Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Ketika ditanyakan kepada beliau tentang hukum membagikan harta peninggalan dan warisan ketika seseorang masih hidup, beliau hafizhahullah berkata:
لا بأس أن الإنسان يوزِّع ماله على ورثته على حسب ما قسمه الله سبحانه وتعالى، للذكر مثل حظ الأنثيين من الأولاد ومن الإخوة والأخوات ، ويقسِّمه على ما شرعه الله ولا يحيف مع بعضهم ، أو يخصص بعضهم دون من خصصه الله وفضَّله منهم ، فإذا وزَّع ترِكته على موجب المواريث على ورثته فله ذلك ، وكونه يُمسك ماله وينتفع به في حياته أحسن له من توزيع ماله على أولاده ويبقى بدون مال
“Tidak mengapa seseorang membagikan hartanya kepada ahli warisnya sesuai pembagian yang Allah Subhanahu wa Taala tentukan, yaitu bagi pria mendapatkan dua kali lipat dari bagian wanita, apakah anak atau saudara laki-laki dan perempuan (jika tidak memiliki anak). Dibagi sesuai yang disyariatkan oleh Allah dan tidak boleh curang terhadap sebagian mereka atau tidak boleh mengkhususkan sebagian mereka tanpa kekhususan yang Allah berikan. Jika dia membagi hartanya sesuai dengan ketentuan hukum waris kepada ahli warisnya maka hal itu boleh baginya. Namun jika dia menahan hartanya dan memanfaatkannya selama dia masih hidup maka hal itu lebih baik baginya dibandingkan membagikannya kepada anak-anaknya karena dia tidak memiliki harta lagi.”
Sumber: alfawzan .af .org .sa/node/13590
Alih bahasa: Abu Almass
forumsalafy .net
###
Asy-Syaikh Bin Baaz rahimahullah
Ketika ditanya tentang hukum membagi hartanya kepada ahli warisnya ketika masih hidup, beliau rahimahullah berkata:
هذا القسمة إن كانت على شرع الله بين أولاده وورثته على شرع الله فلا حرج فيها، ولكن ترك القسمة أولى، حتى لا يحتاج إلى أحد، حتى يأكل منها ويستفيد
Pembagian ini, jika sesuai dengan hukum Allah (syariat Islam) di antara anak-anaknya dan ahli warisnya, maka tidak ada masalah (hukumnya boleh). Akan tetapi meninggalkan pembagian (harta ketika dia masih hidup) lebih utama, sehingga dia tidak membutuhkan (bantuan) orang lain (untuk memenuhi kebutuhannya karena masih memiliki harta), bisa makan dari harta tersebut dan bisa memanfaatkan harta tersebut.
Beliau rahimahullah juga berkata:
المقصود إذا كانت القسمة موافقة للشرع بين أبنائه أو زوجاته ونحو ذلك فلا بأس، أما إذا كانت مخالفة للشرع فلا يجوز، أما بالنسبة للإخوة أو للأقارب الآخرين كبني العم يجوز أن يفضل بعضهم على بعض وهو حي صحيح، تصير عطية، إذا قسم بينهم تصير عطية لا بأس أن يعطي أخاه كذا، ويعطي ابن أخيه كذا، وخاله كذا لا بأس أن يعطيهم، مو على حسب الميراث، ما يلزمه أن يكون على حسب الميـراث، لأن هذا خاص بالأولاد، الرسول قال: اتقوا الله واعدلوا بين أولادكم
Artinya jika pembagian (harta) di antara anak-anaknya atau istri-istrinya sesuai dengan syariat (hukum agama), maka tidak mengapa. Akan tetapi jika itu bertentangan dengan syariat maka tidak boleh.
