Cari Blog Ini

Jumat, 27 Maret 2015

Tentang UMRAH DARI TANIM

Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata:

'Aisyah telah berihram dengan niat umrah ketika hajinya bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala sampai di Sarif -sebuah tempat di dekat Makkah- ia mengalami haid, sehingga tidak dapat menyempurnakan umrah dan tahallul dari umrah dengan melakukan thawaf di Ka'bah. Dan 'Aisyah telah mengatakan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Sesungguhnya aku telah berniat umrah, maka bagaimana yang harus aku lakukan dengan hajiku?" Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Lepaskanlah ikatan kepalamu, sisirlah dan berhentilah dari umrah. Lalu niatkan haji dan lakukan seperti apa yang dilakukan oleh jamaah haji, tetapi engkau jangan thawaf dan jangan shalat sampai engkau suci." 'Aisyah pun melakukannya. (Setelah selesai, 'Aisyah mengatakan): "Orang-orang kembali dengan haji dan umrah. Sementara aku kembali dengan haji saja?" Sementara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang memudahkan urusan, bila Aisyah menghendaki sesuatu maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menurutinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengutusnya bersama saudara laki-lakinya, Abdurrahman, sehingga berihram untuk umrah dari Tan'im.

Dari riwayat-riwayat yang kami sebutkan ini -dan semuanya shahih- jelaslah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hanyalah memerintahkan 'Aisyah untuk melakukan umrah setelah haji sebagai ganti dari umrah tamattu' yang luput darinya karena haid. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lalu: "Ini sebagai ganti umrahmu", maksudnya umrah yang terpisah dari haji, yang mana orang selain Aisyah telah bertahallul darinya ketika di Makkah, kemudian mereka memulai haji tersendiri.

Bila engkau mengetahui hal ini, nampak dengan jelas bagimu bahwa umrah ini khusus bagi orang yang haid yang tidak dapat menyempurnakan umrah hajinya. Sehingga hal ini tidak disyariatkan untuk wanita yang suci (tidak haid), terlebih lagi kaum lelaki. Dari sinilah nampak rahasia mengapa ulama salaf menghindari umrah tersebut. Nampak pula sebab penegasan sebagian ulama salaf tentang dibencinya hal itu. Bahkan tidak ada riwayat yang shahih dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha sendiri bahwa beliau radhiyallahu 'anha pernah mengamalkannya (lagi). Sungguh, bila beliau radhiyallahu 'anha melakukan haji, lalu tinggal (di sana) sampai datang bulan Muharram, maka beliau pergi ke (miqat) Juhfah dan berihram darinya untuk umrah, sebagaimana disebutkan dalam Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah (26/92). Dan yang semakna dengan ini telah diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitabnya As-Sunanul Kubra (4/344) dari (seorang tabi'in) Sa'id bin Al-Musayyib, bahwa 'Aisyah radhiyallahu 'anha melakukan umrah di akhir bulan Dzulhijjah dari (miqat) Juhfah. Sanad riwayat ini shahih.

Oleh karena itu, Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al-lkhtiyarat Al-'llmiyyah (hal. 119): "Dibenci keluar dari Makkah untuk melakukan umrah sunnah. Itu adalah bid'ah. Tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya di masa beliau, baik di bulan Ramadhan atau selainnya. Juga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan 'Aisyah untuk melakukannya, namun sekedar mengijinkannya setelah berulang-ulang meminta, untuk menenangkan kalbunya. Sementara thawafnya di Ka'bah (sebagai ganti umrahnya tersebut) lebih utama dari keluarnya (untuk umrah) menurut kesepakatan (ulama). Namun hal itu boleh menurut orang yang tidak membencinya."

Berikut ini adalah ringkasan dari sebagian jawaban Ibnu Taimiyyah yang tercantum dalam Majmu' Fatawa (26/252-263), beliau mengatakan (26/264): "Oleh karena itu, para ulama salaf dan para imam melarang perbuatan itu. Sehingga Sa'id bin Manshur meriwayatkan dalam kitab Sunan-nya dari Thawus -murid Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma yang paling mulia- bahwa dia mengatakan: 'Orang yang melakukan umrah dari Tan'im, saya tidak tahu apakah mereka akan diberi pahala atau disiksa.' Dikatakan kepada beliau: 'Mengapa mereka disiksa?' Beliau menjawab: 'Karena ia meninggalkan thawaf di Ka'bah, lalu keluar sejauh empat mil, lalu datang lagi. Dan (seukuran) dia datang berjalan dari jarak empat mil, (sebenarnya) ia bisa thawaf 200 putaran. Dan setiap putaran di Ka'bah adalah lebih baik dari dia berjalan tanpa mendapat apapun.' Riwayat ini disetujui oleh Al-lmam Ahmad. 'Atha bin As-Saib mengatakan: 'Kami melakukan umrah setelah haji, maka Sa'id bin Jubair (murid Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma) mencela kami karena perbuatan itu.' Ada ulama yang lain yang membolehkan, namun mereka sendiri tidak melakukannya."

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma'ad (1/3421): "Tidak pernah ada satu umrah pun dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan cara keluar dari Makkah seperti yang dilakukan kebanyakan orang-orang di masa ini. Umrah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam semua hanyalah ketika beliau masuk ke Makkah. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah tinggal di Makkah selama 13 tahun setelah turunnya wahyu namun selama itu sama sekali tidak pernah dinukilkan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam umrah dengan keluar dari Makkah dahulu. Sehingga umrah yang dilakukan dan disyariatkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah umrah orang yang masuk ke Makkah, bukan orang yang berada di Makkah lalu keluar ke tanah halal untuk melakukan umrah. Tidak ada seorang pun yang melakukan umrah semacam ini selama masa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali 'Aisyah radhiyallahu 'anha sendiri, di antara seluruh orang yang bersama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Itu karena 'Aisyah telah meniatkan ihram untuk umrah lalu ia haid. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk memasukkan haji pada umrahnya, sehingga ia melaksanakan haji qiran. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitakan kepadanya bahwa thawaf dan sa'inya antara Shafa dan Marwah telah mewakili haji dan umrahnya, la pun bersedih, karena teman-temannya (istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain) kembali dengan haji dan umrah yang terpisah, dengan melakukan haji tamattu', tidak haid dan tidak melakukan haji qiran. Sementara ia kembali dengan umrah yang terkandung dalam hajinya. Sehingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan saudara laki-lakinya agar mengumrahkannya dari Tan'im untuk menenangkan kalbunya. Sedangkan saudara laki-lakinya itu tidaklah ikut umrah dari Tan'im dalam masa haji itu. Demikian juga orang lain yang bersama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak ada yang ikut melakukannya."

(diterjemahkan dan diringkas dari Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2626, juz 6 bagian pertama, hal. 255-259)

Tentang SALAT DUA RAKAAT KETIKA MASUK MASJID DAN IMAM SEDANG KHUTBAH JUMAT

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin رحمه الله

P E R T A N Y A A N:
هذان سؤالان من المستمع يونس الطائي من العراق الموصل يقول: إذا حضر المرء إن كان ذكرا أو أنثى المسجد يوم الجمعة والإمام يخطب وجلس حتى إذا ما انتهى الإمام من خطبته الأولى ثم قام وصلى ركعتين خفيفتين فهل هذه الصلاة جائزة في هذا الوقت أم لا
Ini adalah 2 pertanyaan dari audience bernama Yunus At-Thooi dari Negeri Irak di kota Mosul berkata: apabila seseorang masuk -baik dia lelaki maupun perempuan- masjid di hari jumat dan imam sedang berkhutbah dan dia duduk hingga apabila imam telah selesai dari khutbahnya yang pertama kemudian dia berdiri dan sholat 2 roka'at ringan maka apakah sholat ini diperbolehkan di waktu seperti ini atau tidak?

J A W A B A N:
الشيخ: عمله هذا ليس بصحيح ولا بصواب لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين. وهذا الرجل جلس فقد أخطأ وعصى النبي صلى الله عليه وسلم في هذا الأمر ولكن إذا دخل المسجد والإمام يخطب فليبادر قبل أن يجلس وليصل ركعتين خفيفتين لأن النبي صلى الله عليه وسلم كان يخطب الناس يوم الجمعة فدخل رجل فجلس فقال له النبي صلى الله عليه وسلم: أصليت قال: لا. قال: قم فصل ركعتين وتجوز فيهما. فهذا هو المشروع أن الإنسان إذا دخل والإمام يخطب لا يجلس حتى يصلي ركعتين خفيفتين ثم ينصت للخطبة
Syaikh: amalannya ini tidaklah sah dan tidak benar; karena Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتي
Apabila salah satu dari kalian masuk masjid maka jangan duduk hingga dia melakukan sholat 2 roka'at.
Maka orang ini duduk dan dia telah keliru dan bermaksiat kepada Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini, akan tetapi apabila dia masuk masjid dan imam sedang berkhutbah maka segeralah sebelum dia duduk untuk menunaikan sholat 2 roka'at ringan; karena Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam beliau berkhutbah kepada manusia di hari jumat maka masuklah seseorang dan duduk, maka Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya: apakah engkau telah melakukan sholat? Orang tersebut menjawab: tidak. Maka beliau bersabda:
قم فصل ركعتين وتجوز فيهما
Berdirilah dan sholatlah 2 roka'at dan ringkaslah pada keduanya.
Maka inilah yang disyariatkan bahwa setiap insan apabila dia masuk (masjid) dan imam sedang khutbah maka dia tidaklah duduk hingga melakukan sholat 2 roka'at yang ringan kemudian diam untuk (mendengarkan) khutbah.

Sumber:
Silsilah Fatawa Nuur 'Ala Ad-Darb kaset no. 81

Alih Bahasa:
Al Ustadz Muhammad Sholehuddin Abu 'Abduh (Karawang) حفظه الله - [FBF 2]

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www .alfawaaid .net

Tentang SYIAH DAN KHOMEINI

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadii rahimahullahu taala berkata:
مذهب الشيعة مسروق العقيدة من المعتزلة، و الفقه و المعاملات من الحنفية
- Madzhab Syiah adalah hasil adopsi,  aqidahnya mutazilah. Fiqih dan muamalahnya hasil adopsi dari Hanafiyah.
الرافضة هم أكذب الطوائف، ويكفرون الصحابة، و لهم مواقف مع اليهود و النصارى ضد الإسلام و المسلمين
- Syiah Rafidhah mereka adalah sempalan yang paling pendusta. Mereka mengkafirkan para Shahabat. Mereka memiliki persamaan dengan orang-orang yahudi dan nashoro sebagai musuh islam dan muslimin.
الخميني كافر، يقول : إن لأئمتنا منزلة لا ينالها نبي مرسل، و لا ملك مقرب. و يقول : إن كلام الأئمة بمنزلة القرآن
- Al-Khumaini adalah orang kafir. Al-Khumaini mengatakan: Bahwa imam-imam kami mendapatkan kedudukan yang tidak diraih oleh para Nabi Yang Diutus, tidak pula diraih oleh Para Malaikat yang Dekat (di sisi Allah). Al-Khumaini juga berkata: Ucapan para imam-imam kami sama dengan Al-Quran.
(Diambil dari Kitab Al-Musharaah 460-468)

Alih Bahasa:  Syabab Forum Salafy Indonesia

Forum Salafy Indonesia