Cari Blog Ini

Selasa, 17 November 2015

FIKIH DARAH WANITA

Menentukan suatu darah apakah istihadhah atau haid berdasarkan kebiasaan lamanya haid wanita yang bersangkutan

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Ummu Habibah binti Jahsy, “Berdiamlah sesuai kadar (masa) haidmu, kemudian mandilah.” (HR. Muslim)

Menentukan suatu darah apakah istihadhah atau haid dengan cara melihat sifat darahnya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy, “Jika darah haid, itu kehitam-hitaman dan telah dikenal. Jika demikian, tahanlah (berhentilah) dari sholat. Jika (cirinya) lain, maka wudhulah dan sholatlah. Karena itu adalah urat (yang terputus sehingga mengeluarkan darah, pent).” (HR. Abu Dawud dan an-Nasai, dishahihkan Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Albani)

Menentukan suatu darah apakah istihadhah atau haid berdasarkan kebiasaan lamanya haid kebanyakan para wanita, yaitu 6 atau 7 hari

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Hamnah bintu Jahsy, “Maka (hitunglah) haid selama 6 atau 7 hari dalam ilmu Allah kemudian mandilah hingga engkau melihat telah suci dan bersih sholatlah 23 atau 24 hari dan malam dan berpuasalah karena yang demikian itu mencukupimu. Demikianlah kau berbuat pada setiap bulan sebagaimana wanita (lain) mengalami (masa) haid dan suci mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dihasankan oleh al-Bukhari)

Darah yang keluar dalam periode 40 hari setelah melahirkan adalah darah nifas

“Para wanita nifas di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam duduk (berdiam tidak sholat) setelah nifas (masa melahirkan) selama 40 hari atau 40 malam.” (HR. Abu Dawud dari Ummu Salamah, dishahihkan al-Hakim disepakati adz-Dzahabi, dihasankan an-Nawawi disepakati Ibnu Hajar dan al-Albani)

Melaksanakan salat zuhur dan asar apabila wanita suci sebelum matahari terbenam, dan melaksanakan salat magrib dan isya apabila wanita suci sebelum terbit fajar

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Para ulama bersepakat -seperti Imam Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad- mereka mengatakan: Apabila wanita yang haidh suci diakhir siang, dia tetap melaksanakan shalat dzuhur dan ashar, dan jika suci diakhir malam, maka dia tetap melaksanakan shalat maghrib dan isya.” (Al Mulakhosul Fiqh 1/59 cet. Darul Aqidah)

FIKIH SALAT BERJAMAAH

Membangun masjid, dan menjaga kebersihan dan kewangian masjid

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid di pemukiman-pemukiman, membersihkannya, dan memberi wewangian.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)

Menghilangkan bau tidak sedap sebelum ke masjid

Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab berkata, “Wahai manusia kalian memakan dua tumbuhan yang tidaklah aku melihat keduanya melainkan suatu yang khabits (tidak enak baunya) yakni bawang merah dan bawang putih ini, saya telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika mendapati bau keduanya dari seseorang di masjid, beliau memerintahkan untuk mengeluarkannya ke Baqi', maka barangsiapa makan keduanya hendaklah memasaknya sampai matang.”

“Barang siapa makan sesuatu dari tumbuhan yang berbau busuk ini maka sekali-kali janganlah mendekati masjid.” Lalu orang-orang pun berkata: haram, haram. Maka sampailah hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai manusia sesungguhnya bukanlah hakku mengharamkan apa yang Allah ta'ala halalkan untukku, namun dia tumbuhan yang dibenci baunya.” (HR. Muslim)

“Barang siapa makan sayur ini (bawang putih) maka jangan sekali-sekali mendekati masjid kami sampai hilang baunya.”
Dalam lafazh yang lain, “Jangan sekali-kali datang ke masjid-masjid.” (HR. Muslim)

Makan dulu sebelum melaksanakan salat jika makanan telah dihidangkan, dan buang air dulu sebelum melaksanakan salat bagi yang menahan buang air

“Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar).” (HR. Muslim no. 560)

“Jika salah seorang di antara kalian ingin membuang hajat padahal shalat (jama’ah) telah ditegakkan, maka hendaklah ia membuang hajatnya (terlebih dahulu).” (HR. Abu Dawud)

Ketika mendengar azan, mengucapkan seperti apa yang muazin ucapkan, kemudian bersalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian berdoa meminta wasilah untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam

“Jika kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan lalu bershalawatlah kalian kepadaku. Karena sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali. Lalu mintalah kepada Allah wasilah untukku karena (wasilah) itu adalah satu kedudukan (yang tertinggi -red) dalam jannah yang tidak sepantasnya (dimiliki) kecuali bagi seorang hamba diantara hamba-hamba Allah. Dan aku berharap (hamba) itu adalah aku. Maka siapa yang memintakan wasilah tersebut untukku, maka halal baginya syafa’atku.” (HR. Muslim)

Mengucapkan sebagaimana ucapan muazin ketika azan berkumandang kemudian berdoa setelah selesai azan

Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin telah mendahului kami dalam keutamaan.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ucapkan sebagaimana ucapan mereka (para muadzin), dan jika telah selesai (adzan), maka berdoalah, niscaya engkau akan diberi (oleh Allah).” (HR. Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Hibban, dinyatakan hasan shahih oleh al-Albani)

“Dua doa yang tidak akan ditolak: doa ketika adzan dan ketika turunnya hujan.” (HR. al-Hakim, dihasankan al-Albani dalam Shahih al-Jami’ 3078)

Membaguskan/menyempurnakan wudu apabila hendak mendatangi salat berjamaah

Dari Abu Rouh dari Dzil Kalaa’ dari seorang laki-laki (Sahabat Nabi) bahwasanya ia sholat Subuh bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam. Beliau shallallahu alaihi wasallam membaca surat ar-Rum kemudian beliau mengulang-ulang satu ayat (karena ada yang terlupa, pent). Ketika selesai sholat beliau bersabda, “Sesungguhnya tersamarkan padaku (bacaan) al-Quran. Sesungguhnya kaum di antara kalian ada yang sholat bersama kami tidak menyempurnakan wudhu. Barangsiapa yang sholat bersama kami hendaknya memperbaiki wudhu’nya.” (HR. Ahmad, dihasankan Ibnu Katsir dan al-Albani)

Berwudhu di rumah, menyempurnakan wudhunya, dan berangkat ke masjid dengan berjalan kaki

“Bahwa seseorang jika berwudhu di rumahnya dan menyempurnakan wudhu'nya kemudian keluar dari rumahnya menuju masjid, tidaklah dia keluar dari rumahnya kecuali untuk shalat, niscaya tidaklah satu langkahnya kecuali Allah angkat satu derajat baginya, dan menghapus satu dosanya, dan jika dia masuk masjid kemudian shalat maka sesungguhnya para malaikat bershalawat kepadanya selama dia masih tetap di tempat shalatnya, Malaikat berdoa: Yaa Allah berilah keselamatan atasnya, Yaa Allah ampunilah dia, Yaa Allah rahmatilah dia.” (Mutafaqun alaihi)

Larangan berwudu dan mendatangi salat berjamaah dengan tergesa-gesa 

Dari Abdullah bin Abi Qotadah dari ayahnya beliau berkata, “Ketika kami sholat bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam tiba-tiba terdengar gerakan kaki para lelaki (tergesa-gesa). Setelah selesai sholat beliau bertanya, ‘Ada apa dengan kalian?’ Para Sahabat menyatakan, ‘Kami tergesa-gesa menuju sholat.’ Nabi menyatakan, ‘Janganlah demikian. Jika kalian mendatangi sholat, hendaknya kalian tenang. Apa yang kalian dapati maka sholatlah, apa yang terluput, maka sempurnakanlah.’” (HR. al-Bukhari dan Muslim)   

“Barangsiapa yang berwudhu kemudian menyempurnakan wudhu’nya kemudian berangkat (ke masjid), di sana ia dapati manusia telah selesai sholat, Allah Azza Wa Jalla akan memberikan kepadanya pahala seperti orang yang hadir dan sholat, tidaklah dikurangi dari pahalanya sedikitpun.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan al-Hakim dan disepakati adz-Dzahabi dan al-Albani)

Bersalawat untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam dan berdoa ketika masuk masjid

Adalah Rasulullah bila masuk masjid bershalawat untuk diri beliau sendiri dan berkata,
رَبِّ اغْفِرْلِي ذَنْبِيْ وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Wahai Rabbku ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu.” (HR. At-Tirmidzi 2/314, dishahihkan Al Albani)

Larangan meninggalkan masjid saat sudah dikumandangkan azan kecuali jika ada keperluan 

“Tidaklah ada yang mendengar adzan di masjidku kemudian keluar darinya kecuali karena ada keperluan, kemudian tidak kembali kecuali ia adalah munafiq.” (HR. at-Thabrani, dinyatakan oleh al-Haitsami bahwa para perawinya adalah para perawi dalam as-Shahih)

Dari Abusy Sya’tsa’ beliau berkata, “Kami sedang duduk di masjid bersama Abu Hurairah kemudian muadzin mengumandangkan adzan. Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dari masjid berjalan pergi. Kemudian Abu Hurairah mengikuti dengan pandangannya hingga laki-laki itu keluar masjid. Maka Abu Hurairah berkata, ‘Orang ini telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam.’” (HR. Muslim) 

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam keluar (menuju masjid) dan telah dikumandangkan iqomat sholat serta shaf telah ditegakkan, hingga ketika beliau telah berdiri di tempat sholatnya dan kami menunggu takbir beliau. Beliau berpaling dan menyatakan, “Tetaplah di tempat kalian.” Maka kami diam tetap dalam keadaan kami itu hingga beliau keluar menuju kami kepalanya meneteskan air (menunjukkan bahwa beliau) telah mandi. (HR. al-Bukhari)

Jika salat berjamaah dengan satu makmum laki-laki dan satu makmum wanita maka makmum laki-laki berdiri sejajar di sebelah kanan imam sedangkan makmum wanita di belakang mereka

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengimami beliau dan seorang wanita di antara mereka. Kemudian beliau menjadikan Anas di sebelah kanan beliau dan seorang wanita di belakang itu. (HR. Abu Dawud, Ahmad, dishahihkan al-Albani) 

Merapatkan dan meluruskan shaf serta menyempurnakan shaf terdepan sebelum shaf berikutnya

“Sungguh-sungguh kalian luruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan mencerai beraikan wajah (hati) kalian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

“Rapatkan shaf-shaf kalian dan dekatkan antar shaf dan luruskan antar leher. Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya sungguh aku melihat syaitan masuk di celah-celah shaf bagaikan anak kambing kecil.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Al-Albani)

“Tegakkan shaf-shaf, dan luruskan antar bahu dan tutuplah celah, lunakkan tangan saudara kalian dan janganlah meninggalkan celah-celah bagi syaithan. Barangsiapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya (dengan pahala) dan barangsiapa yang memutus shaf maka Allah akan memutusnya.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-Albani) 

“Sempurnakan shaf pertama kemudian yang setelahnya. Jika ada kekurangan (jumlah jamaah yang memenuhi shaf, pent) hendaknya di shaf paling akhir.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasai, dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Al-Albani) 

Shaf laki-laki yang paling utama adalah yang paling depan, dan shaf wanita yang paling utama adalah yang paling belakang

“Sebaik-baik shaf para lelaki adalah di depan dan seburuk-buruknya adalah di akhir, dan sebaik-baik shaf para wanita adalah di akhir sedangkan yang terburuk adalah di paling depan.” (HR. Muslim)

Pada salat berjamaah perempuan yang diimami oleh seorang perempuan, maka posisi imam berada di tengah-tengah shaf makmum yang terdepan

Dari Raithah al-Hanafiyyah bahwasanya Aisyah mengimami mereka (para wanita) pada salat wajib dan beliau (Aisyah) berdiri di tengah-tengah mereka. (HR. Abdurrazzaq, ad-Daraquthni, al-Baihaqi, dishahihkan sanadnya oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’)

Dari Ummu Salamah bahwasanya beliau mengimami mereka (para wanita) dan berdiri di tengah-tengah mereka. (HR. Abdurrazzaq, ad-Daraquthni, al-Baihaqi) 

Imam salat ditetapkan oleh pemerintah, dan muazin ditunjuk oleh imam salat, dan hendaknya imam menyesuaikan panjang pendeknya salat dengan keadaan makmum, dan hendaknya muazin tidak mengambil upah dari azannya

Utsman bin Abi Al-'Ash berkata, “Wahai Rasulullah, jadikanlah saya sebagai imam kaumku!” Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Kamu adalah imam mereka, dan perhatikanlah orang-orang yang lemah di antara mereka (dalam panjang dan pendeknya shalat), dan tunjuklah seorang muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya.”

Yang paling berhak menjadi imam salat adalah yang paling banyak hafalannya, yang lebih dahulu hijrah, dan yang paling tua umurnya

“Orang yang menjadi imam (sholat) suatu kaum adalah lebih (banyak hafalan) al-Qurannya. Jika dalam hal bacaan sama, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika dalam hal hijrah sama, maka yang lebih tua usianya. Dan tidak boleh seseorang mengimami orang lain dalam keluarga atau dalam kekuasaanya.” (HR. Muslim)

Ketika kaum Muhajirin yang pertama tiba di Quba’ sebelum kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam, yang menjadi imam mereka adalah Salim maula Abu Hudzaifah yang paling banyak (hafalan) Qurannya. (HR. al-Bukhari)

Boleh bagi orang yang kurang utama menjadi imam bagi orang yang lebih utama 

Abu Bakr sholat (menjadi imam) bagi manusia sedangkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berada di shaf. (HR. Ahmad, an-Nasa'i, dishahihkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Albani) 

Al-Mughiroh berkata, “Maka aku datang bersama beliau (Rasulullah, sepulang dari perang Tabuk, pent), hingga kami mendapati manusia telah menjadikan Abdurrohman bin Auf sebagai imam, maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendapati salah satu rokaat, beliau sholat bersama manusia rokaat terakhir. Ketika Abdurrohman bin Auf mengucapkan salam, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bangkit menyempurnakan sholatnya.” (HR. Muslim) 

Makmum salat mengikuti imam, baru bertakbir setelah imam bertakbir

"Seseorang dijadikan sebagai imam untuk diikuti. Jika ia takbir maka (segera) bertakbirlah kalian." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Tidak boleh mendahului gerakan imam ketika salat

“Tidakkah salah seorang dari kalian takut apabila mengangkat kepalanya mendahului imam bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah wujudnya menjadi wujud keledai?” (HR. al-Bukhari)

Makmum salat sambil duduk jika imam salat sambil duduk

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sholat di rumahnya ketika sakit dalam keadaan duduk. Maka para Sahabat sholat di belakang beliau dengan berdiri. Maka beliau memberikan isyarat agar para makmum duduk. Setelah selesai sholat beliau bersabda, “Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Jika ia rukuk, maka rukuklah. Jika ia bangkit maka bangkitlah. Jika ia sholat dengan duduk, maka sholatlah dengan duduk.” (HR. al-Bukhari) 

Makmum tetap salat sambil berdiri jika memulai salat sambil berdiri walaupun imam salat sambil duduk di tengah-tengah salat

Nabi shollallahu alaihi wasallam merasa berat (mengerjakan sholat karena sakit) kemudian beliau bertanya, “Apakah manusia sudah sholat?” Kami mengatakan, “Tidak. Mereka menunggu anda.” Nabi bersabda, “Letakkan untukku air dalam bejana.” Maka kami lakukan hal itu. Kemudian beliau mandi. Saat akan bangkit beliau pingsan. Kemudian beliau siuman. Kemudian Nabi bertanya, “Apakah manusia sudah sholat?” Kami berkata, “Tidak. Mereka menunggu anda wahai Rasulullah.” Nabi bersabda, “Letakkan untukku air di bejana.” Kemudian beliau duduk dan mandi. Saat akan bangkit beliau pingsan. Kemudian beliau tersadar. Kemudian bertanya, “Apakah manusia sudah sholat?” Kami berkata, “Tidak. Mereka menunggu anda wahai Rasulullah.” Nabi bersabda, “Letakkan untukku air di bejana.” Kemudian beliau duduk dan mandi. Saat akan bangkit beliau pingsan. Kemudian beliau siuman. 
Kemudian beliau bertanya, “Apakah manusia sudah sholat?” Kami berkata, “Tidak. Mereka menunggu anda wahai Rasulullah.” Manusia diam di masjid menunggu Nabi shollallahu alaihi wasallam untuk sholat Isya. Kemudian Nabi mengutus orang untuk memerintahkan Abu Bakr agar sholat bersama manusia (sebagai imam). Kemudian utusan itu datang dan berkata (kepada Abu Bakr), “Sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam memerintahkan engkau untuk sholat bersama manusia.” Abu Bakr adalah seseorang yang lembut. Ia berkata kepada Umar, “Wahai Umar, sholatlah bersama manusia (sebagai imam).” Umar berkata kepada beliau, “Engkau lebih berhak untuk itu.” Maka Abu Bakr menjadi imam pada hari-hari itu. Kemudian (setelah beberapa hari) Nabi merasa agak baikan. Kemudian beliau keluar dipapah dua orang salah satunya Abbas untuk sholat Dzhuhur. Pada saat itu Abu Bakr sedang mengimami manusia. Ketika Abu Bakr melihat Nabi, beliau mundur. Nabi memberi isyarat agar Abu Bakr tidak mundur (tetap di tempat). Nabi berkata, “Dudukkan aku di sampingnya (Abu Bakr).” Maka beliau didudukkan di samping Abu Bakr, sehingga Abu Bakr bermakmum kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam dan manusia mengikuti Abu Bakr, dalam keadaan Nabi shollallahu alaihi wasallam sholat duduk. (HR. al-Bukhari) 

