Cari Blog Ini

Kamis, 31 Maret 2016

MENGGUNAKAN PEWANGI PAKAIAN

〰〰〰〰〰〰〰
🔰TANYA JAWAB 🔰
〰〰〰〰〰〰〰

❓PERTANYAAN:
Afwan ustadz ana mau tanya: Bagaimana hukum wanita keluar rumah dengan memakai pakaian yang wangi sebab pada saat dicuci mengunakan pewangi pakaian seperti Molto? Jazakumullahu khairan.

✅ JAWABAN:
Jika keluar rumahnya itu akan melewati jalan yg bau semerbak wanginya akan tercium laki-laki yg bukan mahram, tidak diperbolehkan

Sebaiknya jika ingin mencuci menggunakan pewangi pakaian, dipisahkan antara pakaian laki-laki (yang bisa menggunakan pewangi) dengan pakaian wanita. Pakaian wanita jangan menggunakan pewangi, jika itu pakaian untuk keluar rumah. Termasuk pewangi saat menyetrika juga perlu memperhatikan pemisahan semacam itu.

Dalam hadits, dinyatakan:

أيما امرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا من ريحها فهي زانية

Wanita mana saja yang memakai wewangian, kemudian berjalan melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, maka dia adalah wanita pezina (H.R anNasaai, dihasankan Syaikh al-Albaniy)

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:

أيما امرأة أصابت بخورا فلا تشهد معنا العشاء الأخرة

Wanita mana saja yg memakai bakhur (semacam wewangian), maka jangan ikut sholat Isya bersama kami (kaum lelaki di masjid)(H.R Muslim)

❓PERTANYAAN:
Pezina dalam hadist tersebut maksudnya dosanya semisal berzina atau wanita tersebut melakukan perbuatan yang mengarah pada perzinahan ataukah dihukumi sama dengan seorang wanita yang sedang  berzina selama dia berada diluar rumah ustadz?

✅JAWABAN:
Dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi syarh Sunan atTirmidzi bahwa maksudnya ia seperti pezina yang membangkitkan syahwat para lelaki dengan semerbak harum yang disebarkannya. Sehingga kemudian para lelaki itu memandangnya, sehingga menyebabkan zina mata.

👆Dijawab oleh Ustadz Abu Utsman Kharisman hafidzahullah. Dinukil dari Grup WA al-I'tishom

〰〰〰〰〰〰
📚🔰 Salafy Kendari || http://bit.ly/salafy-kendari

Kisah Baqi’ bin Makhlad

salafymedia.com
Kisah salaf

🎓 SHODAQOH ROHIMAKUMULLAH‼️

🔍 Kisah Pencari Ilmu Yang Sejati📚

👣👞Pada suatu hari Baqi’ bin Makhlad melakukan perjalanan dari Andalus🏝 menuju Baghdad dengan berjalan kaki, melewati daratan, lautan, serta🏔 gunung–gunung.

Ketika itu umur beliau baru 20 tahun. Tujuan beliau melakukan🐾 perjalanan tersebut adalah untuk bertemu dengan Al-Imam Ahmad bin Hambal dan 📚 menuntut ilmu darinya.

Tatkala beliau mendekati Kota Baghdad 🏞 ternyata sampai kepadanya kabar tentang ujian yang menimpa Al-Imam Ahmad bin Hambal. Dikarenakan beliau 🎓 rahimahulloh tidak mau berpendapat bahwa Al Qur’an adalah makhluq❌.

Sampai pula kabar bahwa Al-Imam Ahmad 🚫 dilarang untuk mengajar dan mengadakan majelis (pengajian), beliau dipaksa untuk tinggal di rumahnya🏡.

🔊💧Kemudian Baqi’ berkata : “Akupun bersedih dengan kesedihan yang sangat karena hal itu. “

👣👞Akan tetapi Baqi’ tetap meneruskan perjalanannya. Setibanya beliau di Baghdad, beliau meletakkan perbekalannya dan pergi menuju masjid Al Kabir🕌 (Masjid Agung) yang ada di Baghdad.

Kemudian beliau pergi mencari 🔍 rumah Imam Ahmad, maka ditunjukkanlah kepada beliau rumah 🏡 Imam Ahmad.

🚪 Kemudian beliau mengetuk pintu rumah dan Imam Ahmad pun membukanya.

🔊Baqi’ berkata kepada Imam Ahmad : “Aku adalah orang yang asing di negeri ini dan ingin mencari ilmu 📚, tidaklah aku melakukan perjalanan ini kecuali kepadamu.”

📣🎓 Kemudian Imam Ahmad bertanya : “Di manakah tempat tinggalmu❓”

Baqi’ menjawab : “Di Barat jauh, aku mengarungi lautan 🚢 dari negriku menuju ke Afrika.”

🎓🔊 Imam Ahmad berkata, “Sesungguhnya tempat tinggalmu🏜 jauh sekali, dan aku ingin membantumu akan tetapi keadaanku seperti ini, (sedang diuji dan ditahan dirumahku).”

🔎 Maka Baqi’ berkata,

“🎓🔊Wahai Abu Abdillah (kunyah Imam Ahmad) … aku adalah orang yang asing, tidak ada satupun dari orang Baghdad yang mengenaliku, jika engkau mau aku akan datang kepadamu setiap hari akan tetapi dalam bentuk seorang pengemis.

🏡 Kemudian aku ketuk pintu rumahmu 🚪 aku meminta shadaqah.

📜 Kemudian engkau membacakan kepadaku walaupun satu hadits dalam sehari.”

🎓✅ Maka Imam Ahmad berkata : “Baiklah … Engkau boleh seperti itu tetapi dengan syarat engkau tidak menceritakan keadaanmu itu kepada Ashhabul Hadits (para pencari hadits) yang lain, karena nanti mereka akan iri kepadamu”

🔊 Maka Baqi’ berkata : “Aku bawa sebatang kayu di tanganku dan aku balut kepalaku dengan kain kemudian aku masukkan kertas dan penaku 📝 di kantong bajuku.

🏡👣 Kemudian aku pergi menuju rumah Imam Ahmad dan mengetuk pintu rumahnya dan berteriak (meminta shadaqoh) “Shadaqah rahimakumullah‼️”

🚪📖Maka kemudian Imam Ahmad keluar menemuiku dan memasukkanku ke rumahnya dan mengunci pintu rumah, kemudian membacakan kepadaku dua atau tiga hadits sehingga terkumpul padaku 300 hadits.”

🌧🚿Kemudian suatu hari Allah menghilangkan ujian yang menimpa Imam Ahmad dan diizinkannya beliau untuk mengajar 🕌 dan mengadakan majelis-majelis taklim.

🐾 Maka, apabila aku datang di majelis beliau, maka beliau memerintahkan untuk meluaskan tempat duduk untukku dan mendudukkanku di sampingnya.

📣 Beliau berkata kepada muridnya, “Ini adalah seorang yang pantas dikatakan “Tholibul Ilmu” penuntut ilmu agama yang sebenarnya.”

Kemudian beliau menceritakan kisahku kepada mereka..
-selesai-

Referensi:
📕 Kitab Waratsatul Anbiya’, Asy Syaikh Abdul Malik bin Muhammad Qasim, Hal. 63 – 64.

✅ Demikianlah, dengan kepayahan dan rintangan serta semangat yang besar barulah seseorang dikatakan sebagai 📕 THALIBUL IMLI (Penuntut Ilmu yang sebenarnya). Lantas bagaimana dengan kita⁉️

✍ Admin Almanshuroh Mujur

Sumber:
www.islammujur.com

🍃🌾🍃🌾🍃🌾

Dipublikasikan oleh ⤵
___________________________
almuwahhidiin.salafymedia.com
📚 طالب العلم جيكارنج

Pada,  Rabu 21 Jumadil akhir 1437H/30 Maret 2016M Jam 14.58 Wib

Didukung oleh: WebMasterKHAS

http://salafymedia.com/blog/kisah-salaf/

BERJALAN TANPA ALAS KAKI

SUNNAH NABI YANG NYARIS TERLUPAKAN

”BERJALAN TANPA ALAS KAKI”

Dari Abdulloh bin Buroidah bin Al Hushoib Al Aslamy:

” Dulu, Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- pernah MEMERINTAHKAN KAMI AGAR SESEKALI BERJALAN TANPA ALAS KAKI.”

(Dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al Albaaniy dalam Shohih Abu Dawud no. 4160)

عبد الله بن بريدة بن الحصيب الأسلمي كان النبي صلى الله عليه وسلم  ” يأمرنا أن نحتفي أحيانا”

(صححه الألباني رقم : ٤١٦٠ – صحيح أبي.داود)

JENGGOT TIDAK BERDOSA

JENGGOT TIDAK BERDOSA

Al ‘Allaamah Asy-Syaikh Muqbil bin Hadiy Al Waadi’iy -rohimahulloh- berkata:

”Jika kamu melihat ada orang yang berjenggot BERDUSTA,

Dan jika kamu melihat ada orang yang berjenggot BERKHIANAT,

Dan jika kamu melihat ada orang yang berjenggot MENCURI,

Maka yang tercela bukanlah jenggotnya,
namun yang tercela adalah PEMILIKNYA.

(Dari WA MASYAYIKH ADEN)

Selasa, 29 Maret 2016

JANGAN JADIKAN TOKOH-TOKOH YANG MENYESATKAN SEBAGAI TEMAN DEKAT/ PENOLONG KITA

📝JANGAN JADIKAN TOKOH-TOKOH YANG MENYESATKAN SEBAGAI TEMAN DEKAT/ PENOLONG KITA

Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا

Dan Aku tidak menjadikan para pihak penyesat sebagai penolong (Q.S al-Kahfi ayat 51)

📋Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menyatakan:

وهو إشارة إلى أنه لا ينبغي لك أيها الإنسان أن تتخذ المضلين عضدا تنتصر بهم، لأنهم لن ينفعوك بل سيضرونك، إذاً لا تعتمد على السفهاء ولا تعتمد على أهل الأهواء المنحرفة؛ لأنه لا يمكن أن ينفعوك بل هم يضرونك، فإذا كان الله لم يتخذ المضلين عضدا فنحن كذلك لا يليق بنا أن نتخذ المضلين عضدا؛ لأنهم لا خير فيهم خير، وفي هذا النهي عن بطانة السوء وعن مرافقة أهل السوء، وأن يحذر الإنسان من جلساء السوء.

(pada ayat ini) terdapat isyarat bahwa tidak boleh bagimu wahai manusia menjadikan orang-orang yang menyesatkan sebagai penolongmu. Karena mereka tidak akan memberikan manfaat kepadamu, justru akan menimbulkan mudharat bagimu. Karena itu, janganlah bersandar kepada orang-orang yang bodoh, jangan pula kepada Ahlul Bidah yang menyimpang. Karena mereka tidak mungkin memberikan manfaat kepadamu, bahkan ia akan memudharatkanmu. Jika Allah Azza Wa Jalla tidak menjadikan pihak penyesat sebagai penolong, maka kita juga demikian. Tidak boleh bagi kita menjadikan orang-orang yang menyesatkan sebagai penolong. Karena tidak ada kebaikan pada mereka. Dalam ayat ini juga larangan dari memiliki sahabat dekat yang buruk dan dari berteman dengan orang-orang yang jahat. Hendaknya seseorang menjauh dari teman duduk yang jahat  (Tafsir Surat al-Kahfi libni Utsaimin halaman 94)

(Abu Utsman Kharisman)

📝📝

WA al-I’tishom

Senin, 21 Maret 2016

SIAPA DIA

SIAPA DIA

Bertahun-tahun dakwah salafy ada di Indonesia ini

Tidak pernah tersebut barang 1 huruf pun dari namanya,,

Para Asatidzah….para Masyayikh pun tidak mengenalnya…

Bukan permasalahan kenal atau tidak kenal dia dikatakan salafy….

Dia datang disaat badai fitnah muncul…

⚡ Fitnah menggenang dimana-mana

Dan disaat itu pula, dia muncul.. bak jentik nyamuk  yang hidup digenangan air yang kotor.

Dan pertanyaannya…

Ulama mana yang merekomendasikan dia datang ke Indonesia❓

Dan dia datang, turun ditengah haula yang telah ditahdzir oleh masyayikh.

Teringat pada zamam Sufyan Atsauri rahimahullah..

Ketika ada seorang yang datang, dan beliau tidak mengenal siapa orang ini❓

Mulailah beliau bertanya kepada orang-orang, siapa orang baru ini.

Manusia menjawab dia itu ahlus sunnah.

Namun tak berhenti cukup disitu….

Sufyan bertanya lagi, ” siapa bitonahnya?”

Manusia pun menjawab: Oo… dia sering duduk bersama ahlul qodar.”

Saat itu pula Sufyan Atsauri berkata: Berarti dia Qodary.

Lalu dimasa fitnah yang dahsyat ini pertanyaannya adalah:

SIAPAKAH MARJA’MU

Kita lihat kisah sahabat Umar,,

Ketika itu beliau mengumpulkan para sahabat untuk menanyakan kepada mereka tentang fitnah yang dia dengar dari Rasulullah,,

Satu persatu para sahabat mengangkat jarinya dan berkata: aku wahai umar, tentang fitnah keluarga, fitnah anak, fitnah harta.

Sahabat Umar berkata:
Bukan fitnah itu yang aku maksud,, fitnah yang lebih besar, seperti ombak besar yang mengombang ambingkan kapal

Serentak para sahabat pun terdiam..

Lalu ada salah satu sahabat yang mulia, Hudzaifah ibnul Yaman mengangkat tangannya dan berkata aku wahai Umar,,

Maka ketika itu pula sahabat Umar menjadikan Hudzaifah sebagai marja’nya, bertanya apakah beliau termasuk orang munafik yang disebutkan oleh Rasulullah atau tidak, dan beliau tidak bertanya kepada selain Hudzaifah ibnul Yaman

Lihatlah Abdulloh ibnu Umar

Suatu ketika Rasul sedang duduk2 bersama para sahabatnya. Kemudian ada seorang laki2 yang melewati majlisnya Rasul dgn wajah ditutup.

Rasul pun bertanya kepada para sahabat:

Maukah aku beritahu kalian kepada seorang laki2 yang fitanah tidak akan memudhorotkannya

Para sahabatpun menjawab: Mau wahai Rasul

Rasul menjawab:
Dia adalah laki2 yang barusan lewat dihadapan kalian.

Seketika itu pula, Abdulloh bin Umar mengejar laki2 tadi,, dan mendapati ternyata dia adalah Muhammad bin Maslamah,

Maka ketika terjadi fitnah, Abdulloh bin Umar mencari sahabat tadi sebagai tempat rujukan beliau, agar selamat dari fitnah.

____________________
Faedah dari ust Usamah Mahri

Forum Ilmiyah Karanganyar
———————-
أصحاب السنة

Ashhaabus Sunnah

http://ittibaus-sunnah.net/siapa-dia/

Minggu, 20 Maret 2016

SIAPAKAH SAUDARAMU

SIAPAKAH SAUDARAMU

بسم الله 

قال العلامة عبدالعزيز بن باز رحمه الله:

(فأخوك من نصحك وذكرك ونبهك، وليس أخوك من غفل عنك وأعرض عنك وجاملك، ولكن أخاك في الحقيقة هو الذي ينصحك والذي يعظك ويذكرك، يدعوك إلى الله، يبين لك طريق النجاة حتى تسلكه، ويحذرك من طريق الهلاك، ويبين لك سوء عاقبته حتى تجتنبه).

مجموع فتاوى  (٢١/١٤)

======
PERMATA SALAF

Berkata Syaikh Ibnu Baaz rohimahulloh:

Maka saudaramu (yg sebenarnya-ed) ialah orang yang ; 
menasehatimu,
mengingatkanmu serta
memperingatimu.

Dan bukan saudaramu (yg sejati-ed)  orang yang
Lalai dari (menasehati)mu,
berpaling dari (memperingati)mu,
dan hanya memujimu.

Akan tetapi saudaramu yang hakiki ialah yang ;
memberikan nasehat kepadamu,
memberikan wejangan kepadamu, selalu mengingatkanmu,
mendoakan kebaikan untukmu,
menjelaskan kepadamu jalan keselamatan hingga engkau meniniti jalan tersebut.
serta memperingatimu dari jalan kebinasaan, kehancuran dan menjelaskan kepadamu jeleknya akibat jalan tersebut hingga engkau menjauhinya.

و الله أعلم بالصواب
Alih bahasa:
…….Al Ustadz Musron hafidzahulloh



 Salafy Lintas Pulau



04/02/2015

SIAPAKAH SAHABAT SEJATI ITU 

SIAPAKAH SAHABAT SEJATI ITU 
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Manusia mana di dunia yang fana ini yang tidak mempunyai Sahabat ,dengan persahabatan itu terkadang seseorang akan menjadi baik dan dengan persahabatan itulah terkadang seseorang akan menjadi jelek.

Siapakah sejatinya Sahabat sejati Itu 

Didalam kitab nikmatul Ukhuwah disebutkan kriteria seorang yang layak di jadikan Sahabat diantaranya :
Berakhlaq mulia
Bukan termasuk Ahlul bid’ah 
Tidak mempunyai akhlak yang jelek 
Tidak Berambisi kepada dunia
Bukan Pelaku kemaksiatan

……………………………
 Berkata Syaikh Abdul Aziz bin Baz:

Temanmu….

Adalah orang yang MENASEHATIMU, MENGINGATKANMU, MEMBERI PERINGATAN KEPADAMU

Bukan orang yang melalaikanmu, bukan orang yang lari dan berpaling darimu, bukan pula yang HANYA BERSIKAP BAIK KEPADAMU.

Tetapi,,,,,,

Teman yang sejati, teman yang sebenarnya adalah teman yang menasehatimu, memberi wejangan kepadamu, menunjukkan jalan jalan  keselamatan hingga kamu menempuhnya,

Memberi peringatan kepadamu dari jalan-jalan kebinasaan serta menjelaskan JELEKNYA jalan kebinasaan, hingga engkau menjauhi jalan tersebut.

_______________________

Lalu bagaimana dengan teman disekitar kita

Apakah mereka benar-benar teman bagi kita?

Atau mereka hanya orang2 yang berbuat baik dihadapan kita?

Ingat SAHABAT SEJATI bukanlah yang mendiamkan kesalahan saudaranya tapi yang selalu bersegera menasehatinya tatkala terjerumus dalam kemaksiatan dan kesalahan.

Sungkan, tidak enak bukan menjadi alasan untuk menasehati saudaramu,dusta pengakuanmu jika kamu mencintai saudaramu tapi membiarkan dia dalam kesalahan

Alloh Azza wajala berfirman :

ﺍﻷﺧﻼﺀ ﻳﻮﻣﺌﺬ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻟﺒﻌﺾ ﻋﺪﻭ ﺇﻻ ﺍﻟﻤﺘﻘﻴﻦ

” teman-teman karib pada hari itu (hari kiamat ) saling bermusuhan satu sama lainya kecuali orang-orang yang bertaqwa ” ( QS.Az -Zukhruf 67 )

Selektilaf dalam memilih teman tidak harus semua orang dijadikan sahabat karib.

 Abu Hamzah Rizqi

 WhatsApp Salafy Solo

SIBUKKAN DENGAN KEKURANGAN PRIBADI KALIAN

SIBUKKAN DENGAN KEKURANGAN PRIBADI KALIAN

🇲🇨 Berkata Abu Hatim Albusty Rahimahulloh:

((Barang siapa yang tersibukkan dengan mencari kekurangan/aib manusia  dari mencari kekurangan/aib dirinya sendiri maka:

-buta qalbunya
-letih tubuhnya
-sulit baginya meninggalkan kekurangan/aib dirinya sendiri )).

((Raudhotul Uqala' : 125)) .

🇸🇦

‏قال أبو حاتم البستي رحمه الله :

من اشتغل بعيوب الناس عن عيوب نفسه
▪ عمي قلبه
▪ وتعب بدنه
▪ وتعذر عليه ترك عيوب نفسه.

روضة العقلاء ١٢٥ .

Alih bahasa :

Al-Ustadz Abdurrahman Bengkulu

Pilih Temanmu Sebelum Datang Sesalmu

Pilih Temanmu Sebelum Datang Sesalmu

1 June 2015

Sebagai mahluk sosial, kita tentunya membutuhkan teman karib atau sahabat. Tapi satu hal yang perlu kita ketahui, bahwa diantara prinsip islam adalah prinsip selektif dalam memilih teman. Teman atau sahabat memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk, mengubah, dan menanamkan segala hal kepada temannya. Termasuk dalam hal keyakinan atau agama.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Seseorang itu akan mengikuti agama teman karibnya. Maka hendaknya salah seorang diantara kalian melihat dengan siapa ia menjalin pertemanan.” [H.R. At Tirmidzi]

Teman-teman yang jahat akan mengenalkan kepada kemaksiatan dan dosa. Selanjutnya mereka mengajak kita untuk melakukannya. Jika kita terjatuh dalam dosa, mereka menganggap ringan apa yang kita lakukan. Atau malah justru mereka akan bertepuk tangan mendukung dan memotivasi kita untuk terus berada dalam gelapnya dosa yang kita lakukan.

Allah ta’ala berfirman,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا يَا وَيْلَتَا لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Di hari orang-orang yang zalim menggigit jari-jari mereka seraya mengatakan, ‘Aduhai andaikan aku dahulu mengikuti jalannya Rasul. Aduhai, celaka aku, andaikan aku dahulu tidak menjadikan dia sebagai temanku. Sungguh dia telah memalingkanku dari petunjuk ketika ia mendatangiku. Dan adalah setan itu suka membiarkan manusia terjatuh dalam dosa dan kemaksiatan.” (QS. al-Furqan : 27-29)

Teman yang baik laksana pintu kebaikan. Bagaimana tidak, jika ia berucap, maka ucapannya adalah ucapan yang baik atau mengandung kebaikan. Jika ia bertindak, yang ia lakukan juga kebaikan. Jika ia datang, ia datang membawa kebaikan. Jika ia pergi, yang ia tinggalkan pun kebaikan. Bahkan, ketika ia diam, diamnya pun karena kebaikan.

[dikutip dari Tashfiyah edisi 47 vol.4]

https://pemudasalafy.wordpress.com/2015/06/01/pilih-temanmu-sebelum-datang-sesalmu/

Kamis, 17 Maret 2016

HUKUM MELETAKKAN KOTAK INFAQ DI MASJID

〽️🔰⛔️
■◎■◎■◎■
📫💰HUKUM MELETAKKAN KOTAK INFAQ DI MASJID

🔸asy Syaikh Rabi' bin Hadiy al Madkhaliy hafidzahullah

❓Penanya: Apa hukum meletakkan kotak infaq di masjid?

🔸asy Syaikh: Apakah kotak infaq tersebut senantiasa diletakkan di masjid?atau hari jum'at saja, atau kapan?

❓Penanya: Senantiasa di masjid.

🔸asy Syaikh: Ini termasuk metode hizbiyyin, bukan termasuk metodenya ahlus sunnah.
❌Dan meminta-minta (pada hukum asalnya) haram dan tidak boleh, kecuali pada keadaan darurat saja. Barokallahu fikum.

❌〽️Dan meminta-minta hukum asalnya haram, seorang yang banyak meminta-minta, nanti akan dibangkitkan pada hati kiamat dalam keadaan tidak ada daging di wajahnya. Paham kalian?!

🐾💥Ini termasuk metode hizbiyyin, Barokallahu fikum.

🔰✔️Maka apabila seseorang ingin mengadakan penggalangan dana untuk (operasional, pembangunan) masjid tanpa dengan kotak infaq, maka silahkan.

⛔️Adapun dengan meminta-minta maka tidak. Hayyakumullahu...

📲http://www.bayensalaf.com/vb/attachment.php?attchmentid=1450&d=1429925520

■◎■◎■◎■
🔰🌠Forum Salafy Purbalingga

TIDUR DALAM KEADAAN DUDUK, MEMBATALKAN WUDHU?

TIDUR DALAM KEADAAN DUDUK, MEMBATALKAN WUDHU?

Tanya:

Apakah tidur dalam keadaan duduk membatalkan wudhu atau tidak? Apabila seseorang duduk dengan melingkarkan tangannya ke lututnya, kemudian dia mengantuk dan terlepaslah pegangannya, lalu tangannya terkulai ke bumi; dia miring, tetapi rusuknya tidak sampai rebah ke bumi, apakah dia wajib berwudhu atau tidak?

Dijawab oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :

Alhamdulillah. Adapun tidur yang ringan dari orang yang kokoh di tempat duduknya, hal ini tidak membatalkan wudhu menurut jumhur (mayoritas) ulama, di antaranya imam yang empat dan selain mereka. Sebab, menurut mereka, tidur itu sendiri bukanlah hadats, melainkan posisi yang diduga terjadi hadats padanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah hadits di dalam as-Sunan,

اَلْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِّ، فَإِذَا نَامَتِ الْعَيْنَانِ اسْتَطْلَقَ الْوِكَاءُ. وَفِي رِوَايَةٍ: فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Mata adalah pengikat dubur. Apabila kedua mata tidur, terlepaslah pengikat tersebut.” Dalam sebuah riwayat, “Barang siapa tidur, hendaknya dia berwudhu.” (HR. al-Baihaqi)

Yang menunjukkan hal ini adalah hadits di dalam ash-Shahihain, “Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam pernah tertidur hingga mendengkur, kemudian bangun untuk shalat dan tidak berwudhu.” Sebab, kedua mata beliau tertidur, tetapi hati beliau tidak. Hati beliau tetap berjaga. Kalau keluar sesuatu dari beliau, niscaya beliau merasakannya. Hal ini menjelaskan bahwa tidur itu sendiri bukanlah hadats. Seandainya tidur adalah hadats, tidak akan ada perbedaan dalam masalah ini antara Nabi dan manusia selain beliau, sebagaimana pada kencing, buang air besar, dan hadats-hadats yang lain.

Selain itu, telah tsabit (pasti) di dalam ash-Shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam mengakhirkan shalat isya hingga para sahabat Rasulullah mengangguk-anggukkan kepala mereka (karena mengantuk), kemudian mereka shalat dan tidak berwudhu. Hal ini menjelaskan bahwa tidur bukanlah pembatal wudhu. Seandainya dia adalah pembatal wudhu, niscaya batal wudhu orang yang kepalanya terangguk-angguk karena tidur.

Setelah ini, para ulama memiliki tiga pendapat. Ada yang mengatakan bahwa semua jenis tidur membatalkan wudhu, kecuali tidur orang yang duduk. Ini sebagaimana pendapat Malik dan sebuah riwayat dari Ahmad.

Ada yang berpendapat bahwa tidur orang yang berdiri dan duduk tidak membatalkan wudhu, sedangkan tidur orang yang rukuk dan sujud membatalkan wudhu. Sebab, orang yang berdiri dan duduk tidak akan terbuka jalan keluar hadatsnya, berbeda halnya dengan orang yang rukuk dan sujud.

Ada pula yang berpendapat bahwa tidur orang yang berdiri, duduk, rukuk, dan sujud tidak membatalkan wudhu, berbeda halnya dengan tidur orang yang berbaring dan selainnya. Ini sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan Ahmad—dalam riwayat yang ketiga. Akan tetapi, mazhab Ahmad memberikan batasan, yaitu tidur yang ringan.

(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah hlm. 33)

Didukung oleh: WebMasterKHAS

http://salafymedia.com/blog/tidur-dalam-keadaan-duduk-membatalkan-wudhu/

BERJUTA CINTA DALAM BAYANG-BAYANG PEDANG

BERJUTA CINTA DALAM BAYANG-BAYANG PEDANG

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar Ibn Rifa’i

Dari Abdullah bin Umar rahimahumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتىَّ يُعْبَدَ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِيْ تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِيْ وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصِّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Aku diutus menjelang hari kebangkitan dengan pedang supaya hanya Allah semata yang di ibadahi, tiada sekutu bagi-Nya. Rezekiku diletakkan di bawah naungan pedangku. Kerendahan dan kehinaan ditetapkan bagi siapa saja yang menyelisihi perintahku. Barang siapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk bagian dari mereka.”

Benarkah Islam agama yang penuh rahmah dan kasih sayang? Benarkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cinta dan kedamaian kepada umat manusia? Jika memang benar, mengapa kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dipenuhi dengan cerita perang dan pertempuran? Itulah sebuah syubhat yang diungkap untuk mencitrakan Islam sebagai agama yang buas dan penuh kebencian. Maka dari itu, hadits di atas hanya sebagian penggalannya yang dibahas untuk sedikit menjawab syubhat tersebut.

Hadits tersebut dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad (no. 5114, 5115, 5667), al-Khatib dalam al-Faqih wal Mutafaqqih (2/73), dan Ibnu Asakir (1/19/96) dari jalan Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban dari Hassan bin ‘Athiyyah dari Abu Munib al-Jarasyi.

Asy-Syaikh al-Albani menjelaskan dalam Jilbab Mar’ah Muslimah (203— 204), “Hadits ini sanadnya hasan. Mengenai Ibnu Tsauban, memang ada pembicaraan, namun tidak memudaratkan. Al-Imam al-Bukhari rahimahumullah telah menyebutkan sebagian dari hadits di atas secara mu’allaq di dalam Shahihnya (6/75).”

Al-Hafizh rahimahumullah menjelaskan dalam syarahnya, “Hadits ini adalah bagian dari hadits yang dikeluarkan oleh al- Imam Ahmad dari jalan Abu Munib… dan hadits ini mempunyai penguat yang mursal dengan sanad yang hasan, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan al-‘Auza’i dari Sa’id bin Jabalah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara keseluruhan.”

Tujuan Berperang

Perang, dalam perspektif Islam, memiliki tujuan dan cita-cita mulia, antara lain:

1. Membebaskan manusia dari peribadahan kepada makhluk menuju peribadahan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala , Dzat yang menciptakan dan memberikan rezeki untuk mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (al- Anfal: 39)

2. Menghapuskan kezaliman dan mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuasa menolong mereka itu.” (al-Hajj: 39)

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ

“(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, selain karena mereka berkata,‘Rabb kami hanyalah Allah’.” (al-Hajj: 40)

3. Menghinakan orang-orang kafir, menghukum, dan melemahkan kekuatan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ () وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ ۗ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu. Allah akan menghinakan mereka, menolong kamu dari mereka, dan melegakan hati orang-orang yang beriman,serta Allah akan menghilangkan panas hati orang orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang-orang yang dikehendaki- Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.” (at-Taubah: 14-15) (al-Mulakhas Fiqhi, al-Fauzan, 1/379—380)

Beberapa Adab dalam Berperang

Sebagai bukti bahwa Islam mengajarkan cinta kasih, tidak asal membunuh, dan tidak menekankan kebencian, adalah adab-adab yang dibimbingkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap peperangan. Di antaranya adalah,

1. Islam selalu menawarkan pilihan pilihan sebelum berperang, yaitu masuk Islam atau membayar jizyah (semacam upeti) dengan mereka tetap menjalankan agama masing-masing.

Di dalam hadits Buraidah radhiyallahu anhu, beliau bercerita, “Dahulu, kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengangkat seorang panglima untuk sebuah pasukan perang, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memberikan wasiat secara khusus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan,

“Berperanglah dengan menyebut nama Allah Subhanahu wa ta’ala  di jalan- Nya! Perangilah orang-orang yang kufur terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala! Janganlah kalian berbuat ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi), berkhianat, mencincang jasad musuh, dan janganlah membunuh anak-anak. Jika engkau berjumpa musuh dari kaum musyrikin, tawarkan kepada mereka tiga hal. Apa pun yang mereka pilih darimu, terimalahdantahanlahdirimu dari mereka.” (Shahih Muslim, 1731)

Ketiga hal tersebut adalah: masuk Islam, membayar jizyah, atau berperang. Sama juga dengan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu sebelum menyerang benteng Khaibar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ

“Berangkatlah dengan hati-hati hingga engkau berada didepan benteng mereka. Kemudian, ajaklah mereka ke dalam Islam! Sampaikan kepada mereka akan kewajiban mereka terhadap hak Allah Subhanahuwata’ala . Demi Allah, (seandainya) Allah Subhanahuwata’ala memberikan hidayah kepada seseorang melalui sebab dirimu, itulebih baik bagimu daripada unta merah.”(HR. al-Bukhari no. 2942, Muslimno. 2406)

2. Islam tidak mengajarkan untuk berharap bertemu dengan musuh. Namun, jika telah berjumpa haruslah bersabar. Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ فَإذَِا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا

“Janganlah kalian berharap-harap bertemu dengan musuh. Akan tetapi, jika kalian telah bertemu dengan musuh,bersabarlah!” (HR. al-Bukhari no. 3025 dan Muslim no. 1741)

3. Dilarang membunuh kaum wanita dan anak-anak. Ibnu Umar radhiyallahu anhu bercerita tentang seorang wanita yang ditemukan terbunuh dalam sebuah peperangan yang diikuti oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari pembunuhan terhadap kaum wanita dan anak-anak (HR. al-Bukhari no. 3013 dan Muslim no. 1745).

4. Dilarang berbuat khianat, mencincang ,dan mencacat jasad musuh, serta ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi). Dalilnya adalah hadits Buraidah radhiyallahu anhu pada poin pertama.

5. Dilarang membunuh musuh yang dalam keadaan tidak berdaya.

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat di bawah naungan sebuah pohon dalam Perang Dzatur Riqa’. Datang seorang musuh dengan menghunus pedang sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tertidur. Saat Nabi terbangun, orang itu bertanya, “Apakah engkau takut kepadaku?” Jawab Nabi, “Tidak!” Orang itu bertanya lagi, “Siapa yang akan menghalangiku dari membunuhmu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allah Subhanahuwata’ala.” Seketika itu, pedang yang ia bawa terjatuh lalu diambil oleh

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau balik bertanya, “Siapakah yang akan menghalangiku dari membunuhmu?”Lalu,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya masuk Islam. Ia menolak, tetapi berjanji untuk tidak lagi ikut memerangi kaum muslimin.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkannya pergi.

Orang itu kembali ke kaumnya dan mengatakan, “Aku datang kepada kalian setelah bertemu dengan manusia terbaik.” (HR. al- Bukhari no. 4139 dan Muslim no. 843)

Latar Belakang Perang di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sejarah perang di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu diawali oleh sikap-sikap kaum musyrikin yang mengganggu ketenteraman kaum muslimin, pengkhianatan mereka, dan kezaliman mereka. Perang terjadi setelah tiga belas tahun lamanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin bersabar atas kezaliman dan kejahatan kaum musyrikin selama di Makkah. Berikut ini beberapa latar belakang perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Perang Badar

Semua berawal dari rongrongan kaum musyrikin Quraisy yang berusaha membuat makar untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka mengirim suratsurat kepada kaum musyrikin di Yatsrib (Madinah) untuk berusaha menekan, memerangi, dan mengusir kaum muslimin dari kota Madinah. Mereka diancam akan dibunuh dan perempuan-perempuan mereka akan dihalalkan jika tidak memerangi kaum muslimin. Kaum muslimin pun berusaha balas menekan. Di antara bentuknya adalah melakukan penghadangan terhadap kafilah-kafilah dagang kaum musyrikin Quraisy.

Hingga suatu saat, kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan berhasil lepas dari pengintaian kaum muslimin. Ia pun mengirimkan berita kepada kaum musyrikin di Makkah tentang usaha penghadangan kaum muslimin. Berangkatlah kurang lebih 1.000 orang pasukan dengan perlengkapan dan peralatan perang, di atas keangkuhan dan kesombongan. Sementara itu, kaum muslimin hanya membawa perlengkapan dan peralatan seadanya, itu pun dengan jumlah pasukan kurang lebih tiga ratus orang. Terjadilah peperangan yang kemudian dimenangi oleh kaum muslimin.

2. Perang Bani Nadhir

Bermula dari kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke bani Nadhir untuk menghitung/ menentukan tebusan atas kesalahan seorang sahabat yang membunuh dua orang Yahudi. Namun, orang-orang bani Nadhir justru berencana mempergunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara diam-diam. Akan tetapi, malaikat Jibril  memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rencana mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergegas kembali ke Madinah lalu memerintahkan Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan kepada bani Nadhir agar mereka segera meninggalkan tempat mereka dalam waktu sepuluh hari. Jika tidak, mereka akan diperangi. Karena hasutan dari orang-orang Yahudi lainnya, mereka pun menolak tawaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka justru mempersiapkan diri untuk berperang melawan kaum muslimin.

Setelah dikepung selama enam malam, bani Nadhir kemudian menyerah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusir mereka dari Madinah dan memberikan kemurahan sehingga mereka bisa membawa barang dan harta, selain senjata. Allah Subhanahuwata’ala menceritakan hal ini dalam surat al-Hasyr.

3. Perang Ahzab

Perang ini terjadi karena persekongkolan dan makar jahat kaum musyrikin Makkah, kabilah Ghathafan, kaum Yahudi, dan kabilah-kabilah lainnya. Mereka bersepakat untuk bersatu dan bersama-sama menyerang kota Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan strategi di dalam menghadapi pasukan gabungan tersebut. Jadi, Perang Ahzab adalah perang yang terjadi karena kaum muslimin membela diri dan mempertahankan kota Madinah.

4. Perang Bani Quraizhah

Bani Quraizhah adalah kabilah Yahudi yang melakukan pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Pada saat kaum muslimin sedang sibuk melawan pasukan gabungan dalam Perang Ahzab di sebelah utara Madinah, bani Quraizhah yang berada di sebelah selatan Madinah malah menyatakan perang.

Padahal, tidak ada yang menghalangi antara bani Quraizhah dengan lokasi perlindungan kaum wanita dan anak-anak kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersedih, pun para sahabatnya. Setelah Allah Subhanahuwata’ala memberikan kemenangan kepada kaum muslimin dalam peristiwa Perang Ahzab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berangkat menuju tempat tinggal bani Quraizhah untuk menghukum mereka atas pengkhianatan yang mereka lakukan.

5. Perang Mu’tah

Perang ini terjadi karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah saat mendengar utusan beliau, sahabat al-Harits bin ‘Amr, yang membawa surat untuk penguasa negeri Basra malah dibunuh dan dipenggal kepalanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan pasukan terdiri dari 3.000 orang dengan pimpinan secara bergantian Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Itu pun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan untuk menyampaikan tawaran Islam kepada mereka terlebih dahulu. Jika menolak, mereka boleh diperangi.

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, “Berperanglahkaliandengannama Allah Subhanahu wa ta’ala  dandijalan Allah Subhanahuwata’ala. Bunuhlah orang yang melakukank ekufuran kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Janganlah kalian menipu dan mencuri harta rampasan perang. Jangan pula membunuh anak-anak, kaum wanita, dan orang-orang tua. Janganlah kalian merusak tempat ibadah mereka, menebang pohon kurma, dan pohon apapun,serta janganlah merobohkan bangunan!”

6. Fathu Makkah

Inilah peristiwa penaklukan kota Makkah. Bermula dari pengkhianatan kaum musyrikin Quraisy yang secara diam-diam membantu sekutu mereka, bani Bakr, untuk menyerang bani Khuza’ah. Padahal Khuza’ah adalah sekutu kaum muslimin. Sementara itu, dalam Perjanjian Hudaibiyah telah disepakati masa gencatan senjata. Ternyata, orangorang bani Bakr telah membunuh lebih dari dua puluh orang bani Khuza’ah. Khuza’ah lalu menyampaikan berita itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bergeraklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat untuk menaklukan kota Makkah.

Setelah kota Makkah ditaklukkan, apa yang beliau lakukan? Beliau mengatakan kepada kaum Quraisy yang dahulu memusuhi dan memerangi kaum muslimin, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian. Bubarlah, karena kalian adalah orang-orang yang bebas!”

Sungguh Sangat Berbeda!

Sungguh sangat berbeda! Peperangan yang dikenal dan terjadi pada masa jahiliah adalah peperangan yang dipenuhi oleh kekejaman, kekerasan, perampokan, penghancuran kehormatan, pemusnahan ladang dan kebun, pembunuhan terhadap anak-anak, tanpa kasih sayang dan rasa perikemanusiaan. Adapun Islam, peperangan adalah sarana untuk menebarkan kasih sayang dan keadilan, menolong orang-orang yang terzalimi, dan menegakkan kalimat Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga peribadahan benar-benar menjadi hanya untuk Allah Subhanahu wa ta’ala.

Lihatlah adab-adab berperang yang diajarkan oleh Islam. Betapa rahmat dan penuh cinta! Bandingkanlah! Selama tidak lebih dari delapan tahun peperangan yang dijalankan di masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, korban terbunuh hanya sebatas 1.000 orang dari kalangan kaum muslimin, kaum musyrikin, Yahudi, dan Nasrani.

Dengan rentang waktu yang relatif singkat dan korban jiwa yang relatif kecil, kaum muslimin mampu menundukkan hampir seluruh Jazirah Arab dan menciptakan keamanan serta ketenteraman. Adapun peperangan di zaman jahiliah sangat jauh berbeda. Korban begitu banyak, dilatarbelakangi oleh dendam dan benci, penuh ketakutan dan tidak berakhir.

Misalnya, perang antara bani Bakr dan kabilah Taghlib yang terjadi selama empat puluh tahun dengan korban sekitar 70.000 orang! Atau perang antara Aus dan Khazraj yang terjadi hampir seratus tahun. Sungguh sangat berbeda! Bandingkanlah dengan peperangan yang dilakukan dan dijalani oleh kaum kafir Barat! Dalam Perang Dunia Pertama, yang hanya berlangsung kurang lebih selama empat tahun, minimalnya ada 40 juta orang tewas.

Mayoritasnya adalah warga sipil yang tidak terlibat dalam peperangan secara langsung. Sekitar 9 juta orang tewas akibat kekurangan pangan, kelaparan, pembunuhan massal, dan terlibat secara tidak langsung dalam pertempuran. Dalam perang ini, senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman atas warga sipil dari udara dilakukan, dan banyak pembunuhan massal.

Bandingkan juga dengan Perang Dunia Kedua! Perang terbesar dalam sejarah manusia yang melibatkan kaum kafir Barat yang hanya terjadi dalam waktu enam tahun, telah memakan korban 70 juta orang tewas, mayoritasnya masyarakat sipil. Dalam dua perang dunia ini, mencuat nama-nama penjahat perang semacam Hitler, Mussolini, Lenin, Stalin, dan lainnya. Demikian juga kejahatankejahatan yang tercatat dalam sejarah hitam dunia. Tokyo dibom bakar oleh sekutu yang mengakibatkan 90.000 orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota.

Hiroshima dan Nagasaki dibom atom yang mengakibatkan korban dan kerugian besar. Hal-hal yang sangat tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan telah dipertontonkan oleh kaum kafir Barat. Atau juga kejahatan yang dilakukan oleh Slobodan Milosevic yang melakukan genosida (pembantaian etnis secara massal) terhadap kaum muslimin di Bosnia.

Belum lagi kejahatan kaum kafir Barat terhadap kaum muslimin di Afghanistan, Palestina, Chechnya, dan banyak daerah lain. Sebelumnya lagi, dalam catatan Perang Salib. Sejarah telah mencatat kekejaman dan kejahatan yang dilakukan oleh kaum Salibis terhadap kaum muslimin.

Pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak, pembakaran masjid dan bangunan lainnya, pemerkosaan, tindakan keji dan bengis, serta perbuatan bengis lainnya. Kita harus bertanya, “Siapakah yang patut dianggap sebagai kaum yang jahat dan tidak berperikemanusiaan? Siapa pula yang pantas dinilai sebagai kaum yang penuh rahmat dan kasih sayang? Kaum muslimin yang mengajarkan adab adab penuh cinta dan kasih sayang di dalam berperang; ataukah kaum kafir Barat yang menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan?” Alhamdulillah, Islam adalah agama yang mengajarkan rahmat dan kasih sayang.

Al-Qur’an, sunnah, dan sejarah Nabi Muhammad  menjadi bukti hal tersebut. Meskipun ada kelompok kelompok atau individu-individu yang melakukan kejahatan lalu menisbatkan dirinya kepada Islam, sesungguhnya Islam berlepas diri dari mereka. Wallahulmusta’an, walhamdulillah Rabbil ‘alamin.

——————————————————

Sumber : Majalah Asy Syariah

Renungan Kisah Julaibib

♻ KONSEP CINTA🌴
(Renungan Kisah Julaibib bag.1)

Akhi...tahukah engkau tentang konsep cinta hakiki? Mungkin selama ini, realita saat ini, konsep cinta yang sering kita saksikan identik dengan uang, intrik, putus-nyambung yang tak jelas, romantis dan air mata yang dipaksakan, perceraian, perselingkuhan, retak, ruwet, menyakitkan, buta, dan gelap. Konsep-konsep cinta yang indah dan penuh dinamika perjuangan hanya ada dalam film, sinetron, novel, cerita fiksi, bayangan kawula muda, khayalan pujangga, dan dendangan para penyair. Konsep cinta pun seolah menyakitkan. Pahit. Atau, indah dalam khayalan.

Maka, jika engkau bertanya, adakah konsep cinta hakiki dalam dunia nyata, inilah jawabannya! Inilah kisah yang memuat konsep cinta hakiki, terlahir dari relung hati, tanpa paksaan, dan terikat benang Ilahi.

Kisah ini bermula saat Rasulullah iba melihat salah seorang shahabatnya. Julaibib namanya. Ia adalah manusia yang tak pernah dirasakan keberadaannya, meskipun di zaman shahabat sekalipun. Perawakannya kerdil. Warnanya bagaikan arang. Wajahnya diungkapkan dalam bahasa Arab dengan lafaz "damim". Artinya bukan sekedar buruk rupa. Tapi buruk rupa yang mengerikan. Karenanya orang-orang tak berminat berdekat-dekat dengannya. Bahkan sekedar untuk mengingatnya. Apalagi menanyakan kabarnya. Atau merasakan segala gejolaknya. Keberadaannya bagaikan tiada. Ia itu miskin, kusut, dan tak memiliki nasab yang jelas. Ia terasing, walau di negri sendiri. Meskipun di zaman terbaik, zaman shahabat.

Rasa iba Rasulullah menjadi berkuadrat karena Julaibib tak pernah memerdulikan keterasingannya. Ia acuh atas sikap manusia kepadanya. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara memenuhi panggilan Allah untuk shalat. Bagaimana cara memenuhi panggilan Rasulullah untuk berjihad. Itu saja!

Hingga akhirnya, rasa iba menggerakkan kaki Rasulullah yang mulia untuk berkunjung ke rumah salah seorang shahabat Anshari.

"Sahabat, maukah engkau nikahkan putrimu?" tanya Rasulullah.

"Sungguh!? Betapa mulianya tawaran darimu, duhai Rasulullah," jawab Anshari.

"Namun bukan untukku."

"Lantas?"

"Sahabatku. Julaibib."

Mendengar nama Julaibib, Anshari bagaikan terserang demam tingkat tinggi. Lesu bukan main. Semangat nan riang yang tadi terpancar indah dari wajahnya seolah menjadi mendung dan gelap. Saking gelapnya, ia sampai tak sadar bahwa yang meminang untuk Julaibib Rasulullah sendiri. Padahal, apakah pantas rekomendasi Rasulullah ditolak? Begitulah. Bukan salah Anshari —juga Istrinya nanti—. Namun karena jeleknya image Julaibib sampai membuat Anshari lupa bahwa yang datang meminang adalah Rasulullah sendiri. Dan kemungkinan besarnya Allah mengampuni shahabat tadi. Sebab kesalahan seseorang saat batinnya tidak karuan, seperti terlalu gembira, terlampau sedih, begitu tertekan, dan semisalnya akan diampuni oleh Allah. Terlebih ia —juga istrinya— adalah shahabat Rasulullah. Bukankah orang yang saking gembiranya berkata, "Ya Allah, Engkau hambaku sedang aku adalah rabb-Mu" diampuni oleh Allah!?

Rasulullah pun manusia bijak bestari. Beliau paham shahabatnya. Memang butuh ketegaran sebesar-besarnya untuk menerima Julaibib masuk ke dalam anggota keluarganya. Makanya, saat Anshari berkata, "Bolehkah aku musyawarahkan kepada ibunya terlebih dahulu, wahai Rasulullah,"--tentu ekspresi pesimis--, Rasulullah mengiyakan dan pamit pulang.

"Hah! Julaibib!? Aneh!" teriak sang istri Anshari mendengar berita yang dibawa sang suami. Ia tidak bisa membayangkan putrinya yang cantik jelita, ayu menawan bersanding dengan si "damim". "Aneh! Pokoknya aneh!" Bahkan sang istri mengucapkan kata 'aneh' sampai tiga kali.

Dari balik kamar, ternyata sang putri mendengar percakapan kedua orang tuanya. Sang putri terlihat cemas, gusar, galau.

"Ayahanda..Ibunda..," kata sang putri sesaat sebelum ayahnya beranjak menemui Rasulullah hendak menyampaikan permohonan maaf tidak bisa menerima lamaran beliau.Ternyata sang putri mendengarkan percakapan kedua orang tuanya tanpa sepengetahuan keduanya. Dari tadi ia terlihat cemas, gusar, galau.

"Pantaskah kita menolak pina
ngan Rasulullah?"

Ayah Ibunya terdiam. Dramatis!

Kata-kata itu tepat membasahi kalbu beliau berdua. Menyadarkan bahwa apa yang hendak mereka berdua lakukan kurang tepat. Kurang diberkahi.

"Jika beliau ridha dengan pilihan tersebut, bukankah sebaiknya engkau berdua nikahkan aku saja dengan lelaki itu," lanjut sang putri meyakinkan.

"Rasulullah tidak akan pernah menyia-nyiakanku." Luar biasa! Rangkaian kata yang tidak keluar kecuali dari kalbu mukmin, shadiq, hazim.Seketika kedua orang tuanya pun tersadar.

"Engkau benar, putriku."

Maka diberlangsungkanlah pernikahan antara Julaibib dengan Sang Putri.

(bersambung, in sya Allah...)

✏_Buah goresan: Abu 'Uzair Khairul Huda (thalib Ma'had Daarus Salaf, SKH)

▶ Dikutip dari: Majalah santri Al Mufid

📚 Sumber Refrensi:
-Shahih Muslim
-Musnad Ahmad
-Shahih Ibnu Hibban

🏡 HIDUP TAK DISEBUT, WAFAT SEMERBAK HARUM NAMANYA
(Kisah Julaibib bag.2/akhir)

Jika kita merasa hidup kita sengsara, seharusnya kita malu dengan Julaibib. Sesengsara-sesengsaranya kita, coba bandingkan dengan...ah, janganlah! Memang tabiat kita suka mengeluh. Tidak mau disalahkan! Selalu bersembunyi di balik kalimat: 'tapi kan–tapi kan'.

Selepas peristiwa menggegerkan Julaibib dengan sang putri Anshari itu — setidaknya menggegerkan menurut kita —, tetap saja Julaibib tak dikenal. Mungkin berbeda dengan kita kalau dapat anak juragan herbal kaya raya yang cantiknya bukan buatan. Atau, kalau dapat anak ustadz kondang yang sering safari dakwah hampir ke seluruh pelosok nusantara. Kadang-kadang kita terkena sindrome sok terkenal menumpang figur mertua kita. Astaghfirullah! Julaibib? Tetap dalam keterasingan.

Waktu itu, kaum muslimin baru saja mendapatkan kemenangan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Tiba-tiba saja Rasulullah bertanya kepada para shahabatnya, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?"

Serta merta para shahabat berebutan menjawab seolah yang mereka sebutkan namanya akan mendapat kabar gembira dari beliau, "Iya, iya, ya Rasulullah. Aku kehilangan si Fulan dan si Fulan."

Rasulullah bergeming dari jawaban mereka, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?"

"Saya, saya, ya Rasulullah. Saya kehilangan si Fulan dan si Fulan," para shahabat dengan sangat antusias menjawab dengan seribu satu harapan dari Rasulullah.

Namun beliau tetap bergeming. Tetap menyiratkan wajah terpukul kehilangan. Dengan nada parau, beliau ulangi pertanyaan beliau, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?"

Suasana menjadi hening. Para shahabat yang tadinya sangat antusias sekarang terdiam seribu bahasa merasa bersalah. Mereka merasa, semakin mereka menjawab, akan semakin membuat Rasulullah sedih dan terpukul.

Maka Rasulullah tidak sanggup lagi menahan kesedihannya, "Aku kehilangan Julaibib."

Deg.!! Mereka baru sadar bahwa di tengah-tengah mereka ada yang bernama Julaibib. Seketika nama itu benar-benar menohok hati para shahabat. Seakan mereka ingin mengutuk diri sendiri akibat lancang terhadap seseorang yang sangat dimuliakan Rasulullah. Mereka benar-benar ingin menangis. Menangisi diri sendiri.

"Tolong carikan shahabatku Julaibib," pinta Rasulullah sendu.

Segera para shahabat mencari Julaibib demi menebus kesalahan mereka. Akhirnya para shahabat menemukan jasad beliau berada di tengah bangkai tujuh orang musyrik.

Rasulullah bersabda, "Dengan hebat dia membunuh tujuh musyrik ini, mereka pun membunuhnya."

Setelah bersabda demikian, Rasullah semakin terisak-isak. Menambah suasana semakin sedih, mengharu biru, dan menyayat hati para shahabat yang semakin merasa bersalah.

Dengan tangannya yang mulia, Rasulullah mengangkat kepala Julaibib dan menyandarkannya ke dada Rasulullah. "Sungguh Julaibib dariku dan aku dari Julaibib."

Rasulullah terus mendekap Julaibib yang membuat para shahabat semakin menangis tersedu-sedu, sembari menunggu shahabat selesai menggali liang kubur untuk beliau.

Julaibib, semoga Allah meridhainya. Sangat indah perjalanan beliau. Hidup tak disebut, meninggal semerbak wangi namanya.

Bagaimana istri beliau? Disebutkan beliau adalah janda paling dermawan sekota Madinah.

Janda? Iya, kawan. Pergaulan Julaibib kepada istri beliau sangatlah menyenangkan. Membuat istri beliau tidak ingin menikah lagi setelah wafatnya. Berharap tetap menjadi istri Julaibib di Surga kelak.

Sumber Refrensi:
- Shahih Muslim.
- Musnad Ahmad.

✏️__Buah Goresan: Abu Uzair Khairul Huda (kelas 10)

🌾__KASYAF

telegramme/karyasyababdaarussalaf

BENARKAH NGEBUT DI JALAN TERMASUK SUNNAH NABI?

✍📚🔑
___***___

🚐💨💭BENARKAH
NGEBUT DI JALAN TERMASUK SUNNAH NABI ?

📖 Disebutkan dalam Shohih Al Bukhori (no.1804) dari hadits Abu Huroiroh rodliyallohu 'anhu dari  Nabi -shollallohu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :

(( السفر قطعة من العذاب، يمنع أحدكم طعامه وشرابه ونومه، فإذا قضى نهمته فليعجّل إلى أهله))
" Safar merupakan penggalan adzab, ia menghalangi (mengganggu) makan, minum dan tidur seseorang. Maka jika seseorang telah menyelesaikan keperluannya maka hendaknya ia BERSEGERA kembali kepada keluarganya."

📖 Ibnu Hajar -rohimahulloh- dalam syarahnya (Fat-hul Baary 3/708) berkata:

" Dalam hadits 'Aisyah disebutkan dengan lafadz: HENDAKNYA IA MEMPERCEPAT PERJALANANNYA..."

Mempercepat kendaraan hendaklah tetap memperhatikan adab-adabnya, diantaranya sabda Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam :

(( لا ضرر ولا ضرار ))

"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain."

(HR. Ibnu Majah, Ahmad dan Malik. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albaaniy dalam Shohiihul Jaami' no. 7517).

📢 Fadhilatusy- Syaikh Ibnu Baaz -rohimahulloh- berkata:

" Dan yang WAJIB bagi para sopir, hendaklah mereka selalu waspada terhadap laju dan jalannya kendaraan dari kantuk. Dan WAJIB bagi sopir untuk BERHATI-HATI dalam perjalanan dan hendaknya dia SELALU MEMPERHATIKAN ATURAN LALU LINTAS yang telah ditetapkan, TIDAK MELANGGARNYA.  Dan tidak melaju dalam keadaan mengantuk atau sambil ngobrol bersama temannya dengan obrolan yang mengganggu konsentrasinya dari memperhatikan jalan.

WAJIB baginya waspada. Teliti dan selalu waspada dalam perjalanan hingga TIDAK MEMBAHAYAKAN DIRINYA, PENUMPANGNYA DAN ORANG LAIN.

WAJIB bagi sopir memiliki perhatian yang serius terhadap kendaraannya. Maka JANGANLAH NGEBUT dan JANGAN MELANGGAR ATURAN LALU LINTAS. Jangan menyopir sambil mengantuk, jangan sambil ngobrol dengan teman disampingnya dengan obrolan yang bisa mengganggu perjalanan dan hal-hal lainnya..."

📢 Fadhilatusy- Syaikh Sholih Al Fauzan -hafidhohulloh- berkata :

"Demikian juga .... para pengendara yang mempercepat kendaraan dengan KECEPATAN TINGGI YANG MELEBIHI BATAS (MAKSIMAL) YANG DITENTUKAN,  hal itu termasuk perbuatan menjerumuskan diri sendiri dan orang lain ke dalam marabahaya dan kematian. Dengan demikian mereka menanggung DOSA YANG BESAR dan menimbulkan rasa takut bagi kaum muslimin.

Demikian juga para sopir yang tidak mengindahkan rambu-rambu yang dipasang untuk kelancaran lalu lintas dan untuk mencegah bahaya di jalan, mereka termasuk orang-orang yang menyelisihi tuntutan iman berupa keharusan MENJAGA TERTUMPAHNYA DARAH KAUM MUSLIMIN dan menjaga kemaslahatan mereka.

Ini semua menunjukkan KELEMAHAN IMAN mereka. Keimanan (yang benar) nampak dalam tutur kata lisan, perbuatan anggota badan serta perbuatan-perbuatan lainnya (yang baik). Inilah hakikat seorang mukmin..."

🚧🚩🚧🚩🚧🚩🚧
Teks asli :
قال فضيلة الشيخ ابن باز- رحمه الله:

".... والواجب على السائقين أن يحذروا العجلة أو السير مع النعاس، الواجب على السائق أن يتمهل في السير، وأن يلتزم بقانون الطريق الذي رسم له، لا يزيد ولا يسير مع النعاس ولا يتحدث مع صاحبه حديثاً يشغله عن نظر الطريق، يجب عليه الحذر، يكون عنده فطنة وعنده حذر في سيره حتى لا يضر نفسه ولا يضر ركابه ولا يضر الناس الآخرين، يجب على السائق أن تكون عنده عناية تامة بالسيارة فلا يعجل ولا يتعد الخطة المرسومة للسير، ولا يكون معه نعاس، ولا يتحدث حديث مع من حوله حيث يشغله عن الطريق إلى غير ذلك..."

Dinukil dari :
دهس الحيوانات بالسيارة بغير قصد - الموقع الرسمي للإمام ابن باز
http://www.binbaz.org.sa/noor/8508

قال فضيلة الشيج صالح الفوزان- حفظه الله:

".... وكذلك أصحاب السيارات الذين يسرعون سرعة زائدة عن المطلوب يعرضون أنفسهم ويعرضون غيرهم بالخطر والموت يتحملون في ذلك آثامًا عظيمة ويروعون المسلمين وكذلك الذين يقطعون الإشارات المجعولة لأجل ضبط السير وتأمين الخطر هؤلاء أيضا مخالفون لما يقتضيه الإيمان من حفظ دماء المسلمين وحفظ مصالح المسلمين كل هذا يدل على ضعف إيمانهم أو على عدم إيمانهم فالإيمان يظهر في تصرفات الإنسان على لسانه وعلى جوارحه وتصرفاته هذا هو المؤمن ..."

Dinukil dari :
نعمة الإيمان | موقع معالي الشيخ صالح بن فوزان الفوزان
http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13687

☕ WA MTDS ASSUNNAH - MALANG

=====*****=====

Selasa, 15 Maret 2016

Suami Tidak Mengizinkan Istri Belajar

Suami Tidak Mengizinkan Istri Belajar

Oleh: Al-Ustadz Yunus Sragen

Pertanyaan:

Seorang istri bertanya. Pada saat suaminya masih hidup, dia ingin belajar, tetapi suaminya tidak setuju. Setelah suaminya meninggal, dia kembali berpikir untuk belajar. Namun, telah diketahui bahwa sang suami semasa hidupnya tidak meridhai hal ini. Bagaimana hukumnya?

Jawab:

Wanita tidak dilarang mempelajari sesuatu yang bermanfaat bagi agama dan dunianya, apabila dia memiliki kemudahan, dengan selalu menjaga rasa malu, menutupi aurat, dan tidak ikhtilath (bercampur baur antara pria dan wanita yang bukan mahram). Dia boleh belajar walaupun suami semasa hidupnya menghalangi dan tidak meridhainya. Karena telah meninggal, suami tidak lagi memiliki kekuasaan terhadap dirinya.

Wabillahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wasallam.

(Fatawa al-Lajnah ad-Daimah no. 17705)

Didukung oleh: WebMasterKHAS

http://salafymedia.com/blog/suami-tidak-mengizinkan-istri-belajar/

Tugas Rumah Atau Menuntut Ilmu

Tugas Rumah Atau Menuntut Ilmu

Oleh: Al-Ustadz Yunus Sragen

Pertanyaan:

Mana yang lebih utama bagi wanita muslimah, melaksanakan kewajiban rumah dan melayani suami, atau mencurahkan semua waktunya untuk menuntut ilmu dan mendatangkan seorang pembantu wanita untuk mengerjakan tugas rumah tangga? Berilah kami penjelasan. Jazakumullahu khairan. (semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan).

Jawab:

Ya, wanita muslimah wajib mempelajari agamanya sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi, melayani dan menaati suami serta mendidik anak-anaknya adalah kewajiban yang agung. Maka dari itu, hendaklah dia menyediakan kesempatan setiap hari untuk belajar, walaupun sedikit. Dia bisa mengikuti majelis meski sebentar atau menyediakan waktu untuk membaca setiap hari. Adapun semua waktu yang lain, dia gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan harian. Sehingga, jangan sampai dia meninggalkan belajar agama, dan jangan pula dia meninggalkan pekerjaan rumah dan anak-anaknya, serta janganlah dia menyerahkan mereka (anak-anaknya) kepada pembantu wanita. Hendaklah dia seimbang dalam urusan ini. Dia menyediakan waktu untuk mengerjakan tugas rumah tangga dan tetap menyediakan waktu untuk belajar walaupun sebentar. Dengan demikian, dia tetap bisa mempelajari agama sekaligus mengerjakan tugas dan mendidik anak-anaknya.

(Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah no. 1348; jawaban Fadhilatusy Syaikh Shalih al-Fauzan)

Sumber :

http://qonitah.com/tugas-rumah-atau-menuntut-ilmu/

Didukung oleh: WebMasterKHAS

http://salafymedia.com/blog/tugas-rumah-atau-menuntut-ilmu/

Meremehkan Wanita Karena Hadits Menyebutkan Wanita Itu Kurang Akal Dan Agamanya ?

Makna Kurang Akal Dan Kurang Agama

Oleh: Al-Ustadz Yunus Sragen

Pertanyaan:

Kami sering mendengar hadits mulia (yang artinya), “Wanita adalah manusia yang kurang akal dan agamanya.” Ada pria yang menggunakan hadits ini untuk berbuat jahat kepada wanita. Kami mohon penjelasan Anda tentang makna hadits ini.

Jawab:

Makna hadits Rasulullah Sholallahu alaihi wa Sallam,

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ. قُلْنَ: وَمَا نُقْصَانُ دِينِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: أَلَيْسَ شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ؟ قُلْنَ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا، أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلْنَ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا

“Tidaklah aku mengetahui orang yang kurang akal dan agamanya, yang lebih mampu mengalahkan akal seorang pria yang berkemauan keras daripada salah seorang dari kalian.” Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, apa sisi kekurangan akal kami?” Beliau balik bertanya, ”Bukankah persaksian seorang wanita setengah persaksian seorang pria?” Kami menjawab, “Ya, benar.” Beliau bersabda, “Itulah kekurangan akalnya. Bukankah apabila sedang haid, dia tidak shalat dan tidak berpuasa?” Kami menjawab, “Ya, benar.” Beliau bersabda, ”Itulah kekurangan agamanya.” 

Beliau menjelaskan bahwa kekurangan akal wanita ada pada kelemahan hafalannya, dan persaksiannya harus dikuatkan dengan persaksian seorang wanita yang lain. Hal itu untuk memastikan persaksian tersebut. Karena sering lupa, dia akan sering menambah atau mengurangi keterangan dalam persaksian. Allah Ta’ala berfirman

( وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ )

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antara kalian. Jika tidak ada dua orang lelaki, (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridhai, supaya jika seorang lupa, seorang yang lain mengingatkannya.” (al-Baqarah: 282)

Adapun kekurangan agamanya, ketika sedang haid atau nifas, dia harus meninggalkan shalat dan puasa, serta tidak bisa meng-qadha (mengganti) shalatnya. Ini kekurangan dalam hal agama.

Akan tetapi, wanita tidak boleh dicela karenanya. Kekurangan tersebut adalah sesuai dengan ketentuan syariat Allah. Allah lah yang mensyariatkannya sebagai bentuk kasih sayang dan kemudahan bagi wanita. Sebab, apabila dia harus berpuasa dalam keadaan haid atau nifas, hal ini akan membahayakannya. Maka dari itu, termasuk kasih sayang-Nya adalah Dia mensyariatkan agar wanita meninggalkan puasa ketika haid atau nifas dan dia menggantinya setelah itu.

Adapun shalat, pada diri wanita yang sedang haid ada sesuatu yang menghalangi kesuciannya. Maka dari itu, termasuk kasih sayang Allah  adalah Dia mensyariatkan agar wanita meninggalkan shalat. Demikian pula halnya ketika dia sedang nifas. Kemudian, Allah mensyariatkan agar dia tidak mengganti shalatnya karena hal itu sangat berat. Shalat berulang lima kali dalam sehari semalam. Sementara itu, haid kadang-kadang berlangsung sampai tujuh atau delapan hari, bahkan lebih, sedangkan nifas bisa sampai empat puluh hari. Oleh karena itu, termasuk kasih sayang Allah dan kebaikan-Nya kepada wanita, Dia mengugurkan kewajiban shalat, baik pelaksanaan maupun qadha-nya.

Hal itu tidak berarti wanita mesti kurang akal dan agamanya pada segala sisi. Rasulullah hanya menjelaskan bahwa kekurangan akalnya adalah pada sisi kelemahan persaksiannya, dan kekurangan agamanya pada sisi dia harus meninggalkan shalat dan puasa ketika sedang haid atau nifas. Hal ini juga tidak berarti wanita mesti lebih rendah daripada pria, dan pria mesti lebih mulia daripada wanita dalam segala hal.

Memang, secara umum, jenis pria lebih mulia daripada jenis wanita karena banyak alasan. Allah berfirman,

(الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ )

“Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (pria) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (pria) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (an-Nisa’: 34)

Akan tetapi, pada sebagian keadaan, wanita lebih unggul. Betapa banyak wanita yang melebihi pria dalam hal akal, agama, dan kekuatan (hafalan). Meskipun demikian, disebutkan oleh Nabi pada hadits ini bahwa jenis wanita lebih rendah daripada jenis pria dalam hal akal dan agama, yang keduanya telah dijelaskan oleh Nabi. Ada wanita yang mengerjakan banyak amal saleh sehingga melebihi banyak pria dalam hal amal saleh, ketakwaan kepada Allah, dan kedudukan di akhirat. Ada pula wanita yang memiliki perhatian terhadap bidang tertentu sehingga benar-benar menguasainya, melebihi kaum pria. Dia pun menjadi rujukan dalam bidang tarikh Islam dan bidang lainnya.

Atas dasar ini, kekurangan tersebut tidak menjadi penghalang bagi wanita untuk dijadikan sandaran dalam hal periwayatan. Demikian pula dalam hal persaksian, apabila didukung oleh wanita lain. Kekurangan tersebut juga tidak menghalanginya untuk menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah dan menjadi hamba Allah yang terbaik, apabila agamanya lurus.

Demikianlah. Walaupun gugur darinya kewajiban puasa ketika haid dan nifas dan dia tetap menggantinya, walaupun gugur kewajiban shalat atasnya, baik pelaksanaan maupun qadha-nya; ini tidak mengharuskan wanita kurang dalam segala hal, dari sisi ketakwaannya kepada Allah, sisi pelaksanaan perintah-Nya, dan dari sisi penguasaan terhadap urusan-urusan yang dia perhatikan.

Jadi, kekurangan wanita adalah khusus pada akal dan agamanya, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi. Maka dari itu, tidak sepantasnya seorang mukmin menuduh wanita memiliki kekurangan dalam segala hal dan kelemahan agama dari segala sisi. Kelemahan wanita hanya pada agama dan akalnya, dalam hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan persaksian dan yang semisalnya. Oleh karena itu, masalah ini harus dijelaskan dan sabda Nabi n ini harus dipahami dengan sebaik-baiknya.

Wallahu ta’ala a’lam.

(Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah no. 1325; jawaban Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rohimahullah Ta’ala)

Didukung oleh: WebMasterKHAS

http://salafymedia.com/blog/meremehkan-wanita-karena-hadits-menyebutkan-wanita-itu-kurang-akal-dan-agamanya/

SIKAP LURUS (BENAR) JIKA DATANG JARH DARI SEORANG 'ALIM MU'TABAR

SIKAP LURUS (BENAR) JIKA DATANG JARH DARI SEORANG 'ALIM MU'TABAR

Asy Syaikh al fadhil Nizar bin Hasyim al 'Abbas hafizhahullah di tanya:

Apa yang seharusnya kita lakukan jika mendapati sebuah tahdzir yang tidak mufassar (rinci) dari seorang 'alim yang mulia terhadap salah seorang syaikh yang kita memandangnya dengan kebaikan.

🔺Apakah kami meninggalkannya ketika itu juga?
🔺Atau kita diam menunggu rincian baru kemudian kita tidak lagi mendengar darinya?

Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

Kemudian beliau hafizhahullah menjawab:

Wa'alaikumus salam wa rohmatullAh wa barokatuh, semoga Allah memberkahi anda...

🔺Apabila tahdzir tersebut datang dari seorang 'alim yang MU'TABAR (yang memiliki hak dalam tahdzir), TSIQOH (terpercaya), MULIA dan TINGGI KEDUDUKANNYA...

Seperti
Syaikh Robi' bin Hadi,
Syaikh al 'allamah 'Ubaid al Jabiry,
Syaikh al 'allamah Muhammad bin Hadi,
Syaikh 'Abdulloh al Bukhory hafizhohumulloh
dan selainnya dari para ahlul 'ilmi...

Maka sikap menahan diri dan menjauhkan diri (dari orang yang ditahdzir) lebih utama dan lebih berhati-hati sebagai bentuk penjagaan terhadap kepercayaan (agama) kita.

🔺Yang demikian tersebut karena seorang yang menjarh (sebagaimana yang sudah diketahui) terkadang dia melihat sesuatu yang samar namun menyebabkan seorang itu jatuh sehingga dia menjarh dan mentahdzirnya karena hal tersebut secara umum dan tidak merincinya. Bukan karena tidak adanya rincian, tetapi karena adanya sebab-sebab lain yang terkadang dicari sebagai pembahasan tambahan, mendalami sesuatu dan pengikut (yang menjadi penguat) atau karena jarh tersebut berkaitan dengan buruknya muru'ah dia atau kehormatan dia, yang dikhawatirkan dengannya dia akan merusak selainnya. Sehingga hal tersebut butuh untuk disembunyikan, karena mungkin orang yang dijarh tersebut bisa menjauh darinya dan kembali bertaubat.
🔺Atau mungkin dia masih dalam proses dinasehati, sehingga sebagai bentuk amanah dan khawatir terhadap para pemuda muslimin (akan terpengaruh dengannya) maka seorang penjarh yang mengerti (mashlahat dan mafsadat) dia menjarh secara umum dan global, demi menjaga kemaslahatan yang bersifat umum dan mendahulukannya dari pada kemaslahatan orang yang dijarh secara khusus. Sampai jelas permasalahannya dan telah diputuskan perkaranya.

JIKA TELAH TERANGKAT/DICABUT JARH DARINYA
🔺maka orang tersebut kembali keadaannya (sebagaimana sebelum ditahdzir)
🔺dan kembali para tholabah boleh belajar darinya..

Jika Tidak
🔺maka jatuhlah hukum untuk menjauhinya secara utuh
🔺setelah sebelumnya dijauhi dalam bentuk kehati-hatian.

Dan inilah yang tampak jika kita melihat kepada dasar-dasar syari'at ini dan pokok-pokok serta ketentuan-ketentuan dalam bab ini yaitu (bab jarh wa ta'dil). wallAhu a'lam.

(22 Dzul hijjah 1436 H)

Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=147888

Kiriman dari:
Al Akh Zaki di Madinah

Alih bahasa:
Syabab Ashhabus Sunnah
――――――――――――
Untuk fawaid lainnya bisa kunjungi website kami: www.ittibaus-sunnah.net

أصحاب السنة
Ashhabus Sunnah

️___
Edisi: مجموعة الأخوة السلفية [-MUS-]
Klik "JOIN" http://bit.ly/ukhuwahsalaf

‪#‎Manhaj‬ ‪#‎aljarh_wa_ta_dil‬

Minggu, 13 Maret 2016

Nashoro nyumbang mukena

🇮🇩🍃USTADZ  MENJAWAB🍃🇮🇩 ❓Soal no 208. Bismillah

Ada nashoro menyumbang mukena,  apakah kita terima?

Jazakumullahukhoiron

🇸🇦💺 Di Jawab oleh Al Ustad Abu Khuzaimah murid senior Al Ustad Luqman Ba’abduh.(Muqim di Kota Padang Pengajar  Ma’had Silsilatush Sholihin )

Jawaban: Bismillah, menerima hadiah dari orang kafir yang berupa barang-barang yang sifatnya halal, hukumnya adalah mubah, asalkan pemberian tersebut tidak menimbulkan rasa cinta dari muslim tersebut kepada orang kafir, karena Allah berfirman dalam surat Al Mujadilah: 22

لا تجد قوما يؤمنون بالله و اليوم الآخر يوادون من حاد الله و رسوله..

artinya: “engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mencintai (berkasih-sayang) dengan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya…” diharapkan dengan penerimaan hadiah tersebut, bisa melunakkan hati orang kafir tersebut, untuk menerima agama islam, Allahu a’lam
🔰Dipublikasi Oleh
🇮🇩🍃USTADZ  MENJAWAB🍃🇮🇩

Dipublikasikan oleh ⤵
___________________________
almuwahhidiin.salafymedia.com
📚 طالب العلم جيكارنج

Pada,  Ahad 04 Jumadil akhir 1437H/13 Maret 2016M Jam 10.13 Wib

Didukung oleh: WebMasterKHAS

http://salafymedia.com/blog/nashoro-nyumbang-mukena/

Sabtu, 12 Maret 2016

CARA MERUQYAH DENGAN MENGUNAKAN DAUN SIDIR

Cara meruqyah dengan mengunakan daun sidir (bidara)

Berkata Asy-Syekh Sulaiman Ar-Ruhaily حفظه الله ورعاه : " Disebutkan dari salaf diambil dari 7 lembar daun sidir warna hijau kemudian ditumbuk sampai hancur kemudian dicambur dengan air Kemudian dibacakan ayat-ayat sihir...."

📡 Dengarkan audionya :
https://www.dropbox.com/s/m2vj50p71d2776d/Cararuqyahdgnsidir.mp3?dl=0

_________________

وهذ كلام الشيخ محمد بن صالح العثيمين نقلا عن موقعه الرسمي

يؤتى بماء فيدق سبع ورقات من ورق السدر وتوضع في هذا الماء ويقرأ فيه أو ينفث فيه بمثل قوله تعالى (ما جئتم به السحر إن الله سيبطله) وغيرها من الآيات التي تفيد بطلان السحر ويسقى المريض المصاب بالسحر

من فتاوى نور على الدرب (نصية) : التوحيد والعقيدة

🇲🇨 Dan ini ucapan Asy-Syekh muhammad bin shalih al u'tsaimin rahimahullah dinukil dari web resmi beliau:Sediakan air kemudian tumbuk tujuan lembar dari daun sidir (bidara) dan letak daun (yg sdh ditumbuk) di dalam air (sdh disediakan) dan membacakan padanya ayat ayat sihir
Seperti ayat ( ما جئتم به السحر إن الله سيبطله ) dan diminumkan kepada pasien yang sakit terkenak sihir .

Dari fataawa nurun a'lal darb : tauhid dan aqidah .

Sumber :
http://www.sahab.net/forums/?showtopic=90832

http://fawaidilmiyahwaddurus.blogspot.co.id/2016/03/cara-meruqyah-dengan-mengunakan-daun.html?m=1