Cari Blog Ini

Sabtu, 07 November 2015

Tentang WALI ALLAH

Ustadz Abdullah Al Jakarty Hafidhohullohu Ta'ala

Siapakah wali Allah itu?

Al Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:
يخبر تعالى أن أولياءه هم الذين آمنوا وكانوا يتقون، كما فسرهم ربهم، فكل من كان تقيا كان لله وليا
“Allah mengkhabarkan bahwa wali-wali Nya adalah mereka orang-orang yang beriman dan bertakwa sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah tentang mereka sehingga setiap orang yang bertakwa adalah wali-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir 4/278)

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Wali Allah adalah orang yang berilmu tentang Allah dan terus menerus diatas ketaatan kepada-Nya dengan mengikhlasakan peribadatan.” (Fathul Bari, 11/432)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Tidaklah seorang hamba dikatakan wali Allah kecuali apabila dia beriman kepada Allah, dan beriman dengan apa yang datang dari Rasulullah, dan mengikutinya secara lahiriah dan batiniyah. Barangsiapa yang mengaku mencintai Allah tetapi tidak mengikuti Rasulullah maka dia bukan wali Allah bahkan barangsiapa yang menyelisihinya maka dia termasuk musuh-musuh Allah, wali-wali syaithan. Allah Ta’aala berfirman;
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintaimu.” (Ali Imran: 31)
Maka barangsiapa yang mengikuti rasulullah maka Allah mencintainya, barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan tidak mengikuti Rasulullah maka dia bukan termasuk wali-wali Allah.” (al Furqan, hlm. 542)

Berkata asy-Syaikh al-Allamah Muhammad al-Utsaimin: “Wali-wali Allah Ta’aala meraka adalah orang-orang yang beriman kepada-Nya, bertakwa kepada-Nya dan istiqamah diatas agama-Nya. Mereka adalah arang yang disifati oleh Allah Ta’alah didalam firman Nya,
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus: 62-63)
(Syarh al Ushul as Sittah)

Dari penjelasan di atas kita ketahui wali-wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Takwa adalah menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah.

☆F A W A I D   I L M I Y Y A H☆

Tentang SHAF ANAK-ANAK DI DALAM SALAT

Soal:
Apakah anak-anak yang belum baligh bisa dianggap menjadi shaf yang sempurna?

Jawab:
Apabila seorang anak lelaki mencapai usia tujuh tahun, dia terhitung dalam shalat berjamaah dan shafnya sempurna.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 8/21)

Sumber: Asy Syariah Edisi 087

###

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz رحمه الله

Pertanyaan: 
ما حكم صلاة الأطفال دون السابعة في الصفوف الأمامية، ويزاحمون المصلين، وهذا مما يجعل دائماً أن يكون هناك فرجة في الصفوف، وأن يحدثوا بعض الحركات في الصلاة؟
Apa hukum seorang anak kecil yang berumur di bawah tujuh tahun yang dia bergabung pada shaf terdepan dan ikut berdesakan dengan orang yang shalat yang terkadang dia membuat celah dalam shaf dan dia membuat beberapa gerakan ketika shalat?

Jawaban:
الأطفال الذين هم دون السبع ليس لهم صلاة، ولا يؤمرون بالصلاة، والمشروع لآبائهم إبقائهم في البيوت حتى لا يشوشوا على المصلين، هذا هو المشروع، لكن لو وجد أحدهم بين الصفوف لم يضر الصف، وعلى من حوله أن يرشده إلى الهدوء حتى لا يؤذي أحداً ولا يؤذى، أما آبائهم فالمشروع لهم أن يحفظوهم في البيوت، وأن لا يحضروهم إلى المساجد حتى لا يشوشوا على الناس ويقطعوا الصفوف، ومتى وجد أحدٌ منهم في الصف ودعت الحاجة إلى بقائه فإنه لا يضر الصف ويكون بمثابة الكرسي أو العمود أو ما أشبه ذلك إذا دعت الحاجة إلى وجوده في الصف
Anak di bawah tujuh tahun belum diperintahkan shalat, dan disyariatkan bagi para ayah untuk menahan anak-anak mereka di rumah agar tidak mengganggu orang yang shalat. Ini yang disyariatkan.
Akan tetapi, SEANDAINYA MEREKA ADA DI ANTARA SHAF, MAKA TIDAK MEMUTUS SHAF dan wajib bagi orang yang di sebelahnya untuk mengarahkan anak ini agar dia tenang dan tidak mengganggu.
Adapun ayahnya, maka selayaknya dia menahan anak tersebut tetap di rumah dan jangan dibawa ke masjid sehingga bisa mengganggu orang shalat atau memutuskan shaf.
Adapun kalau seandainya keadaan mengharuskan mereka berada di tengah shaf, maka tidak memutuskan shaf sebagaimana halnya kursi atau tiang-tiang dan semisalnya jika memang dibutuhkan keberadaannya di tengah shaf.

Sumber: 
www .binbaz .org .sa/mat/14350

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Forum Salafy Indonesia

###

FATWA SYAIKH IBNU UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

S: Seorang pendengar dari Sudan bertanya: Jika aku sholat bersama seorang anak kecil di belakang imam, sedangkan anak kecil ini belum baligh. Maksudnya: kami bertiga bersama dengan imam, apakah sholatku sah? Apakah seorang anak kecil bisa menyempurnakan shof? Apakah berdirinya anak kecil di shof depan dalam sholat diterima secara syariat? Aku telah membaca sebuah hadits Abu Musa Al-Asy’ariy tentang masalah ini, yaitu bahwa orang-orang lelaki dewasa bershof kemudian setelahnya anak-anak, kemudian para wanita.

J: Pendapat yang rojih (kuat) bahwa MELENGKAPI SHOF DENGAN ANAK KECIL ITU SAH, maksudnya: boleh seseorang untuk membuat shof di belakang imam, padahal tidak ada bersama mereka kecuali seorang anak kecil. Karena telah tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau sholat mengimami Anas bin Malik, kemudian Anas berdiri, dan bersama mereka ada seorang anak yatim di belakang Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Namun ini dalam sholat sunnah. Dari sana para ulama rohimahumullah berbeda pendapat tentang bolehnya menyempurnakan shof dengan anak kecil dalam sholat fardhu. Ada yang mengatakan: tidak boleh. Ada yang mengatakan: boleh. Dan inilah pendapat yang benar, sebagaimana aku katakan barusan. Karena termasuk kaedah yang ditetapkan dan telah diketahui bahwa:
Apa yang tsabit dalam sholat sunnah juga tsabit dalam sholat fardhu, dan apa yang tsabit dalam sholat fardhu juga tsabit dalam sholat sunnah, kecuali dengan dalil yang menunjukkan atas hal itu.
Dan yang menunjukkan atas kaedah ini bahwa para shohabat mengisahkan bahwa Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu sholat di atas hewan kendaraannya kemanapun hewan itu menghadap, atau beliau berwitir di atas hewannya itu kemanapun hewan itu menghadap. Dan mereka berkata: ‘Namun beliau tidak sholat wajib di atas hewan kendaraannya’.
Agar tidak disangka oleh seseorang bahwa sholat fardhu seperti sholat sunnah dalam keadaan ini. Dan ini menunjukkan bahwa apa yang berlaku pada sholat sunnah juga berlaku bagi sholat wajib kecuali ada dalil (yang menunjukkan lain).
Pendapat yang kuat bahwa boleh anak kecil untuk menyempurnakan shof orang dewasa, baik hal itu di belakang shof atau di belakang imam. Sedangkan majunya anak kecil ke shof pertama atau yang berikutnya, maka itu tidak apa-apa juga. Jika anak-anak maju ke shof pertama dan mereka tidak menimbulkan gangguan kepada orang-orang yang sholat, maka tak boleh menggeser mereka dari tempat mereka karena barangsiapa yang mendahului ke suatu tempat, maka dia lebih berhak dengannya.
SEDANGKAN PENDAPAT ULAMA YANG MENGATAKAN BAHWA ANAK-ANAK MEMBUAT SHOF SENDIRI DI BELAKANG SHOF (PARA LELAKI DEWASA), MAKA ITU TIDAK ADA DALILNYA. Bahkan dalam hal itu ada mafsadah karena anak-anak jika berkumpul dalam satu shof akan menimbulkan gangguan kepada orang-orang yang sholat dan mereka akan bermain-main dalam sholat.
(Fatawa Nur ‘Ala Ad-Darb no. 644)

###

FATWA SYAIKH IBNU UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

S: Apakah taswiyatush shufuf (meratakan shof) itu termasuk dengan mengedepankan para lelaki dewasa dan mengakhirkan anak-anak?

J: Sebagian ulama berkata: “Ini termasuk dari meratakan shof dan bagian kesempurnaan shof”, yaitu dengan para lelaki yang telah baligh berada di belakang imam dan anak-anak berada di belakang mereka.
Jika ada 100 orang lelaki mendekati satu shof dan 100 anak yang mendekati setengah shof. Kemudian kita menjadikan 100 orang lelaki dewasa sebagai shof pertama dan 100 anak-anak sebagai shof kedua. Dan kalau ada anak kecil maju ke shof pertama, kita mengakhirkannya, karena ratanya shof itu dengan menjadikan para lelaki yang baligh itu yang di depan.
Dan yang dijadikan dalil sandaran untuk hal itu adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوْلُوا اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى
“Hendaklah orang yang di belakangku dari kalian adalah orang-orang yang dewasa dan berakal.” (HR. Muslim)
Namun, pendapat ini perlu diteliti ulang.
Bahkan kami berpendapat: Sesungguhnya anak-anak jika mendahului ke satu tempat, maka mereka berhak dengannya daripada yang lainnya, karena keumuman dalil yang menunjukkan bahwa orang yang mendahului kepada perkara yang tidak didahului oleh seorang pun maka dia yang berhak dengannya. Sedangkan masjid-masjid itu adalah rumah-rumah Allah. Sama (haknya) di sana antara para hamba Allah. Jika satu anak maju ke shof pertama –misalnya- dan dia duduk, hendaknya dia tetap di tempatnya. Karena kalau kita berpendapat untuk menggeser anak-anak dari tempat yang utama dan kita menempatkan mereka di satu tempat, maka hal itu akan menyebabkan mereka bermain-main, karena mereka menyendiri dalam satu shof. Kemudian di sana juga ada ganjalan (musykilah): jika beberapa orang lelaki dewasa masuk setelah jamaah berada di shofnya masing-masing, apakah mereka akan mengembalikan anak-anak itu (ke belakang) padahal mereka sedang sholat. Jika anak-anak itu tetap dalam satu shof penuh, maka mereka akan mengganggu para lelaki dewasa yang di belakangnya.
Kemudian mengakhirkan mereka dari shof pertama setelah mereka berada di shof pertama, hal itu akan menyebabkan dua perkara:
Pertama: Bencinya anak-anak kepada masjid, karena anak-anak meskipun mereka masih kecil, janganlah engkau meremehkannya sehingga akan tergores sesuatu di dalam hatinya.
Kedua: Bencinya dia kepada orang-orang yang mengakhirkan dia dari shof tersebut.
Intinya, bahwa pendapat di atas adalah pendapat yang lemah, yaitu: pendapat untuk mengakhirkan anak-anak dari tempat-tempat mereka. Sedangkan sabda  beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوْلُوا اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى
“Hendaklah orang yang di belakangku dari kalian adalah orang-orang yang dewasa dan berakal.” (HR. Muslim)
Maka maksud beliau adalah mendorong orang-orang yang telah baligh dan berakal untuk maju, bukan mengakhirkan anak-anak dari tempat-tempat mereka.
(Kitab Asy-Syarh Al-Mumthi: Kitabush Sholah: Bab Sifat Sholat (3/4))

http://www.darussalaf.or.id/fiqih/bimbingan-ulama-seputar-pendidikan-shalat-anak-bagian-2/

###

Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin rahimahullahu ta'ala

PERTANYAAN:
هل يجوز للإمام أن يخرج الصغير دون السابعة من الصف؟
Apakah boleh bagi seorang imam shalat mengeluarkan anak kecil yang berumur di bawah tujuh tahun dari shaf?

JAWAB:
لا يجوز للإمام ولا لغير الإمام أن يخرج الصغير من الصف، إلا إذا كان في ذلك ضرر بحيث يكون منه أصوات مزعجة أو تردد بين الصفوف، أو ما أشبه ذلك، فحينئذٍ له إخراجه، ولكن يتصل أولاً بوليه الذي في المسجد ويقول: يا فلان، إن ولدك مثلاً أو أخاك حصل منه كذا وكذا، وأنت بسكوتك عنه تكون آثماً. أما إذا لم يكن منه شيء فلا، بل يبقى الأطفال في أماكنهم؛ لأن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم قال: من سبق إلى ما لم يسبق إليه أحد فهو أحق به. وأما قوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم: ليلني منكم أولوا الأحلام والنهى. فالمراد: أمر العقلاء البالغين أن يكونوا يلون الرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم، إلا لو قال الرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم: لا يلني إلا أولوا الأحلام. قلنا: اطردوا الصغار، لكن قال: ليلني، وهو أمر وليس نهي، أمر هؤلاء أولي الأحلام والنهى أن يتقدموا حتى يلوا النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم. ثم إن طرد الصغار له تأثير نفسي عليهم، فيكرهون الذي طردهم، ويكرهون المسجد، ويكرهون الجماعة، ويؤثر عليهم في المستقبل، والصغير لا ينسى، اذكر -مثلاً- نفسك عندما كنت صغيراً وضربك أحد فلن تنساه
Tidak boleh bagi seorang imam ataupun yang lainnya mengeluarkan anak kecil dari shaf shalat, kecuali bila didapati padanya ada hal yang negatif seperti dikhawatirkan suara anak kecil tersebut membuat kegaduhan atau mengacaukan shof atau sejenisnya, maka di saat itu boleh baginya (imam) untuk mengeluarkannya, hanya saja sebaiknya didahului dengan komunikasi terhadap walinya yang berada di masjid. Dia berkata, "Wahai Fulan, kami dapati pada putra Anda atau saudara Anda yang demikian dan demikian, jika Anda diam saja maka Anda berdosa."
Tapi manakala tidak didapati kondisi di atas pada anak kecil tersebut janganlah anak kecil tersebut dikeluarkan, biarkanlah dia di tempatnya, karena Nabi shallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa lebih dahulu yang tidak didahului oleh seorangpun maka dialah yang paling berhak terhadapnya."
Adapun sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, [yang maknanya] "Hendaknya orang berdiri di dekatku di antara kalian adalah orang-orang yang memiliki mata hati dan berakal...", maksudnya adalah perintah agar orang-orang yang berakal dan dewasa berdiri di belakang Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasul tidak mengatakan, "..usirlah anak-anak kecil!", tapi Rasul mengatakan "Hendaknya..". Yang demikian itu adalah perintah dan bukan larangan, perintah agar orang-orang  yang mempunyai mata hati dan berakal untuk maju ke depan, berbaris di dekat Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam.
Demikian pula jika kita mengusir anak kecil dari shaf depan maka hal itu akan berbekas pada diri anak tersebut, mereka akan membenci pihak-pihak yang mengusirnya, dan juga berdampak pada kebencian mereka pada masjid, serta ketidaksukaan mereka pada shalat berjamaah. Hal ini juga akan membekas padanya di masa mendatang, karena anak kecil itu tidak mudah lupa. Coba ingat, di masa anda masih kecil misal. Ketika ada sesorang yang memukul Anda maka Anda tidak akan pernah melupakan orang yang memukul Anda.

Sumber:
Al-Liqaa Asy-Syahry halaman 74

link terkait
http://zadgroup.net/bnothemen/upload/ftawamp3/mm_074_17.mp3

Alih Bahasa:
Team Gores Pena SLN 

Artikel diatas telah dikoreksi oleh Asatidzah di group SLN 1.
(65 Asatidzah Indonesia telah tergabung di SLN 1)

WA Salafy Lintas Negara

http://zadgroup.net/bnothemen/upload/ftawamp3/mm_074_17.mp3