Cari Blog Ini

Sabtu, 14 November 2015

WARA

Meninggalkan perkara-perkara yang meragukan

“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. At-Tirmidzi dan dia berkata: Hadits hasan sahih)

Meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat

“Merupakan tanda baiknya Islam seseorang adalah dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. At-Tirmidzi dan lainnya, dishahihkan al-Albani)

Berkata al-Hasan rahimahullah, “Di antara alamat berpalingnya Allah dari seorang hamba adalah Allah menyibukkannya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.”

Berkata Yunus bin Ubaid rahimahullah, “Meninggalkan perkataan yang tidak bermanfaat lebih utama daripada puasa sehari.”

Berkata al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Barangsiapa yang menginginkan Allah menyinari hatinya, maka tinggalkanlah perkataan yang tidak bermanfaat.”

Meninggalkan perkara-perkara yang tidak ada kepentingannya denganmu

Muhammad bin Ka’b mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabat, “Orang yang pertama kali akan masuk kepada kalian adalah lelaki penghuni surga.” Masuklah Abdullah bin Salam radhiallahu ‘anhu. Mereka pun berdiri dan memberi tahunya tentang kabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Mereka bertanya, “Beri tahu kami tentang amalan yang paling engkau pegangi.” Abdullah bin Salam menjawab, “Sesungguhnya amalanku sangat lemah. Amalan yang paling aku harapkan adalah selamatnya hatiku (dari niat buruk) dan meninggalkan sesuatu yang tidak ada kepentingannya denganku.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 151-152)

Berniat dalam segala sesuatu (meniatkannya sebagai ibadah)

Zubaidi Al Yami berkata, “Sesungguhnya aku sangat senang memiliki niat sebelum melakukan segala sesuatu, sampai pada perkara makan dan minum.”
Dan beliau berkata pula, “Berniatlah dalam segala sesuatu jika engkau menginginkan kebaikan, sampai engkau keluar membuang sampah.” (Jami'ul 'Ulum wal Hikam Libni Rajab Al Hambali)

Mengikhlaskan niat

Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Tidak ada sesuatu yang paling sulit aku obati dibandingkan niat, dikarenakan niat berubah-berubah terhadap diriku.” (Jami'ul Ulum wal Hikam libni Rajab Al Hambali)

Mutharrif bin Abdillah berkata, “Baiknya hati dengan baiknya niat,  dan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Jami'ul Ulum wal Hikam libni Rajab Al Hambali)

Ibnul Mubarok berkata, “Terkadang amalan kecil besar pahalanya dikarenakan niatnya, dan terkadang amalan besar kecil pahalanya disebabkan niatnya.” (Jami'ul Ulum wal Hikam libni Rajab Al Hambali)

Ibnu 'Ajlan berkata, “Amalan itu tidak akan baik kecuali memenuhi tiga perkara: Takwa kepada Allah, niat yang baik, dan bersesuaian dengan sunnah.” (Jami'ul Ulum wal Hikam libni Rajab Al Hambali)

Fudhail bin 'Iyadh berkata, “Sesungguhnya Allah menginginkan kepadamu niatmu yang baik dan tujuanmu yang baik.” (Jami'ul Ulum wal Hikam libni Rajab Al Hambali)

Menyembunyikan amal

Abu Hazim Salamah bin Dinar Al-A’raj berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau berusaha menyembunyikan keburukan-keburukanmu.” (Hayatus Salaf, hal. 254)

Takut akan dosa-dosanya

“Seorang yang beriman melihat dosa-dosanya seperti dia berada di bawah gunung, dia takut apabila gunung tersebut menimpanya, dan seorang fasiq melihat dosa-dosanya seperti lalat yang terbang di atas hidungnya, maka dia singkirkan seperti ini, yaitu diusir dengan telapak tangannya.” (HR. Bukhori 6308)

Menjauhi bidah

Ibnu Mas’ud berkata, “Ikutilah (Sunnah Nabi) janganlah melakukan bid’ah, karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan seluruh bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan Abu Khaitsam dalam Kitabul Ilm dan Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam as-Sunnah)

Ibnu Umar berkata, “Semua bid’ah adalah sesat sekalipun manusia memandangnya baik.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Madkhal dan Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam as-Sunnah)

Muadz bin Jabal berkata, “Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena perkara yang diada-adakan (dalam agama) adalah sesat.” (Hilyatul Auliya’ 1/233)

Hudzaifah berkata, “Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan komentar bagi yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibanah)

Ibnu Abbas berkata, “Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah dan istiqamah, ikutilah (Sunnah Nabi) jangan berbuat kebid’ahan.” (Diriwayatkan oleh ad-Darimi)

Ibnu Mas’ud berkata, “Sederhana di dalam Sunnah lebih baik dibandingkan bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Riwayat al-Hakim)

Zuhud terhadap harta

“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia.” (Thoha: 131)

“Lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian dan jangan melihat yang lebih tinggi dari kalian. Sebab, hal itu lebih pantas untuk kalian agar tidak meremehkan nikmat Allah Subhanahu wata’ala yang diberikan kepada kalian.” (Muttafaqun ‘alaih)

“Sungguh dinar dan dirham ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian dan keduanya juga akan membinasakan kalian.” (Lihat: Silsilah ash-Shahihah 1703, Shahihul Jami' 2245)

“Aku pernah shalat Ashar di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah lalu beliau salam, kemudian bangkit dengan segera. Beliau melangkahi orang-orang yang ada menuju kamar salah satu istrinya. Orang-orang pun khawatir melihat ketergesaan beliau. Tak lama kemudian beliau keluar menemui mereka. Beliau melihat keheranan mereka dengan ketergesaan beliau. Beliau pun bersabda, ‘(Ketika shalat) aku sempat teringat emas yang ada pada kami, aku tidak suka emas itu menahanku maka aku menyuruh orang untuk membaginya’.” (HR. al-Bukhari no. 851)

Zuhud terhadap dunia, kedudukan, dan kemuliaan

“Sesungguhnya bersemangat dalam mendapatkan dunia, kedudukan, kemuliaan, bisa merusak agama seseorang, sebagaimana serigala-serigala bisa merusak apabila serigala-serigala dimasukan ke dalam kerumunan kambing, bahkan dunia lebih merusak dibandingkan serigala-serigala tersebut.” (HR. Ahmad 3/456, Tirmidzi 2376, disahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami)

Tidak menyia-nyiakan harta

“Sesungguhnya Allah membenci tiga perkara untuk kalian: dikatakan dan mengatakan (gosip), penyia-nyiaan harta, dan banyak bertanya.” (HR. al-Bukhari 1477 dan Muslim 593)

Menundukkan pandangan dari wanita yang tidak halal

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, “Jika seorang wanita lewat depanmu, maka tundukan pandanganmu sampai wanita itu berlalu.” (Al Wara' Libni Abid Dunya: 66)

Menjaga lisannya

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Suatu hari ‘Abdullah bin Mas’ud naik mendaki bukit shafa` sambil memegang lisannya, beliau berkata, “Wahai lisan, bicaralah yang baik niscaya engkau akan menang (beruntung) dan diamlah (jangan berbicara) dari yang jelek, niscaya engkau akan selamat, sebelum engkau menyesal. Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kesalahan terbanyak seorang anak Adam, bersumber dari lisannya.’” (HR. at-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir. Lihat: as-Silsilah ash-Shahihah 534)

“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya.” (HR. Tirmidzi)

“Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim no. 2988)

Tidak banyak bicara

Abdullah bin Abi Zakariya Al-Khuza’i rahimahullah berkata, “Aku melatih diri untuk tidak berbicara yang tidak bermanfaat bagiku selama 20 tahun, sebelum aku mampu melakukan sesuai yang kuinginkan.” (Al-Muntazham fii Taarikhil Muluk wal Umam, 7/181)

Beliau rahimahullah juga berkata, “Barang siapa yang banyak bicaranya, maka banyak pula salahnya. Barang siapa yang banyak salahnya, maka akan sedikit sifat wara'nya. Barang siapa yang sedikit sifat wara'nya, maka Allah akan matikan hatinya.” (Hilyatul Auliya 5/149)

Tidak banyak bertanya

“Sesungguhnya Allah membenci tiga perkara untuk kalian: dikatakan dan mengatakan (gosip), penyia-nyiaan harta, dan banyak bertanya.” (HR. al-Bukhari 1477 dan Muslim 593)

Tidak banyak tertawa

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Janganlah engkau sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3400)

Tidak memberitahukan umurnya kepada orang lain

Berkata al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah, “Tidak termasuk muruah (penjagaan kehormatan diri), jika memberitahukan umurnya kepada orang lain, karena jika ia masih muda akan diremehkan, jika sudah tua akan dilecehkan.”

Selektif memilih teman

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seseorang tergantung agama teman akrabnya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian memerhatikan siapa yang dijadikan sebagai teman akrab.” (HR. Abu Dawud dalam As-Sunan 2/293, At-Tirmidzi As-Sunan 2/278, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/171 dan Ahmad dalam Al-Musnad 2/303 dan 334. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah no. 927)

Abu Darda’ berkata, “Di antara yang menunjukkan kefakihan seseorang adalah dengan dia selektif bersama siapa dia berjalan, masuk ke tempat siapa dan duduk bersama siapa.” (Faedah dari Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali)

Menjaga pergaulan dengan saudaranya sesama muslim

Umar bin Abdilaziz berkata, “Anggaplah orang tua dari kalangan muslimin di sisi Anda sebagai bapak, jadikanlah yang masih muda di antara mereka sebagai anak, dan yang pertengahan umurnya sebagai saudara, maka siapakah di antara mereka yang Anda ingin berbuat buruk kepadanya?” (Jami'ul 'Ulum wal Hikam hlm. 456)

Yahya bin Mu'adz ar-Razi berkata, “Hendaknya seorang mukmin mendapati tiga hal ini dari Anda: Jika Anda tidak bisa memberi manfaat kepadanya, janganlah memberinya mudarat, jika Anda tidak mampu membuatnya gembira, janganlah membuatnya sedih, dan jika Anda tidak memberi pujian kepadanya, janganlah mencelanya.” (Jami'ul 'Ulum wal Hikam hlm. 456)

Menjaga makan

Ibnu Abi ad-Dunya meriwayatkan dari Muhammad bin Wasi’ bahwa dia berkata, “Siapa yang sedikit makannya dia akan bisa memahami, membuat orang lain paham, bersih, dan lembut. Sungguh, banyak makan akan memberati seseorang dari hal-hal yang dia inginkan.” (Jami’ al-Ulum wal Hikam, hlm. 576—577)

Diriwayatkan dari Utsman bin Zaidah, dia berkata bahwa Sufyan ats-Tsauri mengirim surat kepadanya (di antara isinya), “Apabila engkau ingin tubuhmu sehat dan tidurmu sedikit, kurangilah makan.” (Jami’ al-Ulum wal Hikam, hlm. 576—577)

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham, “Siapa yang menjaga perutnya, dia bisa menjaga agamanya. Siapa yang bisa menguasai rasa laparnya, dia akan menguasai akhlak yang terpuji. Sungguh, kemaksiatan akan jauh dari orang yang lapar, dekat dengan orang yang kenyang. Rasa kenyang akan mematikan hati. Akan muncul pula darinya rasa senang, sombong, dan tawa.” (Jami’ al-Ulum wal Hikam, hlm. 576—577)

Diriwayatkan dari Abu Sulaiman ad-Darani, “Jika jiwa merasakan lapar dan dahaga, kalbu akan bersih dan lembut. Jika jiwa merasakan kenyang dan puas minum, kalbu menjadi buta.” (Jami’ al-Ulum wal Hikam, hlm. 576—577)

Diriwayatkan pula dari asy-Syafi’i, “Rasa kenyang akan memberati badan, menghilangkan kewaspadaan, mendatangkan rasa kantuk, dan melemahkan pemiliknya dari beribadah.” (Jami’ al-Ulum wal Hikam, hlm. 576—577)

Zuhud terhadap dunia dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jadilah engkau (hidup) di dunia ini seakan-akan seperti orang asing atau orang yang safar (orang yang melakukan perjalanan).”
Ibnu Umar berkata, “Apabila engkau berada di waktu sore maka jangan tunggu waktu pagi dan apabila engkau berada di waktu pagi maka jangan menunggu waktu sore, manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. al-Bukhari
no. 6416)

Al-Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Seorang mukmin dalam kehidupan dunia adalah orang yang sedih dan susah, semangatnya adalah sebatas mempersiapkan perbekalan.” (Lihat
Jami’ul Ulum wal Hikam juz 2, hal. 378-379)

Al-Hasan al-Bashri berkata, “Seorang mukmin adalah ibarat orang asing, tidaklah dia bersedih dikarenakan rendah kedudukannya di kalangan mereka dan dia pun tidak akan ikut bersaing di dalam memperebutkan kedudukan. Dia memiliki kepentingan sendiri sementara orang lain pun memiliki kepentingan sendiri.” (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam juz 2, hal. 379)

“Ada 2 nikmat yang kebanyakan manusia tertipu dengannya yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. al-Bukhari no. 6412)

“Gunakanlah 5 kesempatan sebelum datangnya 5 penghalang: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang kemiskinanmu, waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. al-Hakim no. 7846, Shahihul Jami’ no. 1077)

“Bersegeralah beramal sebelum datangnya 6 perkara: terbitnya matahari dari arah barat, munculnya asap, munculnya dajjal, munculnya hewan yang bisa berbicara, kematian, dan hari kiamat.” (HR. Muslim no. 2947)

Menjaga salat berjamaah di masjid

Berkata Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah, “Datangmu menuju shalat (di masjid) sebelum iqamat merupakan bentuk pemuliaan terhadap ibadah shalat.” (Fathul Bàri Libni Rajab 3/533)

Berkata Ibrahim At-Taimiy rahimahullah, “Jika engkau melihat seseorang mengentengkan (tidak semangat) dalam mendapatkan takbiratul ihram, maka cucilah tanganmu darinya (berlepas diri darinya).” (Siyar A'lamin Nubalà 5/84)

Waki' bin Al Jarrah berkata, “Barangsiapa yang tidak mendapatkan takbir pertama (takbiratul ihram) maka jangan harap kebaikan padanya.” (Syu'abul Imàn Al Baihaqi 3/74)

Berkata Sufyan bin 'Uyainah rahimahullah, “Janganlah engkau seperti hamba yang buruk, tidak datang (ke masjid) kecuali setelah dipanggil (adzan).” (At Tabshirah Ibnul Jauziy 131)

Sa'id Ibnul Musayyib rahimahullah berkata, “Saya tidak pernah ketinggalan takbir pertama (takbiratul ihram) semenjak 50 tahun, dan saya tidak pernah melihat punggung seseorang semenjak 50 tahun (yakni: beliau selalu di shaf pertama).” (As Siyar 4/30)

Bersungguh-sungguh mengerjakan amalan-amalan nafilah

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Ayahku mengerjakan salat setiap hari dan malamnya tiga ratus rakaat. Namun ketika beliau sakit karena siksaan penguasa, tubuhnya pun menjadi lemah, dan beliau salat sehari semalam seratus lima puluh rakaat.” (Siyar Alamin Nubala 11/ 212)

Wanita tetap tinggal di dalam rumah

“Wanita itu aurat. Jika dia keluar rumah, setan memerhatikannya dan menghiasinya (dalam pandangan lelaki).” (HR. at-Tirmidzi no. 1173, disahihkan oleh al-Albani dalam al-Misykat no. 3109 dan al-Irwa’ no. 273)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar