Cari Blog Ini

Sabtu, 14 November 2015

ADAB-ADAB MENCARI REZEKI

Meniatkan dalam mencari rezeki untuk mendapatkan akhirat

“Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai cita-cita/harapannya, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, Allah jadikan kefaqiran selalu di pelupuk kedua matanya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya. Dan barangsiapa akhirat sebagai niatnya, maka Allah akan kumpulkan urusannya, Allah jadikan kekayaan dalam hatinya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan dunia itu tidak suka.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad 1/263)

Bersungguh-sungguh dalam mencari rezeki dan meminta pertolongan dari Allah dalam mencari rezeki

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibandingkan mukmin yang lemah, dan masing-masing mempunyai kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk hal yang bermanfaat untukmu. Mohonlah pertolongan dari Allah dan jangan merasa lemah. Jika ada sesuatu menimpa dirimu, jangan ucapkan, ‘Andai saja saya melakukan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu.’ Namun ucapkanlah,
قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
‘Telah ditakdirkan Allah, apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala kehendaki, Dia pasti melakukannya.’
Sesungguhnya ucapan ‘andai saja’, akan membuka amalan setan.” (HR. Muslim 4/2025)

Bersikap optimis dan berprasangka baik kepada Allah

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata, “Demi Dzat yang tiada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia, tidaklah seorang hamba diberi sesuatu yang lebih baik dari pada prasangka yang baik kepada Allah. Demi Dzat yang tiada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia, tidaklah seseorang berprasangka baik kepada Allah kecuali Dia (Allah) akan memberi apa yang telah ia sangka. Yang demikian itu karena segala kebaikan ada di tangan-Nya.” (Husnudz Dzan billah hal 96)

Mencari rezeki dengan cara yang halal

“Setiap daging yang yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad, Ath-Thabarani, Ad-Darimi, Ibnu Hibban, Al-Hakim serta yang lainnya, dishahihkan Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2609)

“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha berbuat baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana Dia memerintahkannya kepada para rasul-Nya dengan firmannya, “Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah.” Dan Dia berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian.” Kemudian beliau menceritakan tentang seseorang yang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.” (HR. Muslim)

Mencari rezeki dari hasil usahanya sendiri

“Tidaklah ada seorang pun yang memakan suatu makanan yang lebih baik daripada apa yang dia makan dari hasil usahanya sendiri. Dan sungguh Nabiyullah Dawud makan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Al-Bukhari)

Menjauhi praktik riba

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.” (Al-Baqarah: 275)

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (Al-Baqarah: 276)

“Tidaklah ada seseorang yang memperbanyak riba melainkan akibat akhir urusannya adalah kekurangan.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad 2/16)

Tidak boleh mencari rezeki dengan berjual beli darah dan anjing

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memperjualbelikan darah dan anjing dan dari penghasilan budak perempuan. Beliau melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta ditato, demikian juga pemakan riba dan orang yang mengurusi riba. Sebagaimana beliau melaknat tukang gambar.” (HR. Al-Bukhari no. 2238)

Tidak boleh menjual barang yang belum dikuasainya

“Barangsiapa yang membeli suatu makanan maka jangan menjualnya hingga dia menguasainya.” (HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525)

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang untuk menjual barang di saat membeli, hingga dimilikinya barang tersebut ke rumah mereka.” (HR. Abu Dawud no. 3499, dishahihkan sanadnya oleh An-Nawawi. Lihat Al-Lu'lu' Al-Mashnu' no. 1691)

Tidak boleh jual beli buah yang belum tampak masak

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari menjual buah hingga tampak masak, melarang penjual dan pembeli.” (HR. Bukhari no. 2194 dan Muslim no. 1534)

Jujur dan amanah dalam berdagang

“Pedagang yang jujur lagi dapat dipercaya dan dia seorang muslim bersama para nabi, ash-shiddiqin dan asy-syuhada.” (HR. at-Tirmidzi 1130, Ibnu Majah 2139, lihat Shahih at-Targhib dan ash-Shahihah)

Tidak menjual barang dagangan dengan sumpah palsu

“Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti yang Allah Subhanahu wata’ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, juga tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.” Kata-kata ini diulang sebanyak tiga kali oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai para sahabat bertanya, “Siapakah ketiga golongan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang musbil (orang yang memakai pakaian yang menutupi mata kaki), orang yang selalu mengungkit-ungkit kebaikan, dan orang yang menjual barang dagangan dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 106)

Bertakwa dan bertawakal kepada Allah

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberikan ia rizki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (Ath-Thalaq: 2-3)

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan anugerahkan rezeki kepada kalian sebagaimana melimpahkan rezeki kepada burung, di pagi hari dalam keadaan lapar, (pulang) sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, dihasankan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad 2/110-111)

Memohon ampun kepada Allah

Nabi Nuh berkata kepada kaumnya, “Mohonlah ampun kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya dengan begitu Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan berturut-turut, memperbanyak harta dan anak-anak kalian dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun serta mengadakan pula di dalamnya sungai-sungai untuk kalian.” (Nuh: 10-12)

Berbuat amal-amal kebaikan dan menjauhi amal-amal kejelekan

Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, “Sesungguhnya pada amal-amal kebaikan itu: sinar terang pada wajah, cahaya pada hati, kelapangan pada rizki, kekuatan pada badan, dan kecintaan di hati para makhluk. Sesungguhnya pada amal-amal kejelekan itu: hitam pada wajah, kegelapan pada hati, kelemahan pada badan, kekurangan pada rizki, dan kebencian di hati para makhluk.” (Lihat: ad-Daa' wa ad-Dawaa', hlm. 63)

Tidak meminta-minta kepada manusia dan merasa cukup dengan rezeki yang diberikan Allah serta berusaha untuk bersabar

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya ada sekelompok orang dari Anshar meminta sesuatu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan beliau pun memberinya. Kemudian mereka kembali meminta sesuatu, maka beliau pun memberinya. Hingga ketika habis apa yang ada pada beliau, maka beliau berkata, “Tidaklah ada sesuatu yang ada padaku berupa harta yang aku sembunyikan dari kalian. Akan tetapi barangsiapa menjauhkan diri dari meminta sesuatu kepada manusia, maka Allah akan beri kesucian diri padanya. Barangsiapa merasa cukup dengan pemberian Allah, maka Allah akan beri kecukupan padanya. Barangsiapa berusaha bersabar, maka Allah akan beri kesabaran padanya. Tidaklah seorang hamba diberi sesuatu yang itu lebih baik dan luas dibandingkan kesabaran.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya materi (dunia). Namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan (yang ada) dalam hati.” (Muttafaqun ‘alaih)

“Sungguh bahagia seseorang yang masuk Islam, rezekinya cukup dan Allah jadikan dia merasa qana’ah dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya.” (HR. Muslim)

“Siapa saja di antara kalian yang berpagi hari dalam keadaan aman (tentram) jiwanya, diberi kesehatan pada jasadnya, memiliki makanan pada hari itu, maka seolah telah dianugerahkan untuknya dunia seisinya.” (HR. At-Tirmidzi dan beliau hasankan)

Menyambung hubungan kekerabatan (shilaturrahim)

“Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia menyambung hubungan rahimnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Memanfaatkan pagi hari sebaik-baiknya

Dari Shakhr bin Wada'ah Al-Ghamidi Radhiallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Ya Allah, berilah berkah kepada umatku di pagi harinya.”
Beliau Shallallahu alaihi wasallam apabila mengutus pasukan, beliau mengutusnya di pagi hari. (Perawi berkata,) Dan Shakhr adalah seorang pedagang, dia mengirim barang dagangannya di pagi hari, sehingga ia menjadi kaya dan melimpah hartanya.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-Albani)

ADAB-ADAB TIDUR

Memadamkan lampu, menutup pintu, menutup bejana-bejana, makanan dan minuman

“Padamkanlah lampu di malam hari apabila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman.” (Muttafaq 'alaih)

Ketika hendak berbaring di tempat tidurnya hendaknya mengibaskan bagian dalam sarungnya ke tempat tidur kemudian berdoa

“Jika salah seorang dari kalian hendak berbaring di tempat tidurnya, hendaknya ia mengibaskan bagian dalam sarungnya ke tempat tidur itu karena dia tidak tahu apa yang ada di baliknya. Setelahnya, ia mengucapkan,
بِاسْمِكَ رَبِّي وَضَعْتُ جَنْبِي، وَبِكَ أَرْفَعُهُ؛ إِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَاْرحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ
‘Dengan nama-Mu, wahai Rabbku, aku meletakkan lambungku dan dengan nama-Mu pula aku mengangkatnya. Jika Engkau mengambil jiwaku, rahmatilah ia. Jika Engkau melepasnya kembali, jagalah ia sebagaimana penjagaan-Mu terhadap para hamba-Mu yang saleh.’” (Muttafaqun alaih)

Berdoa ketika mendatangi tempat tidurnya dan ketika bangun tidur

Hudzaifah dan Abu Dzar radhiallahu ‘anhuma keduanya berkata, “Dahulu jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat tidurnya, beliau mengucapkan,
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَحْيَا وَأَمُوتُ
‘Dengan nama-Mu, ya Allah, aku hidup dan aku mati.’
Ketika bangun, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
الْحَمْدُ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
‘Segala puji hanya bagi Allah, yang telah menghidupkan aku setelah mematikan aku, dan kepada-Nyalah (aku) akan dikumpulkan.’” (HR. al-Bukhari)

Mencuci tangan tiga kali jika baru bangun tidur

“Jika salah seorang dari kalian baru bangun dari tidurnya, janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana (yang berisi air) sampai mencucinya 3 kali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, lafadz berdasarkan Muslim)

Tidak disukai tidur sebelum salat isya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengakhirkan shalat isya` hingga sepertiga malam, dan beliau tidak menyukai tidur sebelum isya` dan berbincang-bincang sesudahnya. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Tidur di awal malam kemudian bangun di akhir malam

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Beliau shallallahu alaihi wasallam tidur di awal malam dan bangun untuk shalat di akhir malam dan shalat, lalu beliau kembali ke tempat tidurnya. Bila mu'adzin sudah mengumandangkan adzan, maka beliau bersegera. Bila saat itu beliau punya hajat (kepada isterinya), maka beliau mandi. Bila tidak, maka beliau hanya berwudhu' lalu keluar untuk shalat.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Tidak disukai tidur di pagi hari

Urwah bin Zubair berkata, “Dahulu az-Zubair melarang anak-anaknya dari at-tashabbuh (yaitu tidur di pagi hari).” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no. 25442)

Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Di antara bentuk kejahilan adalah tidur di pagi hari.” (Al-Adabusy Syar’iyyah 3/162)

Ibnu ‘Abbas pernah melihat salah satu anaknya tidur di pagi hari, maka beliau mengatakan kepadanya, “Bangunlah, apakah engkau tidur di waktu yang mana padanya rizqi (Allah) sedang dibagi-bagikan.” (Al-Adabusy Syar’iyyah 3/161)

Tidur siang

“Qailulah-lah (istirahat sianglah) kalian, sesungguhnya setan-setan itu tidak pernah istirahat siang.” (HR. Abu Nu’aim dalam Ath-Thibb, dihasankan sanadnya oleh al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1647)

Tidur siang dilakukan pada tengah hari sebelum waktu zuhur

Pernah suatu ketika ada orang-orang Quraisy yang duduk di depan pintu Ibnu Mas’ud. Ketika tengah hari, Umar mengatakan kepada mereka, “Bangkitlah kalian (untuk istirahat siang)! Yang tertinggal (pada waktu ini) hanyalah bagian untuk setan.” Kemudian tidaklah Umar melewati seorang pun kecuali menyuruhnya bangkit. (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 1238, dihasankan sanadnya oleh al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1647)

Pada hari Jumat, tidur siang dilakukan setelah salat Jumat

Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata, “Biasanya kami tidaklah beristirahat siang dan tidak pula makan siang kecuali setelah menunaikan shalat Jum'at pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Mereka (para sahabat) dulu biasa melaksanakan shalat Jum’at, kemudian istirahat siang (qailulah).” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 1240, disahihkan al-Albani)

KELOMPOK-KELOMPOK SESAT

Syiah

“Sungguh Syi’ah telah berlebihan terhadap Ali sebagaimana Nashara berlebihan terhadap ‘Isa bin Maryam.” (Alqamah)

Syiah Rafidhah

“Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang Jahmi (penganut Jahmiyah) dan Rafidhi (penganut Syiah Rafidhah), atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Imam al-Bukhari)

Ikhwanul Muslimin

“Dakwah Ikhwanul Muslimin teranggap sebagai malapetaka atas dakwah, dikarenakan musuh besar mereka adalah ahlus sunnah.” (Syaikh Muqbil)

Jamaah Tabligh

“Bahwasanya organisasi ini (Jama’ah Tabligh, pent) tidak ada kebaikan padanya. Dan sungguh ia sebagai organisasi bid’ah dan sesat. Dengan membaca buku-buku mereka, maka benar-benar kami dapati kesesatan, bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu insya Allah kami akan membantah dan membongkar kesesatan dan kebathilannya.” (Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh)

Tarekat-tarekat sufi

“Kebanyakannya tarekat-tarekat Sufi adalah tarekat bid'ah. Terkadang kebid'ahan mereka mencapai derajat kufur, terkadang di bawah derajat kekufuran.” (Syaikh 'Utsaimin)

SALAT WAJIB

Salat wajib tepat pada waktunya

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)

Ibnu Mas’ud bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, “Amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apalagi?” Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Waktu salat zuhur dimulai ketika matahari telah tergelincir (waktu zawal) dan berakhir ketika bayangan benda sepanjang aslinya, dan waktu salat asar dimulai saat berakhirnya waktu zuhur, ketika bayangan seseorang seperti tingginya

“Waktu zhuhur adalah jika matahari telah tergelincir dan (berakhir ketika) bayangan seseorang seperti tingginya, selama belum tiba waktu shalat asar.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)

Waktu asar berakhir ketika matahari telah menguning

“Dan waktu shalat asar selama matahari belum menguning.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)

Waktu salat asar memiliki waktu darurat, yakni sampai matahari terbenam

“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat asar sebelum matahari terbenam, maka telah dianggap mendapatkan shalat asar.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Waktu salat magrib dimulai saat matahari telah terbenam

“…dan maghrib ketika matahari telah terbenam….” (HR. Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah)

Waktu salat magrib berakhir ketika mega merah di langit telah menghilang

“Dan waktu shalat maghrib hingga syafaq (mega merah) menghilang.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)

Waktu salat isya dimulai ketika mega merah telah menghilang

“Kemudian beliau memerintahkannya (Bilal) untuk mengumandangkan shalat isya ketika mega merah telah menghilang.” (HR. Muslim)

Waktu salat isya berakhir ketika tengah malam

“Dan apabila kalian mengerjakan shalat isya, maka waktunya hingga tengah malam.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)

Hendaknya menyegerakan salat isya jika jamaah sudah berkumpul, dan mengakhirkannya jika melihat jamaah belum berkumpul

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat zhuhur di pertengahan siang ketika hari sangat panas, dan asar ketika matahari masih bersih, dan maghrib ketika matahari telah terbenam, dan isya kadang beliau mengakhirkannya dan kadang beliau menyegerakannya. Jika beliau melihat para shahabat telah berkumpul, maka beliau menyegerakannya dan jika beliau melihat para shahabat kurang bergegas mendatanginya, maka beliau mengakhirkannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah)

Namun lebih disukai untuk mengakhirkan salat isya

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat zhuhur yang kalian sebut sebagai shalat pertama, saat matahari telah tergelincir, shalat asar ketika salah seorang dari kami kembali dengan kendaraannya di ujung kota, sementara matahari masih terasa panas sinarnya. Dan aku lupa apa yang dibaca beliau saat shalat maghrib. Beliau lebih suka mengakhirkan shalat isya yang kalian sebut dengan ‘Athamah….” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Barzah Al-Aslami)

Tidak disukai tidur sebelum salat isya dan berbincang-bincang sesudahnya

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengakhirkan shalat isya` hingga sepertiga malam, dan beliau tidak menyukai tidur sebelum isya` dan berbincang-bincang sesudahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Barzah Al-Aslami)

Berbincang-bincang dengan istri pada malam hari setelah salat isya

Aisyah berkata, “Rasulullah pernah melaksanakan salat dalam keadaan duduk, beliau membaca surat dalam keadaan duduk, maka apabila tersisa bacaan sekitar 30 atau 40 ayat beliau berdiri dan menyelesaikan sisa ayat dalam keadaan berdiri, kemudian ruku dan sujud. Beliau melakukan hal yang sama pada rakaat kedua. Tatkala beliau telah selesai dari shalatnya, beliau melihatku. Apabila aku tidak tidur maka beliau berbincang-bincang denganku dan apabila aku tidur maka beliau berbaring.” (HR. al-Bukhari no. 1119)

Shafiyyah berkata, “Suatu hari Rasulullah beri’tikaf kemudian aku mengunjunginya pada malam hari. Akupun berbincang-bincang dengannya. Tak berapa lama akupun bersiap untuk kembali ke rumah dan Rasulullah mengantarku pulang.” (HR. al-Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175)

Waktu salat subuh dimulai ketika terbit fajar dan berakhir ketika matahari terbit

“Dan shalat shubuh dikerjakan semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)

Melaksanakan salat subuh ketika pagi masih gelap gulita

“Adapun shubuh, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya ketika pagi masih gelap gulita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah)

Melaksanakan salat subuh ketika cukup terang yang seseorang dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya

“Dan beliau melaksanakan shalat shubuh ketika seseorang dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya….” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Barzah Al-Aslami)

Membaca sekitar 60-100 ayat ketika salat subuh

“Dan beliau melaksanakan shalat shubuh ketika seseorang dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya, beliau membaca enam puluh hingga seratus ayat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Barzah Al-Aslami)

Membaca surat ar-Rum ketika salat subuh

Dari Abu Rouh dari Dzil Kalaa’ dari seorang laki-laki (Sahabat Nabi) bahwasanya ia sholat Subuh bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau shallallahu alaihi wasallam membaca surat ar-Rum kemudian beliau mengulang-ulang satu ayat (karena ada yang terlupa, pent). Ketika selesai sholat beliau bersabda, “Sesungguhnya tersamarkan padaku (bacaan) al-Quran. Sesungguhnya kaum di antara kalian ada yang sholat bersama kami tidak menyempurnakan wudhu. Barangsiapa yang sholat bersama kami hendaknya memperbaiki wudhu’nya.” (HR. Ahmad, dihasankan Ibnu Katsir dan al-Albani)

Tidak beranjak dari tempat salat setelah salat subuh berjamaah di masjid kecuali setelah matahari terbit

Jabir bin Samurah ditanya, “Mungkin Anda pernah duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam?” Dia menjawab, “Ya, dan hal itu pada banyak kesempatan. Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah beranjak dari tempat shalatnya ketika subuh atau pagi hari hingga matahari terbit. Jika matahari terbit, maka beliau beranjak pergi. Para sahabat seringkali bercerita-cerita dan berkisah-kisah semasa jahiliyahnya, lantas mereka pun tertawa, namun beliau hanya tersenyum.” (HR. Muslim)

Tidak melakukan qunut kecuali jika mendoakan kebaikan untuk suatu kaum atau mendoakan keburukan untuk suatu kaum

Nabi shallallahu alaihi wasallam tidaklah qunut kecuali jika mendoakan (kebaikan untuk) suatu kaum atau mendoakan (keburukan) bagi suatu kaum. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, dan dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh al-Albani)

Nabi shallallahu alaihi wasallam tidaklah qunut kecuali jika beliau mendoakan (kebaikan) untuk seseorang atau mendoakan (keburukan) untuk seseorang. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh al-Albani)

Apabila seseorang tidak melaksanakan salat karena ketiduran atau lupa maka dia harus melaksanakannya kapanpun dia ingat/bangun

"Barangsiapa ketiduran atau lupa suatu shalat, maka hendaklah dia melaksanakannya ketika dia ingat. Karena tidak ada tebusannya kecuali itu.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Berzikir setelah salat wajib

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (An-Nisa’: 103)

Cara menghitung tasbih, tahmid, takbir dan tahlil dengan jari ketika berzikir setelah sholat fardhu

Asy-Syaikh Badr hafizhohulloh menerangkan, “Dengan tangan kanan mulai cara menghitung dengan menekukkan jari kelingking (paling kecil) sampai jempol kemudian langsung dilanjutkan dengan membuka jempol sampai jari kelingking, begitu seterusnya.”

Menjamak salat zuhur dengan asar atau salat magrib dengan isya karena ketakutan, hujan, atau karena ada hal yang menyulitkan dan memberatkan

Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah menjamak antara Zuhur dan Asar, Magrib dan Isya di Madinah tanpa ada (sebab) takut dan hujan.” Mereka bertanya kepada Ibnu Abbas, “Apa yang diinginkan dengan hal itu?” Beliau menjawab, “Beliau tidak ingin memberatkan umatnya.” (HR. Muslim)

ADAB-ADAB MENGHADAPI FITNAH

Menghindarkan diri dari fitnah, dan bersabar ketika diuji dengan fitnah

“Sesungguhnya orang yang beruntung adalah yang terhindarkan dari fitnah, sesungguhnya orang yang beruntung adalah yang terhindarkan dari fitnah, sesungguhnya orang yang beruntung adalah yang terhindarkan dari fitnah, dan barangsiapa yang diuji kemudian bersabar maka wah (betapa mengagumkannya).” (HR. Abu Dawud 4263, dishahihkan Al-Albani dalam Ash-Shahihah)

Berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah

“Berlindunglah kalian kepada Allah dari fitnah-fitnah.”

Giat beribadah saat terjadi fitnah

“Ibadah saat terjadi fitnah, seperti hijrah menujuku.”

DAI-DAI YANG JELEK

Sayyid Quthub

“Pedang yang terhunus buat sayyid qutub yang menyelisihi manhaj Rosul. Sayyid qutub bukan orang berilmu, datang dengan membawa bencana, dan tafsirnya terdapat bencana dan kejelekan.” (Syaikh Abdulmuhsin Al-Abbad)

Abdurrahman Abdulkhaliq

“Pada kitab-kitab Abdurrahman Abdulkhaliq terdapat malapetaka.
Saya menasehatkan agar merujuk kitab bantahan saudara kami yang mulia Rabi' bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah terhadap Abdurrahman Abdulkhaliq.” (Syaikh Muqbil)

Habib Ali Al-Jufri

“Seseorang itu dihukumi dari kaset-kaset/rekaman suaranya dan kitab-kitabnya, maka orang ini Mubtadi' (Ahlul Bid'ah) Khurafiy (Ahlu Khurafat) yang mengajak kepada penyembahan terhadap kuburan dan pusara, seorang Khurafiy (Ahlul Khurafat) di mana kaset-kasetnya tersebut ada dengan bukti suaranya dan perkataannya, dan mengolok-olok Ahlus Sunnah dan Ahlut Tauhid dan mengejek mereka.” (Syaikh Fauzan)

Osama bin Laden

“Ibnu Laden adalah syetan yang buruk, Ibnu Laden adalah syetan yang buruk, seorang Khawarij, tidak boleh seorang pun memujinya dan barangsiapa memujinya maka ini menunjukkan bahwa dia adalah seorang Khawarij seperti dia, barangsiapa memujinya maka ini menunjukkan bahwa dia adalah seorang Khawarij seperti dia, dia wajib untuk dihukum dan ditangkap.” (Syaikh Ahmad An-Najmi)

BERMUAMALAH TERHADAP ANAK-ANAK

Memberi nama anak dan mentahniknya (menyuapinya dengan kunyahan kurma) dan mendoakannya dengan keberkahan ketika baru lahir, dan memberi nama anak dengan nama nabi

Abu Musa radhiyallahu ‘anhu berkata, “Anak laki-lakiku lahir, kemudian aku membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau lalu memberinya nama Ibrahim. Beliau menyuapinya dengan kunyahan kurma dan mendoakannya dengan keberkahan, setelah itu menyerahkannya kepadaku.” Ibrahim adalah anak tertua Abu Musa. (HR. al-Bukhari)

Menamai anaknya: Abdullah atau Abdurrahman

“Nama yang paling dicintai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (Lihat: Mukhtashar Shahih Muslim no. 1398, Shahih al Jami' no. 161)

Bersemangat untuk menyusui anaknya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan bahwa dalam mimpi beliau melihat azab sebagian pelaku maksiat. Di antara yang beliau lihat, “Kemudian aku dibawa pergi. Tiba-tiba aku melihat para wanita yang buah dadanya dilahap oleh ular-ular. Aku bertanya, ‘Ada apa dengan mereka itu?’ Dijawab, ‘Mereka adalah para wanita yang menghalangi anak-anak mereka dari air susu mereka’.” (HR. Ibnu Hibban, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahihul Mawarid no. 1509)

Memerintahkan anak untuk salat ketika sudah berumur 7 tahun dan memukul mereka jika sudah berumur 10 tahun namun tidak mau salat, memisahkan tempat tidur anak ketika sudah berumur 10 tahun

"Perintahkan anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau sholat) ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”(HR. Abu Dawud)

Memperlakukan dan menghukumi anak perempuan yang sudah berumur 9 tahun sebagai seorang wanita dewasa

Aisyah berkata, “Apabila anak wanita tersebut berusia sembilan tahun, maka dia telah berstatus sebagai wanita.” (Faedah dari Al-Allamah Ahmad Bin Yahya An-Najmi)

Memeluk dan mencium anak dan mendoakan kebaikan untuk anak

“Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam pernah keluar pada sebagian waktu siang. Beliau tidak mengajakku berbicara, demikian pula aku, tidak mengajak beliau berbicara. Tibalah kami di pasar Bani Qainuqa’. Beliau duduk di halaman rumah Fathimah kemudian bertanya, ‘Apakah ada si Kecil? Apakah ada si Kecil (Hasan, -ed.)?’ Fathimah pun menahan anak tersebut sebentar. Kami menyangka bahwa sang ibu memakaikan padanya sikhab (kalung dari cengkih, misk, gaharu, dan wewangian lainnya, -ed.) atau memandikannya. Kemudian, anak tersebut bergegas keluar. Beliau pun memeluk dan menciumnya, lalu berkata, ‘Ya Allah, cintailah dia dan cintailah orang yang mencintainya’.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Hurairah)

“Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam masuk menemui Abu Saif al-Qain. Istrinya adalah ibu susu Ibrahim (putra Rasulullah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pun mengambil Ibrahim dan menciumnya.” (HR. al-Bukhari no. 1220 dari Anas bin Malik)

Ibnu ‘Abbas berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memelukku ke dada beliau seraya berkata,
اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الحِكْمَةَ وَعَلِّمْهُ الكِتَابَ
(Ya Allah, ajarkanlah anak ini hikmah dan ajarkanlah dia (tafsir) al-Quran).” (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain,
اللَّهُمَّ فقهه فِي الدّين وَعلمه التَّأْوِيل
(Ya Allah, berikanlah anak ini kefaqihan dalam agamanya dan ajarkanlah dia ilmu tafsir).”

Membiarkan anak bermain bersama teman-temannya, dan membolehkan anak perempuan bermain boneka

Aisyah berkata, “Aku pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Aku punya teman-teman yang biasa bermain bersamaku. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam masuk rumah, mereka bersembunyi. Beliau lalu mengeluarkan mereka satu per satu sehingga mereka bermain bersamaku.” (HR. al-Bukhari no. 5665)

Memberi nafkah kepada anaknya sesuai kemampuannya

“Hendaklah orang yang mampu memberi menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan oleh Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya.”
(ath-Thalaq: 7)

Memberikan hadiah kepada anak berupa pakaian

Ummu Khalid berkata, “Aku datang dari negeri Habasyah saat masih kecil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memberiku pakaian bergaris. Beliau menyentuh garis-garis tersebut dengan tangan beliau seraya mengatakan, ‘Bagus, bagus’.” (HR. al-Bukhari no. 3585)

Salat sambil membawa anak

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah shalat sambil menggendong Umamah, putri Zainab binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dari Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ bin ‘Abdusyams. Apabila sujud, beliau meletakkannya. Ketika kembali berdiri, beliau pun kembali menggendongnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Qatadah al-Anshari)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah shalat (dengan membawa al-Hasan dan al-Husain, –pen.). Apabila beliau sujud, kedua anak tersebut menaiki punggung beliau. Ketika para sahabat ingin mencegah keduanya, beliau memberi isyarat agar mereka membiarkan keduanya. Seusai shalat, beliau memangku keduanya dan berkata, ‘Barang siapa mencintaiku, hendaknya dia mencintai kedua anak ini’.” (HR. Abu Ya’la dari Abdullah bin Mas’ud, dihasankan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no. 312)

Meringankan salat saat mendengar tangis anak

Anas bin Malik berkata, “Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang lebih ringan dan sekaligus lebih sempurna shalatnya daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Pernah beliau mendengar tangisan anak kecil, maka beliau ringankan shalat karena khawatir tangisan itu akan mengganggu konsentrasi ibu si anak.” (HR. al-Bukhari no. 667)

Memberi nama kuniah kepada anak, membolehkan anak bermain dengan burung, menghibur anak ketika bersedih

Anas bin Malik berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam biasa menemui kami. Aku memiliki seorang adik laki-laki yang berkuniah Abu ‘Umair. Dia memiliki seekor burung kecil yang biasa ia mainkan. Suatu saat, burung itu mati. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam masuk ke tempat kami, beliau melihatnya sedang bersedih. Beliau bertanya kepada orang-orang, ‘Mengapa dia bersedih?’ Mereka menjawab, ‘Burung kecilnya mati.’ Mendengar jawaban itu, beliau pun menyapanya, ‘Hai Abu
‘Umair, ada apa dengan burung kecilmu?’.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad no. 333)

Berbuat adil terhadap anak-anak

Dari an-Nu'man bin Basyir, bahwa ibunya, binti Rawahah, pernah meminta kepada ayahnya sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada anaknya, saat itu ayah menangguhkannya sampai setahun, sesudah itu barulah diberikan. Kata ibu, “Saya tidak suka sebelum pemberian itu disaksikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Lalu ayah menggandeng tanganku dan mengajakku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sedangkan waktu itu saya masih kanak-kanak. Ayah berkata kepada beliau, “Ibu anak ini, binti Rawahah, memandang perlu untuk minta persaksian kepada anda atas pemberian yang saya berikan kepada anaknya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya, “Wahai Basyir, apakah kamu memiliki anak selain anak ini?” Ayahku menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Apakah mereka semua kamu beri pemberian seperti itu?” Ayahku menjawab, “Tidak.” Sabda beliau, “Kalau begitu, saya tidak mau menjadi saksi atas pemberian yang kurang adil (zhalim) ini.“ (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

“Bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah kalian di antara anak-anak kalian.” (HR. Al-Bukhari)

Mengajarkan ilmu dan adab kepada anak-anak

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman: 18-19)

‘Ali bin Abi Thalib berkata, “Ajarkanlah kepada dirimu dan keluargamu kebaikan, dan ajarilah mereka adab.” (Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq, Sa’id bin Manshur, Ibnu Jarir, dan al-Hakim)

Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Ajarilah mereka adab dan berilah mereka pengajaran (ilmu).” (Lihat Tuhfatul Maulud 328)

'Abdullah bin ‘Umar berkata, “Perbaikilah adab putramu, sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya, dan dia (putramu) akan dimintai pertanggungjawaban tentang sikap baik/baktinya kepadamu.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

Mengajarkan tauhid dan akidah yang benar kepada anak

Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah niscaya Ia menjagamu, jagalah Allah niscaya kau menemui-Nya di hadapanmu, bila kau meminta, mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah, ketahuilah sesungguhnya seandainya ummat bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan memberi manfaat apa pun selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu dan seandainya bila mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah padamu, pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)

Menanamkan pemahaman kepada anak tentang pahala dan dosa

“Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.“ (Luqman: 16)

Memberikan motivasi kepada anak untuk bersabar dalam melaksanakan syariat agama yang wajib

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman: 17)

Memberi salam kepada anak-anak kecil

Dari Sayyar, ia berkata, “Aku pernah berjalan bersama Tsabit al-Bunani, kemudian kami melewati anak-anak kecil. Maka dia (Tsabit) bercerita bahwa dia pernah berjalan bersama Anas, kemudian melewati anak-anak kecil dan dia mengucapkan salam kepada mereka. Demikian juga Anas bercerita bahwa dia pernah berjalan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian melewati anak-anak kecil, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam kepada mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Mengajari anak untuk meminta izin terlebih dahulu jika hendak masuk

“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan), yaitu sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah shalat Isya'. (Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebahagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nur: 58)

Mengajari anak untuk mencintai sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam

Al-Imam Malik mengatakan, “Dahulu para salaf (pendahulu kita) mengajari anak-anak mereka untuk mencintai Abu Bakar dan Umar sebagaimana mereka mengajarkan salah satu surat al-Qur'an.” (Syarh Ushul I'tiqad Ahlis Sunah wal-Jama'ah no. 2320)

Menggantungkan cambuk/cemeti di dalam rumah

“Gantungkan cambuk di tempat yang bisa dilihat anggota keluarga, karena hal ini adalah pendidikan adab bagi mereka.” (Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, ath-Thabarani dalam al-Kabir, Ibnu 'Adi, dan Abu Nu'aim dalam al-Hilyah dari Abdullah bin Umar dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami' 4021 dan ash-Shahihah 1446. Dikeluarkan pula oleh Abdurrazzaq, ath-Thabarani dalam al-Kabir, al-Khathib dalam Tarikh Baghdad, dan Ibnu 'Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari Abdullah bin 'Abbas sebagaimana dalam Shahihul Jami' 4022 dan ash-Shahihah 1447)

Melarang anak dari perkara yang munkar meskipun belum berusia tujuh tahun

Al-Hasan bin ‘Ali radhiallahu 'anhuma memungut sebutir kurma dari kurma sedekah, lalu dia masukkan kurma itu ke mulutnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda, “Kikh, kikh! Buang kurma itu! Apa kau tidak tahu, kita ini tidak boleh makan sedekah?” (HR. Muslim no. 1069)

FATWA-FATWA KONTEMPORER

Salat di masjid yang dibangun di atas kuburan: HARAM DAN SALATNYA TIDAK SAH. (Syaikh 'Utsaimin)

Mengajak anak yang belum berusia 7 tahun ke masjid: TIDAK MELAKUKANNYA LEBIH UTAMA, karena bisa mengganggu orang yang sedang salat. (Syaikh Bin Baz)

Masuk kamar mandi dengan membawa mushaf: TIDAK BOLEH, kecuali ketika darurat atau apabila khawatir mushafnya dicuri. (Syaikh Bin Baz)

Berkurban dengan lebih dari satu ekor hewan kurban: BERKURBAN DENGAN SATU EKOR HEWAN KURBAN LEBIH UTAMA. (Syaikh 'Utsaimin)

Menyingkat shallallahu alaihi wasallam dengan s.a.w: TIDAK BOLEH. (Syaikh Bin Baz)

Merayakan ulang tahun: TIDAK BOLEH, karena termasuk bidah dan juga menyerupai perbuatan orang-orang kafir. (Lajnah Daimah)

Suami istri bergandengan tangan di hadapan orang-orang untuk sekedar main-main dan bersenang-senang: TIDAK BOLEH. (Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali)

Wanita memakai sepatu hak tinggi: TIDAK BOLEH, karena bisa membahayakan penggunanya dan ada unsur menipu (pemakai tampak lebih tinggi) dan unsur menampakkan perhiasan. (Lajnah Daimah)

Wanita memakai bulu mata buatan: TIDAK BOLEH, karena termasuk perbuatan menyambung rambut yang diharamkan dan merubah ciptaan Allah. (Syaikh Ubaid al-Jabiri)

Wanita memotong rambutnya: BOLEH, selama tidak tasyabbuh dengan laki-laki, maupun wanita-wanita kuffar dan fasiqah. (Syaikh 'Utsaimin)

Wanita menyisir rambutnya dengan belah pinggir: TIDAK PANTAS, karena menyelisihi sunnah. (Syaikh 'Utsaimin)

USG wanita hamil untuk mengetahui jenis kelamin bayi: BOLEH, kecuali jika biayanya sangat besar, maka bisa tergolong menyia-nyiakan harta, karena tidak ada faidah yang berarti kecuali sekedar perasaan gembira saja. (Syaikh 'Utsaimin)

Belajar di sekolah atau tempat kuliah yang campur baur antara laki-laki dan perempuan: TIDAK BOLEH, karena adanya bahaya yang besar dan sebab-sebab fitnah di dalam perkara tersebut. (Syaikh Bin Baz)

Mainan anak-anak berupa gambar, boneka, semacam patung (action figure) makhluk bernyawa: TIDAK BOLEH. (Syaikh Fauzan)

Rokok: HARAM, karena mengandung berbagai kerusakan yang banyak di dalamnya. (Syaikh Bin Baz)

Asuransi komersial: HARAM, karena memakan harta orang lain secara batil dan di dalamnya terdapat ketidakjelasan, penipuan, dan perjudian. (Lajnah Daimah)

Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan: TIDAK SESUAI DENGAN PRINSIP SYARI’AH, karena
mengandung unsur gharar, maisir dan riba. (Komisi Fatwa MUI se-Indonesia)

Jual beli sistem dropship: TIDAK BOLEH, karena menjual sesuatu yang belum diterima. (Ustadz Muhammad Afifuddin)

Kredit motor atau mobil melalui perusahaan pembiayaan (leasing): HARAM, karena akad jual belinya mengandung riba. (Ustadz Muhammad As-Sarbini)

Memboikot produk-produk dari negara tertentu: TIDAK BOLEH, kecuali jika ada perintah dari penguasa atau pemerintah yang sah. (Syaikh Fauzan)

Fotografi dengan obyek makhluk bernyawa:
HARAM, berdasarkan keumuman dalil-dalil tentang larangan menggambar makhluk bernyawa. (Lajnah Daimah)
HARAM, kecuali dalam kondisi darurat seperti perkara keamanan, paspor, izin mengemudi, dan yang semisalnya. (Syaikh Fauzan)

Membuat video dengan obyek makhluk bernyawa: HARAM, berdasarkan keumuman dalil-dalil tentang larangan menggambar makhluk bernyawa. (Lajnah Daimah)

Membeli, menyimpan, menonton, dan mendengarkan televisi: HARAM, karena kejelekannya lebih mendominasi dibanding kebaikannya. (Lajnah Daimah)

Menirukan suara binatang: TIDAK BOLEH, karena Nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menyamakan manusia dengan binatang, kecuali ketika sedang mencela. (Syaikh 'Utsaimin)

FIKIH PERNIKAHAN

Menikah dengan niat untuk memelihara kehormatan diri

“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: mujahid yang berjihad di jalan Allah, budak yang hendak menebus dirinya supaya merdeka, dan orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya.” (HR. at-Tirmidzi 1655, dihasankan al-Albani)

Bersegera untuk menikahkan orang-orang yang belum menikah, dan tidak menolak menikah dengan alasan miskin

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang layak (untuk menikah) dari hamba-hamba sahaya kalian yang laki-laki dan hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (an-Nur: 32)

Bersegera menikah jika sudah ada kemampuan, dan menikah dengan niat untuk lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan

“Wahai segenap para pemuda, siapa di antara kalian yang memiliki kemampuan maka hendaklah dia menikah, karena menikah lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kemaluan, dan barangsiapa tidak mampu maka wajib atasnya berpuasa, karena nikah baginya adalah tameng.” (HR. Bukhari no. 5066, dan Muslim no.1400)

Menikah dengan niat untuk memperbanyak jumlah umat Islam dan menyelisihi pendeta Nasrani

“Menikahlah karena sungguh aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari kiamat, dan janganlah kalian menyerupai para pendeta Nasrani.” (HR. al-Baihaqi, dishahihkan al-Albani)

Bersegeralah menikah jika telah datang calon suami yang baik agama dan akhlaknya

“Jika datang kepadamu seseorang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia, jika tidak kamu lakukan maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan olehnya)

Mencari calon istri yang baik agamanya

“Perempuan dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena nasabnya (keturunannya), karena kecantikannya, dan karena agamanya. Utamakanlah oleh kalian perempuan yang baik agamanya, taribat yadak.” (HR. Muslim no. 3620)

Mencari calon istri yang penuh kasih sayang lagi subur

“Menikahlah dengan wanita yang penuh kasih sayang lagi subur, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan kalian di hadapan umat-umat.” (HR. Abu Dawud no. 2035 dan Nasaai no. 6516 dan dishahihkan oleh Albani. Lihat: Shahih Nasai no. 3026)

Mencari calon istri yang masih gadis

Rasulullah berkata kepada Jabir, “Mengapa bukan (yang masih) perawan, (hingga) engkau bisa "bermain-main" dengannya, dan ia pun bisa "bermain-main" denganmu?”

Mencari calon istri yang memudahkan urusan pernikahannya dan sedikit maharnya

“Di antara berkahnya seorang wanita, memudahkan urusan (nikah)nya, dan sedikit maharnya.” (HR. Ahmad 24651, Al-Hakim 2739, Al-Baihaqi 14135, Ibnu Hibban 4095, Al-Bazzar 3/158, Ath-Thabrani dalam Ash-Shaghir 469, dihasankan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ 2231)

Diharamkan nikah mutah (kawin kontrak)

“Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Namun sekarang Allah telah mengharamkan nikah tersebut sampai hari kiamat.” (HR. Muslim)

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada perang Khaibar telah melarang melakukan mut’ah kepada wanita.” (Muttafaq ‘alaih)

Menikahi dua, tiga, atau empat wanita, atau satu wanita saja jika takut tidak dapat berbuat adil terhadap istri-istrinya

“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (An-Nisa: 3)

Wajib berbuat adil terhadap istri-istrinya

“Siapa yang memiliki dua istri lalu condong kepada salah seorang dari keduanya (berlaku tidak adil), maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan sebelah tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud no. 2133, an-Nasa’i no. 3942, dinyatakan sahih dalam Shahih Abi Dawud, Shahih an-Nasa’i, dan Irwa’ul Ghalil no. 2017)

Suami juga harus berlaku adil dalam urusan mabit (bermalam), dijatahnya istri-istrinya, malam dan siangnya dengan adil, namun boleh bagi seorang istri menghadiahkan gilirannya kepada madunya

“Beliau membagi giliran setiap istrinya sehari semalam, kecuali Saudah bintu Zam’ah, ia telah menghadiahkan siang dan malamnya untuk Aisyah guna mencari keridhaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. al-Bukhari no. 2688)

Apabila seorang istri ditambah hari gilirannya, istri yang lain pun ditambah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha saat pengantin barunya, “Apabila engkau mau, aku akan mencukupkan tujuh hari bersamamu. Namun, kalau aku memberikan waktu tujuh hari denganmu, berarti aku juga memberikan tujuh hari untuk istri-istriku yang lain.” (HR. Muslim no. 3606)

Mengundi para istri apabila ada yang hendak dibawa safar

Apabila ingin safar, beliau shallallahu alaihi wasallam mengundi di antara istri istrinya. Siapa di antara mereka yang keluar undiannya, beliau membawanya dalam safar. (HR. al- Bukhari no. 2688 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Setiap istri ditempatkan di rumah tersendiri

Saat sakit yang mengantarkan kepada kematian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau biasa bertanya, “Di mana aku besok, di mana aku besok?” Beliau menginginkan tiba hari giliran Aisyah. Istri-istri beliau pun mengizinkan beliau untuk berdiam di mana saja yang beliau inginkan. Beliau pun tinggal di rumah Aisyah sampai meninggal di sisi Aisyah. (HR. al-Bukhari no. 5217)

Seorang istri boleh mengirimkan hadiah kepada suaminya saat si suami sedang berada di rumah istri yang lain

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menyampaikan, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di rumah salah seorang istrinya, istri beliau yang lain mengirimkan sepiring makanan untuk beliau. Melihat hal itu, istri yang Nabi sedang berdiam di rumahnya memukul tangan pelayan yang membawa makanan tersebut hingga jatuhlah piring itu dan terbelah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengumpulkan belahan piring tersebut kemudian mengumpulkan makanan yang berserakan, lalu beliau letakkan di atas piring yang terbelah seraya berkata, “Ibu kalian sedang cemburu.” Beliau lalu menahan pelayan tersebut hingga diberikan kepadanya ganti berupa piring yang masih utuh milik istri yang memecahkannya, sementara piring yang pecah disimpan di tempatnya. (HR. al-Bukhari no. 5225)

Boleh para istri berkumpul di malam hari di rumah istri yang sedang mendapatkan giliran

“Mereka (para istri Nabi) berkumpul setiap malam di rumah istri yang didatangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Muslim no. 3613)

Boleh bagi suami untuk masuk menemui istri-istrinya seluruhnya pada hari giliran salah seorang dari mereka, tetapi ia tidak boleh menggauli istri yang bukan hari gilirannya

Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan kepada keponakannya, Urwah bin az-Zubair, “Wahai anak saudara perempuanku! Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu tidak mengutamakan sebagian kami dari yang lain dalam hal berdiamnya beliau di sisi kami saat pembagian giliran. Hampir setiap hari beliau berkeliling ke tempat kami seluruhnya, lalu beliau mendekati setiap istrinya tanpa melakukan jima’. Tatkala beliau sampai ke rumah istri yang mendapat giliran hari itu, beliau pun bermalam di rumahnya.” (HR. Abu Dawud no. 2135, hadits ini hasan sahih sebagaimana dalam Shahih Abi Dawud)

Pernikahan tidak sah kecuali dengan adanya wali

“Wanita manapun yang menikahkan dirinya tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal.” (HR. Tirmidzi dan beliau berkata hadits hasan)

"Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan an-Nasai)

Tidak boleh menikahkan anak gadis tanpa izinnya

“Wanita yang masih gadis tidak boleh dinikahkan sampai diminta izinnya.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Tanda izinnya adalah diamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Boleh menikahkan anak perempuan yang masih kecil dengan laki-laki yang sudah dewasa

“Bahwasanya Abu Bakar menikahkan putrinya Aisyah dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika dia berusia 6 tahun, dan dia berkumpul serumah dengan beliau ketika berusia 9 tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak boleh menikahi saudara perempuan istri dan anak tiri istri

Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu ‘anha, seorang ummul mukminin, pernah berkata kepada suaminya, “Wahai Rasulullah, nikahilah saudara perempuanku, putri Abu Sufyan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Apakah kamu menyenangi hal itu?” “Iya. Toh, saya tidak sendirian sebagai istrimu, saya dapati saya punya madu (istri-istrimu yang lain),” jawab Ummu Habibah. “Aku suka saudara perempuanku ikut menyertaiku dalam kebaikan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh hal itu tidak halal bagiku.” Ummu Habibah berkata lagi, “Kami membicarakan bahwa Anda ingin menikahi putri Abu Salamah.” “Putri Ummu Salamah?” tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meyakinkan. “Iya,” jawab Ummu Habibah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan, “Andainya pun ia bukan rabibahku (putri istriku) yang dalam asuhanku, ia tetap tidak halal bagiku, karena ia adalah putri dari saudara laki-lakiku sesusuan. Aku dan Abu Salamah pernah disusui oleh Tsuwaibah (budak Abu Lahab). Janganlah kalian (para istriku) menawarkan kepadaku (untuk kunikahi) putri-putri kalian dan jangan pula saudara-saudara perempuan kalian.” (HR. al-Bukhari no. 5101 dan Muslim no. 3571)

Tidak boleh menikahi bibi istri dan keponakan istri

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seorang perempuan dinikahi setelah ‘ammahnya dan seorang perempuan dinikahi setelah memperistri khalahnya.” (HR. al- Bukhari no. 5110 dan Muslim no. 3429)

Mengadakan walimah pernikahan (walimatul urs), dan bagi orang-orang yang memiliki keluasan rezeki hendaknya membantu menyiapkan walimah

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat pada diri ‘Abdurrahman bin ‘Auf bekas warna kuning (dari minyak wangi yang biasa dipakai oleh pengantin kala itu, -pent.). Beliau bertanya, “Apa ini?” “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya telah menikahi seorang wanita dengan mahar emas seberat satu nawat (senilai 5 dirham),” jawab ‘Abdurrahman. Beliau bersabda, “Semoga Allah memberkahimu. Adakanlah walimah walaupun dengan seekor kambing.” (Muttafaqun ‘alaih)

Anas radhiyallahu ‘anhu mengisahkan pernikahan beliau dengan Ummul Mukminin Shafiyyah radhiyallahu ‘anha, “Ketika sampai di suatu jalan, Ummu Sulaim mempersiapkan Shafiyyah untuk dihadapkan dan diserahkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam pada waktu malam. Keesokannya, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam telah menjadi pengantin. Beliau bersabda, ‘Barang siapa memiliki sesuatu, hendaknya ia membawanya’.” (Dalam riwayat lain, “Barang siapa memiliki perbekalan, hendaknya ia membawanya kepada kami.”) Kemudian, dibentangkanlah tikar. Datanglah seseorang membawa aqith (susu yang sudah dikeringkan), yang lain membawa kurma, dan yang lain membawa samin. Mereka mencampur makanan tersebut (lalu menyantap hidangan tersebut, dan minum dari kolam-kolam di sekitar mereka yang terisi air hujan).”

Akan tetapi tidak boleh mengkhususkan undangan walimah hanya untuk orang-orang kaya

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah yang di sana hanya orang-orang kaya yang diundang, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Barang siapa tidak memenuhi undangan, dia telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.”

Anak perempuan menabuh rebana dan bernyanyi ketika walimatul urs

“Pemisah antara perkara yang halal (pernikahan) dan yang haram (zina) adalah suara tabuhan rebana.” (HR. an-Nasa’i dan at-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits hasan.”)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya seorang wanita menikah dengan seorang pria Anshar. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam  bersabda, “Wahai ‘Aisyah, tidakkah kalian memiliki nyanyian? Orang-orang Anshar sangat senang dengan nyanyian.” (HR. al-Bukhari)
Dalam riwayat lain beliau bersabda, “Apakah kalian tidak mengutus bersamanya (mempelai wanita) seorang anak perempuan yang akan menabuh rebana dan bernyanyi?” ‘Aisyah bertanya, “Melantunkan apa?” Beliau menjawab,
أَتَيْنَاكُمْ أَتَيْنَاكُمْ فَحَيُّونَا نُحَيِّكُمْ
وَلَوْلَا الذَّهَبُ الْأَحْمَرُ مَا حَلَّتْ بَوَادِيكُمْ
وَلَوْلَا الْحِنْطَةُ السَّمْرَاءُ مَا سَمِنَتْ عَذَارِيكُمْ
Kami mendatangi kalian, kami mendatangi kalian. Berilah salam penghormatan kepada kami, kami pun memberikan salam penghormatan kepada kalian.
Kalaulah bukan karena emas merah, tidak akan gurun-gurun kalian ditempati.
Kalaulah bukan karena gandum coklat, tidak akan gemuk gadis-gadis kalian.

Boleh menyelenggarakan walimah pernikahan dengan seorang istri lebih meriah daripada walimah pernikahan dengan istri yang lain

Tsabit al-Bunani, seorang tabi’in yang mulia dan murid Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, mengatakan, “Disebut-sebut tentang pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Zainab bintu Jahsyin radhiyallahu ‘anha di sisi Anas radhiyallahu ‘anhu, maka ia berkata, ‘Aku tidak pernah melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam menyelenggarakan walimah pernikahan beliau dengan salah satu dari istri-istri beliau melebihi walimah yang diadakannya saat menikahi Zainab’.” (HR. al-Bukhari no. 5171 dan Muslim no. 3489)

Bergaul dengan istri secara patut

“Bergaullah dengan mereka secara patut.” (an-Nisa’: 19)

Berbuat baik kepada istri

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik di antara kalian kepada istrinya dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian kepada istriku.” (HR. at-Tirmidzi no. 3895 dan Ibnu Majah no. 1977, ash-Shahihah al-Albani no. 285)

Memberi nafkah kepada istri sesuai kemampuannya

“Hendaklah orang yang mampu memberi menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan oleh Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya.”
(ath-Thalaq: 7)

Memberikan makan dan pakaian kepada istri, tidak boleh memukul wajahnya, tidak boleh menjelek-jelekkannya, dan tidak boleh mendiamkannya kecuali di dalam rumah

Mu’awiyah bin Haidah radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa saja hak-hak seorang istri yang mesti dipenuhi oleh suaminya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau beri makan istrimu jika engkau makan. Engkau beri pakaian istrimu jika engkau berpakaian. Jangan pukul wajahnya. Jangan menjelek-jelekkannya. Jangan engkau diamkan istrimu kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud no. 2141)

Saling berlemah lembut antara suami istri

“Jika Allah azza wa jalla menghendaki kebaikan pada sebuah keluarga niscaya Dia masukkan di tengah-tengah mereka kelemah-lembutan.” (Lihat: As Silsilah ash Shahihah no. 1219, Shahih al Jami' no. 303)

Berwasiat kepada istri-istri dengan kebaikan

“Hendaklah kalian berwasiat kepada para wanita dengan kebaikan.” (HR. at-Tirmidzi no. 1163 dan Ibnu Majah no. 1851, lihat Adabuz Zifaf hlm. 270)

Bersikap romantis terhadap istri meskipun sedang haid

Aisyah berkata, “Ketika saya haid, saya pernah minum, lalu sisa minuman saya berikan kepada Rasulullah. Rasul kemudian meletakkan bibirnya persis di tempat bibir saya menempel, kemudian beliau minum. Saya juga pernah menggigit daging ketika saya sedang haidh, kemudian saya berikan sisanya kepada Rasulullah, dan beliau meletakkan bibirnya persis di mana bibir saya menempel.” (HR. Muslim)

Aisyah berkata, “Bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersandar di pangkuanku dan aku dalam keadaan haid, lantas beliau membaca Al Qur`an.” (HR. Al Bukhari no. 297 dan Muslim no. 301)

Boleh mencampuri istri yang sedang haid namun tidak boleh sampai jimak

Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apabila salah seorang dari kami haid dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ingin bercampur (selain jima’) dengannya, beliau perintahkan si istri untuk bersarung (menutupi tubuh bagian bawah), lalu beliau pun mencampurinya.” Kata Aisyah, “Siapa di antara kalian yang mampu menahan nafsunya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mampu menguasainya?” (HR. al-Bukhari no. 302 dan Muslim no. 677)

Mandi bersama istri

Diriwayatkan dari Aisyah, Ummu Salamah, Maimunah, dan Ibnu Umar radhiallahu anhum, “Dahulu Nabi mandi bersama istrinya dari satu bejana, hingga suatu ketika Rasul bersabda, ‘Sisakan (air) untukku.’ Dan istri beliau juga berkata, ‘Sisakan air juga untukku ya Rasul.’” (Muttafaqun ‘alaih)

"Bermain-main" dengan istri

Rasulullah berkata kepada Jabir, “Mengapa bukan (yang masih) perawan, (hingga) engkau bisa "bermain-main" dengannya, dan ia pun bisa "bermain-main" denganmu?”

Bemain dan bercanda menggoda istri

Suatu ketika ‘Aisyah bersama Rasulullah mengadakan perjalanan, dan saat itu ‘Aisyah kurus badannya. Rasululloh mengatakan kepada para sahabat, “Berjalanlah kalian terlebih dahulu.” Kemudian beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Kemarilah, aku mau berlomba denganmu.” ‘Aisyah pun berlomba dengan Rasulullah dan dimenangkan oleh ‘Aisyah. Beberapa waktu kemudian aku keluar bersama beliau dalam suatu perjalanan. Rasulullah mengatakan kepada para sahabat, “Berjalanlah kalian terlebih dahulu.” Kemudian beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Kemarilah, aku mau berlomba denganmu.” Dan ketika itu ‘Aisyah dalam keadaan gemuk. ’Aisyah berkata, “Bagaimana mungkin aku berlomba denganmu wahai Rasulullah sementara aku dalam keadaan demikian?” Beliau berkata, “Ayo berlombalah.” Maka ‘Aisyah berlomba dengan Rasulullah dan dimenangkan oleh Rasulullah. Beliau berkata, “Ini sebagai balasan dari perlombaan sebelumnya.” (HR. Ahmad no. 24119 dan 26277, lihat Irwaul Ghalil no. 1502)

Berbincang-bincang dengan istri di malam hari sebelum tidur

Aisyah berkata, “Rasulullah pernah melaksanakan salat dalam keadaan duduk, beliau membaca surat dalam keadaan duduk, maka apabila tersisa bacaan sekitar 30 atau 40 ayat beliau berdiri dan menyelesaikan sisa ayat dalam keadaan berdiri, kemudian ruku dan sujud. Beliau melakukan hal yang sama pada rakaat kedua. Tatkala beliau telah selesai dari shalatnya, beliau melihatku. Apabila aku tidak tidur maka beliau berbincang-bincang denganku dan apabila aku tidur maka beliau berbaring.” (HR. al-Bukhari no. 1119)

Shafiyyah berkata, “Suatu hari Rasulullah beri’tikaf kemudian aku mengunjunginya pada malam hari. Akupun berbincang-bincang dengannya. Tak berapa lama akupun bersiap untuk kembali ke rumah dan Rasulullah mengantarku pulang.” (HR. al-Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175)

Membantu istri mengerjakan urusan rumah tangga

Al-Aswad bertanya kepada Aisyah, “Apa kesibukan Rasululloh selama berada di rumah?” Aisyah menjawab, “Beliau biasa membantu pekerjaan rumah.” (HR. al-Bukhori no. 676)

Suami berhias untuk istrinya, dan istri berhias untuk suaminya

Ibnu Abbas berkata, “Sungguh, aku semangat sekali berhias untuk istriku, sebagaimana halnya aku pun ingin istriku berdandan untukku. Sebab, Allah Yang Mahatinggi sebutan-Nya berfirman, ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf’.” (Diriwayatkan ath-Thabari dalam Tafsir-nya)

Menghindari hal-hal yang bisa mendatangkan kemarahan suami, dan segera meminta keridhoan suami apabila suami marah kepadanya

“Ada 3 kelompok orang yang sholatnya tidak melewati telinga mereka: Budak yang lari (dari tuannya) hingga kembali, seorang wanita yang melewati malam dalam keadaan suaminya marah, dan seorang imam suatu kaum yang mereka membencinya.” (HR. at-Tirmidzi, dihasankan olehnya dan disepakati Al-Albani) 

Tidak boleh seorang istri berdusta dalam rangka memanas-manasi madunya

Seorang perempuan berkata, “Wahai Rasulullah, saya memiliki madu. Apakah saya berdosa apabila saya mengatakan kepadanya bahwa saya diberikan harta ini-itu dari suamiku, padahal sebenarnya suamiku tidak memberikannya?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Orang yang berhias-hias (mengaku-ngaku) dengan apa yang tidak diberikan kepadanya seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (HR. al- Bukhari no. 5219 dan Muslim no. 5549 dari Asma radhiyallahu ‘anha)

Tidak menceraikan istri dan tetap bergaul dengan istri secara patut walaupun suami tidak mencintai istri

“Bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian, apabila kalian tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (an-Nisa’: 19)

Istri yang memiliki kekurangan yang meresahkan suami, maka boleh diceraikan, boleh juga dipertahankan jika tidak sanggup berpisah dengannya

Ketika ada seorang lelaki mengadukan istrinya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa istrinya ‘tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya’, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menitahkan, “Kalau begitu, ceraikan istrimu tersebut.” Si lelaki menjawab, “Aku khawatir jiwaku akan terus-menerus mengikutinya.” (Dalam riwayat lain, “Saya memiliki istri, dia adalah orang yang paling saya cintai.”) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika demikian, bersenang-senanglah dengannya.” (HR. Ahmad, an-Nasa’i, dan yang lainnya)
Dalam riwayat lain, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh si lelaki menceraikan istrinya, dia menjawab, “Saya tidak bisa bersabar (berpisah) darinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyarankan, “Kalau begitu tahanlah istrimu (tidak dicerai).” (Dinyatakan sahih sanadnya oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasa’i)

Bermain-main atau bercanda dalam nikah, talak dan rujuk dihukumi serius

“Tiga perkara yang seriusnya dianggap serius dan main-mainnya dianggap serius: nikah, talak, dan rujuk.”

Masa iddah wanita yang sedang hamil adalah sampai dia melahirkan

“Seorang wanita dalam keadaan hamil, maka berakhirnya masa iddahnya apabila ia telah melahirkan kandungannya.”(Ath-Thalaq: 4)

BERMUAMALAH DENGAN SESAMA MUSLIM

Menegakkan amar maruf nahi munkar

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman: 17)

Menolong saudara sesama muslim yang sedang teraniaya, dan mencegah saudara sesama muslim melakukan kezaliman

“Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zalim atau sedang teraniaya.” Ada yang bertanya, “Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zalim?” Ia menjawab, “Kamu cegah atau kamu larang dia dari melakukan kezaliman. Itulah bentuk pertolonganmu kepadanya.” (HR. Bukhari)

Menjauhi sifat sombong, angkuh, dan membanggakan diri sendiri, dan melunakkan suara ketika berbicara

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman: 18-19)

Tidak boleh menzalimi saudaranya sesama muslim, menghinanya, mendustakannya, meremehkannya, dan merendahkannya

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh dia mendzalimi saudaranya, menghinanya, mendustakannya dan meremehkannya. Takwa itu ada di sini -sambil menunjuk ke dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang dikatakan jahat ketika merendahkan saudaranya semuslim.” (HR. Muslim no. 2564)

Menjaga lisan dan tangan dari menyakiti saudaranya sesama muslim

“Seorang muslim adalah seseorang yang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. al-Bukhari)

Lemah lembut kepada saudaranya sesama muslim dan tidak bersikap keras dan kasar

“Maka oleh sebab rahmat dari Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya engkau menjadi bersikap keras dan berhati kasar sungguh tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu.” (Ali Imran: 159)

“Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu pasti menghiasinya, dan jika tidak ada pada sesuatu pasti menjelekkannya.” (HR. Muslim no. 2594)

Saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi satu sama lain

“Perumpamaan kaum mukminin dalam rasa cinta, kasih sayang, dan belas kasihnya bagai satu tubuh. Apabila satu bahagian tubuh merasa sakit (menderita) maka menjalarlah penderitaan ke seluruh tubuh hingga tak dapat tidur dan panas demam.” (HR. Bukhari)

Saling menguatkan satu sama lain

“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain laksana satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain”. Lalu baginda mendekatkan jari jemarinya.” (HR. Bukhari)

Saling mengunjungi satu sama lain

“Sesungguhnya seorang laki-laki (dari orang-orang sebelum kita) mengunjungi saudaranya di daerah lain. Maka Allah hendak mengujinya, sehingga Allah perintahkan seorang malaikat untuk menghadangnya (di tengah perjalanannya), lalu malaikat tersebut bertanya, ‘Hendak kemanakah engkau?’ Orang itu menjawab, ‘Aku ingin mengunjungi saudaraku di kampung ini.’ Malaikat berkata, ‘Apakah ada satu kenikmatan yang engkau ingin membalasnya (karena hutang budi)?’ Dia menjawab, ‘Tidak, hanya saja aku mencintainya kerana Allah.’ Malaikat berkata, ‘Sesungguhnya aku diutus Allah kepadamu, (untuk menyampaikan) bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya kerana Allah.’” (HR. Muslim)

Ibnu Masud berkata, “Kami (para sahabat) apabila kami kehilangan saudara kami maka kami mendatanginya. Jika dia sakit maka (kedatangan kami) menjadi besukan (baginya), jika dia sedang sibuk maka (kedatangan kami) menjadi bantuan (baginya), dan jika selain itu semua maka (kedatangan kami) sebagai kunjungan (baginya).” (Adab As-Shuhbah 1/107)

Berbuat kepada orang lain apa yang dia suka untuk diperbuat terhadap dirinya

“Siapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaknya dalam keadaan beriman kepada Allah ‘azza wa jalla dan hari akhir saat kematian mendatanginya. Hendaklah dia berbuat kepada manusia apa yang dia suka untuk diperbuat terhadap dirinya.” (HR. Muslim)

“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia menyukai untuk saudaranya apa yang dia sukai untuk dirinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Saling tolong menolong satu sama lain, menghilangkan dan meringankan kesempitan dan kesulitan yang menimpa saudaranya sesama muslim, dan menutup aib saudaranya sesama muslim

“Barang siapa menghilangkan kesempitan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan di dunia, Allah akan menghilangkan kesulitan yang menimpanya dari kesulitan-kesulitan di hari kiamat. Barang siapa yang meringankan seseorang yang sedang tertimpa kesulitan, Allah akan meringankan bebannya di dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutup kejelekan seorang muslim, Allah akan menutup kejelekannya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan menolong seorang hamba apabila hamba tersebut menolong saudaranya. Dan barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju ke surga.” (HR. Muslim)

Menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu

“Sambunglah orang yang memutuskan hubungan denganmu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat jelek kepadamu, dan ucapkanlah perkataan yang benar walaupun berdampak buruk pada dirimu.” (Lihat: Shahih Al Jami' no. 3769, As Silsilah Ash Shahihah no. 1911)

Tidak saling mendengki antara sesama muslim

“Umat manusia akan senantiasa baik, selama tidak saling mendengki.” (Lihat: As Silsilah Ash Shahihah no. 3486, Shahih At Targhib no. 2887)

Mudah dalam memaafkan saudaranya sesama muslim

“Tidaklah sedekah akan membuat harta berkurang, dan tidaklah Allah akan menambahkan pada seorang hamba karena memaafkan (saudaranya) selain (bertambah) kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan hatinya karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)

Tersenyum dan wajah berseri di hadapan saudara sesama muslim

“Senyummu di hadapan saudaramu bernilai shodaqoh untukmu.” (HR. Tirmidzi)

“Janganlah kalian meremehkan sesuatu kebaikan walau dengan wajah berseri ketika berjumpa dengan saudaramu.” (HR. Muslim no. 2626)

Abdullah bin Harits bin Jaza berkata, “Aku tidak melihat seorang pun yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 2880)

Memandang saudaranya yang sedang dihadapi, mendengarkan saudaranya yang sedang berbicara, dan memperluas tempat bagi saudaranya apabila dia hendak duduk

Ibnu Abbas berkata, “Orang yang duduk kepadaku, atasku untuk memberikan kepadanya tiga hak: aku memandangnya apabila aku menghadapnya, aku perluas majelis (tempat) baginya apabila dia duduk, aku mendengarkannya apabila dia berbicara.” (Uyunul Akhbar 1/307)

Saling memberi hadiah

“Hendaklah kalian saling memberi hadiah agar kalian saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, dihasankan al-Albani)

Tidak boleh meminta kembali sesuatu yang sudah diberikan olehnya kepada orang lain, kecuali seorang ayah boleh meminta kembali sesuatu yang sudah diberikan kepada anaknya

“Tidak halal bagi seseorang untuk memberikan suatu pemberian kemudian memintanya kembali, kecuali bagi seorang ayah atas apa yang diberikan kepada anaknya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan yang lainnya, dishahihkan al-Albani dan asy-Syaikh Muqbil)

Bersyukur dan membalas kebaikan yang diberikan saudaranya dengan mengatakan kepadanya jazakallahu khairan

“Barangsiapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan,
جَزَاكَ الله خَيْرًا
(semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.”
(HR. At-Tirmidzi 2035, An-Nasaai dalam Al-Kubra 6/53, Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah 4/1321, Ibnu Hibban 3413, Al-Bazzar dalam Musnad-nya 7/54, dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)

Memuliakan tokoh masyarakat

“Apabila datang kepada kalian seorang pembesar kaum muliakanlah dia.” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 2991)

Menghormati orang-orang tua dan menyayangi anak-anak kecil

“Bukanlah termasuk petunjuk kami  (adab kami) orang yang tidak menghormati orang tua dan menyayangi anak kecil.” (HR. Ahmad, al-Hakim, dihasankan al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 5443)

Bercanda sesekali

“Sesungguhnya saya bercanda dan saya tidaklah mengatakan selain kebenaran.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Kabir, disahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’)

Sungguh, ada seorang lelaki meminta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah kendaraan untuk dinaiki. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Aku akan memberimu kendaraan berupa anak unta.” Orang itu (heran) lalu berkata, “Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta itu?” Nabi Shalallahu alaihi wassalam  bersabda, “Bukankah unta betina itu tidak melahirkan selain unta (juga)?” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, disahihkan al-Albani dalam al-Misykat no. 4886)

Dahulu, ada seorang sahabat bernama Zahir bin Haram radhiyallahu ‘anhu. Dia biasa membawa barang-barang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dari badui (pedalaman) karena dia seorang badui. Apabila Zahir ingin pulang ke kampungnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mempersiapkan barang-barang yang dibutuhkan Zahir di tempat tinggalnya. Zahir ini jelek mukanya, tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyenanginya. Pada suatu hari ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjual barang dagangannya. Diam-diam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mendekapnya dari belakang. Zahir berkata, “Siapa ini? Lepaskan saya!” Zahir lalu menoleh, ternyata ia adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Zahir pun menempelkan punggungnya pada dada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, kalau begitu, niscaya engkau akan mendapatiku sebagai barang (budak) yang tidak laku dijual (karena jeleknya wajah).” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Akan tetapi, engkau di sisi Allah Subhanahu wata’ala bukan orang yang tidak laku dijual.” Atau beliau bersabda, ”Akan tetapi, engkau di sisi Allah Subhanahu wata’ala itu mahal.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad 3/161 dan al-Baghawi dalam Syarhu as-Sunnah)

Tidak boleh menunjuk kepada saudaranya sesama muslim dengan senjata

“Janganlah salah seorang kalian menunjuk kepada saudaranya dengan senjata, karena dia tidak tahu, bisa jadi setan mencabut dari tangannya, lalu dia terjerumus ke dalam neraka.” (Muttafaqun ‘alaih)

Tidak boleh mengambil barang saudaranya sesama muslim walaupun cuma bercanda

“Janganlah salah seorang kalian mengambil barang temannya (baik) bermain-main maupun serius. Meskipun ia mengambil tongkat temannya, hendaknya ia kembalikan kepadanya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim, dihasankan al-Albani dalam Shahih al-Jami’)

Tidak boleh menakut-nakuti saudaranya sesama muslim

“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, lihat Shahihul Jami’ no. 7659)

Menghadiri undangan walimah saudaranya

“Jika salah seorang dari kalian diundang ke walimah, hendaknya dia menghadirinya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Menghadiri undangan walimah walaupun sedang berpuasa

“Apabila salah seorang dari kalian diundang, hendaknya dia memenuhinya. Apabila sedang berpuasa, hendaknya dia mendoakannya, dan apabila tidak berpuasa, hendaknya dia makan.” Dalam hadits Jabir ‘alaihissalam, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan pilihan, “Jika dia menghendaki, hendaknya dia makan (berbuka), dan jika dia menghendaki, hendaknya dia meninggalkannya (tetap berpuasa).”

Tidak boleh mengkhususkan undangan walimah hanya untuk orang-orang kaya

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah yang di sana hanya orang-orang kaya yang diundang, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Barang siapa tidak memenuhi undangan, dia telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.”

Menyebarkan salam

“Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah kalian akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu apabila kalian lakukan akan saling mencintai? Menyebarkan salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Memberi makan dan mengucapkan salam kepada sesama muslim, baik yang kenal maupun yang tidak kenal

Seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Perkara apakah yang dianggap kebaikan dalam islam?” Beliau bersabda, “Engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Memberi salam kepada sesama muslim apabila berjumpa

“Jika bertemu dengannya (seorang muslim) maka berikan salam kepadanya.” (HR. Muslim)

Bersalaman (berjabat tangan) ketika bertemu dengan sesama muslim

“Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian bersalaman kecuali diampuni dosa-dosanya sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalam Shahih al-Jami no. 5777)

Meminta izin sebelum masuk rumah orang lain, dan memberi salam kepada penghuninya

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (an-Nur: 27)

Boleh menunda menjawab salam jika ada hajat

Nabi shallallahu alaihi wasallam menghadap ke arah sumur Jamal kemudian datang seorang laki-laki mengucapkan salam kepada beliau tapi beliau tidak menjawab salam. Hingga beliau menghadap ke tembok kemudian beliau mengusap wajah dan kedua tangannya (bertayammum) kemudian menjawab salam. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Memuji Allah ketika ada saudaranya yang menanyakan keadaannya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada seorang laki-laki, “Bagaimana kabarmu pagi ini wahai fulan?” Orang tersebut berkata,
أَحْمَدُ اللهَ إِلَيْكَ يَا رَسُولَ الله
“Aku memuji Allah dengan sebab engkau wahai Rasulullah.”
Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ini yang aku inginkan darimu.” (Dihasankan al-Albani dalam ash-Shahihah 2952)

Mendoakan mempelai yang baru menikah

Mengucapkan,
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Semoga Allah memberikan barakah untukmu dan memberkahi atasmu, dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan ad-Darimi)

Menjenguk saudara sesama muslim yang sedang sakit dan mendoakannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menjenguk seorang A’rabi (penduduk pedalaman). Dahulu ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menjenguk seseorang, beliau mengatakan,
لاَ بَأْسَ طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Tidak mengapa, insya Allah menjadi penyuci.” (HR. al-Bukhari)

Jibril menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau sakit?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Jibril lalu berkata,
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu, dari segala yang menyakitimu, dari kejelekan setiap jiwa atau ‘ain (pandangan mata yang jahat) yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku menruqyahmu.” (HR. Muslim)

AMALAN-AMALAN LISAN

Menyebutkan berbagai nikmat yang telah diberikan Allah Subhanahu wataala

“Dan adapun nikmat Rabbmu maka ceritakanlah.” (adh-Dhuha: 11)

Menyebut-nyebut nikmat misalnya seorang muslim berkata, “Sungguh kita dalam keadaan baik, alhamdulillah.” “Di sisi kita ada kebaikan yang banyak.” “Kita beroleh nikmat yang sangat banyak, kita harus bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat tersebut.”
Ia tidak boleh berkata, “Kita orang miskin.” “Kita tidak punya apa-apa….”, dsb. Tidak pantas ia berkata demikian padahal ia mendapat kecukupan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semestinya, ia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyebut-nyebut berbagai nikmat-Nya. Ia harus mengakui kebaikan yang Dia berikan kepadanya. Ia tidak boleh menyebut-nyebut kefakirannya, seperti mengatakan, “Kami tidak punya harta, tidak punya pakaian.” “Tidak punya ini, tidak punya itu….” Akan tetapi, ia harus menyebut nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diterimanya dan mensyukuri Rabbnya. (Syaikh Bin Baz)

Bersalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al Ahzab: 56)

Rasulullah keluar menuju kami, lalu kami pun berkata, “Kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara bershalawat kepadamu?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىَ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
(HR. Al Bukhari no. 3370 dan Muslim no. 406 dari shahabat Ka’ab bin ‘Ujrah)

Rasulullah datang kepada kami dan kami bersama Sa’ad bin ‘Ubadah. Lalu Basyir bin Sa’ad berkata kepada beliau, “Allah memerintahkan kami bershalawat kepadamu wahai Rasulullah, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?” Rasulullah pun diam sehingga kami berangan-angan seandainya dia tidak menanyakannya. Lalu beliau bersabda, “Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
(HR. Muslim no. 405 dari hadits Abu Mas’ud)

Tidak mengkhususkan tempat tertentu untuk bersalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam

“Jangan kalian menjadikan kuburanku sebagai (tempat) berhari raya dan jangan kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Dan bershalawatlah kepadaku di manapun kalian berada karena sesungguhnya shalawat kalian (itu) sampai kepadaku.” (HR. Abu Dawud no. 2042 dan dishahihkan Al Albani)