Cari Blog Ini

Sabtu, 27 September 2014

Tentang SAUDARA IPAR

Apakah dibolehkan dalam syariat ini seorang istri membuka wajahnya di hadapan saudara laki-laki suaminya (ipar) atau di hadapan anak laki-laki dari paman suami (sepupu suami)?

Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ memberikan jawaban:
Saudara lelaki suami (ipar) dan sepupunya yang laki-laki bukanlah mahram bagi si istri dengan semata-mata mereka saudara suami atau putra pamannya. Karena itu tidak boleh bagi si istri membuka apa yang tidak boleh ia buka terkecuali di hadapan mahram-mahramnya, sekalipun ipar atau sepupu suaminya itu adalah lelaki yang shalih yang bisa dipercaya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala membatasi orang-orang yang diperkenankan melihat perhiasan seorang wanita sebagaimana dalam ayat:
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra dari saudara laki-laki mereka, atau putra-putra dari saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (An-Nur: 31)
Juga berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
ﻳَﺤْﺮُﻡُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﺿَﺎﻋَﺔِ ﻣَﺎ ﻳَﺤْﺮُﻡُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺴَﺐِ
“Diharamkan dari penyusuan apa yang haram karena nasab.” (HR. Muslim)
Sementara saudara lelaki suami (ipar) dan putra-putra pamannya tidak termasuk dari mereka yang disebutkan di atas. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pula membedakan dalam hal ini antara orang yang shalih dengan yang tidak shalih. Semuanya dalam rangka menjaga kehormatan dan menutup pintu yang mengantarkan pada kerusakan dan kejelekan. Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang al-hamwu, maka beliau menjawab:
ﺍﻟْﺤَﻤْﻮُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ
“Al-Hamwu adalah maut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan al-hamwu dalam hadits di atas adalah saudara lelaki suami (ipar) dan semisalnya yang bukan termasuk mahram si istri. Maka hendaknya seorang muslim menjaga agamanya dan melindungi kehormatannya.

Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’
Ketua: Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibn Baz
Wakil Ketua: Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi
Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud

(Fatwa no. 1600, Fatawa Al-Lajnah 17/407-409)

###

Bagaimana seharusnya hubungan saya dengan saudara-saudara lelaki suami saya berikut keluarganya dari kalangan lelaki? Saya sendiri, alhamdulillah, memakai niqab (cadar) dan mereka tidak pernah melihat wajah saya. Apakah diperkenankan saya mengajak bicara mereka sementara kami (saya dan suami serta saudara-saudara ipar) tinggal di satu rumah, hanya saja kami (saya dan suami) mendapat tempat yang khusus dari rumah tersebut (sehingga bisa menegakkan hijab). Terkadang salah seorang dari mereka sakit, apakah dibolehkan bagi saya untuk menanyakan keadaannya?

Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ memberikan jawaban:
“Bila kenyataannya sebagaimana yang disebutkan maka boleh bagimu mengajak bicara mereka dan menanyakan keadaan mereka serta berbicara dengan mereka dalam perkara-perkara yang mubah. Akan tetapi tanpa melembutkan suara dan mendayu-dayu dalam berucap dan juga tanpa berkhalwat (bersepi-sepi/berduaan) dengan lelaki dari kalangan mereka yang bukan mahrammu.”

(Fatwa no. 7778, Fatawa Al-Lajnah 17/404-405)

Tentang MEMBAWA BUAH TANGAN SAAT MENJENGUK ORANG SAKIT

Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah

Pertanyaan: Bagaimana pendapat Anda tentang memberikan karangan bunga kepada orang yang sakit ketika menjenguknya? Apakah hal tersebut termasuk bentuk tasyabbuh (menyerupai orang kafir)?

Jawaban:
Jika hal tersebut merupakan kekhususan atau perbuatan yang hanya dilakukan oleh musuh-musuh Islam, maka hal tersebut merupakan sikap tasyabbuh dengan mereka. Adapun jika tujuannya adalah untuk menghibur orang yang sakit dan bukan menjadi kebiasaan (maka tidak masalah), namun jika hal itu dijadikan kebiasaan (atau dianggap syarat atau keharusan) walaupun yang diberikan adalah berupa buah-buahan, misalnya seperti apel, delima, atau jeruk, maka bisa jadi hal tersebut akan menyebabkan orang tidak mau menjenguk orang sakit.

Sumber: muqbel[dot]net

Alih bahasa: Abu Almass

Tentang MEMAKAI KOSTUM SEPAK BOLA PEMAIN, NEGARA, ATAU KLUB TERTENTU

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan: akhir-akhir ini banyak beredar kostum (sepakbola) liga Eropa, yang terkadang padanya terdapat tulisan nama-nama para pemain yang membuat anak-anak kita mengidolakan para pemain tersebut, maka apa hukum mengenakan kostum semacam ini? Baarakallahu fiikum.

Jawaban: Tidak boleh bagi kita untuk mengenakan pakaian orang-orang kafir yang menyerupai mereka, demikian juga pakaian yang padanya tertulis nama orang-orang kafir atau lambang orang-orang kafir, atau yang lebih besar dosanya dari itu adalah salib [1] dan yang semisalnya. Hal ini tidak boleh. Seorang muslim memakai pakaian yang sesuai syariat dan tidak memakai pakaian orang-orang kafir. Sedangkan orang-orang awam sangat disayangkan di toko-toko pakaian engkau tidak menjumpai pakaian yang sesuai ketentuan syariat, yang engkau jumpai hanya pakaian-pakaian model Barat baik pakaian pria maupun pakaian wanita, untuk orang dewasa maupun untuk anak kecil. Maka wajib atas seorang muslim untuk menjauhi pakaian-pakaian semacam ini, tidak membelinya, tidak mengenakannya dan tidak pula memakaikannya kepada istrinya dan tidak pula kepada anak-anaknya. Alhamdulillah dia bisa membeli gamis dan membentuknya dan menjahitnya sesuai dengan ketentuan syariat.

Diterjemahkan oleh:
Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy

Catatan Kaki
[1] Salib ini banyak terdapat di bendera-bendera negara kafir seperti Inggris, Georgia, Skotlandia, Yunani, Swiss, negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Swedia, dan Norwegia, dan lambang klub-klub di negara kafir, seperti Barcelona, Milan, dan Parma

###

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

Pertanyaan: bagaimana orang yang mengenakan pakaian yang dikenakan oleh orang-orang kafir dan di bagian punggungnya tertulis nama pemain kafir, namun tidak bermaksud untuk tasyabbuh atau menyerupai mereka?

Jawaban: ini merupakan bentuk penghormatan terhadap orang kafir, selama dia mengenakan pakaian yang padanya tertulis nama orang kafir atau gambarnya, maka ini merupakan bentuk pemuliaan terhadap orang kafir. Jadi hal ini tidak boleh, minimalnya hukumnya haram. Namun jika sampai mengagungkannya maka dikhawatirkan terjatuh kepada kemurtadan.

Ditranskrip dan diterjemahkan oleh:
Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy

Tentang UPAH UNTUK ORANG YANG MENYEMBELIH HEWAN KURBAN

Dari Ali radhiyallahu anhu dia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku untuk mengurusi onta beliau yang dijadikan sebagai qurban dan agar membagi-bagikan perlengkapannya (pelananya, bekas tali kekang, sepatunya dll) dan kulitnya, dan beliau memerintahkan agar saya tidak memberi orang yang menyembelihnya sedikitpun darinya. Dan beliau mengatakan:
ﻧَﺤْﻦُ ﻧُﻌْﻄِﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِﻧَﺎ.
“Kami akan memberi upah tersendiri dari kami.” (HR. Al-Bukhary no. 1716, Muslim no. 1317, Ahmad I/69, dan Ad-Darimy II/74. Lihat juga: Irwaa’ul Ghaliil no. 1161)

