Cari Blog Ini

Sabtu, 14 November 2015

SALAT-SALAT SUNAH

Salat malam

“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, sedang salat yang paling utama sesudah salat fardhu adalah salat malam.” (HR. Muslim)

Salat malam di pertengahan malam yang terakhir

“Sungguh dua rakaat yang dilakukan Anak Adam di pertengahan malam yang terakhir lebih baik baginya dibandingkan dunia dan apa yang ada padanya.” (HR. Muhammad bin Nashr al-Maruzi dalam Qiyamul Lail, Ibnu Syahin dalam at-Targhib fi Fadhailil A’mal wa Tsawabi dzalik)

Bangun dari tidur di akhir malam untuk salat malam

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Beliau shallallahu alaihi wasallam tidur di awal malam dan bangun untuk shalat di akhir malam dan shalat, lalu beliau kembali ke tempat tidurnya. Bila mu'adzin sudah mengumandangkan adzan, maka beliau bersegera. Bila saat itu beliau punya hajat (kepada isterinya), maka beliau mandi. Bila tidak, maka beliau hanya berwudhu' lalu keluar untuk shalat.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Salat witir sebelum tidur, jika khawatir tidak bisa mengerjakannya di akhir malam

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, “Kekasihku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberiku wasiat dengan tiga perkara: berpuasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dua raka’at Dhuha, dan melaksanakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)

Abu Darda’ radhiallahu anhu juga berkata, “Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberiku wasiat dengan tiga perkara yang aku tidak pernah meninggalkannya selama aku hidup, yaitu puasa tiga hari di setiap bulan, shalat Dhuha, dan melaksanakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Muslim no. 722)

Tidak boleh mengkhususkan salat malam pada malam Jumat

“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum'at dengan shalat malam di antara malam-malam yang lain, dan jangan pula dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya.” (HR. Muslim)

Salat rawatib 12 rakaat sehari semalam

“Barangsiapa yang shalat 12 raka'at di waktu siang dan malamnya, maka akan dibangunkan baginya rumah dalam jannah.” (HR. Muslim)

Salat rawatib dua rakaat sebelum salat subuh, yang dikerjakan dengan ringan

“Dua rokaat fajar (salat sunah sebelum Subuh) lebih baik dari dunia dan seluruh isinya.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain dengan lafazh, “Sungguh kedua raka’at tersebut lebih aku cintai daripada dunia semuanya.”
Aisyah berkata, “Beliau shallallahu alaihi wasallam sama sekali tidak pernah meninggalkan kedua rakaat tersebut.”
Aisyah juga berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menjaga amalan nafilah lebih kuat dibanding konsistensi beliau menjaga dua rakaat fajr.”

Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan pelaksanaan dua rakaat shalat yang dikerjakan sebelum shalat shubuh, sampai-sampai aku mengatakan, ‘Apakah beliau membaca Ummul Kitab (surat al-Fatihah)?’ (Muttafaqun ‘alaihi dari Aisyah)

Membaca surat al-Kafirun dan surat al-Ikhlash pada salat dua rakaat sebelum salat subuh

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada shalat dua rakaat fajr surat Qul Ya Ayyuhal Kafirun dan surat Qul Huwallahu Ahad. (HR. Abu Dawud)

Membaca ayat 136 surat al-Baqarah dan ayat 64 surat ali Imran pada salat dua rakaat sebelum salat subuh

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada dua rakaat fajr,
قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا
dan berikutnya ayat yang pada surat Ali ‘Imran,
تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم
(HR. Muslim)

Berbaring miring kanan setelah salat dua rakaat sebelum salat subuh

Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila shalat dua rakaat fajr, beliau kemudian berbaring pada bagian kanannya. (HR. Al-Bukhari dari Aisyah)

Mengerjakan salat sunah dua rakaat sebelum salat subuh setelah salat subuh karena belum sempat mengerjakannya sebelum salat subuh

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang pria shalat dua rakaat setelah shalat shubuh. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegurnya, “Shalat shubuh itu hanya dua rakaat.” Maka pria tersebut menjawab, “Aku tadi belum sempat mengerjakan shalat dua rakaat yang dikerjakan sebelumnya (yakni qabliyah shubuh), maka aku mengerjakannya sekarang.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun diam (tanda setuju). (HR. Abu Dawud, disahihkan Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh At-Tirmidzi)

Salat rawatib empat rakaat sebelum salat zuhur

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam senantiasa shalat empat rakaat sebelum dhuhur setelah masuk waktunya, dan Beliau bersabda, “Sesungguhnya pintu-pintu langit terbuka, maka Aku suka melakukan amalan saleh pada waktu tersebut.” (HR. Ahmad dengan sanad yang sahih)

Salat rawatib empat rakaat setelah salat Jumat

“Barangsiapa yang shalat setelah shalat jum’at, hendaknya dia shalat empat raka’at.” (HR. Muslim)

Salat dhuha

“Tidaklah mampu menjaga pelaksanaan shalat dhuha melainkan seorang yang senantiasa kembali kepada Allah (awwab), dan shalat dhuha itu merupakan shalatnya orang-orang yang senantiasa kembali kepada Allah (al awwabin).” (Lihat: Shahih Al-Jami' no. 7628)

Salat dhuha dua rakaat, atau empat rakaat, atau enam rakaat, atau delapan rakaat, dan boleh lebih dari delapan rakaat, tetapi yang lebih utama adalah tidak lebih dari delapan rakaat

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, “Kekasihku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberiku wasiat dengan tiga perkara: berpuasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dua raka’at Dhuha, dan melaksanakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)

Abu Darda’ radhiallahu anhu juga berkata, “Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberiku wasiat dengan tiga perkara yang aku tidak pernah meninggalkannya selama aku hidup, yaitu puasa tiga hari di setiap bulan, shalat Dhuha, dan melaksanakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Muslim no. 722)

Ummu Hani’ Radhiallahu ‘anha berkata, “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam masuk ke rumahnya pada waktu Fathu Makkah, lalu beliau mandi dan melakukan shalat sebanyak delapan raka’at. Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringkas darinya, hanyasaja beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (HR. Al-Bukhari no. 7711)

Aisyah Radhiallahu ‘anha berkata, “Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dhuha sebanyak empat raka’at dan menambahnya sekehendak beliau.” (Shahih Muslim no. 1175)

Salat dhuha lebih utama dikerjakan ketika telah terik matahari, namun boleh juga dikerjakan setelah matahari terbit (setelah lewat waktu larangan)

“Shalatnya orang-orang yang kembali (awwabin) ialah jika telah terik matahari.” (HR. Muslim no. 748)

“Barangsiapa melaksanakan shalat shubuh berjama’ah kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua raka’at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah. Sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. At-Tirmidzi)

Lebih ditekankan untuk salat dhuha jika baru datang dari safar

Abdullah bin Syaqiq Rahimahullah bertanya, “Apakah dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dhuha?” Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali jika baru datang dari safar.” (HR. Muslim)

Salat malam, salat dhuha, dan salat rawatib dilaksanakan dengan dua rakaat dua rakaat (melakukan salam tiap dua rakaat)

“(Pelaksanaan) shalat malam dan (shalat) siang adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Salat sunah dua rakaat jika berniat dalam suatu urusan (salat istikharah)

“Jika salah seorang di antara kalian berniat dalam suatu urusan maka lakukanlah shalat sunah dua raka’at yang bukan shalat wajib, kemudian berdoalah meminta kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari)

Memisahkan antara salat wajib dengan salat sunah dengan ucapan atau berpindah tempat

“Janganlah suatu shalat disambung dengan shalat (secara langsung) hingga kita berbicara atau keluar.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad)

Salat sunah sambil duduk, membaca surat sambil duduk, kemudian berdiri apabila tersisa beberapa ayat dan menyelesaikan sisa ayat sambil berdiri

Aisyah berkata, “Rasulullah pernah melaksanakan salat dalam keadaan duduk, beliau membaca surat dalam keadaan duduk, maka apabila tersisa bacaan sekitar 30 atau 40 ayat beliau berdiri dan menyelesaikan sisa ayat dalam keadaan berdiri, kemudian ruku dan sujud. Beliau melakukan hal yang sama pada rakaat kedua.” (HR. al-Bukhari no. 1119)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar