Cari Blog Ini

Kamis, 05 Maret 2015

Tentang MAKAN DAN TIDUR DI DALAM MASJID

Sahabat Nabi Abdullah bin al-Harits bin Jaz’ az-Zubaidy radhiyallahu anhu berkata:
كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ
Kami makan di masa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam di masjid roti dan daging. (H.R Ibnu Majah, dinyatakan sanadnya hasan oleh al-Bushiry, dishahihkan al-Albany)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كُنْتُ أَبِيتُ فِي الْمَسْجِدِ وَلَمْ يَكُنْ لِي أَهْلٌ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma beliau berkata: Saya bermalam di masjid pada waktu itu saya belum berkeluarga. (H.R Muslim)

###

Pertanyaan:
ﻣﺎﻫﻮ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻀﻊ ﺭﺟﻠﻴﻪ ﻭﻳﻮﺟﻬﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ، ﻫﻞ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻷﻛﻞ ﻭﺍﻟﻨﻮﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ؟
Apa hukum menjulurkan kedua kaki ke kiblat di masjid? Dan bolehkah makan dan tidur di masjid?

Jawaban:
ﻻﺣﺮﺝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﻤﺪ ﺭﺟﻠﻴﻪ ﺃﻭ ﺭﺟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ، ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﺑﺎﻟﻤﺴﺠﺪ ﺃﻡ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻻ ﺣﺮﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﺄﻛﻞ ﺑﺎﻟﻤﺴﺠﺪ ﺃﻭ ﻳﻨﺎﻡ ﺑﻪ ﺇﺫﺍ ﺍﺣﺘﺎﺝ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ، ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺤﺎﻓﻆ ﻋﻠﻰ ﻧﻈﺎﻓﺔ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ، ﻭﺇﺫﺍ ﺍﺣﺘﻠﻢ ﻭﻫﻮ ﻧﺎﺋﻢ ﺑﻪ ﺃﺳﺮﻉ ﺑﺎﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻨﻪ ﺣﻴﻦ ﻳﺴﺘﻴﻘﻆ ﻟﻴﻐﺘﺴﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺑﺔ
Tidak mengapa bagi seorang muslim menjulurkan kedua kakinya atau salah satu kakinya menghadap kiblat, baik itu di masjid atau di tempat lainnya. Dan juga tidak mengapa ia makan di masjid ataupun tidur di sana jika ia membutuhkannya, tapi ia harus menjaga kebersihan masjid. Dan jika ia junub ketika tidur di masjid, hendaknya ia segera keluar ketika terbangun dan mandi junub.
ﻭﺑﺎﻟﻠﻪ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta
Ketua : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil Ketua : Abdur Razzaq Afifi
Anggota : Abdullah bin Quud
Anggota : Abdullah bin Ghudhayyan

Sumber:
albaidha .net/vb/showthread .php?t=1611

WhatsApp Allamaniy Diniy

###

asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz Rahimahullah

Pertanyaan :
Apa hukum tidur di masjid?

Jawaban :
Tidur di masjid tidaklah berdosa dan tidak mengapa.
Masjid merupakan rumah-rumah Allah, yang didirikan untuk ibadah. Dan tidur tidak menafikan yang demikian itu.
Dan terkadang tidur bernilai ibadah, apabila diniatkan dalam rangka memperkuat diri dalam beribadah kepada Allah.
Dan sungguh dahulu para shahabat mereka tidur di masjid Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Shahabat Ali radhiyallahu anhu beliau tidur di masjid, tatkala terjadi sesuatu antara beliau dengan istrinya (Fatimah radhiyallahu anha). Maka datanglah Nabi shallallahu alaihi wasallam kemudian membangunkannya, dan beliau mengatakan: Bangunlah wahai Abu Turob! Bangunlah wahai Abu Turob! Tatkala beliau shallallahu alaihi wasallam melihat ada pasir pada tubuhnya.
Begitu juga shahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau terkadang tidur di masjid.
Dan kesimpulannya, bahwa tidur di masjid TIDAK MENGAPA, TIDAK BERDOSA.

Sumber artikel:
binbaz .org .sa/mat/17412

Alih bahasa: Ibrahim Abu Kaysa

Forum Salafy Indonesia

Tentang MEMBACA QURAN KETIKA HAID, JUNUB, BERHADAS BESAR, ATAU BERHADAS KECIL

Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini hafizhahullah

Tanya:
Apakah dilarang melafadzkan Al Qur'an atau membaca tatkala seseorang sedang junub atau sedang haid?

Jawab:
Tidak, na'am. Dengan diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu anha:
كان النبي صلى الله عليه وسلم يذكر الله على كل أحيانه
Adalah rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa berdzikir kepada Allah pada seluruh keadaannya. (Shahih: HR. Muslim (no. 373), Abu Dâwud (no. 18), at-Tirmidzi (no. 3384), dan selainnya)
Umum, pada seluruh keadaan. Dalam keadaan suci, dalam keadaan berhadas, dalam keadaan junub, na'am. Sama halnya dalam keadaan haid, tidak mengapa, membaca Al Qur'an, melafadzkan Al Qur'an.
Yang kuat perselisihan ulama, ketika junub, ketika haid, bahkan ketika berhadas kecil, adalah membaca Al Qur'an dengan memegang, menyentuh mushaf. Ini yang tingkat perselisihannya sangat kuat di antara ulama. Ada yang mengatakan tidak boleh, ada yang mengatakan boleh.
Adapun kalau mushafnya diletakkan, kemudian dibaca, kemudian tidak disentuh, misalkan untuk membuka lembarannya pakai alat, tidak masuk dalam perselisihan, na'am. Atau dia membaca dengan hafalan.

TIS (Thalab Ilmu Syar'i)

###

Asy Syaikh Al Albani rahimahullah

Tanya:
Apakah boleh bagi laki-laki atau perempuan membaca Al-Qur'an serta menyentuh mushaf tanpa berwudhu?

Jawab:
Membaca Al-Qur'an tanpa berwudhu adalah perkara yang diperbolehkan. Hal ini karena tidak terdapat dalil dalam Al-Qur'an atau di dalam  sunnah yang menyelisihi hal itu, yaitu tidak bolehnya membaca al-qur'an dalam keadaan tidak suci.
Tidak ada perbedaan dalam masalah ini antara laki-laki dengan perempuan. Bahkan tidak ada perbedaan dalam masalah itu antara laki-laki yang suci dan yang tidak suci, juga wanita yang haid dan yang tidak haid.
Dan dari dalil-dalil akan bolehnya hal itu adalah haditsnya Aisyah dalam Shohih Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam berdzikir menyebut nama Allah dalam segala keadaan.
Maka orang yang haid itu dihukumi secara syar'i tidak sholat. Dan tidak  shalatnya dia adalah penghalang baginya dengan hikmah yang tinggi dari dia beribadah untuk Allah dengan apa-apa yang dia beribadah dengannya sebelum datangnya haid.
Maka tidak boleh bagi kita untuk menyempitkan rangkaian ibadah yang disyariatkan baginya bersama ibadah shalat, kemudian dia dilarang dari shalat dan tidak dilarang dari apa-apa yang selain itu. Maka kita melapangkan apa-apa yang Allah lapangkan atas manusia.
Dan sering aku mengingatkan terkait dengan hal ini, haditsnya sayyidah Aisyah tatkala sedang berhaji bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam dan sampai di tempat yang di namakan Saraf dekat dengan Makkah. Nabi shallallahu alaihi wasallam mendapatinya sedang menangis karena haidnya. Maka beliaupun menyatakan kepada Aisyah: "Kerjakanlah apa yang dikerjakan orang yang berhaji tetapi jangan kamu thawaf dan jangan shalat." (HR. Bukhori)
Beliau tidak melarangnya untuk membaca Al-Qur'an dan tidak pula melarang masuk ke Masjidil Haram.
(Fatawa Madinah hal. 59)

Dialih bahasa oleh: Al Ustadz Abu Usamah Irfan حفظه الله

WA Forum Salafy Surabaya

WA Al Istifadah
WALIS
http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

###

Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin

Tanya:
Apakah boleh seorang yang sedang haid membaca Al Qur’an?

Jawab:
Seorang haid dibolehkan membaca Al Qur’an untuk suatu hajat (kebutuhan) seperti dia seorang pengajar, maka dia membaca Al Qur’an untuk dia ajarkan, atau seorang pelajar, maka dia membaca dalam rangka untuk belajar, atau jika tidak dia butuh untuk mengajari anak-anaknya yang masih kecil maupun yang sudah besar, maka dia mencotohkan dengan mengulang-ulang membacakan ayat untuk ditirukan mereka. Yang penting jika ada hajat yang menuntut seorang wanita yang sedang haid untuk membaca Al Qur’an, maka dibolehkan dan tidak ada penghalang perkara ini. Demikian pula jika dia khawatir lupa (hafalannya) maka dia membaca dalam rangka mengingat-ingat, dan tidak ada dosa dengan membacanya.
Sebagian ulama berpendapat akan kebolehan membaca Al Qur’an bagi wanita yang sedang haid secara mutlak, tidak terkait dengan adanya hajat. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal itu haram walaupun ada hajat. Dari pendapat di atas, yang wajib untuk dikalahkan: bahwa jika ada hajat dalam rangka untuk mengajarkan, belajar, khawatir lupa, maka tidak mengapa.

(Diambil dari buku Problema Darah Wanita, Ash Shaf Media)

###

Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy

Jumhur ulama berpendapat bahwa wanita yang haid dilarang membaca al-Quran dengan dalil hadits:
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّكِئُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ، فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersandar (dengan kepalanya) pada pangkuanku, sedangkan aku dalam keadaan sedang haid, maka beliau membaca al-Quran. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Mereka juga berdalil dengan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ شيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ
Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sesuatu pun dari Al Qur`an. [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Ismail bin ‘Iyasy. Disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari bahwa dia telah meriwayatkan dari penduduk Hijaz dan Irak beberapa hadits yang mungkar. Kemudian disebutkan oleh al-‘Allamah al-Albani dalam kitab al-Irwa’ bahwa hadits Ibnu ‘Umar ini termasuk riwayat Ismail bin ’Iyasy dari penduduk Hijaz, sehingga hadits ini dihukumi sebagai hadits yang lemah dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran hukum.
Oleh karena itu, pendapat yang terpilih adalah boleh bagi wanita yang haid membaca al-Quran. Adapun hadits ini justru menjadi dalil penguat pendapat kami, karena jika seandainya wanita yang haid dilarang membaca al-Quran, maka membaca al-Quran dipangkuan wanita yang haid juga dilarang, karena dia membaca di tempat yang kotor. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, al-Imam Malik, al-Imam al-Bukhari, ath-Thabrani, Dawud, asy-Syaukani dan asy-Syaikh Bin Baz, al-Albani, al-Wadi’i rahimahumullah.

Hukum wanita haid atau orang junub menyentuh Mushaf:
Jumhur ulama berpendapat terlarang bagi mereka menyentuh mushaf. Dalil mereka hadits:
لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ
“Tidaklah menyentuh al-Quran kecuali Thahir.”
Berkata asy-Syaikh al-Albani rahimahullah: “Yang mendekati kebenaran wallahu a’lam adalah makna THAHIR dalam hadits ini adalah MU’MIN.” [Tamamul Minnah hal.107]
Oleh karena itu, pendapat yang terpilih adalah boleh bagi mereka menyentuh mushaf. Dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadits Abu Hurairah bahwa orang yang mu’min tidaklah najis badannya, demikian pula hadits ‘Aisyah di atas. Ini adalah pendapat Hamad bin Abu Sulaiman, Abu Hanifah, Dawud, asy-Syaukani, asy-Syaikh al-Albani dan al-Wadi’i rahimahumullah.