Tentang BEBERAPA SUNNAH SEPUTAR SAFAR

1. Melakukan Istikharah
"Jika salah seorang dari kalian menghendaki suatu perkara, maka shalatlah dua rakaat dari selain shalat fardhu, kemudian hendaklah mengucapkan:
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺘَﺨِﻴﺮُﻙَ ﺑِﻌِﻠْﻤِﻚَ ﻭَﺃَﺳْﺘَﻘْﺪِﺭُﻙَ ﺑِﻘُﺪْﺭَﺗِﻚَ ﻭَﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻚَ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﺗَﻘْﺪِﺭُ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻗْﺪِﺭُ ﻭَﺗَﻌْﻠَﻢُ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﻋَﻠَّﺎﻡُ ﺍﻟْﻐُﻴُﻮﺏِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺖَ ﺗَﻌْﻠَﻢُ ﺃَﻥَّ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟِﻲ ﻓِﻲ ﺩِﻳﻨِﻲ ﻭَﻣَﻌَﺎﺷِﻲ ﻭَﻋَﺎﻗِﺒَﺔِ ﺃَﻣْﺮِﻱ -ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ: ﻓِﻲ ﻋَﺎﺟِﻞِ ﺃَﻣْﺮِﻱ ﻭَﺁﺟِﻠِﻪِ - ﻓَﺎﻗْﺪُﺭْﻩُ ﻟِﻲ ﻭَﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺖَ ﺗَﻌْﻠَﻢُ ﺃَﻥَّ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮَ ﺷَﺮٌّ ﻟِﻲ ﻓِﻲ ﺩِﻳﻨِﻲ ﻭَﻣَﻌَﺎﺷِﻲ ﻭَﻋَﺎﻗِﺒَﺔِ ﺃَﻣْﺮِﻱ - ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﻋَﺎﺟِﻞِ ﺃَﻣْﺮِﻱ ﻭَﺁﺟِﻠِﻪِ - ﻓَﺎﺻْﺮِﻓْﻪُ ﻋَﻨِّﻲ ﻭَﺍﺻْﺮِﻓْﻨِﻲ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻗْﺪُﺭْ ﻟِﻲ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَ ﺣَﻴْﺚُ ﻛَﺎﻥَ ﺛُﻢَّ ﺭَﺿِّﻨِﻲ ﺑِﻪِ
Ya Allah, sungguh aku meminta pilihan dengan ilmu-Mu, meminta ketentuan dengan takdir-Mu, aku meminta karunia-Mu yang besar. Sesungguhnya Engkau Maha berkuasa, sedangkan aku tidak berkuasa. Engkau mengetahui dan aku tidak mengetahui. Engkau Maha Mengetahui perkara ghaib. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa urusanku ini (sebutkan urusan anda) baik bagiku dalam hal agamaku, hidupku, dan akhir urusanku, maka berilah aku kemampuan untuk melakukannya. Mudahkanlah urusanku dan berilah aku barakah padanya. Namun jika Engkau tahu bahwa urusanku ini (sebutkan urusan anda) jelek bagiku dalam hal agamaku, hidupku, dan akhir urusanku, maka palingkanlah urusan itu dariku. Palingkanlah aku dari urusan itu. Tentukanlah kebaikan itu untukku di manapun dia, dan jadikanlah aku ridha dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6382, Abu Dawud no. 1538, dan lainnya)

2. Berbekal
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Penduduk Yaman pernah naik haji tanpa membawa bekal. Mereka berkata: ‘Kami bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.’ Setelah tiba di Makkah, ternyata mereka meminta-minta kepada orang-orang di sana. Lalu Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat teguran:
“Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ketakwaan.” (Al-Baqarah: 197) [Shahih Al-Bukhari no. 1523]

3. Tidak Bersafar Sendirian
“Rasulullah melarang untuk menyendiri: menyendiri ketika bermalam dan menyendiri ketika safar.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad, 2/91, Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf, 9/38 no. 6439 dari shahabat Ibnu ‘Umar radhiallahu 'anhuma)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻟَﻮْ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮَﺣْﺪَﺓِ ﻣَﺎ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺳَﺎﺭَ ﺭَﺍﻛِﺐٌ ﺑِﻠَﻴْﻞٍ ﻭَﺣْﺪَﻩُ
“Seandainya manusia mengetahui apa-apa yang ada pada safar sendirian sebagaimana yang aku ketahui, maka seorang musafir tidak akan melakukan safar pada malam hari sendirian.” (HR. Al-Bukhari no. 2998 dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma)
“Pengendara seorang diri (adalah) pelaku maksiat, dua pengendara (adalah) dua pelaku maksiat, dan tiga pengendara itulah pengendara yang benar.” (HR. Malik, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiallahu 'anhuma)

4. Memilih Ketua Rombongan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﺫَﺍ ﺧَﺮَﺝَ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٌ ﻓِﻲ ﺳَﻔَﺮٍ ﻓَﻠْﻴُﺆَﻣِّﺮُﻭﺍ ﺃَﺣَﺪَﻫُﻢْ
“Apabila tiga orang akan berangkat safar hendaklah mereka memilih salah seorang sebagai amir (ketua rombongan).” (HR. Abu Dawud no. 2608 dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma)

5. Menitipkan Segala Sesuatu seperti Keluarga dan Harta kepada Allah
Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
ﺇِﻥَّ ﻟُﻘْﻤَﺎﻥَ ﺍﻟْﺤَﻜِﻴﻢَ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘُﻮﻝُ: ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﺇِﺫَﺍ ﺍﺳْﺘُﻮْﺩِﻉَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺣَﻔِﻈَﻪُ
“Sesungguhnya Luqman Al-Hakim pernah berkata: ‘Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala apabila dititipi sesuatu pasti menjaganya’.”
Bagi orang yang hendak bersafar membaca doa:
‏« ﺃَﺳْﺘَﻮْﺩِﻋُﻚَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻟَﺎ ﺗَﻀِﻴﻊُ ﻭَﺩَﺍﺋِﻌُﻪُ ‏»
“Aku menitipkanmu kepada Allah yang titipan-titipan pada-Nya tidak akan terlantar.” (HR. Ibnu Majah no. 2825, Ahmad no. 9230)
Bagi keluarga yang hendak ditinggal membaca:
ﺃَﺳْﺘَﻮْﺩِﻉُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺩِﻳﻨَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻣَﺎﻧَﺘَﻜُﻢْ ﻭَﺧَﻮَﺍﺗِﻴﻢَ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻜُﻢْ
“Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan penutup amalmu.” (HR. Abu Dawud no. 2601 dari Abdullah Al-Khatmi radhiallahu ‘anhu)

6. Berangkat pada Hari Kamis
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahih-nya (no. 2950) dari Ka’b bin Malik radhiallahu ‘anhu:
ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺧَﺮَﺝَ ﻓِﻲ ﻏَﺰْﻭَﺓِ ﺗَﺒُﻮﻙَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴﺲِ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻳُﺤِﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳَﺨْﺮُﺝَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴﺲِ
“Bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam berangkat ketika perang.Tabuk pada hari Kamis, dan adalah beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyukai safar pada hari Kamis.”

7. Berangkat di Waktu Pagi
"Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟِﺄُﻣَّﺘِﻲ ﻓِﻲ ﺑُﻜُﻮﺭِﻫَﺎ
“Ya Allah, berilah barakah untuk umatku di waktu pagi mereka.”
Apabila mengutus pasukan, beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga memberangkatkan mereka di waktu pagi. (HR. Abu Dawud no. 2606, At-Tirmidzi no. 1212 dari Shakhr ibnu Wada’ah Al-Ghamidi radhiallahu ‘anhu)

8. Bertakbir dan Berdoa Ketika Hendak Berangkat Safar

Apabila telah berada di atas kendaraan, bertakbir tiga kali, kemudian membaca doa:
ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺳَﺨَّﺮَ ﻟَﻨَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﻣَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻟَﻪُ ﻣُﻘْﺮِﻧِﻴﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻨَﺎ ﻟَﻤُﻨْﻘَﻠِﺒُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻓِﻲ ﺳَﻔَﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒِﺮَّ ﻭَﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﻭَﻣِﻦْ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻣَﺎ ﺗَﺮْﺿَﻰ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻫَﻮِّﻥْ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﺳَﻔَﺮَﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﺍﻃْﻮِ ﻋَﻨَّﺎ ﺑُﻌْﺪَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺼَّﺎﺣِﺐُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻠِﻴﻔَﺔُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﻫْﻞِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻚَ ﻣِﻦْ ﻭَﻋْﺜَﺎﺀِ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﻛَﺂﺑَﺔِ ﺍﻟْﻤَﻨْﻈَﺮِ ﻭَﺳُﻮﺀِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻘَﻠَﺐِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻭَﺍﻟْﺄَﻫْﻞِ
”Maha Suci Dzat yang telah menundukkan semua ini untuk kami, padahal sebelumnya kami tidak.mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, ketakwaan, dan amal yang Engkau ridhai dalam safar ini. Ya Allah, ringankanlah atas kami safar ini, pendekkan perjalanan jauh kami. Ya Allah, Engkaulah teman safar kami dan pengganti kami dalam mengurus keluarga yang kami tinggal. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan safar, perubahan hati ketika melihat sesuatu dan dari kejelekan di saat kami kembali mengurus harta dan keluarga kami.” (HR.Muslim no. 1342 dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma)

9. Bertakbir dan Berdoa ketika Hendak Pulang

Apabila telah berada di atas kendaraan, bertakbir tiga kali, kemudian membaca doa:
ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺳَﺨَّﺮَ ﻟَﻨَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﻣَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻟَﻪُ ﻣُﻘْﺮِﻧِﻴﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻨَﺎ ﻟَﻤُﻨْﻘَﻠِﺒُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻓِﻲ ﺳَﻔَﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒِﺮَّ ﻭَﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﻭَﻣِﻦْ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻣَﺎ ﺗَﺮْﺿَﻰ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻫَﻮِّﻥْ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﺳَﻔَﺮَﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﺍﻃْﻮِ ﻋَﻨَّﺎ ﺑُﻌْﺪَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺼَّﺎﺣِﺐُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻠِﻴﻔَﺔُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﻫْﻞِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻚَ ﻣِﻦْ ﻭَﻋْﺜَﺎﺀِ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﻛَﺂﺑَﺔِ ﺍﻟْﻤَﻨْﻈَﺮِ ﻭَﺳُﻮﺀِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻘَﻠَﺐِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ  ﻭَﺍﻟْﺄَﻫْﻞِ . ﺁﻳِﺒُﻮﻥَ ﺗَﺎﺋِﺒُﻮﻥَ ﻋَﺎﺑِﺪُﻭﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻨَﺎ ﺣَﺎﻣِﺪُﻭﻥ
”Maha Suci Dzat yang telah menundukkan semua ini untuk kami, padahal sebelumnya kami tidak.mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, ketakwaan, dan amal yang Engkau ridhai dalam safar ini. Ya Allah, ringankanlah atas kami safar ini, pendekkan perjalanan jauh kami. Ya Allah, Engkaulah teman safar kami dan pengganti kami dalam mengurus keluarga yang kami tinggal. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan safar, perubahan hati ketika melihat sesuatu dan dari kejelekan di saat kami kembali mengurus harta dan keluarga kami. Kami orang-orang yang akan kembali, orang yang taat, bertaubat, beribadah dan hanya untuk Rabb kami, kami memuji.” (HR.Muslim no. 1342 dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma)

10. Bertakbir Ketika Mendaki dan Bertasbih Ketika Menurun
Jabir radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
ﻛُﻨَّﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻌِﺪْﻧَﺎ ﻛَﺒَّﺮْﻧَﺎ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻧَﺰَﻟْﻨَﺎ ﺳَﺒَّﺤْﻨَﺎ
”Dulu apabila kami (berjalan) menaik kami bertakbir, dan apabila turun kami bertasbih.” (HR. Al-Bukhari no. 2993)

11. Berjalan pada Malam Hari
Anas radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟﺪُّﻟْﺠَﺔِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﺗُﻄْﻮَﻯ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ
“Hendaklah kalian berjalan pada malam hari (tatkala safar) karena sesungguhnya bumi itu dilipat.(dipendekkan) pada malam hari.” (HR. Abu Dawud no. 2571, dishahihkan Al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 681)

12. Memperbanyak Doa
Anas radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺛَﻠَﺎﺙُ ﺩَﻋَﻮَﺍﺕٍ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ : ﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻮَﺍﻟِﺪِ، ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢِ، ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻓِﺮِ
“Tiga doa yang tidak akan ditolak: doa orangtua untuk anaknya, doa orang yang sedang berpuasa, dan doa orang yang sedang safar.” (HR. Al-Baihaqi, 3/345. Lihat Ash-Shahihah no. 596)

13. Berdoa Ketika Singgah
Berdasarkan hadits Khaulah bintu Hakim radhiallahu ‘anha, beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻧَﺰَﻝَ ﻣَﻨْﺰِﻟًﺎ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻜَﻠِﻤَﺎﺕِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺘَّﺎﻣَّﺎﺕِ ﻣِﻦْ ﺷَﺮِّ ﻣَﺎ ﺧَﻠَﻖَ ﻟَﻢْ ﻳَﻀُﺮَّﻩُ ﺷَﻲْﺀٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺮْﺗَﺤِﻞَ ﻣِﻦْ ﻣَﻨْﺰِﻟِﻪِ ﺫَﻟِﻚَ
“Barangsiapa singgah di suatu tempat kemudian mengucapkan:
ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻜَﻠِﻤَﺎﺕِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺘَّﺎﻣَّﺎﺕِ ﻣِﻦْ ﺷَﺮِّ ﻣَﺎ ﺧَﻠَﻖَ
(Aku berlindung dengan Kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa-apa yang telah Dia ciptakan), maka tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya sampai dia beranjak dari tempat itu.” (HR. Muslim no. 2708)

