Apakah dibolehkan dalam syariat ini seorang istri membuka wajahnya di hadapan saudara laki-laki suaminya (ipar) atau di hadapan anak laki-laki dari paman suami (sepupu suami)?
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ memberikan jawaban:
Saudara lelaki suami (ipar) dan sepupunya yang laki-laki bukanlah mahram bagi si istri dengan semata-mata mereka saudara suami atau putra pamannya. Karena itu tidak boleh bagi si istri membuka apa yang tidak boleh ia buka terkecuali di hadapan mahram-mahramnya, sekalipun ipar atau sepupu suaminya itu adalah lelaki yang shalih yang bisa dipercaya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala membatasi orang-orang yang diperkenankan melihat perhiasan seorang wanita sebagaimana dalam ayat:
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra dari saudara laki-laki mereka, atau putra-putra dari saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (An-Nur: 31)
Juga berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
ﻳَﺤْﺮُﻡُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﺿَﺎﻋَﺔِ ﻣَﺎ ﻳَﺤْﺮُﻡُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺴَﺐِ
“Diharamkan dari penyusuan apa yang haram karena nasab.” (HR. Muslim)
Sementara saudara lelaki suami (ipar) dan putra-putra pamannya tidak termasuk dari mereka yang disebutkan di atas. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pula membedakan dalam hal ini antara orang yang shalih dengan yang tidak shalih. Semuanya dalam rangka menjaga kehormatan dan menutup pintu yang mengantarkan pada kerusakan dan kejelekan. Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang al-hamwu, maka beliau menjawab:
ﺍﻟْﺤَﻤْﻮُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ
“Al-Hamwu adalah maut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan al-hamwu dalam hadits di atas adalah saudara lelaki suami (ipar) dan semisalnya yang bukan termasuk mahram si istri. Maka hendaknya seorang muslim menjaga agamanya dan melindungi kehormatannya.
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’
Ketua: Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibn Baz
Wakil Ketua: Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi
Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud
(Fatwa no. 1600, Fatawa Al-Lajnah 17/407-409)
###
Bagaimana seharusnya hubungan saya dengan saudara-saudara lelaki suami saya berikut keluarganya dari kalangan lelaki? Saya sendiri, alhamdulillah, memakai niqab (cadar) dan mereka tidak pernah melihat wajah saya. Apakah diperkenankan saya mengajak bicara mereka sementara kami (saya dan suami serta saudara-saudara ipar) tinggal di satu rumah, hanya saja kami (saya dan suami) mendapat tempat yang khusus dari rumah tersebut (sehingga bisa menegakkan hijab). Terkadang salah seorang dari mereka sakit, apakah dibolehkan bagi saya untuk menanyakan keadaannya?
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ memberikan jawaban:
“Bila kenyataannya sebagaimana yang disebutkan maka boleh bagimu mengajak bicara mereka dan menanyakan keadaan mereka serta berbicara dengan mereka dalam perkara-perkara yang mubah. Akan tetapi tanpa melembutkan suara dan mendayu-dayu dalam berucap dan juga tanpa berkhalwat (bersepi-sepi/berduaan) dengan lelaki dari kalangan mereka yang bukan mahrammu.”
(Fatwa no. 7778, Fatawa Al-Lajnah 17/404-405)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar