jika dia tidak mau bertaubat maka dia dibunuh sebagai hukuman atas kekafirannya.

Barangsiapa yang meyakini kewajiban puasa dan dia sengaja berbuka dengan tanpa ‘udzur (alasan) yang syar’i (dibenarkan oleh syari’at) maka sungguh dia telah melakukan salah satu bentuk dosa besar yang dia berhak untuk mendapatkan celaan dan hukuman.

Inilah wahai para pembaca sekalian, Allah ta’ala telah memberikan keistimewaan pada bulan Ramadhan ini dengan keistimewaan yang banyak dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya. Dan Allah ta’ala juga mengkhususkan ibadah puasa merupakan bentuk ketaatan yang memiliki keutamaan yang sangat banyak, faidah-faidah yang bermanfaat, dan adab-adab yang mulia.

Keistimewaan Bulan Ramadhan

Dan termasuk dari keistimewaan-keistimewaan bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:

1. Pada bulan tersebut diwajibkannya puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan merupakan rukun keempat dari rukun-rukun Islam dan merupakan pondasi Islam yang agung, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Islam dibangun di atas 5 pondasi (rukun) : Persaksian bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan haji ke Baitullah.(Muttafaqun ‘Alaihi)

Hal ini termasuk dari perkara agama yang telah diketahui secara umum dan telah disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya bahwasanya ibadah puasa termasuk dari ibadah yang wajib dari kewajiban-kewajiban yang Allah ta’ala tetapkan kepada setiap muslim.

2. Kewajiban melaksanakan ibadah puasa Ramadhan atas umat ini bersifat fardhu ‘ain, yaitu wajib bagi setiap individu muslim untuk melaksanakannya. Berdasarkan firman Allah ta’ala:

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ

Maka barangsiapa diantara kalian menyaksikan (hadir di negerinya) bulan Ramadhan maka wajib baginya untuk berpuasa. (Al Baqarah: 185)

3. Pada bulan tersebut diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan (kesesatan) kepada cahaya (petunjuk), menunjuki manusia kepada jalan kebenaran dan bimbingan yang mulia, serta akan menjauhkan manusia dari jalan yang menyimpang dan penuh kesesatan. Dengan Al Qur’an tersebut juga akan memberikan bashirah (ilmu) pada perkara-perkara agama dan dunia mereka dengan jaminan mereka akan mendapatkan kebahagiaan dan kemenangan, baik yang disegerakan di dunia ataupun baru diberikan ketika di akhirat kelak. Allah ta’ala berfirman

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ

Bulan Ramadhan yang telah diturunkan di dalamnya Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai penjelas dari petunjuk dan pembeda. (Al Baqarah: 185)

4. Pada bulan tersebut dibuka pintu-pintu Al Jannah karena banyaknya amalan-amalan shalih yang disyariatkan pada bulan Ramadhan yang akan memasukkan pelakunya ke dalam Al Jannah. Dan pada bulan tersebut ditutup pintu-pintu An Naar karena sedikitnya orang yang berbuat maksiat dan dosa-dosa yang akan memasukkan pelakunya ke dalam An Naar.

5. Pada bulan tersebut para setan dibelenggu dan diikat sehingga kekuatannya menjadi lemah untuk bisa menyesatkan orang-orang yang taat dan memalingkan mereka dari amalan yang shalih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda

Jika telah datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu Al Jannah dan ditutuplah pintu-pintu An Naar dan para setan dibelenggu. (HR. Bukhari, Muslim, An Nasa’i).

6. Pada bulan tersebut Allah ta’ala memiliki hamba-hamba yang akan dibebaskan dari An-Naar. berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Sesungguhnya Allah tabaraka wata’ala setiap kali saat berbuka memiliki hamba-hamba yang berhak untuk dibebaskan dari An Naar, yang demikian itu terjadi pada setiap malam. (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani).

7. Pada bulan tersebut Allah Ta’ala melimpahkan ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan puasa Ramadhan atas dasar keimanan yang jujur dan mengharapkan pahala di sisi Allah ta’ala berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala maka dia akan diampuni dari dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaqun ‘Alaihi).

8. Pada bulan tersebut disunnahkan untuk melaksanakan ibadah shalat tarawih dalam rangka mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda

Barangsiapa yang menegakkan shalat malam (tarawih) pada bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala maka dia akan diampuni dari dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaqun ‘Alaihi).

9. Pada bulan tersebut terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan dan barangsiapa yang dia menghidupkan malam tersebut maka dia akan mendapatkan ampunan dari Allah ta’ala, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Sesungguhnya bulan (Ramadhan) ini telah datang kepada kalian, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa yang diharamkan dari mendapatkan malam tersebut maka sungguh dia telah diharamkan dari kebaikan seluruhnya, dan tidaklah diharamkan dari mendapatkan kebaikan malam tersebut kecuali mereka yang memang orang yang diharamkan untuk mendapatkannya.(HR. Ibnu Majah, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan: hasan shahih).

Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadr atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala maka dia akan diampuni dari dosa-dosanya yang telah lalu.(Muttafaqun ‘Alaihi)

10. Bahwasanya ibadah puasa Ramadhan yang dilakukan pada tahun ini dan tahun sebelumnya akan menghapuskan dosa-dosa kecil yang dilakukan di antara keduanya dengan syarat dia harus menjauhi dosa-dosa besar, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Shalat-shalat yang lima waktu, shalat Jum’at yang satu ke Jum’at yang berikutnya, dan puasa Ramadhan yang satu ke Ramadhan berikutnya akan menghapuskan dosa-dosa kecil di antara keduanya jika ia meninggalkan dosa-dosa besar. (HR. Muslim, Ahmad).

Lebih dari itu, yang menunjukkan keistimewaan bulan Ramadhan, bahwasanya pada bulan tersebut pernah terjadi beberapa peristiwa penting :

Seperti perang Badr Kubra yang dengannya terbedakan antara Al-Haq dengan Al-Bathil. Pada perang tersebut Allah ta’ala menolong Islam dan kaum muslimin serta menghancurkan kesyirikan dan kaum musyrikin. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun kedua Hijriyyah.

Demikian pula pada bulan Ramadhan terjadi Fathu Makkah dan ketika itu manusia masuk ke dalam Islam secara berbondong-bondong, dihancurkannya kesyirikan dan patung-patung berhala dengan keutamaan dari Allah Ta’ala. Maka sejak saat itulah kota Makkah menjadi negeri kaum muslimin setelah sebelumnya menjadi sarang kesyirikan dan kaum musyrikin. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun kedelapan Hijriyyah.

Demikian pula pada bulan Ramadhan tahun 584 Hijriyyah, Allah ta’ala memberikan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin di medan pertempuran Hithin dan berhasil mengalahkan kaum salibis (Nasrani) pada pertempuran tersebut, sehingga Baitul Maqdis kembali ke pangkuan kaum muslimin.

Dan juga pada bulan Ramadhan tahun 658 Hijriyah, Allah Ta’ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin untuk mengalahkan sejumlah besar pasukan Tartar.

Inilah gambaran secara umum dari keistimewaan bulan Ramadhan dan keutamaan-keutamaannya yang banyak serta barakahnya yang melimpah. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Keutamaan-keutamaan Puasa

Adapun keutamaan puasa banyak sekali, di antaranya adalah:

1. Dilipatgandakannya kebaikan (pahala) suatu amalan padanya dengan tanpa batas pada jumlah/bilangan tertentu. Sementara amalan-amalan yang lain dilipatgandakan pahalanya oleh Allah ta’ala hanya sebanyak 10 sampai 700 kali lipat. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Setiap amalan anak Adam dilipatgandakan pahalanya sebanyak 10 sampai 700 kali lipat sampai pada yang dikehendaki oleh Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman : “Kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya. Dia (hamba) meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya karena Aku.” Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan: gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu dengan Rabbnya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah adalah lebih harum dari semerbak minyak wangi misik. (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Asy Syaikh Al-Albani).

Maka jelaslah dari hadits ini bahwasanya Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya daripada amalan-amalan yang lain. Dan Allah mengkhususkan amalan puasa tersebut dengan dilipatgandakannya pahala suatu amalan -sebagaimana yang telah lalu-, dan bahwasanya keikhlasan dalam puasa adalah jauh lebih mendalam nilainya dibanding amalan-amalan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Dia meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya karena Aku (Allah).

Sebagaimana pula Allah subhanahu wata’ala memberikan balasan berikutnya bagi orang yang berpuasa dengan kegembiraan di dunia dan akhirat yaitu kegembiraan yang terpuji dikarenakan dia telah melaksanakan ketaatan kepada Allah ta’ala, sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam ayat-Nya

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ

Katakanlah dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka dengan itu bergembiralah kalian. (Yunus: 58)

Sebagaimana diambil pula faidah bahwa suatu ketaatan yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu, maka itu menunjukkan sesuatu yang dicintai oleh Allah ta’ala, sebagai misal adalah apa yang didapatkan dari orang yang berpuasa dari bau mulutnya yang berubah dengan sebab puasa.

2. Di antara keutamaan puasa adalah bahwasanya puasa akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat dan akan menutupinya dari dosa-dosa dan syahwat yang membahayakan serta akan menjaganya dari An-Naar, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Puasa dan Al Qur’an keduanya akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat, Puasa berkata :: Wahai Rabbku aku telah menahannya dari makanan dan syahwat, maka berilah syafa’at kepadanya. Al Qur’an juga berkata : Aku telah menahannya dari tidur pada malam hari maka berilah syafa’at kepadanya. Maka keduanya diberi izin oleh Allah untuk memberikan syafaat.(HR. Ahmad, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda

Puasa adalah sebagai tameng dan akan membentengi pelakunya dari An Naar. (HR. Ahmad, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani).

3. Dan di antara keutamaan puasa adalah bahwasanya doa orang yang berpuasa itu dikabulkan oleh Allah ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Dan sesungguhnya bagi setiap muslim pada setiap siang dan malam memiliki doa yang dikabulkan oleh Allah ta’ala. (HR. Ahmad, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani).

Dan telah disebutkan pada pertengahan ayat-ayat puasa (yakni Al Baqarah ayat 183 sampai 187) yang memberikan dorongan kepada orang yang berpuasa untuk memperbanyak doa dalam firman-Nya

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ

Dan jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku maka katakanlah: sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa seseorang jika dia berdoa kepada-Ku. (Al Baqarah: 186)

4. Dan di antara keutamaan puasa adalah bahwasanya puasa akan menjauhkan pelakunya dari An Naar pada hari kiamat berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Tidaklah seorang hamba yang berpuasa satu hari di jalan Allah kecuali dengan (puasa) hari tersebut Allah akan jauhkan wajahnya dari An Naar sejauh perjalanan selama 70 musim.(HR. Muslim, An Nasa’i, Ad Darimi).

5. Dan di antara keutamaan puasa adalah dikhususkannya bagi orang yang berpuasa dengan salah satu pintu dari pintu-pintu Al Jannah yang mereka akan masuk ke dalamnya tanpa selain mereka, sebagai bentuk pemuliaan dan sebagai balasan atas ibadah puasa yang mereka lakukan. Berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam

Sesungguhnya di Al Jannah ada sebuah pintu yang dinamakan dengan Ar Rayyan, orang-orang yang berpuasa masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat, yang tidak akan masuk ke dalamnya selain orang-orang yang berpuasa. Maka kemudian dikatakan : mana orang-orang yang berpuasa? maka bangkitlah orang-orang yang berpuasa dan merekapun memasukinya. Dan jika mereka telah masuk ke dalamnya, ditutuplah pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk ke dalamnya seorangpun. (Muttafaqun ‘Alaihi).

Manfaat Puasa

Adapun manfaat-manfaat puasa adalah sangat besar pengaruhnya dalam mensucikan jiwa dan mendidik akhlak serta memberikan kesehatan pada badan. Dan di antara manfaat puasa adalah melatih dan membiasakan jiwa untuk sabar, menahan dirinya untuk meninggalkan sesuatu yang biasa dilakukan, meninggalkan syahwat yang dia inginkan. Dengan puasa akan dapat menghentikan dan mengalahkan hawa nafsunya yang selalu menyeru kepada kejelekan.

Seorang yang berpuasa akan bisa menahan diri dari syahwatnya untuk membantu dia dalam mencari puncak kebahagiaan dan menerima sesuatu yang bisa membersihkan dirinya (berupa kebaikan) yang dengan itu akan menentukan dia di kehidupannya yang abadi nanti. Maka semakin sempitlah jalan-jalan setan dengan semakin sedikitnya porsi makan dan minum. Jiwanya akan diingatkan dengan keadaan orang-orang yang lapar dari kalangan orang orang miskin. meninggalkan sesuatu yang dia sukai dari hal-hal yang membatalkan puasa karena cintanya kepada Rabbul ‘Alamin. Dan inilah rahasia antara seorang hamba dan sesembahannya, itulah hakikat dari puasa dan tujuannya.

Dan di antara manfaat berpuasa adalah dapat membuat hati manusia menjadi luluh dan mudah untuk mengingat Allah, sehingga Allah akan memudahkan pula baginya untuk menempuh jalan-jalan ketaatan.

Dan di antara manfaat puasa adalah bahwa puasa akan menjadikan hati manusia untuk bertakwa kepada Allah dan dapat melemahkan syahwat yang ada pada dirinya. Allah ta’ala berfirman

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa. (Al Baqarah: 183)

Tujuan diwajibkannya berpuasa karena puasa merupakan sebab ketakwaan. Dengan puasa akan mempersempit ruang gerak syahwatnya dan bahkan bisa tersingkir dari dirinya. Manakala seseorang sedikit makannya, maka keinginan syahwatnya pun akan melemah, dan manakala keinginan syahwatnya lemah, maka akan kecil pula kecenderungannya untuk berbuat maksiat.

Dan di antara manfaat puasa dari tinjauan medis adalah bahwa dengan berpuasa dapat berpengaruh pada kesehatan tubuh manusia karena dengan berpuasa seseorang akan terlindungi tubuhnya dari berbagai macam zat yang terkandung dalam makanan yang bisa menyebabkan berbagai penyakit. Karena puasanya pula -dengan izin Allah- akan terjagalah kesehatan organ-organ luar dan organ-organ dalam tubuh sebagaimana hal ini telah diakui oleh para dokter.

sumber http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=361066

(Sumber http://www.assalafy.org/mahad/?p=341&print=1)

http://salafy.or.id/blog/2009/08/24/keistimewaan/