Pelajaran Forum KIS

Tentang BERSABAR, RIDO, DAN BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH KETIKA SAKIT

Orang yang sakit wajib untuk senantiasa merasa ridha dan menerima segala ketentuan maupun ketetapan Allah.
Ia juga wajib untuk bersabar atas takdir-Nya serta berbaik sangka kepada Rabb-nya. Hal ini lebih baik baginya.
Ya, sebuah kebaikan baginya. Bukankah Rasulullah telah bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya segala urusannya merupakan kebaikan baginya. Tidaklah yang demikian didapati pada seorangpun melainkan pada seorang mukmin saja. Yaitu, jika seorang mukmin mendapatkan kebahagiaan maka ia bersyukur. Yang demikian merupakan kebaikan baginya. Bila ia dirundung sebuah kesengsaraan (kesulitan) dia akan bersabar. Tentu yang demikian juga kebaikan baginya.” (HR. Muslim 4/2999 dari shahabat Shuhaib bin Sinan)
Juga berdasarkan sabda beliau:
لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ
“Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian meninggal dunia melainkan ia berbaik sangka kepada Allah.” (HR. Muslim 4/2877 dari shahabat Jabir)
Orang yang sakit hendaknya berada di antara khauf (perasaan takut) dan raja’ (rasa harap).
Hendaknya ia merasa TAKUT terhadap siksa dan hukuman Allah atas berbagai dosanya, dan ia BERHARAP akan rahmat dan kasih sayang Rabb-nya.
Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya. Dikisahkan bahwa suatu ketika Nabi menemui seorang pemuda yang sedang sakaratul maut.
“Bagaimana keadaan dirimu?” Tanya Nabi.
“Demi Allah, wahai Rasulullah, sungguh aku berharap kepada Allah (rahmat dan ampunan-Nya) dan sungguh pula aku takut akan dosa-dosaku,” Jawab pemuda tersebut.
Rasulullah kemudian bersabda:
لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا المَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ
Tidaklah dua perasaan tersebut (rasa harap dan takut) berkumpul pada diri seorang hamba pada saat seperti ini melainkan Allah akan memberi apa yang dia harap dan akan memberi keamanan dari yang ditakutinya.
(HR at-Tirmidzi 3/983) dan ibnu Majah (2/4261) dari Anas bin Malik. Lihat pula al-Misykah 1612)

[Dari Talkhish Ahkam al-Janaiz karya asy-Syaikh al-Albani rahimahullah]

Majmuah Manhajul Anbiya

Tentang BERSABAR DI ATAS KEFAKIRAN

Abul Abbas Yasin bin Ali Al-Adeny hafizhohullahu taala

Firman Allah Taalaa:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah ayat 155-157)

Maka orang-orang yang kokoh haruslah Allah uji mereka dengan hal ini.

Telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih dari hadist Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah keluar pada suatu hari atau suatu malam ketika itu ternyata beliau bersama Abu Bakr dan Umar, kemudian beliau shallallahu alaihi wasallam berkata: Apa yang membuat kalian berdua keluar dari rumah kalian pada saat ini? Mereka berdua berkata: Rasa lapar yaa Rasulullah. Beliau shallallahu alaihi wasallam berkata: Dan saya juga demi jiwaku yang ada di tangan-Nya benar-benar apa yang membuat aku keluar sama seperti apa yang membuat kalian keluar.

Telah berkata Syaikh kami Al-Imam Al-Wadiiy dalam kitab Dzammul Masalah:
فإنني أنصح لأهل السنة أن يصبروا على الفقر، فهي الحال التي اختارها الله لنبيه محمد ﷺ
Maka sungguh aku nasehatkan kepada Ahlus Sunnah untuk senantiasa bersabar dalam keadaan KEFAKIRAN, karena itu adalah keadaan yang Allah pilihkan kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
(selesai penukilan)

Sesungguhnya ada suatu kaum dari manusia -yang aku dan kalian berlindung kepada Allah dari mereka- mereka mengira bahwa siapa saja yang kokoh di atas kebenaran maka ia tidak akan mendapatkan ujian dan musibah, mengira bahwa manusia akan menerima atasnya, mengira bahwa Bumi akan terhampar untuknya secara tiba-tiba, kemudian ketika dia mendapati mereka tertimpa musibah maka dengan segera mereka tidak meninggalkan kebenaran dan menelantarkan orang-orang yang benar.
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullahu-:
الصبر على الفقر مرتبة لا ينالها إلا الأكابر
Sifat sabar di atas kefakiran merupakan martabat yang tidak didapatkan martabat itu kecuali orang-orang yang besar (ilmunya). (selesai penukilan)
(Dari kitab Al Bidayah wan Nihayah 10/363)

Dan terakhir coba ingat kembali kisah Imam tersebut, yaitu Abu Utsman Affan bin Muslim -rahimahullah- ketika beliau kokoh dalam menghadapi fitnah pemakhlukan Al-Quran, kemudian dikatakan kepadanya: Wahai Syaikh sungguh Amirul Mukminin berkata:
Sesungguhnya kamu jika tidak menjawab pertanyaan orang yang menyerumu kepadanya (Al-Quran makhluk) akan dipotong darimu apa yang mengalir di atasmu (harta).
Lalu beliau abaikan menjawab pertanyaan penguasa kepada kebathilan, dan berkata Affan kepada mereka:
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
Dan di langit terdapat rezeki kalian dan apa yang ia janjikan kepada kalian. (QS. Adzariyat: 22)
Dan akhirnya ia diberi setiap bulannya seribu dirham. 
Berkata Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Siyar Alaam Nubalaa (10/245):
Cerita ini menunjukan atas kebesaran Affan dan tingginya keadaan Affan bagi daulah, karena sungguh yang lainnya diuji, ditangkap serta dipenjara, sedangkan Affan maka mereka tidak memperlakukannya selain memotong dirham darinya.
(selesai penukilan)
Akan tetapi begitu cepat datangnya kelapangan. Telah dikatakan oleh Al-Khotib Al-Baghdady dalam kitab Tarikh (12/271):
Sesungguhnya Affan bin Muslim ketika pulang ke rumahnya beliau dapati istrinya dan yang berada di dalam rumahnya mencelanya, dan ketika itu di dalam rumahnya terdapat sekitar 40 orang, kemudian terdengarlah ketukan pintu dari seorang pengetuk pintu, lalu masuklah kepadanya seorang pria dan bersamanya kantong yang berisi seribu dirham. Maka si pengetuk pintu tersebut berkata:
Wahai Abu Utsman semoga Allah mengokohkanmu sebagaimana agama ini kokoh. Dan kejadian ini terjadi setiap bulannya.
(selesai penukilan)

ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR! Inilah sebuah keringanan yang datang setelah keberatan, kemudahan yang datang setelah kesulitan, dan kelapangan yang datang setelah kesempitan.
رويدك إن بعد الضيق مخرج  ***  وصبرك عنده أبهى وأبهجْ
Pelan-pelanlah kamu karena sungguh akan datang setelah kesempitan jalan keluar *** dan kesabaranmu baginya lebih baik dan lebih membahagiakan.
وكم من كربة عظمت وجلت  ***  وعند حلولها الرحمن فرّجْ
Berapa banyak dari kesusahan membesar dan mengerikan *** dan ketika Allah bebaskan darinya terasa nyaman.

Sumber:
Majmuah Manhajul Anbiya | Al-Ustadz Abu Amr Ahmad Alfian حفظه الله

Alih Bahasa:
Abu Kuraib Bin Ahmad Bandung حفظه الله [FBF 1]

WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | alfawaaid .net