Imam salat dengan ringan namun tetap menjaga kesempurnaan salat

Anas bin Malik berkata, “Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang lebih ringan dan sekaligus lebih sempurna shalatnya daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Pernah beliau mendengar tangisan anak kecil, maka beliau ringankan shalat karena khawatir tangisan itu akan mengganggu konsentrasi ibu si anak.” (HR. al-Bukhari no. 667)

Imam menunjuk salah satu makmum untuk menggantikannya mengimami salat jika imam tidak mampu untuk melanjutkan salat

Sebagaimana Umar bin al-Khotthob ketika ditikam pada sholat Subuh, beliau memegang tangan Abdurrahman bin Auf untuk menggantikan beliau sebagai imam. (HR. al-Bukhari)

Demikian juga Ali bin Abi Tholib pernah terkena mimisan di hidungnya, kemudian beliau memilih salah satu makmum untuk menjadi imam menggantikannya. (Riwayat Said bin Manshur)

Jika selesai salat imam baru sadar bahwa ia ternyata berhadats, maka imam mengulangi salat sedangkan makmum tidak mengulangi salat

Umar sholat bersama manusia dalam keadaan junub, kemudian ia mengulangi sholat dan tidak memerintahkan mereka (makmum) untuk mengulangi sholat. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf) 

Dari Ibnu Umar bahwasanya ia sholat bersama mereka (para makmum) sholat Subuh kemudian beliau baru ingat bahwa beliau sholat tanpa berwudhu’, maka beliau mengulangi sedangkan mereka (para makmum) tidak mengulangi. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf)

Utsman sholat bersama manusia dalam keadaan junub kemudian beliau mengulang sholat dan mereka (para makmum) tidak mengulang sholat. (Riwayat al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar)

Ali berkata, “Jika seorang junub sholat bersama suatu kaum menjadi imam bagi mereka, maka aku perintahkan ia untuk mandi dan mengulang sholatnya dan aku tidak memerintahkan mereka (para makmum) untuk mengulang (sholatnya).” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf) 

Boleh bagi imam dan makmum segera beranjak dari tempat salat setelah salam jika ada keperluan, walaupun dengan melangkahi pundak orang-orang

Uqbah berkata, “Aku sholat Ashar di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam di Madinah. Kemudian beliau salam kemudian bangkit dengan cepatnya. Beliau melangkahi pundak-pundak manusia berjalan menuju kamar-kamar sebagian istrinya. Manusia merasa kaget dengan cepatnya langkah beliau. Setelah itu beliau keluar menuju manusia dan melihat para Sahabat heran dengan perbuatan beliau, kemudian beliau bersabda, ‘Aku ingat sesuatu berupa biji emas di sisi kami (yang harus dibagikan), aku tidak suka jika hal itu akan menahanku, maka aku perintahkan untuk (segera) dibagikan’.” (HR. al-Bukhari) 

Wanita yang ikut salat berjamaah di masjid segera beranjak keluar dari masjid setelah salam, dan imam diam sebentar setelah salam sebelum berpaling menghadap jamaah agar para wanita segera beranjak dari masjid

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam jika salam (dari sholat) beliau diam sebentar. Hal itu beliau lakukan agar para wanita segera beranjak (dari tempat sholat) sebelum para laki-laki. (HR. Abu Dawud, dishahihkan al-Albani)

Setelah salam dan berdiam sejenak, imam berpaling dari kanannya atau kirinya kemudian menghadap ke makmum 

As-Suddi berkata, “Aku bertanya kepada Anas bagaimana aku berpaling jika selesai sholat. Dari kanan atau dari kiri? Beliau berkata, ‘Aku kebanyakan melihat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam berpaling dari kanannya’.” (HR. Muslim) 

Ibnu Mas’ud berkata, “Janganlah kalian menjadikan sesuatu bagi syaithan dalam sholatnya. Ia menganggap bahwa yang benar tidaklah berpaling kecuali dari kanan. Sungguh aku telah melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam kebanyakan berpaling dari kirinya.” (HR. al-Bukhari) 

Samurah bin Jundub berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam jika selesai sholat menghadapkan wajahnya ke arah kami.” (HR. al-Bukhari)

Mengeraskan bacaan zikir setelah salat wajib berjamaah

Ibnu ‘Abbas berkata, “Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berdzikir ketika jama’ah selesai menunaikan shalat wajib (setelah salam, pen) merupakan kebiasaan yang dilakukan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Ibnu ‘Abbas berkata, “Dahulu aku bisa mengetahui bahwa mereka (para jama’ah shalat, pen) telah selesai mengerjakan shalat, apabila aku mendengarnya (mendengar suara dzikir yang dikeraskan setelah shalat, pen).” (HR. al-Bukhari 841, Muslim 583)

Tetap di tempat salat setelah selesai salat

“Bahwa seseorang jika berwudhu di rumahnya dan menyempurnakan wudhu'nya kemudian keluar dari rumahnya menuju masjid, tidaklah dia keluar dari rumahnya kecuali untuk shalat, niscaya tidaklah satu langkahnya kecuali Allah angkat satu derajat baginya, dan menghapus satu dosanya, dan jika dia masuk masjid kemudian shalat maka sesungguhnya para malaikat bershalawat kepadanya selama dia masih tetap di tempat shalatnya, Malaikat berdoa: Yaa Allah berilah keselamatan atasnya, Yaa Allah ampunilah dia, Yaa Allah rahmatilah dia.” (Mutafaqun alaihi)

Teranggap mendapatkan salat berjamaah bersama imam jika mendapatkan minimal satu rakaat bersama imam

“Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat shalat, maka ia telah mendapati shalat (bersama imam).” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat pada shalat Jum'at,  hendaklah ia menambah satu rakaat lagi. Dengan demikian, sempurnalah shalat Jum'atnya.” (HR. an-Nasa'i)

Mengadakan salat berjamaah lagi di masjid bagi yang terlambat mendatangi salat berjamaah

Dari Abu Said al-Khudri, bahwa seorang laki-laki masuk ke masjid saat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam telah sholat bersama para Sahabatnya. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang (mau) bershodaqoh untuk satu orang ini sehingga sholat bersamanya?” Maka berdirilah satu orang laki-laki kemudian sholat (berjamaah bersama orang yang terlambat, pent).” (HR. Ahmad) 

Dari Abu Utsman beliau berkata, “Anas mendatangi kami (di masjid) saat kami telah sholat. Maka beliau (menyuruh) adzan, iqomat, dan sholat bersama para Sahabatnya.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dan disebutkan secara ta’liq oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya)

Dari Salamah bin Kuhail, bahwasanya Ibnu Mas’ud masuk ke masjid yang telah ditegakkan sholat (berjamaah), maka beliau kemudian berjamaah dengan Alqomah, Masruq, dan al-Aswad. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih)

Pulang dan salat berjamaah bersama keluarganya di rumah bagi yang terlambat mendatangi salat berjamaah

Dari Abu Bakrah, bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam datang dari pinggiran Madinah hendak sholat, ternyata beliau dapati manusia telah selesai sholat. Maka kemudian beliau kembali ke rumahnya, mengumpulkan keluarganya, dan sholat bersama mereka. (HR. at-Thabrani, dinyatakan para perawinya terpercaya oleh al-Haitsami)