Cari Blog Ini

Kamis, 06 Agustus 2015

Tentang MENUNAIKAN UMRAH PADA BULAN RAMADAN DAN DZULKAIDAH

BULAN YANG PALING BAIK MENUNAIKAN UMRAH

Pertanyaan:
ﻫﻞ ﺛﺒﺖ ﻓﻀﻞ ﺧﺎﺹ ﻟﻠﻌﻤﺮﺓ ﻓﻲ ﺃﺷﻬﺮ ﺍﻟﺤﺞ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﻋﻦ ﻓﻀﻠﻬﺎ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺗﻠﻚ ﺍﻷﺷﻬﺮ؟
Apakah tsabit adanya keutamaan khusus untuk berumrah di bulan-bulan haji yg berbeda dengan keutamaan umrah di selain bulan-bulan itu?

Jawaban:
ﺃﻓﻀﻞ ﺯﻣﺎﻥ ﺗﺆﺩﻯ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻌﻤﺮﺓ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻋﻤﺮﺓ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺗﻌﺪﻝ ﺣﺠﺔ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻰ ﺻﺤﺘﻪ، ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﺃﺧﺮﻯ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ: ﺗﻘﻀﻲ ﺣﺠﺔ ﻣﻌﻲ ﻭﻓﻲ ﻣﺴﻠﻢ: ﺗﻘﻀﻲ ﺣﺠﺔ ﺃﻭ ﺣﺠﺔ ﻣﻌﻲ ﻫﻜﺬﺍ ﺑﺎﻟﺸﻚ – ﻳﻌﻨﻲ ﻣﻌﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ، ﺛﻢ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻌﻤﺮﺓ ﻓﻲ ﺫﻱ ﺍﻟﻘﻌﺪﺓ، ﻷﻥ ﻋﻤﺮﻩ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻛﻠﻬﺎ ﻭﻗﻌﺖ ﻓﻲ ﺫﻱ ﺍﻟﻘﻌﺪﺓ، ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ: ﻟَﻘَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃُﺳْﻮَﺓٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ
Waktu yang paling utama untuk menunaikan umrah adalah bulan ramadhan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam Umrah di bulan ramadhan itu setara dengan haji. Muttafaq alaih.
Dalam riwayat lainnya dalam shahih Al-Bukhary: “Seperti menunaikan haji bersamaku.”
Dalam riwayat Muslim: “Seperti menunaikan haji atau haji bersamaku.” Demikian riwayatnya dengan keraguan (rawinya). Yakni berhaji bersama beliau shallallahu alaihi wasallam.
Kemudian setelah itu umrah di bulan Dzul Qa’dah, karena umrahnya beliau Shallallahi alaihi wasallam semuanya terjadi di bulan Dzul Qa’dah. Dan Allah ta’ala telah berfirman: Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagi kalian. (QS. Al-Ahzaab 21‏)
Hanya Allahlah tempat meminta taufiq.

Sumber: Fatawa Ibnu Baaz juz 17 hal. 432

Alih bahasa: Ustadz Abu Hafs Umar al Atsary

Tentang MENIKAH PADA BULAN SYAWAL

KEUTAMAAN MENIKAH DI BULAN SYAWAL

DARI AISYAH RADIYALLOHU ANHA BERKATA : "Rasulullah menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula. Maka isteri-isteri Rasulullah yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?" (Perawi) berkata, "Aisyah Radiyallahu 'anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal." (HR. Muslim No. 1423)

Tentang BEBERAPA SUNAH DI DALAM BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI

1. Bersikap lemah lembut kepada istri tatkala hendak berhubungan.
Disunnahkan untuk suami jika hendak berhubungan dengan istrinya untuk bersikap lemah lembut pada istrinya seperti terlebih dahulu mendahuluinya dengan minum atau yang lainnya.

2. Meletakkan tangan di atas kepala istri dan berdoa untuknya.
Seyogyanya bagi suami untuk meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istri tatkala hendak berhubungan, dan hendaknya menyebut nama Allah dan berdoa agar mendapat barokah.

3. Berdoa ketika hendak berhubungan.
Seyogyanya jika hendak mendatangi istri berdoa terlebih dahulu dengan doa yang disyariatkan.
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺟﻨﺒﻨﺎ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻭﺟﻨﺐ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻣﺎ ﺭﺯﻗﺘﻨﺎ
(Dengan menyebut nama Alloh. Ya Allah jauhkanlah kami dari syaithon dan jauhkan syaithon kepada apa yang Engkau berikan pada kami.)

4. Boleh bagi suami untuk mendatangi istrinya pada kemaluan istri dari arah yang dia kehendaki dari belakangnya, depannya, berdasarkan firman Alloh Ta'ala:
"Istri - istri kalian seperti ladang tempat kamu bercocok tanam maka datangilah istri kalian dari arah yang kalian kehendaki."

5. Haram hukumnya mendatangi istri lewat dubur.

6. Wudhu di antara 2 jimak.
Bila mendatangi istri pada tempat yang disyariatkan kemudian berniat untuk mengulanginya maka hendaknya berwudhu terlebih dahulu.

7. Mandi lebih utama daripada wudhu.
Ketahuilah bahwasanya mandi lebih utama daripada wudhu ketika hendak mengulangi hubungan dengan istri.
Hal yang demikian berdasarkan hadits Abu Rofi' radiyallohu anhu bahwasanya Rasululloh shollallohu alaihi wasallam suatu hari pernah berhubungan dengan istrinya kemudian beliau sebelum mengulangi hubungan kembali beliau mandi. Maka saya bertanya pada Rasululloh: Wahai Rasululloh kenapa engkau tidak menjadikan satu kali mandi saja? Kemudian beliau menjawab: Yang demikian lebih suci, dan lebih baik.

8. Suami istri mandi secara bersamaan.
Boleh bagi suami istri mandi secara bersamaan kendati keduanya saling melihat aurotnya.

Sumber:
Mathwiyah Mukhtasor Adabi Zifaf Syaikh Al Albani Rohimahullohu ta'ala

FIK {Forum Ilmiyah Karanganyar}

Tentang MANDI KETIKA SIUMAN ATAU TERBANGUN DARI PINGSAN

Mandi ketika terbangun (siuman) dari pingsan, sebagaimana yang dilakukan Nabi shollallahu alaihi wasallam saat sakit parah. Ketika beliau siuman beliau mandi kemudian pingsan, kemudian mandi lagi. Terjadi demikian hingga beberapa kali. (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah‏)
ﺛَﻘُﻞَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻗُﻠْﻨَﺎ ﻟَﺎ ﻫُﻢْ ﻳَﻨْﺘَﻈِﺮُﻭﻧَﻚَ ﻗَﺎﻝَ ﺿَﻌُﻮﺍ ﻟِﻲ ﻣَﺎﺀً ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤِﺨْﻀَﺐِ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻓَﻔَﻌَﻠْﻨَﺎ ﻓَﺎﻏْﺘَﺴَﻞَ ﻓَﺬَﻫَﺐَ ﻟِﻴَﻨُﻮﺀَ ﻓَﺄُﻏْﻤِﻲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺛُﻢَّ ﺃَﻓَﺎﻕَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻗُﻠْﻨَﺎ ﻟَﺎ ﻫُﻢْ ﻳَﻨْﺘَﻈِﺮُﻭﻧَﻚَ … ﻭَﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻋُﻜُﻮﻑٌ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻳَﻨْﺘَﻈِﺮُﻭﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡ ﻟِﺼَﻠَﺎﺓِ ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻓَﺄَﺭْﺳَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺑِﻲ ﺑَﻜْﺮٍ ﺑِﺄَﻥْ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ ﺑِﺎﻟﻨَّﺎﺱِ
Nabi shollallahu alaihi wasallam sakit parah kemudian berkata: Apakah manusia sudah sholat? Kami berkata: Tidak. Mereka menunggu anda. Beliau bersabda: Siapkan untukku air (untuk mandi). Kamipun melakukannya. Kemudian beliau mandi. Kemudian beliau akan bangkit. Beliau pingsan. Kemudian siuman. Nabi berkata: Apakah manusia sudah sholat? Kami berkata: Tidak. Mereka menunggu anda wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Siapkan untukku air (untuk mandi). Kemudian beliau duduk mandi kemudian ketika akan bangkit beliau pingsan… (demikian berulang hingga dua kali lagi) sedangkan manusia berdiam di masjid menunggu Nabi shollallahu alaihi wasallam sholat Isya. Kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam mengutus Abu Bakr untuk mengimami manusia. (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Tentang QUNUT SUBUH

Asy-Syaikh al-'Allaamah 'Ubaid bin 'Abdillah al-Jaabiry -hafidzahullah-

P E R T A N Y A A N :
ﻳﺴﺄﻝ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﻴﻘﻮﻝ ﺃﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻻ ﻳﺜﺒﺖ ﻓﻴﻪ ﺷﻲﺀ ﻓﺈﻥ ﻓﻌﻠﻪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻫﻞ ﺃُﺗﺎﺑﻌﻪ ﺃﻱ ﺃُﺃَﻣﻦ ﺃﻡ ﺃُﻣﺴﻚ؟
Kata penanya, "Saya mengetahui bahwa qunut di dalam sholat fajar itu tidak ada dalilnya sedikitpun. Jadi kalau seandainya imam melakukannya maka apakah saya harus mengikutinya? Yakni apakah saya harus mengamininya, atau sebaiknya saya diam?"

J A W A B A N :
ﺍﻟـــﺬﻱ ﺃﺭﺍﻩ ﻻ ﺗُﺆَﻣــــِّﻦ ﻭﻟـــــــﻜﻦ ﺗُﺼﻠﻲ ﺑﺼــــــﻼﺗـــــــﻪ
Menurut pandangan saya agar anda TIDAK mengamininya, namun anda tetap sholat bersamanya.

Sumber:
http://ar.alnahj.net/fatwa/101

Alih Bahasa:
Abu Dawud Al-Pasimy -hafidzahullah-

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] |
www.alfawaaid.net

###

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsamin rahimahullah

Pertanyaan:
ماذا يفعل المؤتم إذا قنت الإمام؟ هل يرفع يديه ويقول: آمين، أو يبقي يديه إلى جنبه ويبقى صامتاً ولا يشترك معهم في هذا القنوت؟ أرجو التوجيه مأجورين
Apa yang dilakukan makmum jika imam melakukan qunut (Subuh)? Apakah mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan Amin atau tetap kedua tangannya berada di samping badannya dan diam serta tidak ikut serta mereka dalam qunut? Mohon penjelasannya, semoga mendapat balasan.

Jawaban:
على ذلك أن نقول: بل يؤمن على دعاء الإمام ويرفع يديه تبعاً للإمام خوفاً من المخالفة
Kami katakan: bahkan mengamini doa imam dan mengangkat kedua tangannya dalam rangka mengikuti imam karena khawatir perselisihan.
وقد نص الإمام أحمد رحمه الله على أن الرجل إذا ائتم برجل يقنت في صلاة الفجر، فإنه يتابعه ويؤمن على دعائه، مع أن الإمام أحمد رحمه الله لا يرى مشروعية القنوت في صلاة الفجر في المشهور عنه، لكنه رحمه الله رخص في ذلك؛ أي في متابعة الإمام الذي يقنت في صلاة الفجر خوفاً من الخلاف الذي قد يحدث معه اختلاف القلوب
Imam Ahmad rahimahullah menyatakan bahwasannya sesorang jika menjadi makmum orang yang melakukan qunut dalam shalat Subuh, maka dia mengikutinya dan mengamini atas doanya, meskipun Imam Ahmad rahimahullah pada pendapat yang masyhur dari Beliau tidak berpendapat disyariatkannya qunut dalam shalat Subuh, namun Beliau rahimahullah memberi rukhsah pada kondisi itu; yakni mengikuti imam yang melakukan qunut dalam shalat Subuh karena khawatir dari perselisihan yang menyebabkan bersamanya perselisihan hati.
وهذا هو الذي جاء عن الصحابة رضي الله عنهم، فإن أمير المؤمنين عثمان رضي الله عنه في آخر خلافته كان يتم الصلاة في منى في الحج، فأنكر عليه من أنكر من الصحابة، لكنهم كانوا يتابعونه ويتمون الصلاة. ويذكر عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه أنه قيل له: يا أبا عبد الرحمن كيف تصلي مع أمير المؤمنين عثمان أربعاً ولم يكن النبي صلى الله عليه وسلم، ولا أبو بكر، ولا عمر يفعلون ذلك؟ فقال رضي الله عنه: الخلاف شر
Dan hal inilah yang datang dari para sahabat radhiyallahu 'anhum, yakni Amirul mukminin Utsman radhiyallahu 'anhu di akhir kekhalifahannya, menyempurnakan shalat di Mina dalam haji, lalu ada sahabat yang mengingkarinya, namun para sahabat mengikutinya dan menyempurnakan shalat. Dan disebutkan dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasannya ditanyakan kepadanya: Wahai Aba Abdirrahman bagaimana Anda shalat empat rakaat bersama Amirul Mukminin 'Utsman, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakr, Umar tidak pernah melakukannya? Beliau radhiyallahu 'anhu menjawab: Perselisihan itu jelek.
(Majmu' Fatawa wa Rasail jilid 14 bab shalat sunnah)

http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=20194

WHATSAPP AL-UKHUWWAH

WA Al Istifadah 
WALIS
http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html