Adapun untuk saudara atau kerabat lain dari anak-anak paman (keponakan) boleh melebihkan (pembagian harta) sebagian mereka dari sebagian yang lain, sedangkan yang membagi harta masih hidup, sebagai hadiah (untuk mereka). Jika dibagi (harta) di antara mereka, (maka) menjadi hadiah, tidak mengapa. Memberi (harta) kepada saudara sekian, memberi kepada keponakan sekian, memberi kepada paman sekian. Tidak mengapa memberi hadiah kepada mereka, tidak harus sesuai dengan perhitungan ilmu waris. Ini (aturan ilmu waris) khusus untuk (pemberian kepada) anak. Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan bersikaplah adil di antara anak-anak kalian.” (HR. Al-Bukhari)
ما قال: اتقوا الله واعدلوا بين الورثة، قال: واعدلوا بين أولادكم
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “Bertakwalah kepada Allah dan bersikaplah adil di antara ahli waris kalian.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ”Dan bersikaplah adil di antara anak-anak kalian.”
فلو كان له أخوان، وأعطى المال واحدا من إخوانه ولم يعط الآخر لا حرج عليه، أو أعطاهما متفاضلين لا حرج عليه، أو أعطى خاله وخلى بني عمه، أعطى خاله لا بأس، ما دام في الصحة ما هو بمريض
Jika dia mempunyai dua orang saudara, dan diberikan harta kepada salah satunya dan tidak diberikan harta kepada saudaranya yang lain, tidak mengapa yang seperti itu. Atau keduanya diberikan harta dengan melebihkan harta kepada salah satunya, (juga) tidak mengapa. Atau diberikan harta kepada pamannya tanpa diberikan harta kepada sepupunya, (juga) tidak mengapa. Selama dia dalam keadaan sehat, tidak dalam keadaan sakit.
لكن الأولى له والذي ينبغي له أن يخلِّي له شيء يعنيه وينفعه حتى لا يمن عليه الناس ويتصدقوا عليه، إما يخلي المال كله أو يخلي شيء يفيده وينفعه حتى الموت
Akan tetapi yang lebih utama bagi dia dan yang seharusnya bagi dia adalah menyisakan bagi dia sebagian (harta) yang penting baginya dan yang bermanfaat baginya sehingga tidak membutuhkan bantuan dan sedekah dari orang lain, baik dengan menyisakan seluruh hartanya (tidak membagi harta sama sekali) ataupun dengan menyisakan sebagian harta yang berguna dan bermanfaat baginya sampai dia meninggal.
Sumber: binbaz .org .sa/mat/13172
###
Pertanyaan:
Seorang ayah yang dalam keadaan sehat mengatakan kepada ke-7 anaknya “ada dua bidang tanah -terpisah oleh parit- sebelah utara saya berikan kepada 5 (lima) anak wanitaku adapun yang di sebelah selatan saya berikan kepada 2 (dua) anak laki-lakiku, serta sebuah rumah saya berikan kepada salah satu dari anak laki-lakiku.” Apakah pemberian seperti ini sah? Perlu diketahui setelah ucapan (pemberian) tersebut, tanah dan rumah -yang disebutkan- masih dikelola oleh sang ayah dan hasilnya masih diambil alih oleh sang ayah sampai ia wafat (seakan-akan ucapan sang ayah tersebut adalah wasiat yang baru berlaku setelah ia wafat). Jazakallahu Kahairaa -atas nasehat dan bimbingannya- wa barokallahufik.... Wassalamu’alaikum...
Jawab:
Ma'asyaral muslimin rahimakumullah…
Bedakan antara hibah dengan wasiat dan warisan. Adapun hibah, pemberian dari orang tua kepada anak. Apabila orang tau hendak memberikan sesuatu kepada anaknya, maka dia harus berbuat adil, diantara anak-anaknya.
اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ
“Bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anakmu.” (HR. Al-Bukhari no. 2650 dan Muslim no. 1623)
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu anhuma dia berkata:
تَصَدَّقَ عَلَيَّ أَبِي بِبَعْضِ مَالِهِ فَقَالَتْ أُمِّي عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ قَالَ لَا قَالَ اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ فَرَجَعَ أَبِي فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ
“Ayahku pernah memberikan sebagian hartanya kepadaku, lantas ibuku yang bernama ‘Amrah bintu Rawahah berkata, “Saya tidak akan rela akan hal ini sampai kamu meminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai saksinya.” Maka ayahku pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta beliau menjadi saksi atas pemberian tersebut, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Apakah kamu berbuat demikian kepada semua anak-anakmu?” dia menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anakmu.” Kemudian ayahku pulang dan meminta kembali pemberiannya kepadaku.” (HR. Al-Bukhari no. 2650 dan Muslim no. 1623)
Harus berbuat adil, kalau dia menghibahkan kepada anaknya, harus sama rata, sama rasa. Dan tidak ada perbedaan dalam hal ini antara anak laki-laki dengan anak wanita. Meskipun ada sebagian pendapat para ulama mengatakan bahwa dalam hal hibah, seperti warisan. Wanita mendapatkan setengah dari bagian laki-laki.
Namun yang dzahir dari perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam عْدِلُوا bersikap adilah dengan anak-anak kalian dalam hal pemberian, menunjukkan dzahirnya harus disamakan semuanya. Kalau ini dapat sebidang tanah disini, dia juga, yang satunya juga harus diberi sebidang tanah yang senilai. Bukan yang satu sebidang tanah 10x15, dimana? Di Klandasan pinggir jalan. Yang satunya sebidang tanah, dimana? Di Samboja. Sama-sama sebidang tanah tapi nilainya berbeda, tidak adil. Jadi disamakan pula dalam hal nilainya. Ini namanya hibah, boleh dengan cara berbuat adil.
Wasiat, yang kaitannya dengan akan meninggalnya. Setelah meninggal, baru harta tersebut berpindah. Dan dalam hal ini tidak diperbolehkan wasiat kepada ahli waris. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberi masing-masing orang haknya, karenanya tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Abu Daud no. 3565, At-Tirmizi no. 2120, Ibnu Majah no. 2704, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil no. 1655)
Sehingga tidak bisa dijalankan. Sebagian para ulama mengatakan boleh asal disetujui oleh seluruh ahli warisnya. Karena ada riwayat yang menyebutkan:
عن ابي امامة الباهلى رضى الله عنه قال: سَمِعْتُ رَسُوْل الله صلى الله عليه وسلم يقول: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ. رواه احمد والاربعة الا النسائ وحسنه احمد والترمذي وقواه ابن خزيمة وابن الجارود ورواه الدارقطني من حديث ابن عباس وزاد في اخره الا ان يشاء الورثة واسناده حسن
“Dari Umamah Al Bahili beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada orang yang mempunyai hak, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Arba’ah selain An Nasa’iy (Jadi hanya Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah) dan dinilai hasan oleh Ahmad dan At Tirmidzi, penilaian ini diperkuat oleh Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Jarud.
Juga diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dan beliau menambahkan pada akhir matannya kalimat: “…kecuali para ahli waris menghendakinya (menyetujuinya).” Dan sanadnya bagus.
Kemudian warisan, warisan yaitu setelah mati, dibagikan kepada ahli waris. Dibagikan kepada ahli waris.
Yang nampak dari pertanyaan ini, yang dzahir ini bukan hibah, karena kaitannya setelah meninggalnya. Sehingga dia mirip dengan wasiat. Sehingga wasiat tersebut tidak boleh dijalankan. Dan harus dikembalikan kepada hukum waris, pembagian warisan.
Pembagian warisan, masing-masing mendapatkan sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu Wata'ala tetapkan. Kecuali apabila pemilik harta yang telah mendapatkan warisan sekian, merelakan. Sudah, untuk kamu ambil saja, bagianku sekian silahkan ambil tidak menjadi masalah. Itu tidak menjadi masalah, karena dia telah menggugurkan apa yang menjadi haknya. Jadi yang dzahir Wallahu Ta'ala A'lam ini tidak sah, tidak sah pernyataan sang ayah dan harus dikembalikan kepada hukum waris. Wallahu Ta'ala A'lamu bishawab.
http://www.thalabilmusyari.web.id/2013/07/menahan-harta-warisan-tanpa-alasan.html