14. Bersegera Pulang Menemui Keluarga
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺍﻟﺴَّﻔَﺮُ ﻗِﻄْﻌَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌَﺬَﺍﺏِ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﺃَﺣَﺪَﻛُﻢْ ﻃَﻌَﺎﻣَﻪُ ﻭَﺷَﺮَﺍﺑَﻪُ ﻭَﻧَﻮْﻣَﻪُ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗَﻀَﻰ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻧَﻬْﻤَﺘَﻪُ ﻓَﻠْﻴُﻌَﺠِّﻞْ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻠِﻪِ
“Safar itu bagian dari azab (melelahkan), menghalangi salah seorang di antara kalian dari makan, minum, dan tidurnya. Maka apabila salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan urusannya, bersegeralah pulang menemui keluarganya.” (HR. Al-Bukhari no. 1804, Muslim no. 1927, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

15. Mendatangi Keluarganya pada Waktu Siang atau Sore
Anas radhiallahu ‘anhu berkata:
ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﺎ ﻳَﻄْﺮُﻕُ ﺃَﻫْﻠَﻪُ ﻟَﻴْﻠًﺎ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻳَﺄْﺗِﻴﻬِﻢْ ﻏُﺪْﻭَﺓً ﺃَﻭْ ﻋَﺸِﻴَّﺔً
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendatangi keluarganya pada malam hari (tatkala pulang dari safar). Beliau mendatangi mereka pada waktu siang atau sore hari.” (HR. Al-Bukhari no. 1800 dan Muslim no. 1938)

16. Tidak Mendatangi Keluarganya di Malam Hari
Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata:
ﻧَﻬَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻃَﺎﻝَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺍﻟْﻐَﻴْﺒَﺔَ ﺃَﻥْ ﻳَﺄْﺗِﻲَ ﺃَﻫْﻠَﻪُ ﻃُﺮُﻭﻗًﺎ
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang yang telah lama melakukan safar untuk mendatangi keluarga/istrinya pada malam hari.” (HR. Muslim no. 1928)
Dalam riwayat lain, Rasululloh bersabda, “Apabila engkau pulang (dari perjalanan) pada malam hari maka janganlah masuk kepada keluargamu sampai istri (yang ditinggalkan tersebut) mencukur bulu kemaluan dan menyisir rambutnya yang kusut.” (HR. al-Bukhari no. 4845)

17. Berdoa Ketika Melihat Kampungnya
Anas radhiallahu ‘anhu berkata:
ﺃَﻗْﺒَﻠْﻨَﺎ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﻛُﻨَّﺎ ﺑِﻈَﻬْﺮِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﻗَﺎﻝَ: ﺁﻳِﺒُﻮﻥَ ﺗَﺎﺋِﺒُﻮﻥَ ﻋَﺎﺑِﺪُﻭﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻨَﺎ ﺣَﺎﻣِﺪُﻭﻥَ؛ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺰَﻝْ ﻳَﻘُﻮﻟُﻬَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻗَﺪِﻣْﻨَﺎ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔَ
“Kami datang bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, hingga ketika kami melihat kota Madinah, beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
ﺁﻳِﺒُﻮﻥَ ﺗَﺎﺋِﺒُﻮﻥَ ﻋَﺎﺑِﺪُﻭﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻨَﺎ ﺣَﺎﻣِﺪُﻭﻥَ
‘Orang-orang yang kembali, bertaubat, beribadah, dan hanya kepada Rabb kami semua memuji.’
Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam terus membacanya sampai kami tiba di Madinah.” (HR. Muslim no. 1345)

18. Mendatangi Masjid dan Shalat Dua Rakaat di dalamnya Setiba dari Safar
Ka’b bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺪِﻡَ ﻣِﻦْ ﺳَﻔَﺮٍ ﺑَﺪَﺃَ ﺑِﺎﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻓَﺮَﻛَﻊَ ﻓِﻴْﻪِ ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ
“Adalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila kembali dari suatu safar, beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam memulai dengan mendatangi masjid lalu melakukan shalat dua rakaat di dalamnya.” (HR. Al-Bukhari no. 3088 dan Muslim no. 2769)